PENENTUAN FAKTOR PENYEBAB DAN PROSES PEMBENTUKAN WARNA MERAH
PADA SARANG BURUNG WALET (
Aerodramus fuciphagus
)
Sunu Kuntjoro
Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Negeri Surabaya
sunukuntjoro@unesa.ac.id
ABSTRAK
Ada tiga jenis warna sarang walet (Aerodramus fuciphagus) : putih, hitam dan merah. Sarang burung
walet berwarna merah berharga paling mahal dan di alam dijumpai dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan dengan sarang yang lainnya. Saat ini penyebab dan proses pembentukan sarang merah belum diketahui, sehingga belum dapat ditingkatkan jumlahnya. Tahap pertama sarang walet diamati perubahan warna, kandungan gas di dalam ruangan diukur dengan gas Analyser, kandungan unsur kimia
di lantai rumah walet dengan menggunakan INAA (Instrumen Neutron Activited Analysis). Penelitian
dilakukan di dua rumah walet Desa Latsari Kec. Mojowarno, Kab. Jombang dan di Desa Jatisari Kec. Sambeng, Kab. Lamongan, Jawa Timur, Tahap kedua dilakukan uji pengaruh kondisi lingkungan terhadap perubahan warna sarang walet. uji pengaruh gas dengan memasukkan gas ke dalam gelas elenmeyer yang telah berisi sarang, dan uji pengaruh asam nitrat dengan memberi perlakuan perbedaan konsentrasi asam nitrat yang didedahkan pada sarang walet. Data dianalisis dengan ANOVA menggunakan program Statistica versi 7. Hasil penelitian tahap satu menunjukkan adanya perubahan warna secara bertahap dari putih (-), kuning muda (560 nm), kuning tua (600 nm), orange (640 nm), merah (650) dan merah tua (700nm). Warna merah tidak dapat diisolasi dengan menggunakan pelarut
polar maupun non-polar. Burung walet (Aerodramus fuciphagus) yang ditandai menghasilkan sarang
warna putih dalam waktu dua bulan dan memiliki dua butir telur yang menetas pada hari ke-15. Hasil
penentuan kandungan gas menunjukkan bahwa ditemukan gas CO (91 ppm), CO2 (4,85 %), O2 (9,3 %),
H2S (0,039 ppm), NH3 (1,068 ppm), NO2 (0,33 ppm). Hasil analisis unsur kimia didapatkan lima unsur
kimia tertinggi yaitu Al (54,6 ppm), Mg (55 ppm), Na (10 ppm), Fe (23,7 ppm) dan K (17,2 ppm),.
Sedangkan gas (NO2, NH3) dan senyawa asam nirat berpengaruh pada pembentukan warna merah pada
sarang walet. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa faktor penyebab pembentukan sarang merah
adalah gas NO2 dan NH3.
Kata Kunci:Burung walet (Aerodramus fuciphagus), sarang walet merah
PENDAHULUAN
Sarang Walet adalah sarang yang dibangun oleh
burung Walet (Aerodramus fuciphagus) dengan
menggunakan air liur dan berfungsi untuk tempat kawin, meletakkan telur dan merawat anakan sampai dapat terbang. Pembangunan sarang membutuhkan waktu 40-90 hari tergantung pada musim kawin (breeding season) (Medway, 1961; Nguyen Quang, 1994).
Sejak Dinasti Tang (618-907 M) sarang Walet sudah dikenal dapat dimakan (edible nest) karena dipercaya dapat menyembuhkan beberapa penyakit (Koon dan Cranbrook, 2002). Sarang Walet warna merah diminati konsumen karena dipengaruhi oleh kepercayaan
mengenai warna merah yang mempunyai arti
keberuntungan, kekayaan, kemakmuran. Jumlah sarang Walet warna merah yang sedikit (2%), menyebabkan harga sarang Walet warna merah lebih tinggi 200-400 % dibandingkan dengan sarang putih (Koon dan Cranbrook, 2002).
Sarang Walet ada yang berwarna putih, hitam dan merah. Sarang putih adalah sarang Walet yang terbuat
dari 100% liur Walet, sarang hitam disebabkan sebagian besar bahan penyusun sarang terbuat dari bulu burung Walet biasanya dari jenis Aerodramus maximus. Namun demikian sarang merah hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab terbentuknya dan masih menjadi perdebatan para ahli (Patricia, 1996; Ingolf, 2004; Jordan, 2004; Henri, 2005; Massimo, 2005).
