• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kekeringan Terhadap Produktivitas Padi Varietas Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kekeringan Terhadap Produktivitas Padi Varietas Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13."

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

DIYAH KRISTI NINGRUM

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kekeringan Terhadap Produktivitas Padi Varietas Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

(3)

Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 16 Januari 1991. Penulis merupakan anak kedua dari 4 bersaudara pasangan Bapak Parjono dan Ibu Dra. Sri Sumilir. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 2002 di SD Muhammadiyah 6 Palembang. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 19 Palembang dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Atas, SMA Negeri 6 Palembang dan lulus pada tahun 2008. Setelah lulus SMA, penulis melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima pada Mayor Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam beberapa organisasi seperti, Onigiri Japan Club IPB pada tahun 2009, Tennis Club IPB pada tahun 2010 dan AIESEC IPB Expansion pada tahun 2012. Selain itu penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan seminar nasional maupun luar negeri. Terakhir, kegiatan penelitian dilakukan di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat sebagai

syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains dengan judul “Pengaruh Kekeringan Terhadap

(4)

DIYAH KRISTI NINGRUM. Effect of Drought on Productivity of Rice Crop Varieties Ciherang, Inpari 10 and Inpari 13. Supervised by IMPRON.

Rice production in planting season II is more susceptible to drought as wet season may ended more quickly than season I. This problem can partly be solved by planting rice varieties that are more resistant to drought and in combination with mulching. This study was aimed to evaluate the effect of drought – as a result of planting time differences – on the growth, development, and productivity of rice crop varieties. Field experiments were conducted according to randomized block design (RBD), applying three rice crop varieties (Ciherang, Inpari 10, and Inpari 13) and three different planting times. Planting time I (P1) was normal planting time (synchronously with farmers’ planting time), planting II was one month later than the normal planting time with mulch (P2), and without mulch (P3). The results showed all three varieties had the best productivity at the planting time I. Productivity (ton/ha) of variety Ciherang at P1, P2, P3 respectively were 4.85, 0.24, and 0.05, variety Inpari 10 were 4.74, 0.20, and 0.09; and variety Inpari 13 are 4.91, 0.75 and 0.26.

(5)

DIYAH KRISTI NINGRUM. Pengaruh Kekeringan Terhadap Produktivitas

Padi Varietas Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13. Dibimbing oleh IMPRON.

Upaya pemenuhan konsumsi beras masyarakat melalui peningkatan produksi padi dihadapkan pada permasalahan kekeringan yang terjadi pada Musim Tanam II. Tanaman yang ditanam pada Musim Tanam II memiliki kemungkinan untuk terkena kondisi kekeringan akibat musim hujan yang berakhir lebih cepat dibandingkan dengan Musim Tanam I. Permasalahan ini dapat diatasi dengan penggunaan varietas padi yang tahan terhadap kekeringan dan pemberian mulsa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kekeringan - sebagai akibat perbedaan waktu tanam - terhadap pertumbuhan, perkembangan, produktivitas pada tanaman padi varietas Ciherang, Inpari 10, dan Inpari 13. Pelaksanaannya dengan menguji dua macam perlakuan, yaitu varietas tanaman yang terdiri atas tiga varietas padi dan waktu tanam terdiri atas tiga waktu tanam yang disusun dengan rancangan acak kelompok (RAK) yang dilakukan dalam bentuk percobaan lapangan. Waktu tanam I (P1) merupakan waktu tanam normal (serentak dengan petani), waktu tanam II (P2) mundur satu bulan dari waktu tanam normal dengan mulsa, dan waktu tanam II tanpa mulsa (P3) sehingga tanaman padi cenderung rentan mengalami kekeringan. Hasil penelitian ini menunjukkan ketiga varietas memiliki produktivitas paling baik pada waktu tanam I, sebaliknya pada waktu tanam II menunjukkan hasil yang kurang baik. Produktivitas (ton/ha) varietas Ciherang pada waktu P1, P2, P3 berturut-turut yaitu 4.85, 0.24, dan 0.05, untuk varietas Inpari 10 yaitu 4.74, 0.20, dan 0.09, dan terakhir varietas Inpari 13 yaitu 4.91, 0.75, dan 0.26.

(6)

DIYAH KRISTI NINGRUM

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Nama : Diyah Kristi Ningrum

NIM : G24080061

Disetujui oleh

Dr Ir Impron, MScAgr Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Tania June, MSc Ketua Departemen

(8)

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai prasyarat dalam menyelesaikan perkuliahan. Judul yang dipilih oleh penulis adalah Pengaruh Kekeringan Terhadap Produktivitas Padi Varietas Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13.

Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini terutama keluarga di Palembang yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dukungan, dan semangat kepada penulis.

Bogor, Februari 2014

(9)
(10)
(11)

DAFTAR ISI

Pengaruh Unsur Cuaca Terhadap Padi 4 Suhu udara 4

Intersepsi dan Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya 6

(12)

Jumlah anakan 18

Jumlah anakan produktif 20

Perkembangan Tanaman 21

Produktivitas dan Komponen Hasil 24

Indeks Luas Daun 24

Berat Kering Tanaman 27

Intersepsi Radiasi Surya 29

Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya 31

Evapotranspirasi 31

Thermal Unit 31

SIMPULAN DAN SARAN 32

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 35

(13)

1 Perbandingan tinggi tanaman padi antar varietas 16

2 Perbandingan tinggi tanaman padi antar waktu tanam 16

3 Perbandingan jumlah anakan padi antar varietas 18

4 Perbandingan jumlah anakan padi antar waktu tanam 18

5 Perbandingan jumlah anakan produktif 20

6 Fase perkembangan tiga varietas padi pada tiga waktu tanam 22

7 Perbandingan produktivitas dan komponen hasil antar varietas 23

8 Perbandingan produktivitas dan komponen hasil antar varietas 24

9 Rata-rata nilai indeks luas daun tiga varietas padi 25

10 Berat kering tanaman pada tiga waktu tanam 27

11 Intersepsi radiasi surya kumulatif tiga varietas padi pada tiga waktu tanam 29

12 Perbandingan nilai rata-rata efisiensi penggunaan radiasi surya padi antar varietas 30

13 Nilai thermal unit tanaman padi 32

6 Suhu udara rata-rata harian (biru) dan kelembaban udara rata-rata harian (merah) 15

7 Radiasi surya rata-rata harian (biru) dan kecepatan angin rata-rata harian (merah) 15

8 Tinggi tanaman PI (waktu tanam I), P2 (waktu tanam II dengan mulsa) dan P3 17

(waktu tanam II tanpa mulsa) untuk varietas Ciherang, Inpari 10, Inpari 13

9 Jumlah anakan 19

10 Jumlah anakan produktif 20

11 Indeks luas daun P1 (waktu tanam I), P2 (waktu tanam II dengan mulsa) dan P3 26

(waktu tanam II tanpa mulsa) untuk varietas Ciherang, Inpari 10, Inpari 13

12 Berat kering tanaman P1 (waktu tanam I), P2 (waktu tanam II dengan mulsa) dan P3 28 (waktu tanam II tanpa mulsa) untuk varietas Ciherang, Inpari 10, Inpari 13

13 Intersepsi radiasi surya P1 (waktu tanam I), P2 (waktu tanam II dengan mulsa) dan P3 30 (waktu tanam II tanpa mulsa) untuk varietas Ciherang, Inpari 10, Inpari 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi varietas padi 35

2 Data cuaca selama penelitian 38

3 Dokumentasi pengamatan lapangan tanam I (P1) 41

4 Dokumentasi pengamatan lapangan tanam II dengan mulsa (P2) 43

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan bahan pangan pokok dan dikonsumsi oleh hampir 95% penduduk Indonesia (Suryana 2004), namun produksi beras sampai sekarang masih belum memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri. Jumlah penduduk Indonesia yang semakin banyak mengakibatkan permintaan terhadap beras sebagai bahan pangan pokok semakin meningkat. Menurut data BPS tahun 2011, konsumsi beras di Indonesia mencapai 139 kg per kapita per tahun. Berdasarkan data di atas sektor pertanian dituntut agar dapat meningkatkan produksi padi untuk memenuhi kebutuhan pangan di masa yang akan datang. Pada tahun 2012, Kementerian Pertanian menargetkan produksi beras mencapai 41 juta ton atau setara 74.1 juta ton gabah kering giling dan pada tahun 2014 Indonesia diharapkan mencapai swasembada.

Upaya peningkatan produksi padi tidak boleh terganggu, meskipun diketahui bahwa kapasitas pasokan air irigasi terus mengalami penurunan akibat pergeseran musim dan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim, seperti EI-Nino dan La-Nina, juga menjadi penyebab gagal panen di beberapa wilayah Indonesia (IPCC 2007). Tschirley (2007) memperkirakan penurunan hasil pada tanaman padi dapat mencapai lebih dari 20% apabila peningkatan suhu meningkat sampai 5 °C. Untuk menyikapi keadaan ini, sistem produksi padi perlu penyesuaian. Penggunaan varietas padi yang berumur genjah berpotensi mengurangi konsumsi air total karena berkurangnya air irigasi dan menurunnya akumulasi volume pemberian air (IRRI 1995).

Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki lahan sawah irigasi luas. Sebagian besar penduduk Indramayu memanfaatkan lahan irigasi tersebut untuk budidaya tanaman padi. Yoshida et al. (1976) menyatakan apabila pengelolaan tanaman tepat, hasil padi musim kemarau akan lebih baik dari musim hujan. Intensitas radiasi surya yang lebih tinggi pada musim kemarau, serta ketersediaan air cukup dapat meningkatkan produksi padi.

Menurut Oldeman et al. (1986) pada kondisi pasokan air yang cukup dan tidak

(15)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui ketahanan varietas padi Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13 terhadap kekeringan dan menganalisis produktivitas padi dengan pemberian mulsa pada waktu tanam yang berbeda.

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum Kabupaten Indramayu

Kabupaten Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang letaknya berada pada jalur pantai utara Pulau Jawa. Dilihat dari letak

astronomis, Kabupaten Indramayu terletak pada 107°52’- 108°36’ Bujur Timur

dan 6°15’ - 6°40’ Lintang Selatan. Menurut klasifikasi iklim Oldeman, Kabupaten Indramayu termasuk ke dalam tipe D (iklim sedang). Rata-rata curah hujan selama setahun adalah 124 mm/tahun. Bulan basah (Januari-Februari) dengan curah hujan rata-rata bulanan lebih dari 200 mm/bulan, sedangkan bulan kering (Juli-Desember) dengan curah hujan rata-rata bulanan kurang dari 100

mm/bulan. Grafik klimogram (Gambar 1) menunjukkan suhu udara harian

berkisar 26 - 27 ⁰C. Secara hidrologi, sumber air yang terdapat di Kabupaten Indramayu meliputi air permukaan dan air tanah. Air permukaan berupa sungai dan air genangan yang merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS), sedangkan air tanah tertekan yang dieksploitasi melalui sumur-sumur pompa.

(16)

Karakteristik Padi

Tanaman padi (Gambar 2) termasuk golongan rumput-rumputan dan

termasuk tanaman semusim. Padi terdiri atas 25 spesies yang salah satunya adalah Oryza sativa L. yang tumbuh dan berkembang secara luas di daerah

beriklim tropis dan subtropis (Haryadi 2006). Kedudukan tanaman padi (Oryza

sativa L.) dalam taksonomi adalah:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Class : Monocotyledonae

Ordo : Graminales

Famili : Gramiaceae

Genus : Oryza

Spesies : Oryza sativa L.

Gambar 2 Tanaman padi (sumber: dokumen pribadi)

Pertumbuhan Padi

Menurut Wiliams (1975) perkembangan padi dibagi ke dalam tiga fase, yaitu:

 Fase vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal

malai/primordial) merupakan fase pertumbuhan organ vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah bobot, dan luas daun. Lamanya berkisar antara 25 - 65 hari.

(17)

 Fase pematangan terjadi pengisian dan pematangan biji dimulai sejak malai berbunga. Selain itu, terjadi peningkatan berat jerami, lamanya fase ini antara 25 dan 35 hari. penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Pengaruh suhu pada pertumbuhan tanaman bervariasi tergantung pada tahap pertumbuhan tanaman. Fase yang paling peka pada suhu rendah pada tanaman padi, yaitu pada saat 14 sampai 17 hari sebelum bunting.

Suhu udara yang optimum untuk pertumbuhan dan produksi padi berbeda-beda pada setiap fase pertumbuhannya. Suhu pada fase perkecambahan adalah 22 - 31 °C, perkembangan akar 25 - 28 °C, pembentukan anakan 25 - 31 °C, inisiasi bunga 24 - 29 °C, antesis 30 °C, pemasakan biji 20 - 25 °C, fase reproduktif 22 - 31 °C, dan jumlah malai menurun dengan meningkatnya suhu. Suhu yang rendah pada saat tanaman berbunga menyebabkan akar tanaman akan terganggu, sehingga dapat mengganggu serapan hara dari dalam tanah. Suhu optimum berbeda pada saat siang dan malam hari, suhu optimum selama 15 hari sesudah berbunga merata adalah 29 °C pada siang dan 19 °C pada malam hari (Yoshida 1981).

Curah hujan

Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan padi adalah 200 mm perbulan dengan distribusi selama empat bulan (Bey dan Las 1991). Curah hujan yang rendah selama masa pertumbuhan akan menurunkan hasil. Riset IRRI menunjukkan bahwa distribusi curah hujan juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi hasil, bahkan pada daerah dengan curah hujan tahunan 2000 mm (IRRI 1995).

Radiasi surya

(18)

Tanaman menggunakan radiasi surya untuk melangsungkan fotosintesis pada spektrum 400 - 700 nm yang dikenal dengan PAR (Photosynthetically Active Radiation). Pada umumnya laju pertumbuhan tanaman akan meningkat dengan makin tinggi intensitas radiasi surya dalam kisaran tersebut. Di Indonesia intensitas radiasi diterima relatif rendah, antara 340 - 450 kal cm

-2

hari-1, namun radiasi surya yang rendah tidak membatasi hasil padi, dan radiasi yang tinggi di daerah savana justru menurunkan hasil karena adanya cekaman air. Radiasi surya yang tinggi tidak diinginkan untuk produksi padi di daerah bercurah hujan rendah.

Kelembaban relatif

Kisaran kelembaban optimum adalah 50 - 90%. Di Indonesia yang beriklim tropis tanah basah, kelembaban tidak merupakan kendala bagi usaha peningkatan produksi padi. Tetapi di dataran tinggi kelembaban lebih dari 95% dapat menyebabkan agregasi tepung sari dan ini dapat mengganggu penyerbukan (Fagi 1982).

Kecepatan angin

Angin mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman melalui pertukaran bahang, uap air dan CO2 antara tanaman dan

lingkungannya. Disamping itu, angin mempunyai dampak bagi tanaman melalui proses transpirasi dan persarian (Bey dan Las 1991). Menurut Chang (1986) kecepatan angin yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan pertumbuhan tanaman dan secara mekanis dapat merusak daun-daun sehingga terjadi penurunan fotosintesis dan translokasi hasil fotosintesis. Angin juga berpengaruh terhadap laju evapotranspirasi.

Kekeringan

Menurut Yoshida (1981) padi membutuhkan air sebanyak 180 - 300 mm/bulan agar dapat berproduksi dengan baik. Pertumbuhan daun merupakan proses fisiologi pertama yang dipengaruhi oleh cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan menurunkan jumlah daun, luas daun, luas daun spesifik, bobot kering tanaman, jumlah anakan, tinggi tanaman dan transpirasi (Farooq, et al.

2010). Gejala yang paling umum terjadi akibat cekaman kekeringan antara lain penggulungan daun, daun mengering, terhentinya pertumbuhan, tertundanya pembungaan, bulir hampa, dan pengisian bulir yang tidak sempurna (Yoshida 1981).

(19)

Indeks Luas Daun

Indeks luas daun (ILD) merupakan rasio antara total luas daun dengan luas lahan yang tertutupi oleh tajuk tanaman. Konsep indeks luas daun (ILD) dikemukakan sebagai salah satu penentu hasil biomassa suatu tanaman. Nilai ILD bervariasi dari hari ke hari sebagai akibat variasi pola radiasi matahari harian, serta bervariasi dari musim ke musim sebagai akibat perubahan kanopi area tumbuh dan gugurnya daun.

Semakin tinggi radiasi yang diterima maka proses fotosintesis dapat berlangsung secara optimal dan meningkatkan ILD padi yang berpengaruh pada biomassa dan produksi. Indikator menurunnya pertumbuhan adalah indek luas daun (ILD) yang berpengaruh terhadap biomassa.

Kerapatan tanaman yang tinggi per satuan luas membuat tajuk antar tanaman saling menutupi satu sama lain dalam usaha untuk mendapatkan cahaya matahari, akibatnya tanaman cenderung tumbuh tinggi. Dengan demikian indeks luas daun (ILD) juga akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjana (1993) yang menyatakan bahwa indeks luas daun (ILD) semakin tinggi dengan semakin tingginya populasi tanaman per satuan luas.

Intersepsi dan Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya

Intersepsi radiasi matahari merupakan selisih antara radiasi yang datang dengan radiasi yang ditransmisikan. Intersepsi radiasi matahari dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ILD dan populasi atau jarak tanam. Intersepsi akan semakin meningkat dengan bertambah umur tanaman dan akan menurun lagi di saat tanaman mencapai umur maksimum karena daun tanaman mulai menguning sehingga luas permukaan daun mengecil serta daun mulai rontok. Persentase maksimum dari intersepsi didapat dari populasi tanaman yang rapat, jika terlalu lebar maka jumlah radiasi yang diintersepsi akan berkurang sehingga mengurangi bobot tanaman.Efisiensi penggunaan radiasi matahari untuk tanaman pertanian berkisar 4 - 20% (Sitaniapessy 1985).

Mulsa

(20)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada lahan sawah milik petani yang terletak di Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu. Penelitian berlangsung mulai akhir bulan Mei sampai September 2012. Penulisan dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah:

a. Data pengamatan cuaca, yaitu suhu udara (T), kelembaban relatif (RH), curah hujan (CH), kecepatan angin dan intensitas radiasi surya.

b. Data pertumbuhan tanaman padi, yaitu tinggi tanaman, jumlah anakan dan

jumlah anakan produktif.

c. Data bobot kering padi

d. Data suhu udara 24 jam

Alat

a. Data Logger Global Water II dengan pencatatan otomatis setiap 30 menit

b. Termometer bola kering dan bola basah

c. SPSS version 16.0

d. Microsoft Office Excel 2010 e. Microsoft Office Word 2010

Metode Pelaksanaan Penelitian

Cara pengumpulan data

Sebelum mengolah data dari masing-masing unsur cuaca dan parameter yang diukur, terlebih dahulu mengidentifikasi faktor yang diamati dan metode pengamatannya.

Parameter yang diamati adalah sebagai berikut:

1. Pengamatan unsur cuaca

Pengamatan unsur cuaca seperti data suhu udara, kelembaban relatif, curah hujan, kecepatan angin dan intensitas radiasi diukur menggunakan Data Logger Global Water II setiap 30 menit selama 24 jam lalu data yang terekam ditransfer ke notebook dan diolah menggunakan Microsoft Office Excel 2010.

2. Suhu udara untuk kalibrasi

Pengukuran suhu udara manual menggunakan termometer yang diletakkan di tengah sawah diukur seminggu sekali selama 24 jam. Data pengukuran manual ini akan digunakan sebagai pengkalibrasi data suhu

(21)

3. Pengamatan komponen agronomi

Pengamatan komponen agronomi seperti data tinggi tanaman, jumlah anakan, dan anakan produkif diamati setiap minggu pada tanaman sampel yang sama yang telah diberi tanda dengan ajir. Sampel yang diamati pada setiap petak terdiri dari tiga kali ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari empat rumpun tanaman padi. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun terpanjang. Jumlah anakan padi merupakan jumlah total anakan padi baik yang menghasilkan malai maupun yang tidak bermalai, sedangkan anakan produktif yaitu, anakan yang menghasilkan malai.

4. Berat tanaman kering

Pengukuran berat kering tanaman (BKT) pada penelitian ini dilakukan secara destruktif setiap dua minggu mulai dari tanaman umur 0 HST (saat ditanam) sampai 70 HST. Sampel yang diamati pada setiap anak petak terdiri dari tiga rumpun tanaman padi. Tanaman sampel kemudian dibawa ke Balai Besar Tanaman Padi Sukamandi untuk dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 60 ⁰C, setelah itu ditimbang bobotnya. Berat kering tanaman yang diamati meliputi berat kering batang, daun, akar, dan malai padi.

5. Luas daun

Sampel tanaman yang dibawa ke Balai Besar Tanaman Padi Sukamandi juga diukur luas daunnya. Luas daun merupakan kumulatif dari semua daun yang masih berwarna hijau dalam satu rumpun padi yang diamati. Daun yang sudah mengering dimasukkan sebagai biomassa batang.

6. Perkembangan tanaman

Fase perkembangan yang diamati adalah: semai–jumlah anakan

maksimum–primordia–keluar malai-pengisian bulir–pemasakan–panen. Kriteria tercapainya suatu fase adalah apabila sekitar 50% tanaman dalam petak yang diamati secara visual telah mencapai keadaan fase yang dimaksud. Deskripsi yang dipakai untuk setiap fase adalah sebagai berikut:

 Jumlah anakan maksimum dihitung dari jumlah anakan terbanyak yang

dihasilkan oleh tanaman.

 Primordia. Fase primordia diamati dengan cara mengambil satu batang

(anakan) padi kemudian dilihat pada buku teratas jika sudah terdapat kerucut putih yang berbentuk seperti kapas berarti tanaman padi sudah masuk pada fase primordia.

 Keluar malai. Tanaman padi dianggap masuk fase keluar malai jika 50%

tanaman padi dalam satu petak telah keluar malai.

 Pengisian bulir padi. Ketika 50% bulir padi semua tanaman pada satu petak telah terisi maka tanaman padi dianggap masuk pada fase pengisian bulir padi.

 Pemasakan. Fase pemasakan diamati ketika bulir padi mulai menguning.

 Panen. Tanaman padi siap dipanen ketika 80% bulir padi telah

menguning.

Rancangan percobaan

(22)

hamparan lahan yang ada (P1) waktu tanam yang dimundurkan satu bulan dengan perlakuan mulsa (P2) dan waktu tanam yang dimundurkan satu bulan tanpa perlakuan mulsa (P3) sehingga tanaman kemungkinan akan terpapar pada kondisi kekeringan. Pembagian petak, waktu tanam dan penempatan varietas dapat terlihat pada (Gambar 3).

Analisis sidik ragam dilakukan dengan perangkat lunak SPSS16. Rancangan percobaan yang dipakai adalah rancangan acak kelompok dengan model linear:

Yij = μ + ti + βj+εij; i = 1,2,3 dan j = 1,2,3

Dengan

Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

μ = nilai rata-rata populasi ti = pengaruh perlakuan ke-i

βj = pengaruh kelompok ke-j

εij = pengaruh acak perlakuan ke-i kelompok ke-j

Gambar 3 Pembagian petak, waktu tanam, dan penempatan varietas pada petak

Persiapan dan penanaman

Lahan yang akan digunakan untuk kegiatan penelitian untuk P1 berukuran 83 m x 15 m, sedangkan lahan P2 dan P3 berukuran 135 m x 28.5 m. Penanaman tanam I dilakukan setelah umur persemaian 22 hari dengan sistem tanam legowo 5 dan jarak tanam 30 x 30 cm.

Pemupukan

(23)

Analisis Data

Indeks luas daun

Indeks Luas Daun (ILD), menunjukkan rasio permukaan daun terhadap luas tanah yang ditempati oleh tanaman, mengikuti persamaam berikut:

ILD = LD/A LD = luas daun total (m2)

A = luas lahan yang ditutupi daun(m2)

Karena pengukuran luas daun setiap dua minggu, maka data ILD juga per dua minggu. Untuk mendapatkan data ILD per hari dicari dengan persamaan polinomial antara ILD dengan umur tanaman.

Intersepsi radiasi oleh tajuk tanaman

Radiasi intersepsi oleh tajuk (Rint) dihitung untuk radiasi global, mengikuti hukum Beer, yaitu:

Nilai k yang digunakan adalah sebesar 0.5 karena nilai ini merupakan nilai yang banyak digunakan dalam berbagai literatur (Yoshida 1981).

Efisiensi penggunaan radiasi matahari

Efisiensi penggunaan radiasi matahari (Radiation Use Efisiency = RUE)

untuk satu periode antara saat tanam sampai saat panen yang dihitung dengan persamaan berikut:

RUE = ΔBKT / Σrint

ΔBKT = biomassa kering saat panen dikurangi biomassa kering saat tanam (gm-2 ). Biomassa yang dihitung adalah biomassa yang berada di atas tanah (above ground biomass).

