• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan yang strategis serta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan yang strategis serta"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan yang strategis serta berfungsi sebagai media promosi maupun sarana pemantauan pertumbuhan bayi dan balita. Kegiatan Posyandu diharapkan dapat mendeteksi kasus gizi buruk secara dini di masyarakat sehingga tidak berkembang menjadi kejadian luar biasa. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan penyelenggaraan Posyandu dalam Kemenkes RI (2010), yaitu untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian bayi dan balita serta mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak melalui program penimbangan.

Pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan yang penting dalam rangka kewaspadaan gizi bayi dan balita. Menurut Kemenkes RI (2011), kegiatan ini mempunyai tiga tujuan penting, yaitu mencegah bertambah buruknya keadaan gizi, mempertahankan keadaan gizi yang baik, dan meningkatkan keadaan gizi. Apabila ketiga tujuan tersebut dapat dilaksanakan oleh petugas kesehatan, kader, dan masyarakat dengan baik, maka penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk dapat segera terwujud.

Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, kecenderungan frekuensi pemantauan pertumbuhan anak umur 6-59 bulan di Posyandu yang lebih dari empat kali penimbangan pada enam bulan terakhir sedikit menurun pada tahun 2013 yaitu sebesar 44,6% dibanding tahun 2007 yang mencapai angka 45,4%. Sedangkan anak umur 6-59 bulan yang tidak pernah ditimbang dalam enam bulan terakhir meningkat dari 25,5% pada tahun 2007 menjadi 34,3% pada

(2)

tahun 2013. Berdasarkan provinsi yang ada di Indonesia, frekuensi penimbangan yang lebih dari empat kali dalam enam bulan terakhir tertinggi adalah di DI Yogyakarta (79,0%) dan terendah di Sumatera Utara (12,5%).

Secara nasional status gizi anak di Indonesia masih menjadi masalah. Berdasarkan data dari Riskesdas (2013), prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah 19,6% yang terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Berarti masalah gizi berat-kurang di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendekati prevalensi tinggi. Prevalensi masalah gizi pada tahun 2013 juga meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2007 (18,4%) dan tahun 2010 (17,9%). Terdapat 19 dari 33 provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di atas angka prevalensi nasional, yaitu berkisar antara 21,2% sampai dengan 33,1% dan Sumatera Utara berada pada urutan ke-16.

Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Kota Medan tahun 2012, jumlah kasus gizi kurang dan gizi buruk yang ada di Kota Medan adalah sebanyak 1491 yang terdiri dari 1367 gizi kurang dan 124 gizi buruk. Kasus gizi kurang dan gizi buruk ini tersebar pada wilayah kerja 39 Puskesmas di Kota Medan. Salah satu Puskesmas yang jumlah gizi kurang dan gizi buruknya cukup banyak dan meningkat dari tahun 2012 hingga tahun 2013 adalah Puskesmas Desa Lalang. Terdapat 30 kasus pada tahun 2012, terdiri dari 25 gizi kurang dan 5 gizi buruk yang tersebar pada 31 unit Posyandu di wilayah kerjanya. Berdasarkan Profil Puskesmas Desa Lalang tahun 2013, jumlah kasus gizi kurang dan gizi buruk yang ada di wilayah kerja Puskesmas tersebut adalah 43 kasus yang terdiri dari 38 gizi kurang dan 5 gizi buruk. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan kasus gizi kurang sebesar 52% di

(3)

wilayah kerja Puskesmas tersebut, sedangkan jumlah kasus gizi buruk tidak mengalami perubahan dari tahun 2012 hingga tahun 2013. Hal ini terlihat pula pada cakupan hasil penimbangan yang tidak mencapai target, yaitu sebesar 74,04% pada tahun 2013.

Menurut Sukiarko (2007), salah satu penyebab terjadinya peningkatan kasus gizi kurang adalah kurang berfungsinya lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat, seperti Posyandu. Akibatnya, pemantauan status gizi pada bayi dan balita tidak terlaksana dengan optimal. Ada tidaknya masalah gizi di suatu daerah tidak terlepas dari peranan kader dalam menyelenggarakan Posyandu.

Kader merupakan pelayan kesehatan (health provider) yang memiliki frekuensi tatap muka lebih sering dengan masyarakat daripada petugas kesehatan lainnya sehingga kader lebih tahu tentang harapan dan kebiasaan masyarakat (Simanjuntak, 2012). Peran kader terhadap Posyandu sangat besar mulai dari tahap perintisan, penghubung dengan lembaga yang menunjang penyelenggaraan Posyandu, sebagai perencana pelaksana dan sebagai pembina serta sebagai penyuluh untuk memotivasi masyarakat agar berperan serta dalam kegiatan Posyandu di wilayahnya. Oleh karena itu, kader dapat dikatakan garda terdepan dalam pelayanan kesehatan untuk masyarakat melalui Posyandu. Namun menurut Kemenkes RI (2012), masih banyak kader yang belum memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam melaksanakan tugasnya. Kader sebaiknya mampu mengelola Posyandu dengan baik sehingga fungsi Posyandu dapat dimanfaatkan dengan optimal oleh masyarakat di wilayahnya.

Menurut Setijowati, Wirawan, dan Mbeo (2012), kader seharusnya memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam pemantauan pertumbuhan karena hasil dari

(4)

kegiatan ini dibutuhkan dalam memberikan intervensi terhadap keadaan pertumbuhan bayi dan balita. Jika hasil pemantauan pertumbuhan tidak tepat, maka dapat menyebabkan interpretasi status gizi yang salah dan berakibat pula pada kesalahan dalam pengambilan keputusan untuk penanganan masalah gizi.

