PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2015
Jumlah penduduk miskin (Penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Papua Barat kondisi Maret 2015 sebesar 225.36 ribu. Angka ini mengalami peningkatan pada September 2015 menjadi 225.54 ribu dan secara persentase mengalami peningkatan sebesar 0,18 poin.
Jumlah penduduk miskin daerah perkotaan mengalami penurunan, sedangkan jumlah penduduk miskin daerah pedesaan mengalami peningkatan. Maret 2015 tercatat jumlah penduduk miskin di perkotaan sebesar 19.335 jiwa turun menjadi 18.819 jiwa pada September 2015, dan di daerah pedesaan tercatat jumlah penduduk miskin dari 206.028 jiwa pada Maret 2015 naik menjadi 206.716 jiwa pada September 2015.
Garis Kemiskinan (GK) Papua Barat September 2015 sebesar 465.348 rupiah, yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) sebesar 364.325 rupiah dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) sebesar 101.023 rupiah. Angka ini mengalami peningkatan 5,39 persen dari kondisi Maret 2015. Secara year on year GK September 2015 meningkat sebesar 8,57 persen dari kondisi September 2014 (428.608 rupiah).
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) September 2015 (5,29%) mengalami penurunan dari kondisi Maret 2015 (6,24%) yang mengindikasikan ada perbaikan kondisi ekonomi/ pendapatan perkapita dari penduduk miskin yang berpengaruh langsung kepada penduduk miskin, sehingga pendapatan perkapita dari penduduk miskin akan mulai bergerak mendekati garis kemiskinan (GK).
Hal yang sama juga terjadi untuk Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) September 2015 sebesar 1,71 persen yang mengalami perbaikan dari kondisi Maret 2015 (2,33%). Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan perkapita antar sesama penduduk miskin semakin homogen dan merata.
1.
Perkembangan Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat, Maret 2009 - September 2015
Secara umum dari tahun 2009 - 2015 terjadi penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Papua Barat. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat tahun 2009 sebanyak 256.840 jiwa (35,71 persen) mengalami penurunan menjadi 225.536 jiwa (25,73 persen) pada September 2015. Penurunan jumlah penduduk miskin periode dari Maret 2009 hingga September 2015 sebesar 9,98 poin.
Selama tahun 2009–2015 persentase penduduk miskin di daerah perdesaan di Papua Barat mengalami penurunan. Dalam kurun waktu 7 tahun lebih (Maret 2009 – September 2015), penurunan persentase penduduk miskin daerah pedesaan sebesar 6.77 persen dan secara absolut pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin di perdesaan sebanyak 248.290
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat Maret 2009 — September 2015
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Grafik 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat Maret 2009 – September 2015
Garis kemiskinan di Provinsi Papua Barat mengalami peningkatan selama Maret 2015 – September 2015 Garis kemiskinan (GK) Maret 2015 tercatat sebesar 441.569 rupiah per kapita per bulan meningkat menjadi 465.348 rupiah pada September 2015.
2. Perubahan Garis Kemiskinan September 2014 - September 2015
Tabel 2. Share Garis Kemiskinan Makanan dan Non Makanan terhadap Garis Kemiskinan, Maret 2015 —September 2015
jiwa turun menjadi 206.716 jiwa, atau berkurang sebesar 41.574 jiwa.
Kondisi jumlah penduduk miskin daerah perkotaan berbanding terbalik dengan daerah perdesaan. Jumlah dan Persentase penduduk miskin perkotaan dalam kurun waktu Maret 2009– September 2015 berfluktuasi. Tercatat pada Maret 2009 persentase penduduk miskin perkotaan sebesar 5,22 persen. Angka ini berfluktuasi dan mencapai 5,68 persen pada September 2015. Tahun 2009 jumlah penduduk miskin perkotaan diperkirakan sebanyak 8.550 jiwa meningkat hingga mencapai 18.819 jiwa pada September 2015.
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Tabel 3. Garis Kemiskinan Menurut Daerah di Provinsi Papua Barat September 2014 - September 2015
3. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Tabel 3 diatas memperlihatkan bahwa selama periode September 2014 ke September 2015 terjadi peningkatan garis kemiskinan. Peningkatan tersebut terjadi di daerah perkotaan dan di daerah perdesaan. Secara y-o-y (September 2014—September 2015) garis kemiskinan daerah perdesaan mengalami peningkatan sebesar 7,91 persen sementara di perkotaan meningkat sebesar 8,74 persen, dan secara keseluruhan Papua Barat mengalami peningkatan garis kemiskinan dari September 2014-September 2015 sebesar 8,57 persen.
Kontribusi GK Makanan terhadap garis kemiskinan pada September 2015 sebesar 77,24 persen dan GK Non Makanan sebesar 22,76 persen. Lima komoditi terbesar yang memberi pengaruh terhadap kenaikan GK di perkotaan adalah beras (26,40%), rokok kretek filter (14,74%), ikan tongkol/tuna/cakalang (5,72%), daging sapi (5,15%), dan ikan kembung (4,98%). Sedangkan lima jenis komoditi yang memberikan andil terbesar terhadap kenaikan GK di perdesaan adalah beras (25,14%), rokok kretek filter (13,52%), gula pasir (5,52%), mie instan (4.01%) dan ikan tongkol/tuna/cakalang (3,84%).
Penurunan persentase penduduk miskin di Provinsi Papua Barat selama periode Maret 2015 - September 2015 sejalan dengan perbaikan indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Secara spasial indeks P1 dan P2 wilayah perkotaan menunjukan perbaikan, sedangkan wilayah pedesaan sebaliknya. Secara y-o-y
dari September 2014-September 2015 nilai P1 wilayah perkotaan sebesar 0,997 persen turun menjadi 0,817 persen, dan nilai P2 perkotaan sebesar 0,294 persen pada September 2014 turun menjadi 0,165 persen pada September 2015. Dari Kondisi Maret 2015 ke September 2015 penurunan indeks P1 dan P2 dapat dimaknai : pertama, terdapat peningkatan pendapatan rumah tangga miskin sehingga mampu memperkecil jarak terhadap garis kemiskinan; kedua, ketimpangan pendapatan diantara penduduk miskin semakin kecil.
Tabel 4. Daftar Komoditi Makanan yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, September 2015
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Pendekatan yang digunakan ada dua macam yaitu pendekatan mikro dan pendekatan makro.
Pendekatan mikro diperoleh dari pendataan secara lengkap (sensus), sehingga didapatkan data mengenai penduduk miskin hingga ke individu. Misalnya PSE05 (Pendataan Sosial Ekonomi Tahun 2005) dan PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) tahun 2008 dan 2011 yang menghasilkan database penduduk miskin yang dijadikan dasar pemberian BLT atau BLSM. Karena besarnya biaya yang diperlukan, pendekatan ini tidak dapat dilakukan setiap tahun.
4. Penjelasan Teknis dan Sumber Data
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Tabel 5. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi Papua Barat Menurut Daerah, September 2014 - September 2015
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Grafik 2. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), Maret 2009– September 2015
Pendekatan makro diperoleh melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yaitu dengan mengambil sebagian sampel dari populasi yang ada kemudian digunakan sebagai dasar estimasi untuk menggambarkan keadaan wilayah tersebut, dengan demikian data yang dihasilkan adalah data agregat. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index (persentase penduduk miskin terhadap total penduduk), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Kelebihan dari pendekatan ini adalah biayanya relatif lebih murah dan waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data lebih singkat, sehingga dapat dilakukan tiap tahun dan dapat digunakan untuk memantau perkembangan kemiskinan sampai tingkat kabupaten/kota.
Penduduk miskin adalah penduduk yang pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). GK terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat Jl. Sowi IV No. 99, Manokwari 98312 Telp (0986) 2702414
Info lebih lanjut hubungi : RATNA MH. GUSTI, SE (Kabid Statistik Sosial) Cp : 0852 5407 2682
MASADI Y K, S.ST (Kasie. Statistik Ketahanan Sosial)