ΣRint = total radiasi global yang diintersepsi oleh tajuk selama periode antara saat tanam sampai saat panen (MJ m-2).

Produktivitas padi

Produktivitas padi diukur pada kadar air 14%. Untuk menghitung produktivitas padi digunakan metode ubinan dengan luas 7.5 m x 7.5 m atau sama dengan 120 rumpun padi. Gabah yang dihasilkan dari 120 rumpun padi tersebut ditimbang dan diukur kadar airnya menggunakan Grain Moisture Meter. Kemudian produktivitas padi dihitung dengan rumus ubinan:

(24)

Evapotranspirasi adalah besarnya evapotranspirasi dari tanaman hipotetik (teoritis), yaitu dengan ciri ketinggian 12 cm, tahanan dedaunan yang ditetapkan sebesar 70 det/m dan albedo (pantulan radiasi) sebesar 0.23 (Smith 1991 dalam Weert 1994). Rumus yang menjelaskan evapotranspirasi secara teliti adalah rumus Penman-Monteith, yang pada tahun 1990 oleh FAO dimodifikasi dan

dikembangkan menjadi rumus FAO Penman-Monteith (Allen et al., 1998) yang

diuraikan sebagai berikut:

Rn = eadiasi netto pada permukaan tanaman (MJ/m2/hari)

G = kerapatan panas terus-menerus pada tanah (MJ/m2/hari)

T = temperatur harian rata-rata pada ketinggian 2 m (oC)

u2 = kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/s)

es = tekanan uap jenuh (kPa)

ea = tekanan uap aktual (kPa)

 = kurva kemiringan tekanan uap (kPa/oC)

 = konstanta psychrometric (kPa/oC)

Thermal unit

Menurut Newman dan Blair (1969), Thermal Unit digunakan untuk

(25)

Komponen hasil padi

Tanaman contoh untuk komponen hasil diambil pada saat tanaman siap panen, setiap ulangan terdiri dari empat tanaman contoh (4 rumpun) dimana setiap petak terdapat tiga ulangan. Komponen hasil yang diukur, yaitu: jumlah malai 4 rumpun, bobot jerami kering oven 4 rumpun, bobot gabah 4 rumpun, bobot gabah sub sampel, bobot gabah isi sub sampel, bobot gabah hampa sub sampel, jumlah gabah isi sub sampel, jumlah gabah hampa sub sampel, bobot akar kering sub sampel, bobot gabah 1000 butir, persentase gabah isi, persentase gabah hampa dan jumlah gabah per malai.

Rumus bobot 1000 butir (KAG 14%):

BSB = 1000 x BGI x 100-3

Rumus jumlah gabah per malai:

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Secara umum, pada periode awal penelitian, yaitu pada waktu tanam P1 sudah jarang terjadi hujan dan semakin jarang pada periode pertengahan percobaan. Kendala yang sangat rentan ditemukan pada tanam II, yaitu adanya serangan hama penggerek batang dan tidak tersedianya air irigasi yang menyebabkan tanah menjadi retak dan beberapa padi mati akibat kekeringan (Gambar 4).

(4a) (4b)

Gambar 4 Kondisi lahan tanam II saat terkena hama penggerek batang (4a) dan kondisi padi yang terkena kekeringan (4b).

Hama yang menyerang padi saat penelitian berlangsung ketika tanaman memasuki umur 33 HST atau saat terjadinya fase primordia. Varietas yang banyak terserang hama pada tanam II, yaitu Inpari 10 dan Ciherang, tetapi dapat ditanggulangi dengan baik karena pemeliharaan dilakukan secara intensif.

Kondisi Cuaca

Selama masa tanam P1 hanya terjadi hujan sebanyak 3 kali, pada tanggal 28 Mei 2012 sebanyak 0.3 mm, pada tanggal 8 Juni 2012 sebanyak 1.8 mm dan hujan terakhir pada 9 Juni sebanyak 0.3 mm. Sampai akhir penelitian (pertengahan bulan September) tidak terjadi hujan (Gambar 5).

(27)

Rata-rata kelembaban udara (RH) harian selama percobaan adalah 68%, dengan nilai terkecil yang terukur adalah 48% dan terbesar 97% (Gambar 6).

Selama percobaan berlangsung, rata-rata radiasi global (Rg) harian adalah 19 MJ/m2/hari, dengan nilai terkecil yang terukur adalah 5.8 MJ/m2/hari pada tanggal 5 Juni 2012 (Julian date 156) dan terbesar 23 MJ/m2/hari pada tanggal 12 September 2012 (Julian date 253). Pada awal percobaan, umumnya Rg lebih fluktuatif akibat pengaruh awan (Gambar 7).

Kecepatan angin angin tertinggi adalah 1,12 m/s pada tanggal 27 Agustus 2012 (Julian date 237), dan kecepatan angin terendah adalah 0,01 m/s pada tanggal 28 Mei 2012 (Julian date 148). Kecepatan angin rata – rata cenderung naik dari awal hingga akhir penelitian (Gambar 7).

(28)

Gambar 6 Suhu udara rata-rata harian (biru) dan kelembaban rata-rata udara harian (merah).

Gambar 7 Radiasi Surya rata-rata harian (biru) dan kecepatan angin rata-rata harian (merah).

Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan tanaman padi diindikasikan dengan perubahan dan pertambahan tinggi tanaman serta jumlah anakan. Pada penelitian ini tinggi tanaman dan jumlah anakan diamati setiap minggu mulai awal tanam hingga tanaman siap dipanen.

Tinggi tanaman

(29)

Tabel 1 Perbandingan tinggi tanaman padi antar varietas

Keterangan : - Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5% minggu terakhir sebelum panen. - Data diambil dari pengamatan minggu terakhir sebelum panen

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan tinggi tanaman Inpari 10 dan Inpari 13 berbeda nyata dengan Ciherang pada P1, lalu Ciherang dan Inpari 13 berbeda nyata dengan Inpari 10 saat P2 dan Inpari 13 berbeda nyata dengan Inpari 10 pada P3 (Tabel 1).

Tabel 2 Perbandingan tinggi tanaman padi antar waktu tanam

Waktu Tanam

Tinggi Tanaman (cm)

Ciherang Inpari 10 Inpari 13

P1 106a 112b 115a

P2 70b 62a 76b

P3 66b 62a 72b

Keterangan : - Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Duncan taraf 5% minggu terakhir sebelum panen. - Data diambil dari pengamatan minggu terakhir sebelum panen

Hasil analisis sidik ragam perbandingan tinggi tanaman antar waktu tanam menunjukkan ketiga varietas, yaitu Ciherang , Inpari 10 dan Inpari 13 pada P1 berbeda nyata dengan P2 dan P3. Inpari 13 pada saat P1 memiliki tinggi tanaman paling tinggi sedangkan Inpari 10 pada P2 memiliki tinggi tanaman paling rendah (Tabel 2). Dari ketiga varietas yang ditanam pada saat P1 semuanya memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi daripada P2 dan P3.

Pertumbuhan tinggi tanaman (Gambar 8) yang paling baik adalah pada

(30)

Gambar 8 Tinggi tanaman pada waktu tanam PI (gambar atas), P2 (gambar tengah), P3 (gambar bawah), untuk varietas Ciherang (berlian), Inpari 10

(kotak), Inpari 13 (segitiga ).

(31)

Jumlah Anakan

Jumlah anakan merupakan jumlah seluruh anakan padi baik yang menghasilkan malai maupun yang tidak menghasilkan malai.Jumlah bibit yang ditanam memberikan pengaruh terhadap jumlah anakan per rumpun, semakin banyak jumlah bibit yang ditanam per rumpun cenderung menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak. Pertambahan jumlah anakan juga menjadi faktor utama meningkatkan total luas daun dengan demikian juga akan meningkatkan indeks luas daun (Handoko 1994).

Tabel 3 Perbandingan jumlah anakan padi antar varietas

Waktu Tanam Jumlah Anakan

P1 P2 P3

Ciherang 17a 13a 12b

Inpari 10 18a 14ab 11a

Inpari 13 17a 15b 14c

Keterangan : - Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

- Data diambil dari pengamatan minggu terakhir sebelum panen.

