• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 1. Deskripsi tanaman padi varietas Inpari-10, Inpari-13 dan Ciherang (Suprihatno et al. 2009).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tabel 1. Deskripsi tanaman padi varietas Inpari-10, Inpari-13 dan Ciherang (Suprihatno et al. 2009)."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Tabel 1. Deskripsi tanaman padi varietas Inpari-10, Inpari-13 dan Ciherang (Suprihatno et al. 2009).

Parameter Varietas

Inpari-10 Inpari-13 Ciherang

Asal persilangan 2* S487b - 5/ IR19661// 2*IR64 OM606.IR18348 – 36 – 3 - 3 IR18349 – 53 – 1 - 3 – 1 - 3/3*IR19661 – 131 – 3 – 1 - 3//4*IR64 Tahun di lepas 2009 2009 2000

Umur tanaman 108-116 Hari 103 Hari 116-125 Hari Anakan produktif 17-25 Batang 17 Batang 13-17 Batang

Tinggi tanaman 100-120 cm 101 cm 107-115 cm

Bobot 1000 butir 27,7±0,76 gram 25,2 gram 28 gram Potensi hasil 7,0 Ton/hektar 8,0 Ton/hektar 8,5 Ton/hektar

umur lebih pendek dan produksi lebih rendah di kawasan tropis (Yoshida 1984 dalam Farhan 1999). Dalam perjalanan evolusi padi, Chang (1976) menyimpulkan bahwa O. sativa mengalami perubahan-perubahan morfologik dan fisiologik selama proses pembudidayaan, proses-proses tersebut meliputi ukuran daun yang menjadi lebih besar, lebih panjang, dan lebih tebal. Jumlah daun juga menjadi lebih banyak dan laju pertumbuhan tanaman lebih cepat. Jumlah cabang-cabang sekunder pada malai juga lebih banyak, bobot gabah lebih tinggi, laju pertumbuhan bibit lebih cepat, anakan menjadi lebih banyak, dan pembentukan malai lebih sinkron dengan perkembangan anakan. Selain itu pengisian gabah menjadi lebih lama, tetapi kemampuan untuk membentuk rizoma berkurang, dormansi lebih pendek, dan kurang peka terhadap panjang hari.

Gambar 1 Profil Tanaman Padi (Sumber: sanabeltrading.biz 2011).

Berbagai varietas unggul yang dikembangkan sekarang merupakan hasil persilangan antara spesies Indica dan Japonica (Manurung dan Ismunadji 1988). Varietas Ciherang, Inpari-10, dan Inpari-13 merupakan tiga varietas padi dari hasil persilangan tersebut. Varietas Ciherang, Inpari-10 dan Inpari-13 merupakan varietas padi sawah dan

deskripsi padi masing-masing varietas yang digunakan dijelaskan pada Tabel 1.

2.2.2. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Padi

Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase (Suhartatik et al. 2009) yaitu, fase vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial), fase reproduktif (primordia sampai pembungaan) dan fase pematangan (pembungaan sampai gabah matang). Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah bobot, dan luas daun. Lama fase ini beragam, yang menyebabkan adanya perbedaan umur tanaman.

Gambar 2 Fase utama pertumbuhan tanaman padi dan lama hari tiap fase (sumber : IRRI, 2011).

Fase reproduktif ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas batang tanaman, berkurangnya jumlah anakan (matinya anakan tidak reproduktif), munculnya daun bendera, bunting dan pembungaan. Inisiasi primordia malai biasanya dimulai 30 hari sebelum heading (keluarnya bunga atau malai) dan waktunya hampir bersamaan dengan pemanjangan ruas-ruas batang yang berlanjut terus sampai berbunga. Oleh sebab itu stadia reproduktif disebut juga stadia pemanjangan ruas.

(2)

Didaerah tropis kebanyakan varietas padi umumnya memiliki lama fase reproduktif selama 35 hari dan fase pematangan sekitar 30 hari. Perbedaan masa pertumbuhan (umur) biasanya ditentukan oleh lamanya fase vegetatif (Gambar 2).

2.2.3. Syarat Tumbuh

Padi (Oryza Sativa) dapat tumbuh baik pada lingkungan yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air, yaitu didaerah tropis dan subtropis. Padi dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 meter di atas permukaan laut dengan kisaran suhu selama pertumbuhan 19–29 oC, dan memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Suhu udara mempengaruhi fotosintesis dan respirasi tanaman. Nishiyama dan Tanaka (1976 dalam Suhartatik et al. 2008) menyimpulkan bahwa suhu optimal untuk berlangsungnya proses fotosintesis adalah 25-33 oC. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan padi adalah 200 mm perbulan dengan distribusi selama empat bulan. Penanaman padi baik dilakukan pada tanah sawah dengan kandungan fraksi pasir, debu, dan lempung dengan perbandingan tertentu dan dengan jumlah hari yang cukup (Suhartatik et al. 2009; Suhartatik et al. 2008).