Penelitian Sumiatun, Subagyo, dan Sukardi (2012) di Desa Musir Kidul Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk menggambarkan bahwa kader telah melaksanakan perannya sebesar 80% di meja I, 76% di meja II, 44% di meja III dan hanya 16% kader yang sudah melaksanakan perannya di meja IV. Menurutnya, faktor dominan yang menyebabkan peran kader di meja III dan IV masih kurang adalah karena pengetahuan dan keterampilan kader yang kurang, serta belum mendapatkan pelatihan secara berkala bagi kader yang masih baru. Penelitian Irma (2013) di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang juga menyebutkan bahwa lebih dari setengah kader di Posyandu tersebut tidak terampil dalam melaksanakan tugasnya (54,1%), sedangkan faktor yang paling berpengaruh terhadap keterampilan tersebut adalah pengetahuan kader.

Pemantauan pertumbuhan bayi dan balita perlu ditingkatkan peranannya dalam tindak kewaspadaan untuk mencegah buruknya keadaan gizi melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader dalam melaksanakan tugasnya di Posyandu. Penelitian Fitrianigrum (2010) menyebutkan bahwa kader yang mempunyai pengetahuan yang baik (77%) belum tentu keterampilannya juga baik (22,9%) dalam melakukan pemantauan pertumbuhan. Penelitian Hamariyana (2011) juga menunjukkan hal yang serupa, bahwa kader yang pengetahuannya baik adalah sebesar 48,6%, sedangkan kader yang terampil dalam menilai kurva pertumbuhan

(5)

balita hanya 25,7%. Namun dari kedua penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan keterampilan kader dalam melaksanakan tugasnya di Posyandu.

Menurut Jaya et al. (2010), terdapat hubungan pengetahuan dan keterampilan kader dengan capaian pemantauan pertumbuhan balita di Kabupaten Lombok Barat. Capaian pemantauan pertumbuhan balita dapat menggambarkan kinerja kader dalam melaksanakan kegiatan Posyandu. Jika pengetahuan dan keterampilan kader baik, maka capaian pemantauan pertumbuhan balita akan baik. Apabila capaian pemantauan pertumbuhan di Posayndu tersebut baik, maka diharapkan status gizi bayi dan balita juga baik sehingga prevalensi masalah gizi kurang dan gizi buruk tidak meningkat.

Poduktivitas suatu Posyandu dalam memantau pertumbuhan bayi dan balita tentu saja tidak terlepas dari kinerja kadernya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas Posyandu adalah pengetahuan dan keterampilan kader. Kader yang kinerjanya bagus merupakan kader yang memiliki pengetahuan baik dan terampil dalam menjalankan tugasnya. Jika tugasnya tidak terlaksana dengan baik, maka kader tersebut dapat dikatakan kurang terampil.

Survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 10 orang kader di lokasi penelitian menghasilkan bahwa masih terdapat kader yang melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugasnya. Beberapa hal yang dapat menyebabkan kesalahan dalam memperoleh hasil pemantauan pertumbuhan bayi dan balita, yaitu penimbangan yang tidak dilakukan dengan benar. Sebagian besar bayi ditimbang tanpa harus melepas sepatu, jaket, popok yang basah ataupun topi padahal seharusnya

(6)

penimbangan dilakukan dengan pakaian bayi dan balita seminimal mungkin. Kemudian saat bandul dacin diletakkan pada angka nol, paku timbang pada dacin tidak tegak lurus karena adanya beban dari sarung atau kain yang digantung pada dacin tersebut sehingga hasil penimbangan seharusnya dikurangi dengan berat sarung atau kain. Kesalahan ini tidak mendapat perhatian dari kader sehingga hasil penimbangan anak berlebih dari berat badan yang sebenarnya.

Kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita merupakan pertanda bahwa kurangnya keterampilan kader dalam kegiatan tersebut. Keterampilan kader yang kurang baik dapat juga disebabkan oleh karena tidak adanya pergantian tugas. Artinya kader hanya bertugas pada kegiatan yang sama pada setiap bulannya sehingga kader tidak terampil dalam menjalankan setiap tugas yang ada di Posyandu. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran pengetahuan dan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang tahun 2014.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pengetahuan dan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang tahun 2014.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang.

(7)

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang.

1.4 Hipotesis

Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang tahun 2014.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi pihak Puskesmas tentang gambaran pengetahuan dan keterampilan kader di wilayah kerjanya sehingga menjadi bahan evaluasi serta masukan untuk perencanaan dalam melakukan pembinaan kader di masa yang akan datang.

2. Sebagai bahan evaluasi bagi kader Posyandu tentang pengetahuan dan keterampilannya dalam memantau pertumbuhan bayi dan balita.

Referensi

Dokumen terkait

dengan salesmanship adalah suatu bentuk kegiatan promosi yang dilakukan oleh perusahaan untuk memberikan informasi tentang barang/ jasa, yang bertujuan agar menjadi sebuah komunikasi

Banyaknya persamalahan pada tataran implementasi memberikan petunjuk kepada penulis bahwa ada beberapa hal yang menjadi faktor kendala dari penerapan kebijakan aplikasi

Dalam pelaksanaan Program Induksi, pembimbing ditunjuk oleh kepala sekolah/madrasah dengan kriteria memiliki kompetensi sebagai guru profesional; pengalaman mengajar

Semua produk yang diolah berasal dari Sambel Layah pusat yang ada di Purwokerto. Apabila produk habis, Sambel Layah Kendal mengambil pasokan di rumah makan

Kandungan C-organik di perairan Rawa Kongsi pada pengambilan I di musim penghujan dan II di musim kemarau dilihat dari segmennya memiliki pola yang sama, yaitu

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,

Form biaya pesawat udara merupakan form yang berfungsi untuk mendata seluruh data karyawan dan pejabat yang akan melakukan perjalanan dinas menggunakan

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat