• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG INFEKSI KECACINGAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG INFEKSI KECACINGAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN 2301-4024 91

PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG INFEKSI KECACINGAN PADA ANAK

USIA SEKOLAH DASAR

Oktalia Amelasari, Nurul hidayah, Hurun ain

Poltekkes kemenkes Malang, Jl.Besar Ijen 77 C Malang e-mail: nh_1506732yahoo.com

Abstract : One of the healthy problems which is still so much found in Indonesia is the spread of

stomach-worm infection through the ground. Wormy infection is often considered no importance by the society, even the government. The fact is that the wormy infection generally attacks the children who have low body resistance. This research uses descriptive research desain and total sampling technique which takes the overall of the population and gots 55 respondents. The instrument which is used for collecting the data is questionnaire with the score 1 for true and the score 0 for false. The result of the overall data research of knowledge towards the knowledge of parental child about wormy infection on elementary school age gots the low score that is counted by 26 people (47,3%). The result of this research shows the lack of mother knowledge about wormy infection in RT I-V RW XIII Sumber Porong Village. The height of score percentage which is less maybe caused by the existence of information, education and parent job factor.

Keywords: knowledge, parental child, wormy infection

Abstrak: Salah satu masalah kesehatan yang masih banyak di Indonesia yaitu infeksi cacing perut

yang ditularkan melalui tanah. Infeksi ini masih sering dianggap remeh oleh masyarakat tapi juga oleh pemerintah. Infeksi kecacingan ini pada umumnya menyerang anak-anak yang memiliki daya tahan tubuh yang masih rendah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tentang pengetahuan orang tua tentang kecacingan pada anak usia Sekolah Dasar. Dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dan teknik sampling yang digunakan adalah total sampling, dimana mengambil keseluruhan populasi dan didapatkan 55 responden. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data adalah kuisioner dengan skor benar = 1 dan salah = 0. Data hasil penelitian pengetahuan secara keseluruhan hasil penelitian terhadap pengetahuan orang tua tentang infeksi kecacingan pada anak usia SD didapatkan skor kurang yaitu sebanyak 26 orang (47,3%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang infeksi kecacingan di RT I-V RW XIII Desa Sumber Porong adalah kurang. Tingginya persentase skor kurang hal ini dimungkinkan adanya faktor informasi, pendidikan dan pekerjaan.

Kata Kunci: pengetahuan, pola asuh, infeksi cacing

PENDAHULUAN

Kecacingan merupakan parasit manusia dan hewan yang sifatnya merugikan, manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diantara nematoda usus tedapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted Helmints), spesies yang terpenting adalah As-caris lumbricoides, Necator americanus, An-cylostoma duodenale, Trichuris trichiura (Gandahusada, 2000).

Kecacingan merupakan parasit pada manusia atau hewan yang sebagian besar menyerang anak usia 1-10 tahun yang disebabkan adanya iklim tropis, kelembaban udara yang sesuai dengan tumbuh kembang cacing, faktor sosial ekonomi yang kurang bagus, dan kebersihan yang tidak terjaga bisa berakibat dampak yang kurang bagus terhadap kesehatan, tingkat kecerdasan, kekurangan gizi, dan perkembangan mental (Indiarti, 2007).

(2)

Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain berfungsi sebagai tempat pembelajaran, juga dapat menjadi ancaman penularan infeksi jika tidak dikelola dengan baik. Lebih dari itu, usia sekolah bagi anak merupakan masa rawan terserang berbagai infeksi. Salah satu infeksi yang banyak diderita oleh anak-anak, khususnya usia sekolah dasar adalah infeksi kecacingan, yaitu sekitar 40-60% (Kusuma S., 2011).

Salah satu masalah kesehatan yang masih banyak di Indonesia yaitu infeksi cacing perut yang ditularkan melalui tanah. Infeksi ini masih sering dianggap sebagai angin lalu yang tidak hanya oleh masyarakat tapi juga oleh pemerintah. Padahal infeksi kecacingan ini pada umumnya menyerang anak-anak yang memiliki daya tahan tubuh yang masih rendah. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah iklim tropis, kesadaran akan kebersihan yang masih rendah, sanitasi yang buruk, kondisi sosial ekonomi yang rendah, serta kepadatan penduduk (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Infeksi kecacingan tersebar luas, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Angka infeksi tinggi, tetapi intensitas infeksi (jumlah cacing dalam perut) berbeda. Hasil survei Kecacingan di Sekolah Dasar di beberapa propinsi untuk semua umur berkisar antara 40-60%. Hasil Survei Subdit Diare pada tahun 2002 dan 2003 pada sekolah dasar di 10 provinsi menunjukkan prevalensi berkisar antara 2,2-96,3% (Kementerian Kesehatan RI, 2006). Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2004-2006, menyebutkan bahwa hasil survey infeksi kecacingan tertinggi berada di daerah Malang sehingga menjadi sasaran penelitian karena kondisi geografisnya yang lembab yang dikelilingi gunung dan sungai besar, sebagian besar siswa bertempat tinggal di daerah daratan tinggi. Data dari Puskesmas Lawang, Kabupaten Malang menyebutkan bahwa pada tahun 2012 prevalensi infeksi kecacingan yaitu sebanyak 25 anak, pada tahun 2013 bulan Januari-Juli prevalensi infeksi kecacingan sebanyak 6 anak.

Di RW XIII Desa Sumber Porong Kecamatan Lawang Kabupaten Malang terdapat 2 anak yang terserang infeksi kecacingan.

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 31 Januari 2013 di Desa Sumber Porong Kecamatan Lawang Kabupaten Malang didapatkan 9 dari 10 responden (90%) belum mengetahui tentang infeksi kecacingan. Sedangkan 1 (10%) sudah mengetahui tapi kurang maksimal memahami tentang infeksi kecacingan.

Hasil survey menyebutkan bahwa, kerugian yang ditimbulkan akibat infeksi kecacingan sangat besar utamanya terhadap perkembangan fisik, intelegensi, dan produktifitas anak yang merupakan generasi penerus bangsa (Dinkes Jatim, 2010). Infeksi kecacingan dapat menyebabkan anemia (kurang darah), berat bayi lahir rendah, gangguan ibu bersalin, lemas, mengantuk, malas belajar, IQ menurun, prestasi dan produktivitas menurun (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Infeksi kecacingan yang terlalu lama dapat berdampak kurang bagus terhadap kesehatan, tingkat kecerdasan, serta perkembangan mental. Apalagi, jika terjadi pada saat anak dalam masa pertumbuhan, akibatnya bisa sampai kekurangan gizi. Kecacingan dapat menimbulkan kehilangan zat gizi berupa karbohidrat dan protein serta kehilangan darah, sehingga dapat menurunkan produktivitas kerja. Kecacingan pada anak juga menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena infeksi lainnya. Pada anak-anak sekolah dasar kecacingan akan menghambat dalam mengikuti pelajaran dikarenakan anak akan merasa cepat lelah, menurunnya daya konsentrasi, malas belajar dan pusing (Indiarti, 2007).

Untuk menanggulangi infeksi kecacingan ini diperlukan pengetahuan orang tua dalam melakukan tindakan swamedikasi kepada anaknya yang diduga menderita infeksi kecacingan berdasarkan diagnosanya sendiri tanpa melakukan konsultasi kepada dokter. Berdasarkan fakta empirik diketahui bahwa jenis obat yang digunakan untuk swamedikasi adalah obat-obat OTC (Over the Counter) antara lain pirantel pamoat, yang

(3)

merk dagangnya diketahui oleh masyarakat luas berdasarkan iklan-iklan di televisi. Tindakan swamedikasi yang dilakukan tanpa konsultasi kepada praktisi kesehatan dapat menyebabkan kesalahan penggunaan obat bahkan terkadang dapat memperparah kondisi pasien. Selain itu diperlukan juga pengetahuan tentang perkembang biakan cacing serta faktor-faktor lain, seperti : tempat pembuangan kotoran manusia (WC), vektor sebagai perantara berjangkitnya infeksi, kebersihan perorangan maupun lingkungan. Tindakan pencegahan yang paling baik adalah dengan mengadakan sanitasi.