2.4. Hubungan Cuaca Terhadap

Pertumbuhan Tanaman 2.4.1 Curah hujan

Curah hujan merupakan sumber air utama bagi tanaman, baik langsung (pada lahan kering) ataupun tidak (lahan beririgasi). Besarnya curah hujan di suatu wilayah berbeda-beda. Di Indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah mm. Tanaman padi sepenuhnya tergantung pada curah hujan, sehingga baik jumlah maupun distribusinya sangat penting. Curah hujan yang rendah selama masa pertumbuhan akan menurunkan hasil. Riset IRRI dan percobaan lain menunjukkan bahwa distribusi curah hujan juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi hasil, bahkan pada daerah dengan curah hujan tahunan 2000 mm (De Datta dan Vergara 1975).

Secara fisiologis air merupakan kebutuhan fital bagi tanaman, adapun peran air antara lain (Bey 1991) :

1. Bagian terbesar dari protoplasma dan lebih dari 90% berat tanaman segar adalah air, 2. Sebagai pelarut berbagai senyawa / bahan

kimia yang ikut dalam proses fisiologis, 3. Merupakan bagian langsung atau substrat

dalam reaksi kimia atau proses fisiologis tanaman,

4. Berfungsi sebagai mobilator beberapa bahan / senyawa kimia,

5. Merupakan regulator / pengendali suhu jaringan melalui mekanisme penyerapan – pengaliran – transpirasi dalam sistem tanah – jaringan tanaman – atmosfer. Air mempunyai panas jenis / kapasitas panas yang tinggi sehingga dapat menyerap dan menahan panas lebih efektif dibandingkan senyawa lainnya dalam jaringan tanaman 2.4.2. Radiasi Surya

Radiasi surya merupakan sumber energi utama untuk pertumbuhan tanaman dan sangat mempengaruhi suhu dan evapotranspirasi (Gupta dan O’toole 1986). Yoshida (1981 dalam Suhartatik et al. 2008) menyebutkan bahwa bila terjadi kekurangan radiasi surya pada tanaman padi pada fase reproduktif dapat mengurangi jumlah gabah. Pada stadia pemasakan gabah dapat mengurangi persentase gabah isi sehingga secara keseluruhannya dapat mengurangi hasil tanaman. Pada tanaman, energi surya mempunyai tiga efek penting dalam proses fisiologis, yaitu (Bey 1991) :

1. Efek panas yang mempengaruhi pertukaran panas (suhu) jaringan dan lingkungan, proses transpirasi, respirasi, reaksi biokimia dalam fotosintesa dan metabolisme lainnya,

2. Efek fotokimia, yaitu pada proses fotosintesa,

3. Efek morfogenetik yang berperan sebagai regulator dan stimulan dalam berbagai proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman (pertunasan, pembungaan, dan pematangan)

Menurut Best (1962 dalam Bey 1991) pengaruh radiasi surya pada tanaman dapat dikelompokkan menjadi proses foto-energi yaitu fotosintesis, dan proses fotostimulus yaitu proses penggerakan dan proses pembentukan (Pemanjangan batang, perluasan daun, pembentukan pigmen, dan sebagainya). Setiap jenis tanaman membutuhkan energi surya dalam kisaran tertentu. Tanaman menggunakan radiasi surya pada spektrum 100 – 700 nm yang dikenal dengan PAR (Photosynthetically Active Radiation) untuk melangsungkan fotosintesis. Efisiensi penggunaan radiasi surya oleh tanaman kurang dari 5 % dari energi yang diserap tanaman. Pada umumnya laju pertumbuhan tanaman akan meningkat dengan makin tinggi intensitas radiasi surya dalam kisaran tersebut.

Di

Indonesia intensitas radiasi diterima relatif rendah, antara 340-450 kal/cm2/hari

(3)

namun radiasi surya yang rendah tidak membatasi hasil padi, dan radiasi yang tinggi didaerah savana justru menurunkan hasil karena adanya stress air. Radiasi surya yang tinggi tidak diinginkan untuk produksi padi didaerah-daerah bercurah hujan rendah. Venkateswarlu dan Visperas (1987 dalam Humaerah 2002) menyatakan bahwa intensitas radiasi yang rendah dapat mempengaruhi jumlah spiklet melalui pengaruhnya terhadap pertumbuhan pada fase vegetatif dan pengaruh langsung terhadap pembentukan spiklet.