Sarang merah sangat jarang ditemukan di rumah-rumah budidaya burung Walet sehingga menyulitkan para peneliti untuk mengkaji faktor-faktor penyebab pembentukan sarang Walet warna merah. Selain itu ijin masuk ke dalam rumah budidaya burung Walet sulit didapat karena menyangkut rahasia dan keamanan budidaya.
Feses Walet banyak ditemukan di lantai ruangan bersarang, karena induk dan anakan yang tinggal di
dalam sarang akan keluar dari sarang untuk
mengeluarkan fesesnya dan terkumpul di lantai (Nguyen, 1994). Banyaknya bahan organik di ditunjang dengan kelembaban ruang yang tinggi (80-90%) merupakan tempat ideal bagi perkembangan mikro organisme
(Tiwari, 1987). Mikro organisme yang menguraikan bahan organik akan menghasilkan beberapa gas sebagai hasil samping (Kampscreur, 2005; Denniston, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab pembentukan sarang merah burung Walet (Aerodramus fuciphagus).
METODOLOGI 1. Kajian Sarang Walet
a) Pengamatan Perkembangan Pembentukan Sarang Burung Walet Warna Merah
Pengukuran sarang dilakukan setiap minggu selama 18 minggu dimulai terbentuknya pondasi sampai sarang kosong ditinggalkan anakan. Pengukuran warna sarang dilakukan dengan menggunakan peta warna (colorimeter)
b) Isolasi Warna Merah pada Sarang Walet
Upaya isolasi warna merah dilakukan dengan menggunakan senyawa pelarut polar dan non polar. Selanjutnya lima gram sarang merah dimasukkan ke dalam sepuluh ml senyawa pelarut (Heksana, Heptana, Sikloheptana, Benzena, Kloroform, Dietil eter, Etil asetat, Aseton, Etanol, Metanol, Air) selama satu jam, pelakukan diulang sebanyak tiga kali. Pengamatan dilakukan dengan memperhatikan perubahan warna dan fisik pada sarang merah.
2. Kajian Kondisi Lingkungan Sarang Merah
a). Menentukan Kandungan Unsur Kimia di Lantai Ruangan Sarang Merah
Penelitian dilakukan dengan menggunakan INAA (Instrumental Neutron Activation Analysis), pengujian sampel dilakukan dua kali dengan menggunakan radiasi panjang (60 menit) untuk mendeteksi unsur kimia Co, Eu, Fe, Hg, K, La, Na, Rb, Sr dan radiasi pendek (10 menit) untuk mendeteksi unsur kimia Al, Ba, Dy, Mg, Mn, Na, Ti, V. Satu unit INAA diaktifkan dengan tenaga
satu Megawatt, sehingga memunculkan sumber neutron
dari sampel yang diradiasi. Selama radiasi neutron, isotop yang dihasilkan akan selalu stabil dari unsur-unsur yang dilacak. Sampel ditrasformasikan ke dalam bentuk isotop
radioaktif. Pengukuran dengan menggunakan gamma
spectro yaitu dengan mengaktifkan radioisotop seperti As-76, Hg-197, Se-75. Selanjutnya satu sampel dari lantai sarang merah dan putih dianalisis dan dihitung
dengan menggunakan program gamma spectrometry
systems. Hasil analisis distandarkan dengan traceable standard reference material (SRM) untuk mengontrol dan menjamin selama proses analisis dan penghitungan.
b) Menentukan Kandungan Gas di Ruang Bersarang Burung Walet
Gas dihisap dengan alat perangkap gas (gas trap)
dan ditampung dalam kantong plastik 20 liter. Uji gas
CH4 menggunakan alat Gas Analyzer Testo 350-XL.
Pengukuran gas NO2, CO2, O2, CO menggunakan alat
portable emission analyzer merk ECOM 200 NP, uji gas NH3 dengan metode uji Indophenol, uji gas Hidrogen
Sulfida (H2S) dengan metode uji Methylene Blue.
