• Tidak ada hasil yang ditemukan

Majalah Dit-TK-SD Depdiknas FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi Juli 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Majalah Dit-TK-SD Depdiknas FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi Juli 2007"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MENGEMBANGKAN KOMPETENSI PROFESIONAL

GURU INDONESIA

Oleh : Ki Supriyoko

A.

PENGANTAR

Kalau kita buka “Oxford Advance Learner’s Dictionary of Current

English” (1995) halaman 232, di sana terminologi kompetensi didefinisi

sebagai kapasitas, keterampilan, atau kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan benar dan secara efisien, atau suatu lingkup kemampuan seseorang atau suatu kelompok; maka dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) halaman 584, di sana istilah kompetensi didefinisikan sebagai kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu.

Dari definisi tersebut di atas kelihatan bahwa sama-sama “keluaran” kamus ternyata berbeda, baik kelengkapan aspeknya maupun substansinya. Definisi kompetensi versi “Kamus Inggris” jauh lebih lengkap, sedangkan versi “Kamus Indonesia” jauh lebih sederhana. Pada sisi yang lain substansinya pun berbeda, definisi kompetensi versi “Kamus Inggris” menekankan pada masalah kapasitas, keterampilan, dan kemampuan tanpa sedikit pun menyinggung masalah kewenangan; sementara itu definisi

(2)

kompetensi versi “Kamus Indonesia” justru melulu pada kewenangan tanpa sedikit pun menyinggung masalah kapasitas, keterampilan, dan kemam-puan. Kalau dibaca secara berulang terkesankan yang dimaksud kompetensi di antara kedua kamus tersebut memang berbeda.

Kalau kita mengacu pada Pasal I Butir 10 UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ternyata berbeda lagi, yang dimaksud kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Sementara itu kalau kita mengacu Kepmendiknas No. 043/U/2002 maka yang dimaksud kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu.

B.

KOMPETENSI PROFESIONAL

Sekarang, apakah yang dimaksud dengan kompetensi profesional itu? Mengenai hal ini pun ternyata banyak pendapat. Kalau kita mengacu tulisan Suwarna, dkk (2006) dalam bukunya “Pengajaran Mikro” terbitan Tiara Wacana Yogyakarta dan dapat diakses dalam situs http://tiarawacana.co.id dinyatakan bahwa kompetensi mengajar berkaitan dengan penguasaan sejumlah keterampilan mengajar; sedangkan kompetensi profesional dan kompetensi sosial secara implisit tercakup di dalam penguasaan kompetensi mengajar. Dalam arti, guru dengan kompetensi mengajar yang baik dan bertanggung jawab diasumsikan akan secara simultan menguasai kompe-tensi profesional dan kompekompe-tensi sosial.

(3)

Kalau kita perhatikan definisi tersebut di atas, kompetensi profesional itu tidaklah berdiri sendiri akan tetapi secara implisit atau setidak-tidaknya merupakan bagian dari kompetensi mengajar yang harus dikuasai oleh setiap guru.

Kalau kemudian kita membuka karya Sabda Katalog (2007) dalam

“Strategi Pengajaran” yang diakses dalam situs http://pepak.sabda.org, di

sana disebutkan bahwa setiap guru hendaknya menguasai kompetensi keguruan yang didalamnya meliputi kompetensi personal, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Kompetensi personal berkaitan dengan kematangan kepribadian guru yang bersangkutan. Kompetensi sosial adalah kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Adapun kompetensi profesional erat kaitannya dengan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar di kelas / sekolah. Ketiga kemampuan dasar tersebut menyatu dan tampak dalam pelaksanaan tugas guru dalam mengampu kegiatan pendidikan / pengajaran. Dalam banyak analisis tentang kompetensi keguruan, kompe-tensi personal dan kompekompe-tensi sosial umumnya disatukan.

Kalau diperhatikan ada hal yang sama atas kedua tulisan tersebut, yaitu kompetensi profesional seorang guru biasanya tidak diukur sendiri melainkan bersama kompetensi lainnya.