2.4.3. Suhu

Suhu merupakan indikasi jumlah energi panas yang terdapat dalam suatu sistem atau massa. Suhu mempengaruhi tanaman melalui pengaruhnya pada laju proses-proses metabolisme, selain itu pengaruh suhu juga terlihat pada perkembangan, pembentukan daun, inisiasi organ produktif, pematangan buah dan umur tanaman. Peningkatan suhu akan mempercepat proses biokimia fotosintesa dan perkembangan tanaman dan mempercepat proses respirasi. Respirasi dibatasi sebagai oksidasi karbohidrat menjadi CO2 dan H2O. (Bey 1991 dan Handoko 1988)

Reddy et al. (1999 dalam Esparza et al. 2007) mengatakan bahwa suhu merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan tanaman serta menentukan panjang fase pertumbuhan. Pengaruh suhu pada pertumbuhan tanaman bervariasi tergantung pada tahap pertumbuhan tanaman. Fase yang paling peka pada suhu rendah pada tanaman padi yaitu pada saat 14-17 hari sebelum bunting dan juga peka pada saat pembungaan (Bey 1991). Bey (1991) juga menyatakan bahwa jika suhu tinggi melebihi suhu maksimum yang dapat ditolerir tanaman akan mengakibatkan kerusakan pada tanaman.

Pada tanaman padi jika suhu melebihi 35 oC dapat mengakibatkan kehampaan gabah. Suhu udara yang optimum untuk pertumbuhan dan produksi padi berbeda-beda pada setiap fase pertumbuhannya. Suhu pada fase perkecambahan adalah 22-31oC, perkembangan akar 25-28 oC, pembentukan anakan 25-31oC, inisiasi bunga 24-29oC, antesis 30-33oC, pemasakan biji 20-25oC, fase reproduktif 22-31oC, dan jumlah malai menurun dengan meningkatnya suhu. Suhu yang rendah pada saat tanaman berbunga menyebabkan akar tanaman akan terganggu, sehingga dapat mengganggu serapan hara dari dalam tanah (Gupta dan O’toole 1986 dan Venkataraman 1987 dalam Humaerah 2002). Suhu yang tinggi akan mempercepat kematangan jaringan. Suhu optimum untuk pertumbuhan padi adalah 21oC selama peridoe 25 hari setelah masa berbunga merata. Suhu optimum berbeda pada saat siang dan malam hari, suhu optimum selama 15 hari sesudah berbunga merata adalah 29 oC pada siang dan 19 oC pada malam hari (Murakami 1973 dalam Humaerah 2002).

2.4.4. Kelembaban Relatif

Kelembaban dan angin lebih banyak pengaruhnya secara tidak langsung terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Selain menstimulasi perkembangan hama atau penyakit, kelembaban mempengaruhi tanaman melalui proses fisik, antara lain laju transpirasi yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, kesetimbangan energi dan suhu. Secara langsung kelembaban berperan dalam proses pembungaan, khususnya proses persarian. Kelembaban udara dapat mempengaruhi proses fotosintesis dan respirasi tanaman padi, proses tersebut dapat berlangsung

(4)

secara optimal pada kelembaban relatif antara 50-90% (Las 1982). Kelembaban yang terlalu rendah dapat menyebabkan kekeringan pada tanaman akibat transpirasi yang tinggi, sedangkan apabila terlalu tinggi dapat mengganggu persarian akibat menggumpalnya tepung sari (Tanaka 1976 dalam Suhartatik et al. 2008)).

2.4. Konsumsi Air Tanaman Padi

Tanaman padi membutuhkan air yang volumenya berbeda untuk setiap fase pertumbuhan. Variasi kebutuhan air tergantung juga pada varietas padi dan sistem pengelolaan lahan sawah. Varietas padi akan tumbuh baik pada lingkungan dengan curah hujan terbatas dan merupakan tanaman ideal, apabila : 1) pertumbuhan tanaman sesuai dengan ketersediaan air yang memungkinkan tanaman terhindar dari kekeringan pada akhir pertumbuhan, 2) potensi hasil tinggi pada lingkungan yang cocok serta tanaman tidak terlalu tinggi dan indeks panen tinggi, 3) toleran terhadap kekeringan dan mampu mempertahankan kehijauan tanaman selama kekeringan (Fukai 1998).

Vergara (1976) menyatakan bahwa peranan air sangat penting pada saat pembentukan anakan dan awal fase pemasakan, sebaliknya bila terjadi pada akhir fase vegetatif dan akhir fase pemasakan (Gambar 3). Kebutuhan air tanaman dipengaruhi oleh iklim dan tanah. Faktor cuaca seperti radiasi surya, suhu, jelajah angin dan kelembaban udara menentukan evaporasi. Kebutuhan air tanaman umunya meningkat dengan semakin tua tanaman tersebut sampai mencapai pertumbuhan vegetatif maksimum dan kemudian menurun kembali sampai panen. Kebutuhan air tanaman berkisar antara 60 mm pada awal pertumbuhan sampai 120 mm pada pertumbuhan paling aktif (Oldeman dalam Bey 1991).

2.5. Neraca Air

Nasir (1993) mendefinisikan neraca air sebagai selisih antara jumlah air yang diterima oleh tanaman dan kehilangan air dari tanaman beserta tanah melalui evapotranspirasi. Sedangkan Ayoade (1983) menyimpulkan bahwa neraca air adalah suatu ungkapan kuantitatif dari siklus hidrologi dan berbagai komponennya di atas suatu daerah yang spesifik pada periode tertentu. Persamaan neraca air secara umum adalah :

CH + I = ETP + r + p + dKAT

Keterangan :

CH = Curah Hujan (mm) I = Irigasi (mm)

ETP = Evapotranspirasi Potensial (mm)

r = runoff

dKAT = Perubahan kadar air tanah (mm) Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa neraca air merupakan perimbangan antara masukan dan keluaran air disuatu tempat pada periode waktu tertentu. Neraca air dapat dibuat pada selang waktu harian, mingguan, bulanan maupun musiman tergantung kebutuhan. Komponen neraca air meliputi curah hujan, irigasi, intersepsi tajuk, infiltrasi, kadar air tanah dan limpasan permukaan serta komponen lainnya (Handoko 1994).

2.5.1. Evapotranspirasi

Tiga istilah evaporasi yang sering digunakan di dalam studi agroklimatologi adalah (1) evaporasi, yang menggambarkan jumlah air menguap dari permukaan air langsung ke atmosfir (misalnya dari danau dan sungai), (2) evapotranspirasi aktual (ETa), yang menggambarkan jumlah air pada permukaan tanah bervegetasi yang berubah menjadi uap air pada kondisi normal, dan (3) evapotranspirasi potensial (ETp) adalah kehilangan air yang terjadi untuk memenuhi kebutuhan vegetasi yang terjadi pada saat kondisi air tanah jenuh (Xu and Chen 2005).

Evapotranspirasi merupakan banyaknya air yang hilang pada permukaan lahan dan ditambah air yang hilang melalui tanaman (Arsyad 1983). Ada beberapa hal yang mempengaruhi evaporasi, antara lain (Wisnubroto et al. 1986):

a. Kecepatan angin : semakin cepat kecepatan angin, maka semakin besar penguapan.

b. Suhu : semakin tinggi suhu, semakin besar penguapan.

c. Kelembaban relatif : udara yang semakin besar kelembaban relatif, penguapan yang terjadi semakin besar.

Kadar air tanah yang berkurang hingga mencapai titik layu permanen akan mempengaruhi laju transpirasi, sedangkan laju evapotranspirasi menurun saat kadar air tanah lebih rendah dari titik layu permanen. Saat kadar air tanah mendekati kapasitas lapang laju transpirasi tidak terpengaruh secara nyata, tetapi pada saat tanah jenuh oleh air hingga melewati kapasitas lapang pertumbuhan dapat terganggu (Haridjaja et al. 1990).

(5)

Gambar 4 Skema neraca air pada lahan sawah beririgasi (sumber : Yoshida, 1981 dengan modivikasi dalam Suhartatik et al. 2008))

2.5.2. Pendugaan Evapotranspirasi Beberapa metode pendugaan ETp yang sering digunakan adalah metode Thornthwaite (1948, 1951), Priestly-Taylor (1972), Blaney Criddle, Penman, evaporasi panci (Doorenbos and Pruitt, 1977), Brutsaert dan Stricker (1979), Morton (1983), dan Penman-Monteith (Allen et al. 1998). Metode tersebut dirumuskan berdasarkan parameter iklim daerah sub tropis yang sangat berbeda dengan kondisi di Indonesia. Jensen et al. (1990) telah menguji-cobakan dua puluh persamaan pendugaan ETp berdasarkan peubah iklim dan menyatakan bahwa metode Penman-Monteith merupakan yang terbaik sedangkan Lee et al. (2004) menyebutkan, bahwa metode terbaik yang digunakan untuk menghitung estimasi evapotranpirasi adalah Penman-Monteith, Blaney-Criddle dan Pan.

Pendugaan evapotranspirasi potensial dengan metode Penman - Monteith menggunakan beberapa parameter cuaca. Parameter cuaca yang digunakan adalah radiasi surya, kecepatan angin pada ketinggian 2 meter, suhu udara, dan kelembaban relatif. Setelah evapotranspirasi potensial tanaman diketahui, dapat diduga besar kebutuhan air tanaman dengan menghitung nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) dengan menggunakan nilai koefisien tanaman berdasarkan umur tanaman. Koefisien tanaman dapat dibedakan dalam empat tingkatan (Susilawati 2004):

I. Tingkatan awal (initial stage) dari awal tanam sampai permukaan tanah ditutupi tanaman (Sc) sekitar 10 %.

II. Tingkatan pertumbuhan tanaman (crop development stage) yaitu dari Sc = 10 % sampai Sc = 70 – 80 %.

III.Tingkatan pertengahan (mid-season stage) yaitu dari Sc = 70 – 80 % sampai tanaman dewasa.

IV.Tingkatan akhir (late season stage) yaitu dari tanaman dewasa sampai berbuah atau panen.

Koefisien tanaman untuk padi menurut FAO (1979 dalam Susilawati 2004) ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai koefisien tanaman (Kc) berdasarkan umur menurut FAO (1979 dalam Susilawati, 2004) Umur (Bulan) Kc 0,5 1,1 1 1,1 1,5 1,1 2 1,1 2,5 1,05 3 1,05 3,5 0,95 4 0 2.6 Heat Unit

Heat Unit adalah ukuran jumlah energi panas tanaman yang terakumulasi selama musim tanam dan digunakan untuk menggambarkan perkembangan tanaman (Peng et al. 1989 dalam Esparza et al. 2007). Newman and Blair (dalam Ismail et al. 1981) menyatakan bahwa Heat Unit merupakan hubungan antara laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan akumulasi suhu rata-rata harian di atas suhu dasar. Tabel 3. Heat Unit dua varietas padi berbagai

fase pertumbuhan pada ketinggian 30 mdpl (Handoko et al. 1994 dalam Algas Project 1997)

Fase

Pertumbuhan IR-64 Ciliwung

S – T 230 230

T – Pr 310 310

Pr – Pn 440 540

Jumlah 980 1080

Ket : S = Semai; T = Tanam; Pr = Primordia; Pn = Panen

Nilai Heat Unit atau disebut juga Degree Day pada hari tertentu dihitung dari suhu maksimum dan suhu minimum harian. Peng et al. (1989 dalam Ezparza et al. 2007) mengatakan bahwa, konsep Heat Unit dihasilkan dari pengamatan bahwa tanaman tidak dapat tumbuh dibawah suhu dasar tanaman. Suhu dasar adalah suhu minimum dimana tanaman tidak dapat berkembang.

Gambar

Tabel  1.    Deskripsi  tanaman  padi  varietas  Inpari-10,  Inpari-13  dan  Ciherang  (Suprihatno  et  al
Gambar 3  Kebutuhan air pada setiap fase tumbuh tanaman pangan (Sumber : Vergara 1976)
Gambar 4  Skema neraca air pada lahan sawah    beririgasi (sumber : Yoshida, 1981    dengan modivikasi dalam Suhartatik    et al

Referensi

Dokumen terkait

Peristiwa cyberbullying juga tidak mudah di identifikasikan orang lain, seperti orang tua atau guru karena tidak jarang anak-anak remaja ini, juga mempunyai kode-kode berupa

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Rektor Universitas udayan4 atas dana yang diberikan melalui beberapa dana penelitian, karena sebagian

Bagi penelitian selanjutnya perlu diketahui bahwa penelitian ini mengukur pengaruh bauran pemasaran jasa dalam segi kualitas produk, harga, lokasi, orang, dan

Hasil penelitian menunjukan bahwa Undang-Undang No.25 Tahun 1992 mampu menjadi sarana pemberdayaan bagi koperasi berdasarkan sistem syariah untuk tumbuh dan berkembang

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, ditemukan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara variabel desain produk dan keputusan pembelian melalui persamaan Y=

Mengacu pada kedua pendapat di atas ( Banyai, 2010 ; Chaskin, 2001 ), maka apa yang dilakukan Kepala desa Melung bisa juga dimaknai sebagai upaya membangun kapasitas komunitas

Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan penulis buat yaitu sama-sama mendeteksi kerusakan pada Printer, akan tetapi printer yang di diagnosa hanya

Fungsi f disebut fungsi aljabar jika f dapat dinyatakan sebagai jumlahan, selisih, pangkat, hasil kali, hasil bagi, atau akar fungsi suku banyak (polinomial).. Fungsi rasional