3. Eksperimen Proses Pembentukan Warna Merah pada Sarang Burung Walet
a) Pegujian Pengaruh Gas pada Pembentukan Warna Sarang
Sarang walet diletakkan di dalam elenmeyer 500
ml kemudian dimasukkan gas murni CH4 dengan
konsentrasi 30 ppm pada elenmeyer dengan pengulangan tiga kali setiap perlakuan. Pembentukan warna sarang walet diamati setiap hari selama satu minggu dan dicatat perubahan warna. Hal yang sama dilakukan pada gas NH3, CO2, O2, CO, SO2, NO2.Analisis statistik deskriptif
dilakukan untuk mengolah data yang diperoleh.
b) Pengujian Pengaruh Pemberian Asam Nitrat pada Pembentukan Warna Sarang Walet
Wadah dari plastik tembus pandang ukuran dua liter diisi 250 g feses walet, selanjutnya diteteskan satu ml asam nitrat pada feses walet. Sarang walet diletakkan di atas campuran asam nitrat dengan feses walet yang berjarak 15 cm dengan menggunakan kasa kawat ukuran
1x1 cm2 dan ditopang kawat, kemudian wadah ditutup
rapat dan setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Hal yang sama dilakukan pada volume asam nitrat dua, tiga dan empat ml. Untuk kontrol diteteskan lima ml asam nitrat pada wadah plastik tanpa ditambahkan feses serta penambahan 250 g feses tanpa ditambah asam nitrat. Pembentukan warna sarang walet diamati setiap hari sampai terbentuk warna. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA menggunakan program Statistica versi 7.
HASIL
a)Pembentukan Sarang Burung Walet Warna Merah
Hasil penelitian tahap satu menunjukkan adanya perubahan warna secara bertahap dari putih (-), kuning muda (560 nm), kuning tua (600 nm), orange (640 nm), merah (650) dan merah tua (700nm)
Gambar 1 Perubahan warna sarang merah di Jombang
b) Isolasi warna merah pada sarang walet
Uji kelarutan warna merah dari sarang walet menunjukkan bahwa sarang walet merah tidak dapat dilarutkan pada pelarut polar maupun non-polar. Warna sarang tetap berwarna merah dan tidak berubah warna menjadi putih.
Tabel 1 Kelarutan sarang walet merah dan putih
No Pelarut
Kelarutan Sarang Walet
Merah Putih 1. Heksana - - 2. Heptana - - 3. Sikloheptana - - 4. Benzena - - 5. Kloroform - - 6. Dietil eter - - 7. Etil asetat - - 8. Aseton - - 9. Etanol - - 10. Metanol - - 11. Air - -
Keterangan (-) = tidak larut warna dan fisik
2) Kajian Burung Walet
a) Kajian Kondisi Lingkungan Sarang Merah
Gambar 2 Hubungan kelembaban musim penghujan dan kemarau pada perubahan warna sarang
Hasil analisis korelasi menunjukkan adanya hubungan antara kelembaban dimusim kemarau dengan perubahan warna sarang yang dinyatakan dengan r = 0,878 , p = 0.001.
b) Menentukan Kandungan Unsur Kimia di Lantai Ruangan Sarang Merah dan Putih
Hasil analisis unsur kimia di lantai sarang merah dan
putih dengan menggunakan INAA (Instrumen Neutron
Activated Analysis) didapatkan lima unsur kimia tertinggi yaitu : Al (54,6 ppm), Mg (55 ppm), Na (10 ppm), Fe (23,7 ppm) dan K (17,2 ppm), jika dibandingkan dengan kandungan unsur kimia yang sama dari lantai sarang putih yaitu : Al (6,24 ppm), Mg (2,11 ppm), Na (0,73 ppm), Fe (6,03 ppm) dan K (1,59 ppm).
Tabel 2 Perbandingan komposisi unsur kimia di lantai antara sarang merah dan putih dengan sinar radiasi pendek (10 menit) dan panjang (60 menit)
Unsur Radiasi Pendek (10 menit)
Sarang merah (ppm) Sarang putih (ppm) Al 54,6 6,24 Ba 0,73 - Dy 3,8 - Mg 55 2,11 Mn 0,59 0,85 Na 10 0,73 Ti 3,3 - V 0,84 0,19 Radiasi Panjang (60 menit) Co 9,9 4,863 Eu 0,00099 0,000143 Fe 23,70 6,036 Hg 0,029 0,044 K 17,20 1,589 La 0,028 0,0034 Na 10 1,178 Rb 0,072 - Sr 0,172 0,053
Cat : penelitian dilakukan di Universitas Wisconsin, USA
c) Menentukan Kandungan Gas dalam Ruangan Sarang Merah
Hasil penentuan kandungan gas di ruangan sarang merah menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya gas CH4 tetapi ditemukan rata-rata gas CO (84 ppm), CO2 (5,25 %), O2 (9,65 %), H2S (0,063 ppm), NH3 (1,266 ppm), NO2 (0,33 ppm) di dalam ruangan sarang merah. Gas-gas ini dihasilkan oleh beberapa reaksi baik secara kimiawi maupun biologi.
