• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KUALITAS AIR BAKU WADUK AKIBAT LIMBAH KERAMBA JARING APUNG (STUDI KASUS: WADUK JATILUHUR) - Unika Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS KUALITAS AIR BAKU WADUK AKIBAT LIMBAH KERAMBA JARING APUNG (STUDI KASUS: WADUK JATILUHUR) - Unika Repository"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan salah satu kebutuhan utama dalam proses

kehidupan makhluk hidup. Air termasuk sumberdaya alamyang dapat

diperbaharui olehalam, namun kenyataannya bahwa ketersediaanair

tawar tidak pernahbertambah (Kantor Menteri Negara KLH, 1992)

dalam .

kebutuhan air minum, air rumah tangga, dan kebutuhan industri. Air

baku merupakan awal dari suatu proses dalam penyediaan dan

pengolahan air bersih. Berdasarkan Badan Standar Nasional Indonesia

SNI 6773:2008 tentang Spesifikasi unit paket instalasi pengolahan air

dan SNI 6774:2008 tentang tata cara perencanaan unit paket instalasi

pengolahan air pada bagian Istilah dan definisi yang disebut dengan air

baku adalah: “Air yang berasal dari sumber air pemukaan, cekungan

air tanah dan atau air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu

tertentu sebagai air baku untuk air minum”

Penyediaan air baku kuantitas dan kualitasnya harus sesuai

standar yang berlaku di Indonesia karena berhubungan dengan

kebutuhan masyarakat. Salah satu sumber daya air baku utama untuk

penduduk Jakarta dan Jawa Barat adalah Waduk Jatiluhur. Waduk

Jatiluhur terletak di Kabupaten Purwakarta provinsi Jawa barat yang

mempunyai luas 8.300 Ha. Waduk ini mempunyai lokasi yang strategis

(5)

Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Aktivitas produktif menurut

(Ambarwati, 2014) diantaranya adalah pengelolaan air PDAM, industri

PLTA, usaha peternakan budidaya ikan Keramba Jaring Apung (KJA), sertawisataWadukJatiluhur. Hasil dari aktivitas produktivitas di Waduk

Jatiluhur mampu menghasilkan sisa usaha yang disebut limbah karena proses pengelolaan kurang baik sehingga mampu mempengaruhi kualitas air baku di Waduk Jatiluhur. Pencemaran terhadap air baku mengakibatkan air baku menjadi keruh akibat penumpukan limbah pada sumber daya air

baku. Pengelolaan air yang salah, menjadi faktor kualitas air menurun

(Hartono, 2009). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang jika tidak

diolah dengan baik, dapat mencemarkan, merusak, dan membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan

makhluk lain. Limbah yang masuk ke dalam Waduk Jatiluhur tanpa

pengolahan yang baik dan benar dapat mempengaruhi kualitas air baku

Waduk Jatiluhur . Limbah masyarakat di sekitar Waduk Jatiluhur terdiri dari limbah rumah tangga, limbah industri, limbah peternakan, dan limbah

pertanian. Limbah rumah tangga berasal dari dapur, kamar mandi, dan juga kotoran manusia. Selain limbah rumah tangga, limbah industri yang

menghasilkan bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dapat merusak ekosistem sekitar bila tidak ditangani dengan baik. Limbah

peternakan dan limbah pertanian juga dapat mencemari lingkungan sehingga, diperlukan pengelolaan yang baik dan benar mengenai limbah masyarakat agar tidak berdampak buruk terhadap kualitas air baku Waduk Jatiluhur.. Maka dari itu, diperlukan analisis kualitas air baku di Waduk Jatiluhur akibat limbah masyarakat sehingga selain mengetahui kualitas air

(6)

masyarakat akibat aktivitas produktif agar tidak berdampak buruk terhadap kualitas air baku di kemudian hari.

Analisis kualitas air baku ini dilakukan selain untuk mengetahui perkembangan kualitas air baku Waduk Jatiluhur juga untuk menentukan

solusi yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang mempengaruhi kualitas air baku di Waduk Jatiluhur.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian

dengan topik bahasan “ANALISIS KUALITAS AIR BAKU AKIBAT

LIMBAH KERAMBA JARING APUNG (STUDI KASUS: WADUK JATILUHUR)”.

Penelitian ini menjadi satu kesatuan bagian dari penelitian payung yang berjudul “PengelolaanPerairan BendunganJatiluhur:Pemantauan

Berkelanjutan Dalam Mencegah Kematian Massal Ikan”(Suwarno dan

Retnaningsih, 2017) dengan Nomor Ristek Dikti: 001/K6/KM/SP2H/PENELITIAN/2017.

1.2 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kondisi eksisting kualitas air baku di Waduk Jatiluhur.

2. Mengetahui pengaruh limbah budidaya ikan keramba jaring apung terhadap kualitas air baku di Waduk Jatiluhur.

1.3 Manfaat Penelitian

1. Menerapkan ilmu Rekayasa Lingkungan Teknik Sipil yang telah

didapat selama proses perkuliahan.