Selanjutnya di dalam dokumen “Panduan Pelaksanaan Sertifikasi

Guru Tahun 2006” yang telah disusun bersama Direktorat Ketenagaan

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dengan Direktorat Profesi Pendidik Direktorat Jenderal PMPTK Depdiknas (2006) disajikan pengertian yang lengkap. Pada halaman 1 s/d 7 dokumen ini disebutkan jelas bahwa kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara

(4)

luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya. Setiap sukompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut.

1. Subkompetensi menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilman yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antarmata pelajaran terkait; dan mene-rapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Subkompetensi menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan / materi bidang studi.

C.

MENGEMBANGKAN KEILMUAN

Bahwa seorang guru itu harus menguasai materi pengajaran kiranya tidak dapat ditawar. Kalau kita buka kembali karya Sabda Katalog (2007) di atas disebutkan bahwa salah satu isi kompetensi profesional guru dituntut menguasai bahan ajar. Bahan ajar adalah media pencapaian tujuan pengajaran, pendalaman bahan ajar memiliki kemungkinan banyak dalam pembentukan diri siswa. Guru hendaknya menguasai bahan ajar wajib, bahan ajar penunjang, dan bahan ajar pengayaan secara mendalam, berpola, dan fungsional. Dalam menjabarkan bahan ajar, guru hendaknya memper-hatikan asas-asas sebagai berikut: relevan dengan tujuan, selaras dengan

(5)

taraf perkembangan mental siswa, selaras dengan tuntutan perkembangan Iptek, selaras dengan kondisi dan situasi lingkungan siswa, dan mampu menggunakan aneka sumber secara terpadu. Ideal jika setiap guru memiliki perpustakaan pribadi yang mendukung penguasaan keilmuan ini.

Setelah menguasai materi pengajaran atau bahan ajar, guru pun ditun-tut mampu mengkoordinasikan dengan materi pengajaran pada mata-mata pelajaran yang terkait. Misalnya, ketika seorang guru IPA sedang menjelas-kan pesawat supersonic yang bisa melaju dengan kecepatan sangat tinggi dan lebih tinggi dari kecepatan suara, hal itu memang sudah ada dan sudah dipraktekkan oleh bangsa-bangsa Eropa dan Amerika Serikat (AS). Itu bukan berarti melampaui kekuasaan Tuhan karena Tuhan menganjurkan manusia untuk mengembangkan ilmu dan teknologi, di sisi yang lain Tuhan pernah membuat “pesawat” Buraq untuk menghantarkan perjalanan Nabi Muhammad SAW dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, dan bahkan kecepatan “pesawat” Buraq jauh lebih tinggi daripada supersonic. Itu berarti guru IPA tersebut sudah mengkoordinasikan materi pengajaran IPA dengan agama.

Setelah dapat mengkoordinasikan antarmateri pengajaran yang saling terkait, selanjutnya guru pun dituntut untuk mampu mengimplementasikan materi pengajaran dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya guru kelas SD yang di kelas menjelaskan bagaimana cara menanam ketela bagi siswanya maka siswa pun diminta mempraktekkan apa yang dijelaskannya tersebut di kebun atau di sawahnya masing-masing. Di samping guru tersebut juga sudah mempraktekkannya sendiri di rumah atau lingkungannya. Pada sisi yang lain seorang guru PPKn menjelaskan bahwa untuk menjadi warga negara yang baik maka sudah menjadi

(6)

kewa-jiban bagi setiap warga negara membayar pajak. Nah, dalam kehidupannya sebaiknya sang guru tersebut sudah membayar pajak. Kedua kisah tersebut merupakan contoh bagaimana mengimplementasikan materi pengajaran di dalam kehidupan sehari-hari.

Setelah mampu menguasai, mengkoordinasi, dan mengimplementasi materi pengajaran, masih ada hal lain yang perlu dilakukan oleh guru; yaitu mengembangkan materi pengajaran tersebut dengan cara melaksanakan penelitian, pengkajian, pendalaman, pengkritisan, dan sebagainya.