Perawat atau petugas kesehatan sebagai “educator” peran ini dilaksanakan dengan membantu para orang tua dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari para orang tua setelah dilakukan pendidikan kesehatan (Wahid Iqbal, 2008). Dengan mengetahui faktor-faktor yang menunjang berjangkitnya infeksi kecacingan dan cara pencegahannya, maka petugas kesehatan terutama perawat harus memberikan pendidikan kesehatan kepada para orang tua tentang infeksi kecacingan, cara pencegahan dan penularan infeksi tersebut, terutama pada anak-anak.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengetahuan orang tua tentang kecacingan pada anak usia Sekolah Dasardi RW XIII Desa Sumber Porong Kecamatan Lawang Kabupaten Malang.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui gambaran pengetahuan orang tua tentang infeksi kecacingan pada anak usia sekolah dasar di RW XIII Desa Sumber Porong Kecamatan Lawang Kabupaten Malang.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua yang mempunyai anak usia sekolah dasar di RW XIII Desa Sumber Porong, Kecamatan Lawang Kabupaten Malang. Sebagai gambaran survey pendahuluan jumlah populasi orang tua yang mempunyai anak usia SD berjumlah 55 orang.

Sampel dalam penelitian ini adalah orang tua yang mempunyai anak usia sekolah dasar di RW XIII Desa Sumber Porong, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Dengan kriteria Inklusi : a) Orang tua yang mempunyai anak usia sekolah dasar di RW XIII Desa Sumber Porong, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, b) bisa membaca dan menulis, c) usia 20-45 tahun, d) bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini meliputi: a) Orang tua yang berpindah tempat tinggal, b) tidak kooperatif dalam memberikan data.

Teknik penggunaan sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Total Sampling atau sampling jenuh yaitu mengambil seluruh orang tua yang mempunyai anak usia sekolah dasar di RW XIII Desa Sumber Porong Kecamatan Lawang Kabupaten Malang sebagai sampel penelitian.

Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan orang tua tentang infeksi kecacingan pada anak usia sekolah dasar.

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup dimana jawaban pertanyaan sudah tersedia dan responden tinggal memilih jawaban sesuai dengan pendapat.

Tempat penelitian dilakukan di RW XIII Desa Sumber Porong Kecamatan Lawang Kabupaten Malang. Waktu penelitian pada tanggal 5-11 Juni 2013.

HASIL PENELITIAN

Gambaran umum lokasi penelitian yaitu, Desa Sumber Porong terbagi menjadi 3 Dusun yaitu Dusun Krajan Utara yang terdiri atas 3 RW, Dusun Krajan Selatan terdiri atas 6 RW, dan Dusun Krajan Timur terdiri atas 7 RW. Dalam 1 Desa terdapat 14 Posyandu dan masing-masing posyandu dibantu 3-4 kader. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5-11 Juni 2013 di RW XIII Desa Sumber Porong yang meliputi RT I sampai RT V. Jumlah penduduk Desa Sumber Porong pada bulan April 2013 sebanyak 7.294 jiwa yang tersebar dalam 2117 KK. Pada bulan Juni 2013 di RW XIII Desa Sumber Porong terdapat 55 orang tua yang mempunyai anak usia SD.

(4)

Karakteristik responden berdasarkan usia, pada tabel 1 ditunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur antara 36-45 tahun yaitu sebanyak 30 orang (54,54%).

Berdasarkan Tabel 2 sebagian besar responden tidak bekerja atau IRT yaitu sebanyak 29 orang (52,73%).

Berdasarkan Tabel 3 sebagian besar responden berpendidikan SMA yaitu sebanyak 39 orang (70,9%).

Berdasarkan Tabel 4 sebagian besar responden mempunyai penghasilan <1 juta yaitu sebanyak 31 orang (56,35%).

Berdasarkan Tabel 5 sebagian besar responden yang mendapatkan penyuluhan kesehatan 1 kali yaitu sebanyak 26 orang (47,27%).

Berdasarkan pengetahuan tentang infeksi kecacingan, diketahui bahwa hampir seluruhnya responden mempunyai pengetahuan baik tentang

Tabel 1. Distribusi frekuensi umur responden

Umur F %

20-25 tahun 2 3,64 26-35 tahun 23 41,82 36-45 tahun 30 54,54 Jumlah 52 100

Tabel 2. Distribusi frekuensi pekerjaan responden

Pekerjaan F %

Tidak bekerja

(Ibu Rumah Tangga) 29 52,73

Swasta 10 18,18

Wiraswasta 9 16,36

PNS 7 12,73

Jumlah 55 100

Tabel 3. Distribusi frekuensi pendidikan responden

Pendidikan F % SD 2 3,64 SMP 2 3,64 SMA 39 70,9 PT 12 21,82 Jumlah 55 100

Tabel 4. Distribusi frekuensi penghasilan responden

Penghasilan F %

<1 juta 31 56,35 1-1,5 juta 10 18,18 >1,5 juta 14 25,45 Jumlah 55 100

Tabel 5. Distribusi frekuensi penyuluhan kesehatan pada responden Penyuluhan Kesehatan F % Tidak pernah 21 38,18 1 kali 26 47,27 2 kali 6 10,9 3 kali 2 3,6 Jumlah 55 100

pengertian infeksi kecacingan yaitu sebanyak 51 orang (92,7%).

Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa hampir seluruhnya responden mempunyai pengetahuan kurang tentang tanda dan gejala infeksi kecacingan yaitu sebanyak 42 orang (76,4%).

Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa hampir seluruhnya responden mempunyai pengetahuan kurang tentang cara penularan infeksi kecacingan yaitu sebanyak 33 orang (60%).

Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa hampir seluruhnya responden mempunyai pengetahuan cukup tentang dampak infeksi kecacingan yaitu sebanyak 22 orang (40%).

Berdasarkan Gambar 4, diketahui bahwa 76,4% responden mempunyai pengetahuan yang baik tentang cara pencegahan infeksi kecacingan.

0 5 1 0 1 5 2 0 2 5 3 0 3 5 4 0 4 5 B a ik ( 1 8 % ) C u k u p ( 5 ,5 % ) K u r a n g ( 7 6 ,4 % ) 1 4 2 3

Gambar 1. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang tanda dan gejala

(5)

0 5 1 0 1 5 2 0 2 5 3 0 B a ik (9 ,1 % ) C u k u p (4 3 ,6 % ) K u ra n g (4 7 ,3 % ) 5 2 6 2 4

Gambar 5. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang infeksi kecacingan

0 5 1 0 1 5 2 0 2 5 3 0 3 5 B a ik (1 2 ,7 % ) C u k u p (2 7 ,3 % ) K u ra n g (6 0 % ) 7 3 3 1 5

Gambar 2. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang cara penularan kecacingan 0 5 1 0 1 5 2 0 2 5 B a ik (3 0 ,9 % ) C u k u p (4 0 % ) K u ra n g (2 9 ,1 % ) 1 1 6 2 2

Gambar 3. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang dampak infeksi kecacingan 0 5 1 0 1 5 2 0 2 5 3 0 3 5 4 0 4 5 B a ik (7 6 ,4 % ) C u k u p (1 2 ,7 % ) K u ra n g (1 ,8 % ) 4 1 7

Gambar 4. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang cara pencegahan kecacingan

Dari Gambar 5, diketahui bahwa hampir seluruhnya responden mempunyai pengetahuan kurang tentang secara keseluruhan infeksi kecacingan yaitu sebanyak 26 orang (47,3%).

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden mempunyai pengetahuan kurang tentang infeksi kecacingan yaitu sebanyak 26 orang (47,3%). Pengetahuan tentang infeksi kecacingan dalam penelitian ini meliputi pengertian infeksi kecacingan didapatkan sebanyak 51 orang (92,7% baik), tanda dan gejala infeksi kecacingan didapatkan sebanyak 42 orang (76,4% kurang),

cara penularan infeksi kecacingan yaitu sebanyak 33 orang (60% kurang), dampak infeksi kecacingan yaitu sebanyak 22 orang (40% cukup), cara pencegahan infeksi kecacingan yaitu sebanyak 42 orang (76,4% baik). Menurut Iqbal Wahit (2007) pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan eksternal, faktor internal meliputi umur dan minat, sedangkan faktor eksternal meliputi pendidikan, pekerjaan, pengalaman, kebudayaan lingkungan sekitar, dan sarana informasi. Pengetahuan bisa didapatkan dengan berbagai cara antara lain cara tradisional meliputi cara coba salah, kekuasaan, pengalaman,

(6)

dan jalan pikiran. Cara yang lain adalah cara mod-ern meliputi 3 hal pokok yaitu segala sesuatu yang positif, segala sesuatu yang negatif, dan gejala-gejala yang timbul bervariasi, yaitu gejala-gejala-gejala-gejala yang berubah-ubah dalam kondisi tertentu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang pengertian dan cara pencegahan infeksi kecacingan mayoritas baik.

Infeksi kecacingan adalah parasit pada manusia atau hewan yang sebagian besar menyerang anak usia 1-10 tahun yang disebabkan adanya iklim tropis, kelembaban udara yang sesuai dengan tumbuh kembang cacing, faktor sosial ekonomi yang kurang bagus, dan kebersihan yang tidak terjaga yang bisa berakibat dampak yang kurang bagus terhadap kesehatan, tingkat kecerdasan, kekurangan gizi, dan perkembangan mental (Indiarti.MT, 2007). Adapun cara pencegahan infeksi kecacingan antara lain perbaikan perilaku yang berupa kebiasaan mencuci tangan, menjaga kebersihan pribadi, menggunakan alas kaki, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman terutama sayuran, dan perbaikan sanitasi lingkungan terutama jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan. Pengobatan massal biasanya dilakukan tiga bulan sekali yang berupa obat Pirantel pamoat atau mebendazol (Widoyono, 2008).

Hasil penelitian tersebut diatas juga dapat dipengaruhi oleh umur responden. Menurut Hurlock (1998) Semakin bertambah umur seseorang, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Kemungkinan dengan bertambahnya umur seseorang, dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. Selain itu Abu Ahmadi (2001), juga mengemukakan bahwa daya ingat seseorang salah satunya dipengaruhi oleh umur. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar responden berumur antara 36-45 tahun yaitu sebanyak 30 orang (54,54%).

Data lain menunjukkan pengetahuan responden tentang tanda dan gejala, dan cara penularan infeksi kecacingan mayoritas berpengetahuan kurang baik. Data hasil ini dibuktikan dari jawaban responden pada kuesioner no 2 dan no 8. Pada soal no 2 dijelaskan bahwa gejala infeksi cacing gelang (Askariasis) berkisar dari yang ringan berupa batuk sampai yang berat seperti sesak napas. Gejala yang disebabkan cacing dewasa dapat bervariasi mulai dari penyumbatan lumen usus karena banyaknya dan berkumpulnya cacing, kemudian cacing berjalan ke jaringan hati, sampai muntah cacing yang bisa menyumbat saluran napas (Widoyono, 2008). Gejala yang nyata juga dapat berupa nyeri perut dengan kolik di daerah pusat atau epigastrium, perut buncit (pot belly), penderita cengeng, anoreksia, susah tidur, dan diare (Rampengan T.H, 2007). Dalam soal no 8 dijelaskan bahwa cara penularan cacing gelang (Askariasis) dapat tertular melalui makanan dan minuman yang tercemar telur cacing yang mengandung larva infektif. Sayuran mentah yang mengandung telur cacing yang berasal dari pupuk kotoran manusia yang merupakan salah satu media penularan. Vektor serangga seperti lalat juga dapat menularkan telur pada makanan yang tidak disimpan dengan baik. Infeksi ini terutama menyerang anak, dengan bagian terbesar adalah anak (usia 3-8 tahun). Bayi juga dapat terserang infeksi ini yang tertular dari tangan ibunya yang tercemar larva infektif. (Widoyono, 2008). Hasil penelitian tersebut dapat dipengaruhi oleh umur, pekerjaan, dan status ekonomi responden. Menurut Efendy (2009) pekerjaan dapat berdampak pada seseorang dalam memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Berdasarkan hasil, diketahui sebagian besar responden tidak bekerja. mereka hanya berperan sebagai ibu rumah tangga. Menurut peneliti seseorang yang tidak bekerja di luar rumah mempunyai komunitas pergaulan yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang bekerja di luar rumah. Akses informasi yang didapatkan secara informal dari lingkungan atau teman seprofesi akan mempermudah seseorang dalam

(7)

memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Seseorang yang bekerja akan terjadi proses interaksi timbal balik yang akan direspon sebagai pengetahuan sehingga akan menghasilkan pemahaman pada pengetahuan. Oleh karena sebagian besar responden dalam penelitian ini tidak bekerja, maka dimungkinkan lebih sedikit melakukan interaksi timbal balik dengan orang lain dan mendapatkan informasi yang lebih sedikit pula, sehingga dapat dipahami jika hasil penelitian didapatkan sebagian besar pengetahuan responden terhadap infeksi kecacingan adalah kurang.

Menurut Efendy (2009) status ekonomi seseorang dapat menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status ekonomi ini akan memengaruhi pengetahuan seseorang. Menurut peneliti semakin tinggi status ekonomi seseorang, maka semakin tinggi pula dukungan finansial untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Seseorang yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi relatif mempunyai pengetahuan yang lebih baik dibandingkan yang berlatar belakang pendidikan rendah. Status ekonomi secara langsung ataupun tidak memengaruhi kesempatan seseorang untuk mengakses pengetahuan. Dukungan ekonomi yang baik akan mempermudah penjangkauan kualitas dan kuantitas pembelajaran, memper-mudah mendapatkan fasilitas, dan sarana pembelajaran yang lebih layak sehingga secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi pengetahuan seseorang. Sebagian besar responden berpenghasilan <1 juta/bulan yaitu sebanyak 31 orang (56,35%). Penghasilan <1 juta perbulan dapat dikategorikan ke dalam status ekonomi menengah ke bawah. Berdasarkan hal ini bisa dipahami bahwa sebagian besar responden tidak mempunyai dukungan ekonomi yang kuat dalam memperoleh pengetahuan yang lebih luas. Menurut Iqbal Wahit (2007) salah satu faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang adalah sarana informasi. Informasi merupakan kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk

memperoleh pengetahuan yang baru. Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa semakin banyak indra yang digunakan untuk menerima sesuatu semakin banyak dan semakin jelas pula pengetahuan yang diperoleh. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Menurut peneliti sarana informasi bisa didapatkan melalui pendidikan formal maupun nonformal. Salah satu sarana pendidikan non for-mal adalah penyuluhan. Penyuluhan kesehatan merupakan salah satu sarana memperoleh informasi tentang kesehatan. Semakin sering seseorang mendapatkan penyuluhan kesehatan, maka semakin banyak pula informasi kesehatan yang diterima, dan semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden hanya mendapatkan penyuluhan sebanyak 1x. Sehingga dapat dimengerti bahwa informasi tentang infeksi kecacingan yang diperoleh responden relatif minimal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang dampak infeksi kecacingan mayoritas cukup baik. Dampak infeksi kecacingan dapat memengaruhi pemasukan (in-take), pencernaan (digestif), penyerapan (absorbsi), dan metabolisme makanan. Secara keseluruhan (kumulatif), infeksi cacingan dapat menimbulkan kekurangan zat gizi berupa kalori sehingga berat badan berkurang dan dapat menyebabkan kekurangan protein serta kehilangan darah sebanyak 0,03 ml/hari sehingga dapat menyebabkan anemia untuk cacing tambang dan perdarahan di mukosa usus dengan kehilangan darah kira-kira 0,25 ml setiap seribu telur cacing cambuk yang terdapat dalam 1 g tinja (Staf Pengajar FKUI, 2007). Hasil penelitian tersebut dapat dipengaruhi oleh pendidikan responden. Menurut Iqbal Wahit (2007) semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikan rendah akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi, dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Hasil

(8)

menunjukka bahwa sebagian besar responden berlatar belakang pendidikan SMA. Pendidikan SMA merupakan tingkat pendidikan menengah, sehingga dengan berlatar belakang pendidikan tersebut, responden relatif kurang optimal dalam menyerap informasi yang diterima.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan hasil analisa data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pengetahuan orang tua tentang infeksi kecacingan pada anak usia SD diketahui bahwa hampir seluruhnya responden mempunyai pengetahuan kurang tentang secara keseluruhan infeksi kecacingan yaitu sebanyak 26 orang (47,3%).

Berdasarkan hasil dan beberapa keterbatasan penelitian ini, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut: 1) bagi masyarakat yang mempunyai anak usia SD dapat mengerti tentang infeksi kecacingan dengan memberikan penyuluhan kesehatan mengingat dampak yang ditimbulkan dari infeksi kecacingan sangat besar terutama pada usia anak sekolah dasar, 2) bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang berhubungan dengan infeksi kecacingan terutama pada anak usia sekolah dasar.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi. 2001. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta

Effendy, N. 2009. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.

Gandahusada, S. (ed.). 2000. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Hurlock, E. B. 1998. Psikologi Perkembangan. alih bahasa:Istiwidiyanti dan Soedjarwo. Jakarta : Erlanga

Indiarti, M. T. 2007. Ma, Aku Sakit Lagi: Panduan Lengkap Kesehatan Anak dari A sampai Z. Yogyakarta: Andi.

Kementrian Kesehatan RI. 2011. Profil Kesehatan In-donesia 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kusuma, S. 2011. Tingkat Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Siswa SD Kelas 4-6 Terhadap Penyakit Kecacingan Yang Ditularkan Melalui Tanah Serta Faktor Yang Mempengaruhinya Di SD Is-lam Ruhama. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.diakses tanggal 21 Januari 2013 (http://digilib.unimus.ac.id)

Rampengan, T. H. 2007. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta: EGC.

Staf Pengajar FKUI. (ed). 2007. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.

Wahit Iqbal Mubarrak, D. 2007. Promosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi,

Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.

Gambar

Tabel 1. Distribusi frekuensi umur responden
Gambar  3.  Distribusi  frekuensi  pengetahuan responden  tentang  dampak  infeksi kecacingan 05 1 01 52 02 53 03 54 04 5 B a ik   (7 6 ,4 % ) C u k u p   (1 2 ,7 % )  K u ra n g (1 ,8 % )417

Referensi

Dokumen terkait

Dari yang tadinya tidak suka dengan rubrik Radar menjadi suka karena terdapat pesan gaya hidup metropolis berupa musik DJ yang bergenre Electronic Dance Music

Berdasarkan hasil dari penilaian panelis perbandingan formulasi 5% adalah penilaian yang men- dekati nilai kontrol dengan penambahan tepung talipuk sebanyak 15 gram

Dengan adanya semangat kerja yang tinggi dari karyawan, maka pekerjaan yang diberikan kepadanya akan dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat dan lebih

Jurusan Teknik Informatika Universitas Kristen Petra melakukan proses pemeriksaan persyaratan kelulusan yudisium dengan memeriksa transkrip nilai mahasiswa sesuai

Penjualan produk jasa konsultan pajak Indoran,, selain dipasarkan melalui personal selling, promosi yang dilakukan yaitu dengan

Gambar 2 Persentase penghambatan proliferasi fraksi heksan dan etil asetat dari ekstrak etanol 70% daun lampeni terhadap sel kanker hati HepG2 dengan konsentrasi 100; 50;.. 25;

Metode analisis yang digunakan dalam penilitian ini adalah analisis regresi linier berganda dengan menggunakan variabel kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen terhadap

ngileg , piles kiri, ulap-ulap kanan, mengangkat kaki kanan, kaki kiri maju, menghadap ke kanan, tangan kiri mentang ke depan diikuti dengan gerakan mendak dan badan diputar