(7)

1.4 Batasan Masalah

Agar penelitian jauh lebih terarah pada permasalahan, ada beberapa batasan masalah, yaitu:

1. Penelitian menggunakan data kualitas air baku di Waduk Jatiluhur bulan Januari – November 2016

2. Penelitian mengambil sampel air baku di 6 zona keramba jaring apung

3. Lingkup limbah aktivitas produktif masyarakat hanya limbah keramba jaring apung

4. Water Treatment Plant (perawatan air) tidak masuk dalam pembahasan

5. Tidak memperhitungkan sedimentasi

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Berisi tentang latar, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Berisitentangteori-teori pendukung dalam penelitian dan pembuatan Tugas Akhir

(8)

Berisi tentang lokasi penelitian, tahap penelitian, jadwal penelitian dan bagan alir penelitian

Bab IV : Data, Analisis dan Pembahasan

Berisi tentang kajian atau analisis – analisis yang dilakukan untuk mencapai maksud dan tujuan penelitian ini

Bab V : Kesimpulan dan Saran

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Baku

Air baku memiliki peran penting pada kehidupan masyarakat. Kualitas air baku juga menentukan keberlangsungan hidup di masyarakat

yang menggunakan air baku tersebut. Di era milenial ini, pertambahan penduduk, pertumbuhan industri, dan peningkatan standar hidup adalah faktor-faktor meningkatnya kebutuhan akan air baku bagi manusia. Untuk keperluan tersebut diharapkan bahwa sumber air baku yang akan digunakan mempunyai kualitas dan kuantitas yang memenuhi persyaratan agar dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masa kini hingga masa yang akan datang sesuai kebutuhan masyarakat.

Berdasar SNI 6773:2008 tentang Spesifikasi unit paket Instalasi pengolahan air dan SNI 6774:2008 tentang Tata cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan air pada bagian Istilah dan Definisi yang disebut dengan Air Baku adalah:

“Air yang berasal dari sumber air pemukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu sebagai air baku untuk keperluan air minum”

Sumber air baku bisa berasal dari sungai, danau, waduk. Evaluasi kualitas sumber air yang layak harus berdasar dari ketentuan berikut:

1. Kualitas air baku yang diperlukan

2. Biaya operasional dan pemeliharaan untuk pengelolaan air baku 3. Kemungkinan tercemarnya air baku di masa mendatang.

(10)

batuandasar sungai(batukali, batukerikil, pasir),sedimentasidanerosi.

Kecepatan arus dan pergerakan air dipengaruhi oleh jenis bentang alam (landscape), jenis batuan dasar, dan curah hujan.

Kualitas air permukaan yang baik yang belum tercemar, memungkinkan mempunyai kemampuan untuk pemulihan kembali dari kerusakan. Keberadaan bahan pencemar ternyata semakin sulit dihilangkan hanya dengan proses pengenceran. Oksigen terlarut yang terdapat pada air

sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan

pencemar yang ada di badan air. Penguraian limbah oleh bakteri mengurangi kandungan oksigen yang ada dalam air. Kemampuan aliran permukaan untuk memulihkan keadaannya sangat ditentukan oleh kapasitas

aliran, debit aliran, temperatur, pH, dan jumlah polutan yang masuk ke dalamaliranairpermukaan(Miller:1996:481,Cunningham-Saigo,2001: 451) dalam (Hartono, 2009)

Peraturan Pemerintah Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang

pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air menyebutkan terdapat 4 (empat) klasifikasi air. Klasifikasi golongan air tersebut adalah sebagai berikut :

1. Air golongan I : Air yang dapat digunakan untuk air minum secara langsung atau dapat digunakan yang lainnya sebagai mempersyarat mutu air sama dengan kegunaan tersebut.

2. Air golongan II : Air yang dapat digunakan untuk prasarana

atau sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, mengairi keperluan pertanian atau dapat digunakan yang lainnya sebagai mempersyarat mutu air sama dengan kegunaan tersebut.

3. Air golongan III : Air yang dapat digunakan untuk

(11)

atau dapat digunakan yang lainnya sebagai mempersyarat mutu air sama dengan kegunaan tersebut.

4. Air golongan IV : Air yang dapat digunakan untuk mengairi keperluan pertanian, industri, pembangkit listrik atau dapat digunakan yang lainnya sebagai syarat mutu air sama dengan kegunaan tersebut

2.2 Standarisasi Kualitas Air Baku

Kualitas air baku dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup di masyarakat yang mengkonsumsi air baku tersebut, sehingga diperlakukan standarisasi dari kualitas air baku di Indonesia. Menurut (Anggraini,2012)

kualitas air permukaan juga dipengaruhi oleh kecepatan arus atau

pergerakan air, jenis batuan dasar sungai (batu kali, batu kerikil, pasir), sedimentasidan erosi. Kecepatan arus dan pergerakan air dipengaruhi oleh jenis bentang alam (landscape), jenis batuan dasar, dan curah hujan.

Kekeruhan pada air permukaan umumnya terjadi akibat erosi pada

bahan koloid seperti lumpur, lempung, dan lapisan tanah.

tumbuhan dan mikroorganisme dapat mendorong terjadinya kekeruhan,

demikian juga buangan limbah rumah tangga dan buangan industri yang membuang limbahnya ke badan air permukaan. (Miller, 1996: 161) dalam (Hartono, 2009)

(12)

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan dengan mengambil objek di Waduk Jatiluhur,

Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Waduk Jatiluhur terletak di Kabupaten Purwakarta provinsi Jawa barat yang mempunyai luas 8.300 Ha. Waduk ini

Keramba Jaring Apung I, Zona Keramba Jaring Apung II, dan Inlet PLTA. Outlet Cirata menjadi titik pengambilan sampel karena pada zona tersebut terdapat aktivitas budidaya keramba jaring apung sehingga zona Keramba Jaring Apung I dan II menjadi titik pengambilan sampel karena pada dua

zona tersebut aktivitas budidaya keramba jaring apung lebih banyak dibandingkan zona lain.