Apabila kita menyimak lagi karya Sabda Katalog (2007) di atas disebutkan pula bahwa untuk menjadi seorang profesional maka guru pun harus memahami prinsip-prinsip penelitian pendidikan dan mampu melak-sanakan / mentafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan pengajaran. Kondisi guru di masyarakat kita sekarang ini cenderung belum siap untuk mengemban tuntutan kompetensi ini, akan tetapi kompetensi ini tetap merupakan tantangan kualitatif bagi semua guru di masa depan. Persoalannya adalah apakah guru dilatih selama prajabatannya, apakah guru mendapat bimbingan selama telah berdinas, dan apakah guru memiliki fasilitas untuk melibatkan diri dalam kompetensi ini secara berkeahlian?

Kegiatan penelitian sebenarnya tidak mutlak menjadi “milik” dosen di perguruan tinggi akan tetapi para guru pun dituntut untuk dapat mempraktekkan guna mengembangkan materi pengajaran yang diampunya.

Apakah kehidupan masyarakat di pedesaan tertentu sudah sepenuh-nya sesuai dengan Pancasila misalsepenuh-nya? Hal ini tidak harus dilakukan oleh dosen perguruan tinggi akan tetapi oleh guru SD pun mungkin. Adapun

(7)

caranya yang bersangkutan membuat questionairre atau angket sederhana yang berisi pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan yang relevan dengan sila-sila dalam Pancasila. Langkah selanjutnya angket tersebut dibagikan kepada warga pedesaan tertentu; dan hasil isiannya dianalisis.

Kalau warga di pedesaan tersebut tidak bisa baca tulis tentu harus dilakukan dengan pendekatan yang lainnya; misalnya dengan interview atau wawancara. Hasil wawancara inilah kemudian dianalisis secara sederhana pula, misalnya dengan menghitung berapa persen penduduk yang pola hidupnya sudah sejalan dengan Pancasila, sebelum ditarik kesimpulan. Cara sederhana ini adalah contoh mengembangkan materi pengajaran oleh guru untuk menunjang keprofesionalannya.

D.

PERAN KEPALA SEKOLAH

Mengembangkan kompetensi profesional bisa kita lakukan dengan berbagai cara baik yang sifatnya pendidikan pra jabatan (preservice

educa-tion) maupun pendidikan dalam jabatan (inservice educaeduca-tion). Pendidikan

pra jabatan bisa berupa kursus-kursus, pelatihan, bahkan bisa dengan pendi-dikan formal; sementara itu pendipendi-dikan dalam jabatan bisa berupa pelatihan, simposium, lokakarya, atau supervisi yang teratur oleh kepala sekolah yang tujuannya memang meningkatkan keprofesionalan guru. Bentuk lain adalah guru yang bersangkutan menjadi anggota aktif dari suatu organisasi profesi yang berkegiatan secara aktif pula.

Apabila kompetensi profesional tersebut dilakukan cara pendidikan dalam jabatan apa pun bentuknya maka peran kepala sekolah memang amat

(8)

dominan. Bagaimana kegiatan pelatihan, simposium, lokakarya, dsb. Dapat dilaksanakan kalau kepala sekolah tidak memiliki kepedulian mengenai hal itu. Bagaimana supervisi yang teratur dapat berjalan kalau kepala sekolah tidak memiliki perhatian, dan seterusnya.

Sebuah studi tentang “Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah

dan Sikap Guru Terhadap Pekerjaan Dengan Kompetensi Profesional Guru Matematika SMP Negeri di Kabupaten Pandeglang” yang telah

dilakukan oleh Sugeng (2003) dosen UHAMKA Jakarta dan dapat diakses dalam situs http://203.77.237.122//detail.php mendapatkan kesimpulan sbb: terrdapat hubungan positif yang signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kompetensi profesional guru. Hal ini memberikan pengertian bahwa semakin positif kepemimpinan kepala sekolah, akan diiringi dengan meningkatnya kompetensi profesional guru. Demikian pula sebaliknya, semakin negatif kepemimpinan kepala sekolah, akan diiringi dengan menurunnya kompetensi profesional guru. Hubungan kedua variabel ini ditunjukkan oleh persamaan regresi sederhana Ŷ = -17,42 + 0,33 X1 yang telah teruji linear dan signifikan. Kekuatan hubungan antara variabel X1 dan Y ditunjukkan oleh koefisien korelasi ry1 sebesar 0,51 dan koefisien determinan r2 sebesar 0,2601, sehingga kontribusi variabel X1 terhadap Y sebesar 26,01%. Hal ini berarti 26,01% variasi nilai kompetensi profesional guru ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Melalui pengujian korelasi parsial, di mana variabel sikap guru terhadap pekerjaan dikontrol, menghasilkan koefisien korelasi ry12 sebesar 0,65 dan koefisien determinan r2y12 sebesar 0,42. Hal ini menunjukkan dalam kondisi sikap guru terhadap pekerjaan dikontrol, variabel kepemimpinan kepala sekolah memberikan kemampuan menjelaskan kualitas kompetensi profesional guru sebesar 42%.

(9)

Kesimpulan studi tersebut di atas menguatkan hipotesis mengenai relatif besarnya peran kepala sekolah dalam mengembangkan kompetensi guru di sekolah yang bersangkutan.

E.

KESIMPULAN

Kompetensi profesional sangat penting dan memiliki posisi yang strategis untuk mensukseskan pendidikan; oleh karenanya setiap guru hendaklah memiliki, menguasi dan mempraktekkan kompetensi profesional tersebut di atas dalam proses pengajarannya. Cara mengembangkan kompe-tensi profesional ialah menguasai, mengkoordinasi, dan mengimplementasi materi pelajaran dalam kehidupan nyata. Juga dapat dilakukan dalam pendi-dikan dalam jabatan, semisal mengikuti pelatihan, simposium, lokakarya, atau supervisi di sekolahnya; namun itu semua sangat tergantung pada peran kepala sekolah !!!*****

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>> Prof. Dr. H. Ki Supriyoko, M.Pd. adalah Guru Besar Universitas Sarjanawiyata

Tamansiswa (UST) Yogyakarta, Pengasuh Pesantren “Ar-Raudhah”

Yogyakarta, dan Wakil Presiden Pan-Pacific Association of Private

Education (PAPE) yang bermarkas di Tokyo, Jepang

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan dengan lima perlakuan pupuk organik, yaitu: (1) Jerami langsung diberikan ke dalam tanah sebagai pupuk (JL); (2) Jerami digunakan sebagai pakan, kemudian

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui sebaran penguasaan materi mata pelajaran Geografi SMA berdasarkan ujian nasional tahun 2010 – 2012, (2) Mengetahui

Namun apabila diasumsikan virus ataupun bakteri yang dimaksud adalah dari penyakit lain, maka belum ditemukan adanya virus ataupun penyakit yang cocok dengan yang

Bagi peserta yang telah lulus atau terdaftar sebagai Mahasiswa di IKIP Mataram dan telah membayar uang Daftar Ulang, bila mengundurkan diri karena diterima di Perguruan

▪ EIGRP adalah protokol routing yang hanya di adopsi oleh router cisco atau sering disebut sebagai proprietary protocol pada CISCO, dimana EIGRP ini hanya bisa digunakan sesama

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada siswa di Sekolah Dasar Negri 30 Air Dingin Kecamatan Koto Tengah Padang menunjukan, bahwa ada hubungan yang signifikan

105 Gambar 5.24 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Melakukan Pembelian Karena Besarnya Pengurangan Harga dalam Bentuk Diskon, n=48 107 Gambar 5.25 Distribusi

Parfum Laundry Bojong Genteng Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik BERIKUT INI JENIS PRODUK NYA:.. Kimia Untuk Laundry Kiloan