Analisis sidik ragam jumlah anakan varietas Ciherang P1 dan P2 menunjukkan perbedaan nyata terhadap P3. Varietas Inpari 10 saat P2 berbeda nyata dengan P1 dan P3 sedangkan varietas Inpari 13 berbeda nyata untuk ketiga waktu tanam. Varietas Inpari 10 memiliki jumlah anakan yang paling banyak saat P1 sekaligus paling sedikit saat P3 (Tabel 3).

Tabel 4 Perbandingan jumlah anakan padi antar waktu tanam

Waktu Tanam Jumlah Anakan

Ciherang Inpari 10 Inpari 13

P1 17a 18a 17a

P2 13a 14b 15a

P3 12a 11b 14a

Keterangan : - Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

- Data diambil dari pengamatan minggu terakhir sebelum panen.

(32)

Pada grafik terlihat bahwa jumlah anakan terus meningkat sampai anakan maksimum yang terjadi saat 39 HST pada P1 dan 41 HST pada P2 dan P3 lalu mengalami penurunan sampai panen. Pada kondisi normal (PI) jumlah anakan produktif Ciherang dan Inpari 13 adalah 17 batang, sedangkan Inpari 10 sebanyak 18 batang. Suprihatno et al. (2010) menyebutkan jumlah anakan produktif untuk varietas Ciherang 14 – 17 batang, Inpari 10 berkisar 17 – 25

batang, dan Inpari 13 sebanyak 17 batang (Gambar 9).

Gambar 9Jumlah anakan pada P1 (gambar atas), P2 (gambar tengah), dan P3

(33)

Jumlah Anakan Produktif

Jumlah anakan produktif merupakan jumlah anakan padi yang menghasilkan malai. Pada P1, baik varietas Ciherang, Inpari 10 maupun Inpari 13, jumlah anakan cukup banyak. Pada tanaman yang mempunyai jumlah anakan banyak, fotosintesis akan lebih banyak pada batas tertentu, sehingga fotosintat yang dihasilkan menjadi banyak yang dapat mempengaruhi pembentukan malai. Yos Sutiyoso (1999) menyatakan bahwa tanaman yang cukup dalam melakukan proses fotosintesis akan memiliki perakaran yang berkembang dengan baik, jumlah anakan yang banyak, serta pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap pembentukan malai yang lebih banyak.

Tabel 5 Perbandingan jumlah anakan produktif padi antar varietas

Waktu Tanam Jumlah Anakan Produktif

P1 P2 P3

Ciherang 14a 9b 6b

Inpari 10 14a 7a 6b

Inpari 13 14a 8b 5a

Keterangan : - Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

- Data diambil dari pengamatan minggu terakhir sebelum panen.

Hasil sidik ragam menunjukkan ketiga varietas tidak memiliki pengaruh berbeda nyata terhadap P1 tetapi memiliki perbedaan untuk P2 (Tabel 5). Pada P2, varietas Inpari 10 dan Inpari 13 hanya menghasilkan jumlah anakan produktif lebih sedikit dari Ciherang, hal ini karena kondisi lahan sawah yang kekurangan air dan mengalami kekeringan sehingga pertumbuhan terganggu. Selain itu, faktor lahan Ciherang yang lebih dahulu mendapat perlakuan mulsa sehingga menghasilkan lebih banyak anakan produktif. Pada P3 terlihat Ciherang dan Inpari 10 berbeda nyata dengan Inpari 13. Sebaliknya, pada P1,

ketiga varietas menghasilkan 14 anakan produktif dari total 17 anakan (Gambar

(34)

Gambar 10 Jumlah anakan produktif pada waktu P1 (gambar atas), P2 (gambar tengah), dan P3 (gambar bawah) untuk varietas Ciherang (kotak), Inpari

10 (segitiga), dan Inpari 13 (berlian).

Perkembangan Tanaman

(35)

Anakan maksimum pada P1untuk ketiga varietas terjadi pada saat 39 HST/61 HSS. Pada P2 anakan maksimum semua varietas juga terjadi pada saat tanaman

berumur 39 HST/57 HSS (Tabel 6).

Fase primordia tanaman padi dapat terjadi bersamaan, sebelum, atau sesudah pembentukan anakan maksimum. Fase primordia pada penelitian ini terjadi sebelum anakan maksimum.Varietas Inpari 13 masuk fase primordia paling cepat, hal ini karena Inpari 13 merupakan varietas genjah lalu diikuti Ciherang dan Inpari 10 (Tabel 6). Pada penelitian ini umur varietas Inpari 13 pada P1, P2 dan P3 sudah siap dipanen pada umur 99 hari dan 98 hari. Varietas Ciherang dan Inpari 10 memiliki fase perkembangan yang hampir sama, kedua varietas tersebut pada saat P1 memiliki umur panen sama, yaitu 102 hari

sedangkan saat P2 berumur 100 dan 102 hari (Tabel 6).

Tabel 6 Fase perkembangan tanaman tiga varietas padi pada tiga waktu tanam

Produktivitas dan Komponen Hasil

Produktivitas padi dihitung menggunakan metode ubinan dengan

mengambil luas 7.5 m2 atau sama dengan 120 rumpun padi. Analisis sidik ragam

perbandingan produktivitas antar waktu tanam menunjukkan perbedaan yang nyata untuk semua varietas (Tabel 7). Hasil sidik ragam menunjukkanketiga varietas memiliki produktivitas yang berbeda nyata saat P1 dan Inpari 13 memiliki produktivitas paling tinggi. Pada P2 dan P3, varietas Ciherang dan Inpari 10 berbeda nyata dengan Inpari 13. Faktor yang mempengaruhi tingginya produktivitas P1 diantaranya adalah kebutuhan air tanaman padi tercukupi serta kondisi cuaca yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan padi.Analisis sidik ragam bobot gabah 1000 butir memperlihatkan bahwa ketiga varietas berbeda nyata saat P1 dan tidak berbeda nyata saat P2 dan P3 karena pada saat tersebut dipengaruhi kondisi kekeringan yang sama. Pada persentase gabah hampa P1, ketiga varietas tidak berbeda nyata dan Inpari 10 memiliki persentase tertinggi.Jumlah gabah per malai ketiga varietas tidak menunjukkan perbedaan yang nyata padaP1 dan P2 tetapi berbeda nyata pada P3.

(36)

Tabel 7 Perbandingan produktivitas dan komponen hasil antar varietas

Keterangan : Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%

Inpari 13 merupakan varietas yang paling tahan terhadap kondisi kekeringan dibandingkan Ciherang dan Inpari 10. Hal tersebut dapat dilihat dari produktivitas Inpari 13 yang lebih tinggi dibandingkan Ciherang dan Inpari 10. Pada kondisi normal atau tidak dalam kondisi kekeringan (P1), Ciherang dan Inpari 10 memiliki produktivitas yang hampir sama dengan Inpari 13.

Hasil sidik ragam menunjukkan P1 memiliki produktivitas paling tinggi. Faktor yang mempengaruhi tingginya produktivitas P1 diantaranya adalah kebutuhan air tanaman padi tercukupi serta kondisi cuaca yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan padi.

P3 memiliki produktivitas yang paling rendah, dimana varietas Ciherang hanya memiliki produktivitas 0.05 ton/ha, varietas Inpari 10 hanya 0.09 ton/ha, dan Inpari 13 memiliki produktivitas sebesar 0.26 ton/ha. Produktivitas yang rendah tersebut karena P3 berada pada kondisi yang kering, dimana tanaman sejak umur 8 HST-52 HST diairi air asin. Lalu, saat tanaman berumur 54 HST sampai panen (84 HST), lahan sudah tidak diari air lagi. Kondisi tanaman yang sangat kering ini mengakibatkan kehampaan gabah yang tinggi. Persentase gabah hampa pada P3 untuk varietas Ciherang sebesar 94.57%, Inpari 10 sebesar 90.29%, dan Inpari 13 sebesar 74.6%. Selain kehampaan gabah yang tinggi, kekeringan pada P2 dan P3 juga menurunkan bobot gabah 1000 butir ketiga varietas.