Tabel 3 Kandungan gas dalam ruangan sarang merah No Parameter Satuan ulangan Rata- rata Metode Pengujian 1 2
1 Metana (CH4) ppm - - - Gas Analyser
2 Karbon Monoksida (CO) ppm 83 85 84 Gas Analyser 3 Karbon Dioksida (CO2) % 6,3 4,2 5,25 Gas Analyser
4 Oksigen (O2) % 10,7 8,6 9,65 Gas Analyser
5 Hidrogen Sulfida (H2S) ppm 0,048 0,078 0,063 Metylen Blue 6 Amonia (NH3) ppm 1,764 0,768 1,266 Indophenol 7 Nitrogen dioksida (NO2) ppm 0,32 0,34 0,33 Gas Analyser
3) Eksperimen Pembentukan Warna Merah pada Sarang Burung Walet
a) Pengujian Pengaruh Gas pada Pembentukan Warna Sarang Walet
Hasil pengujian dengan gas yang dimasukkan ke
dalam elenmeyer untuk CH4, CO2,CO, O2,SO2 tidak
menunjukkan adanya perubahan warna pada sarang burung walet selama pengamatan. Perubahan warna keruh atau abu-abu terjadi pada sarang yang diberi gas
NH3 pada hari kelima. pada gas NO2 terjadi perubahan
warna kuning muda yang teramati pada hari ketiga. Tabel 4 Uji pengaruh gas terhadap perubahan warna
sarang walet
No Gas uji Warna Sarang
1 CH4 Putih
2 CO2 Putih
3 CO Putih
4 NH3 Warna keruh / abu-abu (hari kelima)
5 O2 Putih
6 SO2 Putih
7 NO2 Warna kuning muda (hari ketiga)
b) Pengujian Pengaruh Asam Nitrat pada Pembentukan Warna Sarang Walet
Uji pengaruh pemberian asam nitrat pada feses walet menunjukkan adanya perubahan warna sarang.
Konsentrasi empat ml HNO3 dan 250 g feses terbentuk
warna merah pada hari kelima. Pendedahan sarang pada lima ml asam nitrat (tanpa feses) terbentuk warna kuning pada hari pertama dan tidak pernah berubah menjadi merah. Sebaliknya perlakuan feses tanpa penambahan
HNO3 tidak menyebabkan sarang berubah warna. Hasil
analisis denga uji ANOVA didapatkan bahwa ada
pengaruh yang signifikan, beda konsentrasi HNO3 pada
pembentukan warna sarang pada p-level 0,006.
Tabel 5 Uji pengaruh pemberian HNO3
Penga-matan (hari)
Warna Sarang Walet (nm)
HNO3 (ml)
0 1 2 3 4 5
(tanpa feses)
1 putih putih putih putih putih kuning (600)
2 putih putih putih putih kuning (600) kuning (600)
3 putih putih putih kuning (600) kuning (600) kuning (600)
4 putih putih kuning (600) kuning (600) orange (640) kuning (600)
5 putih kuning
(600)
kuning (600) orange (640) merah
(650)
kuning (600)
PEMBAHASAN
Menurut Massimo (2005) diduga warna merah sarang walet disebabkan masuknya unsur-unsur kimia selama proses pembuatan sarang, dalam pengujian perbedaan kandungan kimia sarang merah dan putih didapatkan perbedaan komposisi unsur Fe 60 ppm pada sarang merah dan 30 ppm pada sarang putih. Diduga Fe bertanggung jawab terhadap perubahan warna karena warna dasar Fe adalah kuning kemerahan. Tetapi setelah dilakukan uji pengaruh unsur kimia pada sarang walet tidak menunjukkan adanya perubahan warna pada sarang, sehingga dari eksperimen tersebut diduga unsur-unsur kimia tidak berpengaruh secara parsial terhadap perubahan warna sarang.
Pembentukan warna kuning pada sarang walet
diduga karena bereaksinya gas NO2 dengan kandungan
asam amino (tyrosine) yang ada pada sarang, reaksi ini
dikenal dengan Xantoprotein acid reaction (James,
2008). Hal ini sesuai dengan pembentukan warna merah pada sarang walet yang didahului dengan terbentuknya warna kuning muda. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian lebih lanjut untuk membutikan peranan gas
NO2 mempunyai pengaruh pada pembentukan sarang
merah. Pembentukan warna kuning dapat dilihat pada reaksi dibawah ini.
Pada penelitian ini gas yang terbentuk berasal dari feses hasil ekskresi dari burung walet (insektivora) yang bahan makanannya lebih banyak berupa serangga (protein) (Tompkins, 2000), diduga pembentukan gas metana lebih sulit terjadi dari feses burung walet. Selain itu diperlukan kondisi anaerob untuk membentuk gas metana, penguraian senyawa organik dengan proses anaerobik akan menghasilkan biogas yang mengandung CH4, CO2 dan sejumlah kecil nitrogen, hidrogen dan hidrogen sulfida (Manurung, 2004). Sedangkan pada ruangan bersarang burung walet masih terdapat oksigen dari luar rumah walet. Gas CO biasanya terbentuk pada peristiwa pembakaran tidak sempurna, yaitu pembakaran karbon dalam udara yang jumlahnya terbatas. Gas CO dalam ruangan bersarang walet mungkin terjadi akibat pembakaran karbon-karbon organik di lantai ruangan sarang walet dengan kandungan udara terbatas (9,65%),
sehingga gas karbon monoksida terbentuk.Hasil uji kadar gas CO2 rata-rata 5,25 %. Gas CO2 merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri, gas ini timbul sebagai hasil dari pernapasan aerob-anaerob. Senyawa-senyawa organik menghasilkan CO2 akibat penguraian oleh bakteri. Selain oleh bakteri, gas CO2 terbentuk dari sisa metabolisme yang dihasilkan oleh burung walet selama berada di dalam ruangan bersarang. Dalam penelitian ini gas O2 ditemukan dalam jumlah yang kecil (9,65%) diduga karena ruangan memiliki sedikit sirkulasi udara. Gas O2 digunakan untuk pernafasan burung walet dan digunakan bakteri yang ada di lantai untuk menguraikan feses. Pada hewan ureotelik seperti burung, NH3 diubah menjadi urea melalui peristiwa yang kompleks pada siklus urea dalam tubuh, sebelum diekskresikan oleh tubuh. Jadi, amonia yang beracun diubah menjadi urea yang tidak berbahaya bagi hewan ureotelik (Denniston, 2008). Hasil ekskresi urea ini, diuraikan menjadi amonium karbonat yang mudah terurai menjadi amonia, karbon dioksida dan air dengan bantuan enzim urease, (Denniston, 2008). Pembusukan bangkai serta penguraian sulfat ditempat-tempat yang berair juga menimbulkan banyak H2S (1,266 ppm), pembusukan zat-zat organik ini dibantu oleh bakteri yang banyak menghasilkan hidrogen sulfida, yaitu Desulfofibrio desulfuricans. (Denniston, 2008). Gas NO2 dihasilkan dari perombakan amonia
oleh Bakteri Nitrosomonas dan Nitrosococcus
memperoleh energi dengan cara mengoksidasi
ammonium karbonat (Koops, 1991 dan Kampschreur, 2005). Senyawa HNO2 akan terurai di udara menjadi gas
NO2 dan H2O. sehingga gas yang dihasilkan dari
penguraian ammonia adalah gas NO2 dan gas CO2.
Analisis data dengan menggunakan Anova menunjukan hasil yang signifikan pada p-level 0,000002
yang menunjukkan bahwa feses mempengaruhi
perubahan pembentukan warna sarang burung walet. Hal ini menunjukkan bahwa feses dengan kelembaban yang
lebih tinggi (80%), pembentukan warna dapat
berlangsung dengan lebih cepat. Tetapi tanpa adanya feses walet meskipun dengan kelembaban tinggi di ruangan ternyata tidak dapat menyebabkan pembentukan warna sarang walet.
Sarang walet mengandung senyawa cincin
aromatik (tyrosine) sebesar 10,1 Molar (Massimo, 2005),
dan menurut James (2008) jika protein mengandung asam amino dengan cincin aromatik, maka protein tersebut berubah menjadi kuning apabila bereaksi dengan asam nitrat. Setelah menambahkan basa seperti amonia, campuran akan berubah menjadi berubah warna oranye kemerahan (James, 2008). Penyebab perubahan warna putih menjadi kuning disebabkan reaksi gas Nitrogen
dioksida (NO2) dengan tirosin dan berubah warna tirosin
menjadi merah disebabkan bereaksi dengan gas amonia (NH3).
Simpulan
1) Faktor penyebab terbentuknya sarang merah di rumah
Walet adalah adanya interaksi antar komponen dalam sistem lingkungan di dalam ruangan bersarang, seperti: sarang Walet, feses Walet, suhu dan
kelembaban ruangan, bakteri Nitrosomonas, sehingga
terbentuknya gas NO2 dengan NH3 yang akan
mengubah sarang Walet warna putih menjadi merah.
2) Pembentukan warna merah pada sarang Walet terjadi
secara bertingkat diawali dari warna putih, kuning muda, kuning tua, oranye, merah dan merah tua. Sarang burung Walet warna putih bereaksi dengan
gas NO2, akan berubah menjadi kuning, kemudian
menjadi berwarna merah jika terpapar pada gas NH3.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih tiada terhingga khususnya kepada Prof. Dr. Tati Suryati Syamsudin, Dr. Achmad Sjarmidi dan Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc. atas masukan ilmu, saran, nasehat dan semangat yang diberikan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian.
Daftar Pustaka
Henri A. Thomassen , Robert-Jan den Tex, Merijn A.G. de Bakker, G. David E. Povel. 2005. Phylogenetic relationships amongst swifts and swiftlets: A multi
locus approach. Molecular Phylogenetics and
Evolution 37 (2005): 264–277.
Ingolf, L., Erik S. 2004. Thermal Investigations of
Some Bird Nests. Thermochimica Acta 415 (2004):
141-148.
Jordan, P., Kevin J., D. H. Clayton. 2004. The
evolution of echolocation in swiftlets. Journal of
Avian Biology 35: 135-143.
Jordan, P., Kevin J., D. H. Clayton. 2005. Phylogenetic relationships of the Papuan Swiflet Aerodramus papuensis and implications for the
evolution of avian echolocation. British
Ornithologists Union, Ibis, 147: 790-796.
Kampschreur. L, N.C.G. Tan†, C. Picioreanu*, M.S.M. Jetten†, I. Schmidt‡ dan M.C.M. van Loosdrecht. 2005. Role of nitrogen oxides in the metabolism of ammonia-oxidizingbacteria. The 11th Nitrogen Cycle Meeting.
Langham, N. 1980. Breeding Biology of The Edible-Nest Swiftlet Aerodramus fuciphagus. IBIS 122: 447 – 461.
Massimo F. M.
2005. Characterization of The Edible Bird’s Nest The “Caviar of The East” Department of Food Science, Ontario Agricultural College, University of Guelph, Guelph, Ont., Canada N1G 2W1.Medway, L. 1961. The Swiftlet (Collocalia) of Niah Cave, Serawak, IBIS 104, P. 45-58.
Nguyen Quang, Jean F. 1996. Influence of Cave, Microclimate and Nest Harvesting on The Breeding of The White-Nest Swiftlet Collocalia Fuciphaga Germani in Vietnam, Ibis 140: 257-264.
Patricia L. M. Lee, D. H. Clayton, Richard G.†, & Roderic D. M. P. 1996. Does Behavior Reflect Phylogeny in Swiftlets (Aves: Apodidae)? A Test
Using Cytochrome B Mitochondrial DNA
Sequences (Molecular Systematicsynest
Structureyecholocationy birds), Department of Zoology, University of Oxford, South Parks Road, Oxford OX1 3PS, United Kingdom.
Thomas J. Goreau,' Warren A. Kaplan,' Steven C. Wofsy, Michael B. Mcelroy,Frederica W. Valois, 2 Dan Stanley W. Watson. 1980. Production of N02- and
N20 by Nitrifying Bacteria at Reduced
Concentrations of Oxyge. Applied and
Environmental Microbiology, Vol. 40, No. 3. Sept. 1980, p. 526-532.