Waduk Jatiluhur memiliki aktivitas produktif diantaranya adalah pengelolaan air PDAM, industri PLTA, usaha peternakan budidaya ikan

Keramba Jaring Apung (KJA), serta wisata Waduk Jatiluhur. Hasil dari aktivitas produktivitas di Waduk Jatiluhur mampu menghasilkan sisa usaha

Keramba Jaring Apung (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur)” dapat diketahui limbah ikan keramba jaring apung dapat mempengaruhi kualitas air Waduk Jatiluhur.

3.2. Tahapan Penelitian

(13)

1. Studi literatur 2. Pengumpulan data 3. Pengolahan data

4. Analisis kualitas air baku akibat limbah keramba jaring apung 5. Hasil dan pembahasan

6. Kesimpulan dan saran

3.2.1. Studi Literatur

Studi ini menggunakan beberapa referensi jurnal maupun data di lapangan serta buku literatur dari perpustakaan Universitas Katolik

Soegijapranata dan berbagai tempat penelitian disesuaikan dengan judul yang dibuat berdasarkan studi literatur.

3.2.2. Pengumpulan Data

Penelitian ini memerlukan data primer dan data sekunder. Data yang dibutuhkan antara lain:

1. Data primer berupa kualitas air baku Waduk Jatiluhur bulan

Januari – November tahun 2016 dan data sekunder berupa data hidrologi seperti data curah hujan, debit air hujan

2. Data topografi berupa peta tata guna lahan dan peta DAS lokasi

3.2.3. Alat dan Bahan

Pada tahapan ini untuk melakukan sebuah penelitian kita tidak lepas dari kebutuhan alat dan bahan diantaranya:

1. Alat tulis 2. Buku 3. Laptop

4. Alat dokumentasi

(14)

6. Sampel air Waduk Jatiluhur di zona ikan keramba jaring apung 7. Cooler

3.2.4. Pengambilan Sampel Penelitian

1. Persiapan wadah sampel untuk pengambilan sampel.

Wadah tidak mengandung salah satu senyawa yang sama dengan sampel yang akan dianalisis.

2. Prosedur pengambilan sampel

Sampel yang dikumpulkan ialah sample yang representatif dan diusahakan tidak ada botol sampel terkontaminasi oleh kolektor.

Pengawet terkadang diperlukan tergantung pada senyawa yang akan dianalisis.

3. Pengolahan sampel air

Sampel disaring sebelum pengujian. Analisis sampel perlu

dilakukan sesuai dengan protokol yang tidak memasukkan

kontaminan atau membahayakan sampel. Setelah pengolahan yang sesuai, sampel tersebut siap untuk dianalisis

4. Analisis sampel air

Analisis sampel air dilakukan di laboratorium yang memiliki pengendalian mutu/prosedur jaminan di tempat sehingga nilai-nilai analisis dapat akurat

(15)

Data primer dan sekunder yang telah didapatkan akan diolah dan di analisa menjadi analisis kualitas air baku akibat limbah keramba jaring apung (studi kasus: Waduk Jatiluhur).

(16)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian 4.1.1 Waduk Jatiluhur

Waduk Jatiluhur juga dimanfaatkan sebagai untuk

(17)

dan data terakhir menunjukan bahwa jumlah KJA mencapai

30.000 KJA. Pada Waduk Saguling dan Waduk Cirata juga

terdapat KJA yang lebih banyak dibandingkan Waduk Jatiluhur,

sisa pakan budidaya ikan keramba jaring apung dan ikan-ikan

yang mati mengakibatkan penambahan pencemaran air baku di

Waduk Jatiluhur yang mengakibatkan menurunnya kualitas tiap

tahun. Dengan hal tersebut di tahun 2017 ini PJT II mulai lebih

ketat dalam mengelola kualitas air baku tersebut.

4.1.1.1 Data Teknis Bendungan Jatiluhur

4.1.1.1.1 Bendungan Utama

a) Nama bendungan

:Ir.H.Djuwanda/Jatilu

hur

b) Tipe bendungan : Rock fill with

inclined

clay core

c) Tinggi bendungan : 105 m

d) Panjang bendungan : 1.220 m

e) Elevasi puncak : +114.,5 m.dpl

f) Elevasi normal : +107 m.dpl

g) Elevasi banjir max : +111,6 mdpl

h) Volume urugan : 9.100.000 m3

4.1.1.1.2 Menara Pelimpah Utama

1. Spillway

a) Tipe pelimpah : Morning

Glory

b) Tinggi pelimpah : 110 m

c) Diameter pelimpah : 90 m

(18)

e) Elevasi puncak pelimpah : +114,5 m.dpl

f) Elevasi banjir pelimpah : +111,6 m.dpl

g) Elevasi mercu pelimpah : +107 m.dpl

h) Jumlah jendela pelimpah : 14 buah

i) Kapasitas maksimum : 3.000 m3/detik

di TMA +116,6 m

2. Pintu Spillway

a) Tipe pintu spillway : Hollo jet

valve

b) Jumlah pintu spillway : 2 buah

c) Panjang Pintu spillway : 17 m

d) Diameter pintu spillway : 3.850 mm

e) Kapasitas pintu spillway : 270 m /detik 3

4.1.1.1.3 Waduk

a) Volume tampungan : ±

2.448.000.000 m3

(19)