Komponen Hasil Varietas Waktu Tanam

(37)

Tabel 8 Perbandingan produktivitas dan komponen hasil antar waktu tanam

Keterangan : Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%

Hasil sidik ragam ( Tabel 8) menunjukkan perbandingan produktivitas dan komponen hasil untuk ketiga waktu tanammemiliki pengaruh berbeda nyata. Produktivitas tertingaa terjadi saat P1 dan terendah saat P3.Produktivitas yang tinggi pada waktu P1 dapat dilihat pada jumlah gabah per malai dan bobot gabah 1000 butir pada P1 yang lebih tinggi dari P2 dan P3. Hasil sidik ragam persentase gabah isi juga menunjukkan P1 dan P2 memiliki perbedaan nyata terhadap P3. Kondisi tanaman yang sangat kering mengakibatkan kehampaan gabah yang tinggi terjadi pada P3. Selain kehampaan gabah yang tinggi, kekeringan pada P3 juga menurunkan bobot gabah 1000 butir ketiga varietas.

O’toole dan Chang (1979) menyatakan stres air pada fase generatif menurunkan

pembungaan, jumlah bulir, bobot per 1000 butir dan meningkatkan gabah hampa.

Indeks Luas Daun

Indeks luas daun (ILD) didefinisikan sebgai nisbah antara luas daun dengan luas lahan tegakan yang diproyeksikan tegak lurus terhadap penutupan tajuk. Nilai ILD bervariasi dari hari ke hari sebagai akibat dari variasi pola radiasi surya harian dan bervariasi dari musim ke musim sebagai akibat perubahan kanopi, area tumbuh dan guguran daun (Hadippoentyani 1994). Nilai indeks luas daun (ILD) seharusnya mulai menurun menjelang panen, selain karena stress air, alokasi biomassa untuk daun sudah menurun sehingga daun mulai menguning.

Komponen Hasil Waktu Tanam Varietas

Ciherang Inpari 10 Inpari 13

(38)

Secara umum nilai maksimum ILD pada penelitian ini tercapai pada saat padi berumur 42 - 56 HST, pada saat itu padi berada pada fase keluar malai sampai pembungaan.

Rata-rata nilai indeks luas daun (IDL) ( Tabel 9) pada tanam I (P1), nilai maksimum ILD yang diamati adalah 4.34 (Ciherang), 4.67 (Inpari 10) dan 4.04 (Inpari 13). Nilai ini masuk dalam kisaran nilai ILD optimum tanaman padi yang berkisar 4 - 7 (Ismunadji dkk., 1988). Nilai ILD ini diukur hanya sampai pada tanaman padi berumur 70 HST. Menuju HST 70, nilai ILD semakin menurun disebabkan daun tanaman yang mulai mengering dan pada minggu berikutnya tanaman sudah siap dipanen. Nilai ILD pada P2 dan P3 hanya mencapai nilai maksimum sekitar 1.8 dan 1.5. Hal ini disebabkan tanaman mengalami cekaman air yang berlangsung sejak umur yang sangat muda, yaitu mulai 14 HST (Gambar 11).

Tabel 9 Rata-rata nilai indeks luas daun tiga varietas padi pada tiga waktu tanam

Waktu

Tanam Varietas 0 14 28 42 56 70

P1

Ciherang 0.13 0.58 2.48 3.88 4.34 2.2

Inpari 10 0.12 0.57 2.91 4.16 4.67 2.36

Inpari 13 0.16 0.46 2.52 4.04 3.85 1.6

P2

Ciherang 0.11 0.27 1.03 1.55 1.57 1.3

Inpari 10 0.17 0.25 1.26 1.59 1.32 1.1

Inpari 13 0.14 0.28 1.27 1.61 1.64 1.33

P3

Ciherang 0.11 0.27 1.03 1.55 1.61 1.22

Inpari 10 0.17 0.25 1.26 1.59 1.81 1.37

(39)

Umur Tanaman HST

Umur Tanaman HST

Umur Tanaman HST

Gambar 11 Indeks luas daun pada P1(gambar atas), P2 (gambar tengah), dan P3 (gambar bawah), untuk varietas Ciherang (berlian), Inpari 10 (kotak), Inpari 13

(40)

Berat Kering Tanaman

Nilai berat kering tanaman (BKT) pada semua varietas meningkat seiring dengan meningkatnya nilai ILD. Chang (1968) dalam Muyan (2011) menyatakan bahwa berat kering tanaman akan meningkat dengan meningkatnya indeks luas daun sampai tingkat tertentu dan akhirnya tetap.Tanaman pada P1 memiliki nilai ILD lebih besar dibandingkan dengan P2 dan P3 karena pada P1, ketiga varietas dapat mengintersepsi radiasi dalam jumlah yang lebih besar daripada P2 dan P3, sehingga biomassa yang dihasilkan pada waktu tanam I juga lebih besar. Pengaruh kekeringan sangat berpengaruh nyata mengurangi produksi biomassa tanaman, sebagaimana yang diamati pada P2 dan P3. Varietas Ciherang memiliki berat kering tanaman tertinggi pada P1dan P2 sedangkan pada P3, varietas jenis Inpari 10 yang memiliki berat kering tanaman tertinggi (Tabel 10).

Tabel 10 Berat kering tanaman pada tiga waktu tanam

Waktu

Tanam Varietas

Berat kering tanaman (g/m2) pada umur (HST) ke-

0 14 28 42 56 70

Inpari 10 7.04 55.98 286.70 533.03 989.45 771.80

P1 Inpari 13 8 58.293 259.05 569.56 794.507 628.30

Ciherang 9.28 54.36 253.38 512.83 820.27 861.38

Inpari 10 7.2 25.38 131.53 312.16 407.25 208.42

P2 Inpari 13 5.28 24.64 121.10 298.04 392.97 184.71

Ciherang 4.64 24.33 108.02 321.63 445.65 230.32

Inpari 10 7.2 25.38 131.53 312.16 471.78 618.22

P3 Inpari 13 5.28 24.64 121.12 298.04 444.21 405.74

(41)

Gambar 12 Berat kering tanaman pada P1 (gambar atas), P2 (gambar tengah), dan P3 (gambar bawah), untuk varietas Ciherang (berlian), Inpari 10 (kotak),

(42)

Intersepsi Radiasi Surya

Nilai ILD berpengaruh terhadap radiasi yang akan terintersepsi oleh tajuk tanaman padi, semakin tinggi nilai ILD maka radiasi yang akan terintersepsi oleh tajuk tanaman juga akan semakin besar. Rata-rata radiasi intersepsi ( Tabel 11) tertinggi untuk semua varietas terjadi pada waktu tanam I (P1). Hal ini karena pada saat tanam P1 masih tersedia air lebih banyak daripada P2 dan P3 sehingga pertumbuhan tanaman lebih baik terutama pada bagian daun tanaman. Kondisi ini menyebabkan tanaman saat P1 dapat mengintersepsi radiasi dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan saat P2 dan P3. Varietas Inpari 13 memiliki kemampuan intersepsi radiasi cukup tinggi pada saat P2, hal ini dikarenakan Inpari 13 memiliki nilai ILD yang lebih besar dari pada Ciherang dan Inpari 10 (Gambar 13).

Tabel 11 Intersepsi radiasi surya pada tiga waktu tanam

Waktu

Tanam Varietas

Intersepsi radiasi surya (g/m2) pada umur (HST) ke-

(43)
(44)

Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya

Perhitungan efisiensi penggunaan radiasi surya (Radiation Use Efficiency, RUE) pada penelitian ini merupakan efisiensi penggunaan radiasi surya dengan radiasi global pada berat kering tanaman (BKT) diatas permukaan tanah (above ground biomass) yang terdiri dari berat kering daun, berat kering batang, dan berat kering malai padi. Perbedaan waktu tanam mempengaruhi intersepsi yang diterima setiap tanaman berbeda-beda, hal tersebut dapat menyebabkan nilai RUE setiap tanaman juga berbeda.

Nilai RUE (Tabel 12) yang tinggi ini dikarenakan faktor ketersediaan air cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sedangkan nilai RUE yang rendah sebagian besar dipengaruhi oleh kondisi cekaman air, dimana tanaman sejak umur 8 HST diari air tanah yang asin dan memasuki 52 HST hingga panen sudah tidak mendapatkan air dan tidak lagi terjadi hujan.

Tabel 12 Nilai efisiensi penggunaan radiasi surya (RUE) antar varietas

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai RUE proporsional dengan hasil produktivitas padi, dimana rata-rata nilai RUE tertinggi pada tanam I (P1) memiliki produktivitas tertinggi dan RUE terendah pada tanam II tanpa mulsa (P3) memiliki produktivitas yang paling rendah.

