• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra merupakan sebuah bentuk dari gambaran realita sosial yang digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan suatu objek sosial. Pemikiran-pemikiran yang digambarkan dalam karya sastra sendiri berdasarkan pandangan penulis terhadap suatu realita sosial. Setiap pengamatan penulis terhadap suatu realita sosial menawarkan sebuah nilai estetik sebagai unsur hiburan maupun tolak ukur terhadap realitas kehidupan.

Karya sastra sebenarnya dapat dibawa ke dalam keterkaitan yang kuat dengan dunia sosial tertentu yang nyata, yaitu lingkungan sosial tempat dan waktu bahasa yang digunakan oleh karya sastra itu hidup dan berlaku (Faruk, 2012: 46). Sastra sendiri merupakan kekuatan dari suatu imajinasi yang merupakan perwujudan realita sosial, sehingga menawarkan suatu nilai kehidupan berdasarkan unsur sosial yang dijelaskan. Selain itu, sastra merupakan sebuah karya imajinatif yang menawarkan sebuah nilai-nilai yang dapat dikaji secara realita.

Sastra dapat saja dianggap sebagai kekuatan fiktif dan imajinatif untuk dapat secara langsung menangkap bengunan dunia sosial yang berada di luar dan melampaui dunia pengalaman yang langsung, di luar dan melampaui sederetan objek, gerak-gerik yang seakan terlepas satu sama lain. Karya sastra dapat menggambarkan objek-objek

(2)

dan gerak gerik yang berbeda dari objek-objek dan gerak gerik yang terdapat dalam dunia pengalaman langsung (Faruk, 2012: 51-52). Oleh karena itu, sastra merupakan perwujudan realita kehidupan yang dapat dikaji dan mampu memiliki intensitas nilai berdasarkan realita sosial yang ada.

Konsep gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan (Sugiarti,2002: 5-6). Oleh karena itu, pembagian peran jender antara laki-laki dan perempuan sering dipadukan berdasarkan status dan latar belakang sosial yang dijadikan patokan pengukur dalam sebuah jender.

Keberadaan suatu gender, menjadi sebuah garis pemisah antara kaum laki-laki dan perempuan. Perbedaan gender mempengaruhi bagaimana pandangan status sosial antara laki-laki dan perempuan. Adanya sebuah pembeda antara laki-laki dan perempuan merupakan bentuk saling munculnya sebuah kecemburuan status sosial maupun ketidakpuasan dalam memaknai antara kaum laki-laki dan perempuan. Seperti halnya laki-laki menanamkan ideologis patriaki terhadap perempuan, bahwasannya perempuan merupakan makhluk yang lemah secara biologis maupun peran seksualitasnya. Perempuan sendiri diidentikkan sebagai objek feminis yang tidak mampu menggantikan posisi laki-laki sebagai kodrat kaum maskulin. Feminisme merupakan bentuk protes perempuan atas ideologi-ideologi yang dibangun laki-laki berdasarkan hak secara status sosial, bahwasannya perempuan merupakan golongan yang lemah dan pasif. Menurut (Budianta dalam Sofia, 2009:13) mengartikan feminisme sebagai suatu kritik ideologis terhadap cara pandang yang mengabaikan

(3)

permasalahan ketimpangan dan ketidakadilan dalam pemberian peran dan identitas sosial berdasarkan perbedaan jenis kelamin.

Novel “ Saman” karya Ayu Utami berbeda dengan novel-novel lainnya. Novel ini memiliki keunikan yakni mengangkat peran tokoh-tokoh perempuan melalui sikap ideologi melalui seksualitasnya dalam melawan bentuk ideologi laki-laki bahwasannya perempuan hanya makhluk yang pasif. Tokoh-tokoh perempuan di dalam novel ini menggambarkan keresahan serta ketidakpuasan peran perempuan terhadap segala bentuk hegemoni yang dilakukan laki-laki serta anggapan bahwa perempuan termarginalkan terhadap ideologi, budaya, serta nilai-nilai bahwa wanita merupakan objek yang lemah dan pasif. Peran perempuan dalam novel ini melalui perilaku seksualnya menunjukkan ketidakpuasan terhadap sistem-sistem yang diajarkan antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, dalam novel ini menggambarkan tentang eksistensialisme perempuan dalam menghadapi sistem patriaki yang lama ditanamkan terhadap perempuan bahwa perempuan merupakan objek yang lemah dan pasif, sementara laki-laki merupakan hegemoni yang mampu mensubordinasi segala yang dilakukan perempuan. Melalui perilaku keliyanan tokoh-tokoh perempuan dalam novel ini menunjukkan memiliki kebebasan dalam menghendaki hasrat yang dimiliki tanpa harus terikat nilai dan kebudayaan yang melemahkan serta mengikat perempuan menjadi lemah.

Alasan lain yang mendorong untuk mengkaji novel karya Ayu Utami karena peneliti menganggap Ayu Utami merupakan penulis yang berani dalam mengapresiasiakan setiap karyanya. Karya Ayu Utami sendiri banyak mendapatkan pengahargaan, salah satunya novel Saman sebagai novel pemenang Sayembara Roman

(4)

Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1998. Novel “Saman” sendiri banyak diterjemahkan dalam delapan bahasa asing seperti Inggris, Belanda, Jerman, Jepang, Prancis, Czech, Italia, dan Korea. Selain itu, Ayu Utami juga mendapatkan penghargaan Prince Claus Award pada tahun 2000. Penulis kelahiran Bogor 1968 memiliki latar belakang sastra serta kepenulisan, menamatkan uliah di Fakultas Sastra Universitas Indonesia serta pengalamannya menjadi wartawan di Matra, Forum Keadilan, dan D&R. Ayu Utami juga sebagai pendiri Aliansi Jurnalis Independen . Selain itu, karya novel yang terkenal yakni “ Laila Tak Mampir di New York” dan “Larung”

Pada penelitian ini, peneliti mengkaji lebih dalam sifat keliyanan pada tokoh perempuan dalam novel karya Ayu Utami tersebut melalui perspektif feminisme eksistensialisme. Sifat keliyanan sendiri dalam novel Saman terdapat pada sifat-sifat yang dimiliki tokoh-tokoh perempuan yang membangun cerita dalam novel tersebut. Keliyanan sendiri lebih diidentikkan dalam wujud status sosial yang dimiliki perempuan dalam melakukan hasil dari keliyanan pada dirinya. Melalui keliyanan pada sifat perempuan yang dimiliki tokoh perempuan dalam novel Saman, peneliti mengkaji sifat-sifat dan wujud keliyanan pada tokoh-tokoh perempuan dalam novel tersebut berdasarkan indikasi keliyanan berdasarkan perspektif Beauvior dalam mengkaji sifat keliyanan pada tokoh-tokoh perempuan dalam novel Saman.

Menurut Beavior, feminisme eksistensialisme dengan mengadopsi bahasa ontologis (watak dan realitas) dan bahasa etis eskistensialisme Beauvior mengemukakan bahwa laki-laki dinamai “laki-laki” sang Diri, sedangkan “perempuan” sang liyan. Jika liyan adalah ancaman bagi Diri maka perempuan adalah ancaman bagi laki-laki, (Beauvior dalam Putnam, 2010: 262). Pada dasarnya kedua sifat tersebut merupakan

(5)

wujud keakuan yang ditanamkan dari kedua gender. Eksistensialisme sendiri cenderung pada sifat keakuan serta kebebasan individu dalam menerapkan idologi-idiologi yang diterapkan secara bebas. Eksistensi bertujuan menguatkan sifat keakuan yang tinggi dalam segala hal. Pandangan tentang eksistensialisme menurut (Sartre dalam Budi, 2013: 67) bahwa eksistensialisme Sartre turut berbicara mengenai kesadaran dalam eksistensialisme, dalam eksistensialisme Sartre terbagi dalam dua bentuk yakni kesadaran reflektif dan kesadaran nonreflektif. Kesadaran reflektif adalah kesadaran akan eksistensi dan kehadiran diri, sedangkan kesadaran nonreflektif adalah kesadaran akan eksistensi kehadiran individu dan objek lain.

Eksistensialisme dalam penelitian ini merujuk pada sifat keliyanan tokoh perempuan dalam novel Saman karya Ayu Utami, karena peranan perempuan dalam novel tersebut merujuk hal yang dikaji dalam perspektif feminisme eksistensialisme. Sifat keliyanan perempuan dalam novel tersebut menggambarkan bentuk sifat keakuan yang tinggi pada perempuan yang memiliki wujud keliyanan secara aspek feminisme eksistensialisme. Tokoh perempuan dalam novel Saman mencerminkan sifat keliyanan perempuan melalui kebebasan secara ideologi bahwasannya perempuan memiliki kebebasan secara reflektif dan nonreflektif. Sifat keliyanan sendiri melekat pada sifat keakuan pada diri perempuan dalam menjalani peran perempuan secara feminis. Berdasarkan indikasi sifat keliyanan menurut (Kauffman dalam Putnam, 2010:262) opresi perempuan oleh laki-laki unik karena dua alasan : pertama perempuan selalu tersubordinasi oleh laki-laki, kedua perempuan telah menginternalisasi cara pandang asing bahwa laki-laki adalah esensi dan perempuan tidak esensial. Hal tersebut yang mengindikasikan bahwasanya perempuan dikatakan memiliki sifat keliyanan.

(6)

Hal yang mengindikasikan keliyanan pada perempuan sendiri lebih cenderung kepada sifat atau watak yang dilakukan atau diperankan perempuan secara bebas. Menurut (Beauvior dalam Putnam, 2010: 271) ada tiga jenis perempuan yang memainkan peran perempuan sampai ke puncaknya yaitu pelacur, narsis (narsisme) dan perempuan mistis. Berdasarkan perspektif Beauvior sifat keliyanan tersebut diwujudkan dalam tiga jenis perempuan yang menjadi indikator keliyanan pada perempuan. Ketiga jenis perempuan tersebut sebagai wujud keliyanan yang dimiliki perempuan dan dari wujud keliyanan tersebut terbagi sifat-sifat keliyanan yang dimiliki perempuan berdasarkan wujud keliyanan yang dimiliki berdasarkan peranannya. Wujud keliyanan pada perempuan yang pertama yakni pelacur yang merupakan objek yang tereksploitasi. Sifat keliyanan dari pelacur sendiri merupakan ekploitasi yang terjadi dalam dirinya sendiri, sehingga perempuan memanfaatkan sifat keliyanan yang dimiliki akibat eksploitasi yang dia terima. Kedua yakni narsisme, narsisme merupakan wujud keliyanan yang dimiliki perempuan yang merasa putus asa sebagai subyek karena tidak mampu mendifiniskan dirinya secara bebas. Sifat keliyanan pada narsisme merupakan bentuk obsesif perempuan terhadap citraan dirinya sehingga perempuan tidak memiliki kebebasan dalam menentukan kepribadiannnya. Sedangkan yang ketiga yakni mistis, perempuan mistis merupakan wujud dari keliyanan yang dimiliki perempuan yang menganggap laki-laki merupakan objek yang esensial dan dirinya non esensial. Sifat keliyanan dari perempuan mistis merupakan yakni merasa laki-laki merupakan hal yang pokok atau esensial sedangkan dirinya non esensial merasa dirinya hanya pelengkap atau pemuja lelaki sebagai objek.

(7)

Penelitian pada novel Saman pernah dilakukan Fridomi (2004) yang berjudul “Perlawanan Perempuan terhadap Hegemoni Laki-laki dalam novel Saman dan Larung karya Ayu Utami (Sebuah pendekatan Feminisme)”. Penelitian yang dikaji yakni mendeskripsikan tokoh Laila sebagai tokoh utama dalam novel Saman. Mengkaji perbandingan feminisme pada tokoh Laila dan sikap pengarang dalam pembentukan tokoh Laila pada novel Saman dan Larung melalui pendekatan feminisme dengan struktural naratlogi atau pemaknaan berdasarkan plot (Fridom, 2004). Pada penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya , pada penelitian ini menggunakan femisnisme eksistensialisme berdasarkan perspektif Beavior. Pada penelitian sebelumnya yakni mengkaji antara novel Saman dan Larung yang membandingkan melalui naratologi yang ditekankan pada pembentukan plot antara novel Saman dan Larung dengan menganalisis melalui kritik feminisme pada tokoh Laila dalam kedua novel, sedangkan pada penelitian ini menggunakan novel Saman mengkritik tokoh-tokoh perempuan dalam novel tersebut melalui feminisme eksistensialisme berdasarkan perspektif Beauvior yakni mengkaji keliyanan perempuan berdasarkan wujud dan sifat yang terdapat pada tokoh perempuan dalam novel Saman.

Berdasarkan hal yang telah dipaparkan di atas, penulis memberi judul penelitian ini “Keliyanan pada Tokoh Perempuan dalam Novel Saman Karya Ayu Utami (Perspektif Feminisme Eksistensialisme) . Pada penelitian ini, menggunakan teori feminisme eksistensialisme berdasarkan perspektif Beauvior dalam mengkaji sifat dan wujud ke-Liyanan perempuan melalui feminisme eksistensialisme pada tokoh-tokoh perempuan dalam novel “Saman” karya Ayu Utami.

(8)

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, pada penelitian ini memfokuskan pada femisnisme eksistensialisme berdasarkan perspektif Beauvior, yakni mengkaji sifat dan wujud keliyanan pada tokoh-tokoh perempuan yang membangun materi di balik cerita. Berdasarkan sifat keliyanan pada perempuan, sifat tersebut berperan sebagai pengikat feminisme dalam membagi permainan feminimis pada perempuan yang akan membedakan feminisme perempuan berdasarkan watak dan status sosial yang disandangnya. Keliyanan dalam penelitian ini lebih difokuskan pada wujud dan sifat keliyanan perempuan dalam novel “Saman” karya Ayu Utami. Meskipun semua perempuan terlibat dalam peran feminin, menurut Beauvior ada tiga jenis perempuan dalam memainkan peran perempuan yang mengindikasikan sifat keliyanan sampai kepuncaknya yaitu pelacur, narsis (narsisme), dan perempuan mistis, (Beauvior dalam Putnam, 2010:271). Pelacur merupakan wujud keliyanan pada perempuan yang merupakan objek yang tereksploitasi. Sifat keliyanan dari pelacur sendiri merupakan ekploitasi yang terjadi dalam dirinya sendiri, sehingga perempuan memanfaatkan sifat keliyanan yang dimiliki akibat eksploitasi yang dia terima. Kedua yakni narsisme, narsisme merupakan wujud keliyanan yang dimiliki perempuan yang merasa putus asa sebagai subjek karena tidak mampu mendifiniskan dirinya secara bebas. Sifat keliyanan pada narsisme merupakan bentuk obsesif perempuan terhadap citraan dirinya sehingga perempuan tidak memiliki kebebasan dalam menentukan kepribadiannnya. Sedangkan yang ketiga yakni mistis, perempuan mistis merupakan wujud dari keliyanan yang dimiliki perempuan yang menganggap laki-laki merupakan obyek yang esensial dan dirinya non esensial. Sifat keliyanan dari perempuan mistis

(9)

yakni merasa laki-laki merupakan hal yang pokok atau esensial sedangkan dirinya non esensial merasa dirinya hanya pelengkap atau pemuja lelaki sebagai objek.

Alasan peneliti memfokuskan pada sifat dan wujud keliyanan pada penelitian ini yakni, peneliti berusaha mengungkapkan sifat dan wujud keliyanan pada tokoh-tokoh perempuan pada novel Saman melalui feminisme eksistensialisme berdasarkan perspektif Beauvior. Selain itu, peneliti juga berusaha mengungkap sifat dan wujud keliyanan pada tokoh perempuan berdasarkan hubungan tokoh-tokoh perempuan berdasarkan sifat keliyanan yang dimiliki masing-masing tokoh.

1.3 Rumusan Masalah

Permasaalahan yang dikaji dalam penelitian ini akan dirumuskan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut :

1.3.1 Bagaimana wujud keliyanan yang ada pada tokoh-tokoh perempuan dalam novel Saman karya Ayu Utami?

1.3.2 Bagaimana sifat keliyanan yang dimiliki tokoh-tokoh perempuan dalam novel Saman karya Ayu Utami?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitan ini sebagai berikut:

1.4.1 Mendeskripsikan wujud keliyanan yang ada pada tokoh-tokoh perempuan pada novel Saman karya Ayu Utami

(10)

1.4.2 Mendeskripsikan sifat keliyanan yang dimiliki tokoh perempuan dalam novel Saman karya Ayu Utami.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian tentang “Feminisme Eksistensialisme Tokoh Perempuan dalam Novel “Saman” Karya Ayu Utami” dapat dimanfaatkan secara teoritis dan praktis.

1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengkajian feminisme, khususnya pada sifat keliyanan pada perempuan melalui feminisme eksistensialisme berdasarkan perspektif Beauvior.

1.5.2 Manfaat Praktis

1.5.2.1 Sebagai bentuk media yang berharga dalam pengembangan ilmu yang didapatkan.

1.5.2.2 Sebagai bahan acuan dalam memahami kajian feminisme eksistensialisme dalam novel “Saman” Karya Ayu Utami

(11)

1.6 Definisi Operasional

1.6.1 Feminisme

Feminisme berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan yang berjuang memperjuangkan hak-hak kaum perempuan sebagai kelas sosial, Syuropati (2012:115)

1.6.2 Eksistensialisme

Istilah eksistensi berasal dari kata existere (eks = keluar, sistere = ada atau berada), dengan demikian eksistensi memiliki arti sebagai sesuatu yang keluar dari keberadaannya atau sesuatu yang mampu melampaui dirinya sendiri, Abidin (2011:33).

1.6.3 Keliyanan

Keliyanan (the other) yang berarti sosok yang lain yang digunakan sebagai register feminisme untuk sebutan perempuan yang memiliki perilaku tidak esensial.

Referensi

Dokumen terkait

sebesar -10,888 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, nilai ini < 0,05, maka dapat disimpulkan terdapat beda pengaruh Core Stability Exercise dan Shuttle Run

Penerapan data mining dengan teknik klasifikasi menggunakan algoritma C4.5 yang dilakukan menghasilkan sebuah informasi dalam memprediksi masa studi tepat waktu mahasiswa di

belajar yang berbentuk nonformal diluar jam perkuliahan, dimana mahasiswa harus mengikuti kegiatan-kegiatan yang teratur dan berstruktur yang telah diberikan oleh

Sedangkan pada kelompok kontrol, hasil analisis data awal dan akhir penelitian, dengan menggunakan uji beda pairwise comparisons, pada kelompok kontrol selama 2

8111413186 Implementasi Pendaftaran Merek Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Pada Produk Bandeng Tanduri Di Kabupaten Kendal Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016

Dengan demikian fungsi transportasi udara untuk berbagai kegiatan sangat diperlukan, salah satu kebutuhan moda ransportasi udara dapat dilayani di Bandar Udara Kelas

Untuk itu peneliti ini lebih spesifik membahas tentang pengaruh struktur aset, ukuran perusahaan, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan dividen yang dikaitkan

Jurusan/Konsentrasi Studi : Teknik Mesin/Konsentrasi Alat Berat Judul Laporan Akhir : Rancang Bangun Dump Truck dengan Pergerakkan Dump Ke Belakang, Ke Samping