Pengambilan sampel air baku Waduk Jatiluhur 6 titik,

dengan 13 koordinat dikelompokkan menjadi 4 zona sesuai

dengan kriteria. WAD (Waduk) 9-11, WAD 12-14 dan WAD 41

merupakan zona Outlet Cirata, WAD 16-19 merupakan zona

KJA I dan WAD 20 merupakan zona KJA II, dan Inlet PLTA

dengan koordinat WAD 44. WAD 9-11 berasal dari Sungai

Jamaras dengan lokasi kedalaman 0-4 meter, WAD 12-14

berasal dari Sungai Kerenceng dengan kedalaman 0-4 meter,

WAD 41, berasal dari Sungai Pasir Kole dengan kedalaman 0

meter, WAD 16-19 berasal dari Sungai Karamba dengan

kedalaman 0-8 meter, WAD 20 berasal dari Sungai Cilalawi, dan

WAD 44 berasal dari Inlet PLTA dengan kedalaman 0 meter.

Tabel 4.1 Data koordinat pengambilan sampel air

4.1.2 Hidrologi

Data curah hujan yang digunakan penelitian adalah

data stasiun curah hujan yang berada di DAS Waduk Jatiluhur

dari bulan Januari hingga November tahun 2016.

Menurut Gambar 4.2 yang berisi data curah hujan yang

diambil mulai dari bulan Januari hingga November tahun 2016,

curah hujan tertinggi pada bulan September sebesar 475,6 mm

dan terendah pada bulan agustus sebesar 107,3 mm.

4.1.3 Tata Guna Lahan

Waduk Jatiluhur merupakan waduk serbaguna yang

memiliki beberapa macam fungsi, diantaranya adalah sebagai air

baku minum dan industri, PLTA, penyediaan air irigasi

pertanian, perikanan, pariwisata, dan pengendali banjir yang

(20)

Waduk Jatiluhur berperan dalam penyediaan air

minum, industri, dan penggelontoran saluran pembuang

terutama untuk kota Jakarta dan daerah lainnya dalam yurisdiksi

setahun. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) juga merupakan

fungsi dari Waduk Jatiluhur, PLTA tersebut memiliki daya

sebesar 6 x 25000 KW yang disalurkan ke Bandung dan Jakarta

merupakan keuntungan bagi pengelola Waduk Jatiluhur dan juga

melampaui batas normal yaitu 3.000 petak. Hal ini menimbulkan

menurunnya kadar kualitas air karena proses pembuangan

limbah yang langsung mencemari air baku Waduk Jatiluhur, saat

ini pengelola Waduk Jatiluhur yaitu Perum Jasa Tirta II masih

mencoba untuk mengurangi KJA yang mengganggu kualitas air

(21)

tahun 2014 tercatat potensi areal perikanan budidaya Kabupaten

Purwakarta berjumlah 25.951 petak, sementara itu pada akhir

tahun 2016 berjumlah 22.618 karena terjadi penertiban Keramba

umumnya belum memenuhi standar nutrisi pakan. Kandungan

protein pakan yang masih rendah, sebaliknya kandungan fosfor

pakan yang masih di atas kebutuhan standar kebutuhan fosfor

oleh ikan pada umumnya. Kondisi mutu pakan yang demikian

terus akan memicu meningkatnya sisa pakan yang akan terbuang

karena pakan yang diberikan tidak dapat dicerna dengan baik

oleh ikan. Hal tersebut dapat merugikan pembudidaya namun

yang lebih buruk akan berimplikasi terhadap kerusakan

lingkungan akibat beban limbah dari sisa pakan.

Dari kondisi tersebut, dapat dilihat bahwa pakan ikan

menjadi salah satu penyumbang limbah terbesar dalam

mencemari air baku Waduk Jatiluhur, serta aktivitas selama

pembudidayaan ikan KJA juga menjadi faktor kualitas air baku

Waduk Jatiluhur yang mengalami fluktuasi.

4.2 Hasil Penelitian

4.3.1. Kualitas Air Waduk Jatiluhur

Hasil penelitian dari kualitas air Waduk Jatiluhur

dimulai pada bulan Januari 2016 hingga bulan November 2016

yang dikeluarkan oleh laboratorium air PJT II. Laboratorium air

kekeruhan. Parameter secara kimia terdapat 13 data yaitu:

(22)

2. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

12. KOB (BOD ) 5 (Biology Oxygen Demand)

13. KOK (COD) (Chemical Oxygen Demand)

Pengambilan sampel data kualitas air baku di Waduk

Jatiluhur diambil sesuai titik dan kedalaman yang bervariasi dari

kedalaman permukaan air, 2 meter, 4 meter, dan 8 meter. Variasi

kedalaman tersebut agar dapat memperoleh data yang akurat

pada satu titik, sehingga dapat memunculkan satu data

per-titiknya.

Aliran air Waduk Jatiluhur dimulai dari Outlet Cirata

yang arusnya mengalir ke arah utara menuju Outlet Jatiluhur.

Agar hasil penelitian lebih akurat, titik pengamatan

dikelompokkan berdasarkan aliran dan titik terdekat yang

memiliki kecenderungan aktivitas yang dapat mempengaruhi

hasil kualitas air. Zona pertama yaitu kelompok titik WAD 9 –

11, WAD 12 – 14, dan WAD 41 sebagai Outlet Cirata. Zona

kedua yaitu titik WAD 16 – 19 dan WAD 20 – 21 sebagai

Wilayah KJA. Kemudian, titik WAD 44 merupakan Inlet PLTA

dan titik WAD 37 sebagai Outlet Jatiluhur.

Berikut ini analisis kualitas air Waduk Jatiluhur

dimulai dari bulan Januari hingga bulan November pada data

(23)

Berdasarkan Tabel 4.3 Parameter yang mengalami

perubahan signifikan adalah zat padat terlarut, besi (Fe),

amoniak bebas (NH -N), dan Sulfat (SO ) . Adapun parameter3 4

yang melebihi baku mutu PP no 82 tahun 2001 adalah Amoniak

Bebas (NH -N), Sulfida sebagai H S. 3 2

Berdasarkan grafik parameter Amoniak Bebas (NH3-N)

bulan Januari, nilai tertinggi terdapat pada Inlet PLTA sebesar 2

mg/l dan terendah pada Outlet Cirata A sebesar 0,09mg/l.

Berdasarkan Tabel 4.4 Data Kualitas Air Waduk

Jatiluhur pada bulan Februari, parameter yang melebihi baku

mutu PP no 82 tahun 2001 pada bulan Februari adalah Amoniak

Bebas ( NH -N), Sulfida sebagai H S, da KOB (BOD )3 2 5

Zona KJA I memiliki kandungan Amoniak Bebas

(NH3-N) tertinggi pada bulan Februari sebesar 3,68 mg/l dan

terendah pada Outlet Cirata & Inlet PLTA sebesar 0,1 mg/l.

Parameter KOB (BOD ) bulan Februari memiliki 5

kandungan tertinggi pada wilayah Outlet Cirata A sebesar 20,67

mg/l dan terendah pada Outlet Cirata C sebesar 11 mg/l.

Pada bulan Maret, parameter yang melebihi baku mutu

berdasarkan PP no 82 tahun 2001 adalah KOB (BOD ) dan 5

KOK (COD.

Wilayah dengan kandungan KOB (BOD ) tertinggi5

terdapat pada Zona KJA II sebesar 8 mg/l dan terendah pada

(24)

Zona KJA II memiliki KOK (COD) tertinggi, yaitu

sebesar 18 mg/l dan terendah sebesar 15 mg/l pada Zona KJA I

dan Inlet PLTA yang melebihi baku mutu PP No. 82 Tahun 2001

kelas I.

Pada data kualitas air Waduk Katiluhur bulan April,

hanya parameter Zat Padat Terlarut yang bersifat fluktuatif,

terlihat dari perbedaaan besaran kandungan tersebut antar titik

sampel pada Waduk Jatiluhur tetapi 4 parameter terdeteksi

melebihi batas baku mutu air berdasarkan PP nomor 82 tahun

2001 diantaranya yaitu pH, Amoniak Bebas (NH -N), KOB 3

(BOD5) yang cukup tinggi serta KOK (COD).

pH atau kadar keasaman pada bulan Maret cukup

tinggi hingga melebihi batas baku mutu. Inlet PLTA memiliki

kandungan pH sebesar 11,97, Outlet Cirata A, B dan Zona KJA

II mempunyai pH yang sama yaitu 9,3 dan terendah pada Zona

KJA I sebesar 8,65. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada

bulan April air baku Waduk Jatiluhur bersifat basa.

Kandungan Amoniak Bebas (NH -N) pada bulan April3

mengalami fluktuasi yang cukup signifikan, terlihat dari

perbedaaan kandungan pada tiap wilayah. Wilayah dengan

kandungan terendah terdapat pada Outlet Cirata sebesar 0,4 mg/l

mendekati baku mutu PP No 82 Tahun 2001, sementara

kandungan tertinggi terdapat pada Inlet PLTA sebesar 2 mg/l.

KOB (BOD ) termasuk dalam parameter yang5

melebihi baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 sebesar 2 mg/l untuk

(25)

Inlet PLTA sebesar 15 mg/l dan terendah pada Zona KJA I

sebesar 5,85 mg/l.

Menurut PP No. 82 Tahun 2001 KOK (COD) memiliki

baku mutu 10 mg/l untuk kelas I dan 25 mg/l untuk kelas II.

Sementara itu parameter KOK (COD) pada bulan April

mempunyai kandungan melebihi baku mutu yang sudah

ditentukan. Outlet Cirata C dan Zona KJA II memiliki

kandungan sebesar 21 mg/l, Outlet Cirata A 22,33 mg/l, Outlet

Cirata B sebesar 19 mg/l, terendah pada Zona KJA I sebesar

16,75 mg/l, dantertinggi pada Inlet PLTA sebesar 28 mg/l yang

melebihi baku mutu kelas II.

Menurut Tabel 4.7 Data Kualitas Air Baku Bulan Mei,

hanya 1 parameter yang mengalami fluktuasi secara signifikan,

yaitu Zat Padat Terlarut. Terlihat bahwa perbedaan besaran

kandungan Zat Padat Terlarut pada Zona KJA II dan Inlet

PLTA. Pada bulan Mei meskipun hanya Zat Padat Terlarut yang

mengalami fluktuasi, tetapi terdapat 4 parameter yang melebihi

ambang batas normal yaitu pH atau derajat keasaman, Amoniak

Bebas (NH -N), Sulfida sebagai H S, KOB atau BOD yang 3 2 5

cukup tinggi serta KOK atau COD yang melebihi batas normal

kelas I.

Menurut Gambar 4.13 Grafik Parameter pH Bulan

Mei, pH pada bulan Outlet Cirata sebesar 10,93 lalu turun

menjadi 10 pada Outlet Cirata, lalu turun sebesar 0,2 menjadi

9,8 pada Outlet Cirata. Zona KJA I menjadi satu-satunya

wilayah yang memiliki pH di ambang batas normal menurut PP

(26)

memiliki pH sebesar 20, dan Inlet PLTA 9,8. Dapat dilihat

bahwa pH pada bulan Mei bersifat basa di setiap wilayah

Menurut gambar 4.14 kandungan Amoniak Bebas (NH -3

N) tertinggi terdapat pada Zona KJA I sebesar 1,80 mg/l , Outlet

Cirata A sebesar 1,033 mg/l, dan terendah pada Outlet Cirata B,

Outlet Cirata C, Zona KJA II Inlet PLTA sebesar 1 mg/l.

Parameter KOB (BOD ) pada bulan Mei memiliki 5

kandungan yang melebihi baku mutu menurut PP No.82 Tahun

2001 kelas I dan kelas II yaitu Outlet Cirata A sebesar 5,83

mg/l , lalu naik menjadi 8 mg/l pada Outlet Cirata B, lalu turun

menjadi 5 mg/l pada Outlet Cirata C. Zona KJA I memiliki

kandungan sebesar 7 mg/l, Zona KJA II sebesar 6 mg/l da Inlet

PLTA sebesar 5 mg/l.

Parameter KOK (COD) pada bulan Mei memiliki

kandungan yang melebihi baku mutu menurut PP No.82 Tahun

2001 kelas 1. Pada Outlet Cirata A sebesar 15,33 mg/l, Outlet

Cirata B sebesar 15,75 mg/l, Zona KJA I dan Inlet PLTA sebesar

16 mg/l, dan tertinggi terdapat padaOutlet Cirata C dan Zona

KJA II sebesar 18 mg/l.

Menurut Tabel 4.8 Data Kualitas Air Waduk Jatiluhur

(Bulan Juni), dan seperti bulan-bulan sebelumnya, parameter Zat

Padat Terlarut juga mengalami fluktuasi di Bulan Juni. Bulan

Juni memiliki persamaan seperti bulan Mei, karena parameter

pH atau derajat keasaman, Amoniak Bebas (NH -N), Sulfida3

sebagai H S, BOD yang cukup tinggi serta COD merupakan2 5

parameter yang melebihi ambang batas normal baku mutu sesuai

(27)

Wilayah dengan kandungan pH tertinggi terdapat pada

Zona KJA II sebesar 13 dan terendah pada Inlet PLTA sebesar

10,2. Pada Outlet Cirata A dan Outlet Cirata B memiliki pH

sebesar 10,53. Outlet Cirata C sebesar 10,6, Zona KJA

IBerdasarkan Data Kualitas Air Waduk Jatiluhur dari bulan

Januari – November, kandungan pH tertinggi dialami oleh Zona

KJA II pada bulan Juni sebesar 13 yang bersifat sangat basa.

Parameter Amoniak Bebas (NH -N) pada bulan Juni3

dengan kandungan tertinggi terdapat pada wilayah Inlet PLTA

sebesar 2 mg/l dan terendah pada Outlet Cirata sebesar 5 mg/l.

Parameter KOB (BOD ) pada bulan Juni memiliki 5

kandungan yang melebihi baku mutu menurut PP No.82 Tahun

2001 kelas I dan kelas II yaitu Outlet Cirata A dengan

kandungan sebesar 4,6 mg/l , lalu naik menjadi 6,23 mg/l

Outlet Cirata B, lalu turun menjadi 5 mg/l pada Outlet Cirata

C. Pada Zona KJA I sebesar 11 mg/l lalu turun menjadi 8 mg/l

pada Zona KJA II dan naik 4 kali lipat menjadi 38 mg/l pada

Inlet PLTA .

Pada bulan Juni memiliki kandungan KOK (COD)

mengalami perbedaan yang signifikan pada Outlet Cirata A

dengan Inlet PLTA. Pada Outlet Cirata A kandungan KOK

(COD) sebesar 11,67 mg/l dan menjadi 97 mg/l yang berarti 8

(28)

Zona pengamatan memiliki beberapa parameter yang

menunjukkan hasil stabil atau tidak terjadi perubahan yang besar

antar zona. Parameter fisika yang mengalami fluktuasi secara

signifikanadalahyaituZatPadatTerlarut,Seng(Zn), Amoniak

Bebas (NH -N), dan KOB (BOD ). dan KOK (COD) dan 3 5

melebihi batas normal menurut PP no 82 tahun 2001.

pH padaInletPLTA sebesar11,97 menjadikanwilayah

tersebut adalah wilayah dengan tingkat pH tertinggi di bulan Juli

dan terendah pada Zona KJA II sebesar 10,9.

Parameter Amoniak Bebas (NH -N) di bulan Juli3

mengalami fluktuasi yang cukup signifikan, dan melebihi baku

mutu menurut PP No. 82 tahun 2001. Kandungan tertinggi

terdapat pada wilayah Outlet Cirata A, Outlet Cirata C, dan Inlet

PLTA. Zona KJA I sebesar 0,45 mg/l menjadi wilayah dengan

kandungan terendah pada bulan Juli.

Parameter KOB (BOD ) pada bulan Juli dengan5

kandungan tertinggi terdapat pada wilayah Inlet PLTA sebesar

15 mg/l dan terendah pada Outlet Cirata Bsebesar 5 mg/l.

KOK (COD) pada bulan Juli mengalami fluktuasi

yang cukup signifikan seperti parameter KOB (BOD5).

Kandungan tertinggi terdapat pada Inlet PLTA sebesar 28 mg/l

yang artinya melebihi baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 kelas II

sebesar 25 mg/l. Pada Zona KJA II kandungan KOK (COD)

(29)

dengan wilayah lain.

Parameter fisika yang mengalami fluktuasi secara

signifikan adalah yaitu Zat Padat Terlarut,Amoniak Bebas (NH -3

N), KOB (BOD ), dan KOK (COD) yang juga melebihi ambang5

batas normal bersama pH dan Sulfida sebagai H2S.

Wilayah dengan kandungan pH tertinggi terdapat pada

Outlet Cirata A, Zona KJA I dan Zona KJA II sebesar 11 dan

terendah pada Outlet Cirata B sebesar 10.

Menurut gambar 4.26, kandungan tertinggi terdapat

pada wilayah Outlet Cirata A, Outlet Cirata B, Zona KJA II dan

Inlet PLTA sebesar 1 mg/l.

Parameter KOB (BOD ) pada bulan Agustus memiliki5

kandungan yang melebihi baku mutu menurut PP No.82 Tahun

2001 kelas I dan kelas II dan mengalami fluktuasi yang cukup

signifikan. Outlet Cirata B menjadi wilayah dengan kadar KOB

(BOD5) tertinggi, dan Outlet Cirata C menjadi yang terendah.

Parameter KOK (COD) pada bulan Agustus mengalami

fluktuasi yang cukup signifikan pada tiap wilayahnya. Outlet

Cirata A dengan kandungan 25 mg/l , lalu naik menjadi 39

mg/l Outlet Cirata B, lalu turun menjadi 7 mg/l pada Outlet

Cirata C. Pada Zona KJA I sebesar 35 mg/l lalu turun menjadi

30 mg/l pada Zona KJA II dan mengalami penuruna menjadi

10,4 mg/l pada Inlet PLTA.

Bulan September terjadi perubahan yang signifikan

(30)

parameter pH atau derajat keasaman, Amoniak Bebas (NH3-N),

Sulfida sebagai H S, BOD yang cukup tinggi serta COD2 5

merupakan parameter yang melebihi baku mutu menurut PP

nomor 82 tahun 2001.

Grafik Parameter pH pada Gambar 4.29 menunjukkan

bahwa pH tertinggi terdapat pada Zona KJA II sebesar dengan

nilai pH 11, dan terendah pada Outlet Cirata A, B dan Zona KJA

II.

Inlet PLTA memiliki kandungan amoniak bebas yang

tinggi pada wilayah Inlet PLTA sebesar 2 mg/l, dan Outlet Cirata

A memiliki kandungan terendah sebesar 0,79 mg/l.

KOB (BOD ) termasuk dalam parameter yang5

melebihi baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 sebesar 2 mg/l untuk

kelas I dan 3 mg/l pada kelas II. Kandungan tertinggi terdapat

pada Zona KJA II sebesar 11 mg/l, dan terendah pada Outlet

Cirata B dan Zona KJA I sebesar 6 mg/l.

Parameter KOK (COD) pada bulan September

mengalami fluktuasi yang cukup signifikan pada tiap

wilayahnya. Outlet Cirata A dengan kandungan 25 mg/l , lalu

naik menjadi 19 mg/l Outlet Cirata B, lalu naik menjadi 24

mg/l pada Outlet Cirata C. Pada Zona KJA I sebesar 17 mg/l

lalu naik menjadi 27 mg/l pada Zona KJA II dan mengalami

kenaikan menjadi 29 mg/l pada Inlet PLTA.

Berdasarkan Tabel 4.11 Data Kualitas Air Waduk

(31)

batas normal adalah Sulfida sebagai H2S, KOB (BOD ), serta 5

KOK (COD).

KOB (BOD ) termasuk dalam parameter yang melebihi5

baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 sebesar 2 mg/l untuk kelas I

dan 3 mg/l pada kelas II. Kandungan tertinggi terdapat pada

Outlet Cirata A sebesar 9 mg/l, dan terendah pada Outlet Cirata

C sebesar 5,9 mg/l.

Parameter KOK (COD) pada bulan Oktober mengalami

fluktuasi yang cukup signifikan pada tiap wilayahnya. Outlet

Cirata A dengan kandungan 18 mg/l , lalu turun menjadi 16

mg/l Outlet Cirata B, lalu naik menjadi 17 mg/l pada Outlet

Cirata C. Pada Zona KJA I sebesar 12 mg/l lalu naik menjadi

15 mg/l pada Zona KJA II dan mengalami kenaikan menjadi

17 mg/l pada Inlet PLTA

Pada Tabel 4.12 Data Kualitas Air Waduk Jatiluhur

(Bulan November), terlihat parameter yang melebihi batas

normal yaitu Sulfida sebagai H S, KOB (BOD ) dan COD yang2 5

melebihi baku mutu berdasarkan PP No. 82 tahun 2001.

(32)

Outlet Cirata C sebesar 27 mg/l, dan terendah pada Outlet Cirata

B sebesar 19,33 mg/l.

Dari 16 parameter kualitas air baku, terlihat 4

parameter yang melebihi baku mutu PP No.82 Tahun 2001

selama bulan Januari – November tahun 2016 yaitu adalah pH

atau derajat keasaman, amoniak bebas (NH -N), KOB (BOD ),3 5

dan KOK (COD).

(33)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kualitas air baku Waduk Jatiluhur pada 4 zona titik pengamatan

memiliki kondisi eksisting yang berbeda pada bulan Januari hingga

November. Kondisi eksisting tersebut terlihat dari hasil analisis kualitas air

baku Waduk Jatiluhur menggunakan parameter standar air baku.

1. Berdasarkan data kualitas air Waduk Jatiluhur selama bulan Januari

hingga November tahun 2016, air baku Waduk Jatiluhur dinyatakan

tercemar karena memiliki beberapa parameter yang memiliki nilai

diatas batas normal berdasarkan PP No 82 tahun 2001. Parameter

dengan nilai parameter yang fluktuatif antar zona dalam jangka waktu

bulan Januari hingga November tahun 2016 yaitu Zat Padat Terlarut

dan Amoniak Bebas (NH -N). Parameter dengan baku mutu melebihi 3

batas normal berdasarkan PP No 82 tahun 2001 adalah parameter pH

atau derajat keasaman, Amoniak Bebas (NH -N), Sulfida sebagai H3 2S,

(KOB) BOD , dan (KOK) COD.5

2. Limbah budidaya ikan keramba jaring apung berpengaruh pada

kualitas air baku Waduk Jatiluhur dikarenakan pakan ikan

mengandung fosfor yang tinggi, sehingga meningkatkan kadar derajat

keasaman, dan Amoniak Bebas (NH -N) pada air baku Waduk3

Jatiluhur khususnya pada Zona KJA I dan Zona KJA II.

5.2 Saran

Setelah menganalisis hasil data penelitian ini, maka terdapat beberapa

pendapat yang dapat dijadikan untuk saran, yaitu :

1. Pemerintah dan pengelola Waduk Jatiluhur dapat mengelola dan

mengawasi sesuai standar yang berlaku di Indonesia agar kualitas air

baku Waduk Jatiluhur layak digunakan masyarakat dan sesuai standar

(34)

2. Petani budidaya ikan KJA diharapkan dapat memahami dan

menerapkan proses pembudidayaan ikan KJA yang baik dan benar

dengan memberi pakan ikan pada budidaya ikan keramba jaring

apung yang dilakukan tiga kali setiap hari sebanyak 3% dari bobot

badan ikan dengan pemberian dosis pakan yang baik antara 3%-5%

dari total massa tubuh ikan per hari karena pemberian pakan secara

berlebihan mengakibatkan pakan tidak dapat dicerna ikan dengan

baik dan meningkatkan sisa pakan yang terbuang ke air baku Waduk

Jatiluhur.

3. Masyarakat diharapkan dapat memahami bahwa air baku Waduk

Jatiluhur berperan penting dalam keberlangsungan hidup masyarakat

dan dapat bekerjasama dengan pemerintah maupun instansi terkait

untuk menjaga kualitas air baku Waduk Jatiluhur.

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, P. D. (2014). Kajian KualitasAir Tanah Di Sekitar Kawasan Budidaya Ikan Pada Keramba Jaring Apung Di Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Anggraini, R. (2012). Kandungan Logam Air Sumur dan Air PDAM dengan Sistem. Skripsi. Jember: Universitas Jember.

Fadlililah, M. (2010). Model Matematis Perubahan Kualitas Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, Jawa Barat. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Hartono, S. S. (2009). Pendekatan Statistik Untuk Menentukan Parameter Dominan Dalam Pengelolaan Kualitas Air Baku. Lingkungan Tropis vol. 3, no. 1. hal:23-32.

Badan Standardisasi Nasional. (12 Desember 2008). Diunduh dari http://sisni.bsn.go.id/index.php/sni_main/sni/detail_sni/7851

Badan Standardisasi Nasional. (12 Desember 2008). Diunduh dari http://sisni.bsn.go.id/index.php/sni_main/sni/detail_sni/7852

Gambar

Tabel 4.1 Data koordinat pengambilan sampel air
Tabel 4.3 hingga Tabel 4.14
Grafik Parameter pH pada Gambar 4.29 menunjukkan

Referensi

Dokumen terkait

Jelasnya, bahwa konsep hukum dalam Alquran yang disertai sanksi, baik berupa sanksi duniawi mau pun sanksi ukrawi (neraka), adalah bertujuan untuk membatasi

Di dalam instrument sertifikasi dosen ada instrument deskripsi diri. Deskripsi diri ini ditulis oleh dosen yang disertifikasi, yang menjelaskan atau mendeskripsikan kegiatan,

(Kalau Dah Jodoh Siri 1, episod 8) Contoh (i) merupakan retorik pemerian jenis saintifik yang menunjukkan UKE menerangkan kepada khalayak mengenai sunnah para nabi yakni

Tujuan penelitian ini adalah pengembangan yang dilakukan pada perangkat pembelajaran dan buku ajar PKn kelas IV SD untuk meningkatkan hasil belajar kognitif siswa, yaitu sebuah

Penerapan pada studi kasus data Ekspor Indonesia dengan metode Wavelet Thresholding dan parameter Minimax threshold memberikan estimasi yang mulus dan nilai MSE

Perusahaan umum pegadaian adalah satu – satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan

khusus (specialized farming) dan tingkat pendapatan dari usaha peternakan mencapai 100%. Hal inilah yang terjadi di Desa Jenggik Kecamatan Terara Lombok Timur.

9 Dua studi pasien sindrom hepatorenal tipe 2 telah dipublikasikan; yang pertama sebuah studi tanpa kontrol dengan terapi terlipressin pada 11 pasien diikuti TIPS pada 9 pasien,