Evapotranspirasi

Evapotranspirasi tanaman (ET) adalah perpaduan dua istilah evaporasi dan transpirasi. Kebutuhan air dapat diketahui berdasarkan kebutuhan air dari suatu tanaman. Apabila kebutuhan air suatu tanaman diketahui, kebutuhan air yang lebih besar dapat dihitung. Evaporasi adalah penguapan di atas permukaan tanah, sedangkan transpirasi adalah penguapan melalui permukaan dari air yang semula diserap oleh tanaman. Atau dengan kata lain, evapotranspirasi adalah banyaknya air yang menguap dari lahan dan tanaman dalam suatu petakan karena panas matahari (Asdak 1995).

Dari perhitungan yang telah dikerjakan dengan metode Penman-Monteith diketahui

bahwa kebutuhan air tanaman bulan Mei adalah 3.3 mm/hari, untuk bulan Juni adalah 3.3 mm/hari, bulan Juli adalah 3.4 mm/hari, bulan Agustus adalah 3.4 mm/hari dan bulan September adalah 3.5 mm/hari. Perubahan kebutuhan air setiap bulannya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain intensitas radiasi matahari, kecepatan angin, kelembaban, dan ketersediaan air pada tanah. Semakin besar intensitas matahari dan kecepatan angin yang berada pada lingkungan tumbuh tanaman, maka proses evapotranspirasi atau kebutuhan air tanaman akan bertambah pula. Adanya angin dapat memindahkan udara jenuh dari lingkungan tumbuh tanaman dan menggantikannya dengan udara kering. Udara kering mampu meningkatkan laju evapotranspirasi. Selain kecepatan angin dan intensitas matahari, kelembaban juga mempengaruhi proses evapotranspirasi. Ketika kondisi lingkungan tumbuh tanaman adalah lembab, maka proses evapotranspirasi menjadi terhambat. Pada saat itu, stomata pada permukaan daun akan menutup sehingga menghambat proses transpirasi.

Waktu Tanam

RUE (gMJ-1)

Ciherang Inpari 10 Inpari 13

P1 3.0 2.73 3.2 P2 1.6 1.4 1.7

(45)

Thermal Unit

Suhu dasar (Tb) adalah titik suhu yang menunjukkan tidak terjadinya proses fisiologis tanaman. Setiap tanaman memiliki suhu dasar yang merupakan suhu minimum bagi tanaman untuk bermetabolisme. Pada tanaman padi suhu dasarnya adalah 17 °C.

Besaran suhu dasar ini akan mempengaruhi besarnya thermal unit yang diperlukan oleh tanaman untuk melewati setiap fase perkembangannya. Hubungan antara thermal unit

memiliki hubungan terbalik dengan suhu lingkungan. Semakin tinggi suhu maka umur tanaman akan semakin pendek yang akhirnya berdampak pada waktu penumpukan fotosintat dan pembentukan biomassa yang lebih rendah (Syarifudin 2011). Tabel 13 menunjukkan bahwa nilai thermal unit untuk ketiga varietas saat P1, P2 dan P3 berbeda-beda mengikuti fase pertumbuhan, saat semai akan memiliki nilai thermal unit yang sama lalu mencapai nilai maksimum pada saat munculnya anakan maksimum dan menurun saat

menuju panen. Pengaruh perlakuan mulsa juga menyebabkan perbedaan nilai thermal unit.

Mulsa yang menutupi permukaan tanah menyebabkan cahaya matahari tidak dapat langsung mencapai tanah, sehingga temperaturnya lebih rendah dari tanah terbuka.

Tabel 13 Nilai thermal unit tanaman padi

Fase Perkembangan P1 P2 P3

Ciherang Inpari 10 Inpari 13 Ciherang Inpari 10 Inpari 13 Ciherang Inpari 10 Inpari 13

semai-tanam 188.1 188.1 188.1 164.8 164.8 164.8 156.4 156.4 156.4

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi akan lebih optimal bila ditanam saat musim tanamnya. Penundaan waktu tanam pada musim tanam II menyebabkan tanaman terpapar pada kondisi cuaca yang berbeda terutama kekeringan sehingga menyebabkan nilai ILD, biomassa kecil dan selanjutnya berpengaruh terhadap produktivitas. Pada kondisi normal tanpa kekurangan air, varietas Ciherang, varietas Inpari 10, dan varietas Inpari 13 mempunyai produktivitas yang setara. Sedangkan, pada kondisi kekeringan yang sedang sampai ekstrim, varietas Inpari 13 mempunyai ketahanan yang lebih baik dan mampu memproduksi gabah lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Ciherang dan varietas Inpari 10.

Saran

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, R.G., et al. 1998. Crop Evapotranspiration-Guideline for Computing Crop Water Requirement. FAO Corporate Document Repository.

Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.

Bey A., Las I. 1991. Kapita Selekta dalam Agrometeorologi. Strategi Pendekatan Iklim Dalam Usaha Tani. Dir. Jend. Pendidikan Tinggi . Dep. Dik Bud. 83-90.

Chang, J. H. 1986. Climate and Agriculture. An Ecology Survey. Adline&Co. New York. Fagi A. M., De Datta S. K. 1981. Environmental Factors Affecting Nitrogen Efficiency in

Flooded Tropical Rice. Fertilizer Research. 2: 53-67.

Farooq M., N. Kobayashi, O. Ito, A. Wahid and R. Serraj. 2010. Broader Leaves Result in Better Performance of Indica Rice Under Drought Stress. J. Of Plant Physiol. 167 (13): 1066-1075.

Fischer, K.S. and S. Fukai. 2003. How rice Responds to Drought. In K.S. Fischer, R. Lafitte, S. Fukai, G. Atlin and B Hardy. Breeding Rice for Drought-Prone Environments. International Rice Research Institute. Los Banos. p. 32-36.

Hadipoentyanti E. M., Hadad E. A., Hermanto. 1994. Peran Intensitas Radiasi Surya dan

Indeks Luas Daun Terhadap Produksi Maksimal Tanaman. Buletin PERHIMPI. Vol.

II. No. 1 dan 2 ; 49 – 52.

Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Aplikasi Komputer untuk Pertanian. Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA - IPB. Bogor. 82-85.

Haryadi, F. 2006. Uji Daya Hasil Galur FS Padi Sawah Tipe Baru ( Oryza sativa L.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Herlina, M dan R. Sulistyono.1990. Respon Tanaman Kedelai (Glycine max L.Merr) pada

Pemakaian Mulsa Jerami dan Tingkat Kandungan Air tanah yang Berbeda. Agrivita.

13(1): 35-39

IPCC. 2007. An Assessment of the Intergovernmental Panel on Climate Change: Synthesis Report. IPCC Plenary XXVII: 1-22.

IRRI. 1995. Annual Report for 1994. International Rice Research Institute. Los Banos. Philippines.

Lafitte, R. 2003. Managing Water for Controlled Drought in Breeding Plots. In K.S. Fischer, R. Lafitte, S. Fukai, G. Atlin and B. Hardy. Breeding Rice for Drought-Prone Environments. International Rice Research Institute. Los Banos. p. 23-26. Las, Irsal. 1982. Efisiensi Radiasi Surya dan Pengaruh Naungan Fisis Terhadap Padi Gogo.

Tesis. Jurusan Agroklimatologi. Fakultas Pasaca Sarjana IPB. Bogor.

Oldeman L. R., Seshu D. V., Cady F. B. 1986. Response of Rice Rice to Weather Variables. Report of an IRRI/WMO Special Project. International Rice Research Institute. Los Banos, Philipines. 2.

Sitaniapessy, P. M. 1985. Pengaruh Jarak Tanam dan Besarnya Populasi Tanaman Terhadap Absorbsi Radiasi Surya dan Produksi Tanaman Jagung ( zea mays L).

Tesis. Fakultas Pasca Sarjana IPB. Bogor.

(47)

Suryana, A. 2004. Rice Research in Indonesia: Present Approach and Future Direction. In:

B. Saeful and Sunihardi (Eds.) Food Security and Prosperity Through Rice. Indonesian Center for Food Crops Research and Development, Indonesian Agency for Agricultural Research and Development, Bogor.

Tanaka, A. 1976. Comparison of Rice Growth in Different Environment. In Proc. of the

Symposium on Climate and Rice. International Rice Research Institute. Los Banos.

Philippines. 429-447.

Tschirley, J. 2007. Climate Change Adaptation: Planning and Practices.

Wiliams, C.A. 1975. The Agronomy of The Major Tropical Crops. Oxford University Press. New York.

Yoshida S., Forno D. A., Cock J. H., Gomez K. A. 1976. Laboratory Manual for Physiological Studies of Rice. International Rice Research Institute. Los Banos, Philipines. 83.

Yoshida, S. 1981. Fundamental of Rice Crop Science. International Rice Research Institute. Los Banos. 269p.

(48)

Lampiran 1. Deskripsi varietas padi

Varietas Ciherang

Kelompok : Padi Sawah

Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41--3-1

Asal persilangan IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131- 3-1///IR64 ////IR64 Golongan : Cere

Umur tanaman : 116 - 125 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 107 - 115 cm Anakan produktif : 14 - 17 batang Warna kaki : Hijau

Warna batang : Hijau

Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun : Hijau

Permukaan daun : Kasar pada sebelah bawah Posisi daun : Tegak

Daun bendera : Tegak

Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang

Kerebahan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23% Bobot 1000 butir : 28 gram Rata-rata produksi : 6,0 ton/ha Potensi hasil : 8,5 ton/ha

Ketahanan terhadap hama : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2

(49)

Varietas Inpari 10

Warna gabah : Kuning bersih Kelompok : Padi Sawah

Nomor Seleksi : S3382-2d-Pn-4-1 Asal persilangan : S487b-75/2*IR19661//2*IR64 Golongan : Cere

Umur tanaman : 108-116 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 100-120 cm Anakan produktif : 17-25 batang

Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Putih

Warna lidah daun : Putih Warna daun : Hijau Permukaan daun : Kasar

Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak Bentuk gabah : Ramping panjang Kerontokan : Sedang

Kerebahan : Tahan Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 22%

Bobot 1000 butir : 27,7± 0,76 g Rata-rata produksi : 5,08 ton/ha Potensi hasil : 7,00 ton/ha

Ketahanan terhadap hama : Agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2

Ketahanan terhadap penyakit : Agak tahan terhadap bakteri hawar daun strain III dan agak rentan strain IV dan rentan terhadap virus tungro varian 013, 031 dan 131

Anjuran : Dapat ditanam pada musim hujan dan kemarau serta baik ditanam pada lahan sawah dengan sistem irigasi berselang 5-7 hari sekali Pemulia : Z.A. Simanulang, Nafisah, Atito D, Idris Hadade, AA.Daradjat, Bambang Suprihatno dan M.Yamin Samaullah

(50)

Anakan produktif : 17 malai Warna kaki : Hijau

Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Putih Warna lidah daun : Hijau Warna daun : Hijau Permukaan daun : Kasar Posisi daun : Tegak

Daun bendera : Agak terkulai Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang

Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 22,40% Bobot 1000 butir : 25,2 g Rata-rata produksi : 6,59 ton/ha Potensi hasil : 8,0 ton/ha

Ketahanan terhadap Hama : Tahan terhadap hama Wereng Batang : Coklat Biotipe 1,2 dan 3

Ketahanan terhadap penyakit : Agak rentan terhadap penyakit Hawar Daun Bakteri strain III, IV dan VIII, tahan terhadap penyakit blas ras 033 dan agak tahan terhadap ras 133, 073 dan 173

Anjuran : Cocok ditanam di ekosistem sawah tadah hujan dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl

Pemulia : Nafisah, Cucu Gunarsih, Bambang Suprihatno, Aan A.Daradjat. Trias Sitaresmi, M.Yamin Samaullah

(51)
(52)
(53)

Tanggal T (°C) Radiasi (MJ/m2) CH

(mm) RH (%) Angin (km/jam)

21/08/2012 25.5 19.9 0 62 1.35

22/08/2012 25.9 19.3 0 60 1.88

23/08/2012 26.7 20.6 0 58 1.58

24/08/2012 26.0 21.0 0 56 1.99

25/08/2012 26.1 22.4 0 54 3.13

26/08/2012 26.3 21.5 0 55 2.38

27/08/2012 27.3 17.2 0 54 4.02

28/08/2012 27.4 19.6 0 58 2.47

29/08/2012 27.2 21.9 0 57 2.61

30/08/2012 26.9 21.4 0 58 2.31

31/08/2012 26.8 21.0 0 61 2.30

01/09/2012 26.7 21.7 0 49 2.98

02/09/2012 26.4 22.1 0 52 2.55

03/09/2012 25.8 19.6 0 57 2.32

04/09/2012 26.4 22.1 0 58 2.22

05/09/2012 26.9 21.2 0 52 2.41

06/09/2012 26.7 17.7 0 60 0.93

07/09/2012 26.8 20.1 0 62 1.12

08/09/2012 26.8 21.4 0 64 1.67

09/09/2012 26.9 16.2 0 66 1.09

10/09/2012 27.3 20.5 0 64 1.82

11/09/2012 27.7 21.4 0 51 3.20

12/09/2012 27.3 23.3 0 48 3.13

13/09/2012 27.4 22.8 0 50 2.57

14/09/2012 27.4 23.1 0 51 2.99

(54)

Lampiran 3 Dokumentasi pengamatan lapangan tanam I (P1)

Proses tandur Sistem tanam legowo 5

7 HST Ciherang 7 HST Inpari 10

7 HST Inpari 13 Premordia Inpari 13

Premordia Ciherang Premordia Inpari 10 dan perkembangan Inpari

(55)

Keadaan tanah 40 HST Proses keluarnya malai

Kondisi lahan tanam I 40 HST Kondisi padi Inpari 13 69 HST

Kondisi padi Ciherang 69 HST Kondisi padi Inpari 10 69 HST

(56)

Lampiran 4 Dokumentasi pengamatan lapangan tanam II dengan mulsa (P2)

Semai benih tanam II Kondisi lahan tanam II 16 HST

Kondisi lahan tanam II yang diairi Pemberian pupuk saat 20 HST

air asin saat 18 HST

Peggunaan mulsa saat 35 HST Kondisi Inpari 13 saat 74 HST

(57)

Keadaan tanah saat 84 HST (panen) Padi Inpari 13 saat 84 HST (panen)

Padi Inpari 10 saat 84 HST (panen) Padi Ciherang saat 84 HST (panen)

(58)

Lampiran 5 Dokumentasi pengamatan lapangan tanam tanam II tanpa mulsa (P3)

Padi Inpari 10 saat 43 HST Padi Inpari 13 saat 43 HST

Padi Ciherang saat 43 HST Kondisi tanah saat diairi air asin

Padi Inpari 10 saat 77 HST Padi Inpari 13 saat 77 HST

(59)

Gambar

Gambar 1 Klimogram suhu udara (garis hijau) dan curah hujan (batang merah)
Gambar 4 Kondisi lahan tanam II saat  terkena hama penggerek batang (4a) dan kondisi  padi yang terkena kekeringan (4b)
Gambar  6  Suhu udara rata-rata harian (biru) dan kelembaban rata-rata udara
Gambar 8 Tinggi tanaman pada waktu tanam PI (gambar atas), P2  (gambar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penjabaran ayat per-ayat dengan pendekatan tafsir-tematik di atas dapat dinyatakan bahwa ulul albab merupakan suatu gelar yang bisa disematkan pada siapa saja,

Bagi penelitian selanjutnya perlu diketahui bahwa penelitian ini mengukur pengaruh bauran pemasaran jasa dalam segi kualitas produk, harga, lokasi, orang, dan

Hasil penelitian menunjukan bahwa Undang-Undang No.25 Tahun 1992 mampu menjadi sarana pemberdayaan bagi koperasi berdasarkan sistem syariah untuk tumbuh dan berkembang

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, ditemukan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara variabel desain produk dan keputusan pembelian melalui persamaan Y=

Mengacu pada kedua pendapat di atas ( Banyai, 2010 ; Chaskin, 2001 ), maka apa yang dilakukan Kepala desa Melung bisa juga dimaknai sebagai upaya membangun kapasitas komunitas

Hal ini didukung oleh pernyataan de Potter (1999) bahwa mind mapping merupakan cara yang paling mudah untuk memasukkan informasi ke dalam otak dan untuk

Peristiwa cyberbullying juga tidak mudah di identifikasikan orang lain, seperti orang tua atau guru karena tidak jarang anak-anak remaja ini, juga mempunyai kode-kode berupa

Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar Matematika pada siswa kelas IV SD Negeri 1 Sendangsari Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo