• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

5 2.1 Kajian Teori

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian, pembahasan kajian teori pada penelitian ini berisi tinjauan sejumlah kajian yang berkaitan dengan (1) Penelitian Tindakan Kelas, (2) Make a Match, (3) Keaktifan belajar, (4) Hasil belajar, dan (5) Ilmu Pengetahuan Alam.

2.1.1 Penelitian Tindakan Kelas

Zainal Aqib (2011:3) mengemukakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa meningkat.

Menurut Suharsimi Arikunto (dalam Daryanto: 2011) bahwa PTK merupakan paparan gabungan definisi dari tiga kata “penelitian, tindakan, dan kelas”. Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat bagi peneliti atau orang-orang yang berkepentingan dalam rangka peningkatan kualitas di berbagai bidang. Tindakan adalah suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu yang dalam pelaksanaannya berbentuk rangkaian periode / siklus kegiatan. Sedangkan kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama dan tempat yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru yang sama. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan terjemahan dari Classroom Action Research yaitu suatu Action Research (penelitian tindakan) yang dilakukan di kelas.

Berdasarkan pengertian PTK tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan di kelas oleh guru dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa mengalami peningkatan.

(2)

Dari pengertian di atas dapat ditemukan karakteristik PTK, yang membedakannya dengan jenis penelitian lain. Karakteristik PTK adalah sebagai berikut:

a. An inquiry of practice from within (penelitian berawal dari kerisauan guru akan kinerjanya).

b. Self-reflective inquiry (metode utama adalah refleksi diri, bersifat agak longgar, tetapi tetap mengikuti kaidah-kaidah penelitian). c. Fokus penelitian berupa kegiatan pembelajaran.

d. Tujuannya: memperbaiki pembelajaran.

Menurut Sarwiji Suwandi (2010:16), manfaat PTK meliputi hal-hal berikut ini:

a. Guru dapat melakukan inovasi pembelajaran.

b. Guru dapat meningkatkan kemampuan reflektifnya dan mampu memecahkan permasalahan pembelajaran yang muncul.

c. Melalui PTK guru akan terlatih untuk mengembangkan secara kreatif kurikulum di kelas atau sekolah.

d. Kemampuan reflektif guru serta keterlibatan guru yang dalam terhadap upaya inovasi dan pengembangan kurikulum pada akhirnya akan bermuara pada tercapainya peningkatan kemampuan profesionalisme guru.

Menurut Suharsimi Arikunto (Sarwiji Suwandi, 2010:22), objek penelitian tindakan kelas meliputi hal berikut:

a. Unsur siswa, dapat dicermati objeknya ketika siswa yang bersangkutan sedang asyik mengikuti proses pembelajaran di kelas / lapangan / laboratorium , maupun ketika sedang asyik mengerjakan pekerjaan rumah dengan serius, atau ketika mereka sedang mengikuti kerja bakti di luar sekolah.

b. Unsur guru, dapat dicermati ketika yang bersangkutan sedang mengajar di kelas, khususnya cara guru memberi bantuan kepada siswa.

(3)

c. Unsur materi pelajaran, dapat dicermati dalam GBPP dan yang sudah dikembangkan dalam Rencana Tahunan, Rencana Semesteran, dan Analisis Materi Pelajaran.

d. Unsur peralatan atau sarana pendidikan, meliputi peralatan, baik yang dimiliki oleh siswa secara perorangan, peralatan yang disediakan oleh sekolah, ataupun peralatan yang disediakan dan digunakan di kelas dan di laboratorium.

e. Unsur hasil pembelajaran, yang ditinjau dari tiga ranah yang dijadikan titik tujuan yang harus dicapai siswa melalui pembelajaran, baik susunan maupun tingkat pencapaian.

f. Unsur lingkungan, baik lingkungan siswa di kelas, sekolah, maupun yang melingkungi siswa di rumahnya.

g. Unsur pengelolaan, misalnya cara dan waktu mengelompokkan siswa ketika guru memberikan tugas, pengaturan urutan jadwal, pengaturan tempat duduk siswa, penempatan papan tulis, penataan peralatan milik siswa, dsb.

2.1.2 Model Pembelajaran Make a Match

Make a Match merupakan bagian dari metode struktural yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Struktur-struktur tersebut memiliki tujuan umum diantaranya untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan mengajarkan keterampilan sosial (Sugiyanto, 2010: 44).

Model pembelajaran Make a Match dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Make a Match merupakan suatu model pembelajaran mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan (Rusman, 2010: 223). Kemudian Miftahul Huda (2013: 253) menyatakan bahwa model pembelajaran Make a Match adalah model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.

(4)

Dari beberapa pengertian ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Make a Match adalah suatu model pembelajaran mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dan aktivitas belajar siswa baik secara kognitif maupun fisik.

Make a Match merupakan salah satu alternatif model pembelajaran cooperative learning yang dapat diterapkan pada siswa. Penerapan model ini dimulai dari siswa diminta mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban / soal sebelum batas waktunya. Siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

Suprijono (2009) menyebutkan bahwa hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan Make a Match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu-kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Adapun langkah-langkah model pembelajaran Make a Match menurut Lorna Curran (1994) dalam bukunya yang berjudul Language Arts and Cooperative Learning Lesson for Little Ones adalah sebagai berikut:

a. Teachers prepare some cards containing multiple concepts or topics that are suitable for the review session, otherwise the part about the card of the question card and other parts of the answer card.

b. Each student gets a single card.

c. Each student is thinking of an answer / question of the cards are held.

d. Each student is looking for a partner who has a card that matches the card (answer question).

e. Any student who can match his cards before the deadline given points.

f. After one round of cards shuffled again so that each student gets a different card than before.

g. And so on.

(5)

Apabila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, langkah-langkah Make a Match adalah sebagai berikut:

a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.

c. Tiap siswa memikirkan satu jawaban soal setiap siswa yang dipegang.

d. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban).

e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

f. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.

g. Demikian seterusnya. h. Kesimpulan / penutup.

Model pembelajaran Make a Match memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Make a Match (Saiful Amin:2011) diantaranya:

a. Kelebihan model pembelajaran Make a Match:

1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik, baik secara kognitif maupun fisik.

2) Meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi yang dipelajari.

3) Dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

4) Efektif sebagai sarana melatih keberanian peserta didik untuk tampil presentasi.

b. Kekurangan model pembelajaran Make a Match:

1) Pada awal-awal penerapan model ini, banyak peserta didik yang malu bisa berpasangan dengan lawan jenisnya.

(6)

2) Jika tidak mengarahkan peserta didik dengan baik, saat presentasi banyak peserta didik yang kurang memperhatikan.

3) Harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu.

4) Menggunakan model ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan.

2.1.3 Keaktifan Belajar

Keaktifan berasal dari kata aktif yang berarti giat atau sibuk. Kata keaktifan juga bisa berarti dengan kegiatan dan kesibukan. Keaktifan belajar adalah bahwa pada waktu guru mengajar ia harus mengusahakan agar siswa-siswanya aktif jasmani maupun rohani.

Keaktifan sendiri merupakan motor dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar. Siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengubah hasil belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah hasil belajarnya secara efektif, siswa dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual, dan emosional.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:115) keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran merupakan proses pembelajaran yang mengarah kepada pengoptimalisasian yang melibatkan intelektual-emosional siswa dalam proses pembelajaran dengan melibatkan fisik siswa.

Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Keaktifan adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berpikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan (Sardiman, 2009)

Dari pengertian keaktifan belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa dalam belajar merupakan segala kegiatan yang bersifat fisik maupun non fisik siswa yang digunakan untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri dalam proses kegiatan belajar mengajar yang optimal.

Salah satu penilaian proses pembelajaran adalah melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Nana Sudjana

(7)

(2007:72) menyatakan keaktifan belajar siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar dapat dilihat dalam (1) turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya, (2) terlibat dalam pemecahan masalah, (3) bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya, (4) berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah, (5) melatih diri dalam memecahkan masalah atau soal, serta (6) menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh.

Adapun indikator keaktifan belajar siswa menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 122) adalah sebagai berikut:

a. Perhatian dan antusias siswa dalam mengikuti pelajaran yang memberikan pengalaman belajar kepada siswa untuk memperoleh dan menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan.

b. Kebebasan atau keleluasaan melakukan sesuatu hal tanpa tekanan dari guru atau pihak lainnya (kemandirian belajar).

c. Kegiatan yang melibatkan siswa untuk belajar langsung dari media / alat peraga yang diciptakan.

d. Kesediaan siswa dalam merespon dan menanggapi dalam proses pembelajaran.

e. Kesediaan siswa untuk mengerjakan tugas-tugas kelompok belajar yang ada dalam proses pembelajaran.

f. Kesiapan dan kesediaan siswa dalam mempresentasikan hasil kerja kelompoknya.

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, siswa juga dapat berlatih untuk berpikir kritis dan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, guru juga dapat merekayasa system pembelajaran secara sistematis, sehingga merangsang keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

Menurut Sardiman (2009: 100-101) keaktifan siswa dalam belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

(8)

a. Visual activities

Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, dan mengamati orang lain bekerja.

b. Oral activities

Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.

c. Listening activities

Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan musik, pidato.

d. Writing activities

Menulis cerita, menulis laporan, karangan, angket, menyalin. e. Drawing activities

Menggambar, membuat grafik, diagram, peta. f. Motor activities

Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, dan berkebun.

g. Mental activities

Merenung, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis factor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan. h. Emotional activities

Minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain.

Pelaksanaan pembelajaran yang aktif adalah pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif dan siswa tidak hanya mendengar dan menulis saja tetapi juga melibatkan semua aspek termasuk di dalamnya emosional maupun mentalnya karena tanpa adanya keaktifan siswa maka pelajaran tidak berlangsung dengan baik. Keaktifan siswa sangat besar nilainya bagi pengajaran para siswa (Hamalik,2008:180) karena:

a. Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.

(9)

b. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral.

c. Memupuk rasa kerjasama yang harmonis di kalangan siswa. d. Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri.

e. Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis.

f. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua dengan guru.

g. Pengajaran diselenggarakan secara realistis dan konkret sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindari verbalitas.

h. Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas kehidupan di masyarakat.

2.1.4 Hasil Belajar

Menurut Purwanto (2008: 46) hasil belajar adalah perubahan perilaku seseorang akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.

Pendapat hampir sama dikemukakan oleh Jenkins dan Unwin (dalam Tampubolon, 2014) yang mengatakan bahwa hasil belajar adalah pernyataan yang menunjukkan tentang apa yang mungkin dikerjakan siswa sebagai hasil dari kegiatan belajarnya. Menurut Sudjana (Tampubolon, 2014) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Jadi hasil belajar merupakan pengalaman-pengalaman belajar yang diperoleh siswa sebagai hasil dari kegiatan belajar dalam bentuk kemampuan-kemampuan tertentu yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap.

(10)

a. Jenis-Jenis Hasil Belajar

Bloom dalam Tampubolon (2014) secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah; yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

1) Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan dan ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkret atau situasi khusus.Analisis adalah usaha memilih integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya atau susunannya. Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian itu ke dalam bentuk menyeluruh disebut sintesis. Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materil, dan lain-lain.

2) Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai.Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru.Para guru lebih banyak menilai ranah kognitif semata.Jenis hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.

3) Ranah Psikomotorik

Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu.

Gagne dalam Sanjaya (2008:163), mengidentifikasi lima jenis hasil belajar, yaitu:

 Belajar keterampilan intelektual yakni belajar diskriminasi, belajar konsep, dan belajar kaidah.

(11)

 Belajar mengatur kegiatan intelektual, yakni belajar mengatur kegiatan intelektual yang berhubungan dengan kemampuan mengaplikasikan keterampilan intelektual.

 Belajar sikap, yaitu belajar menentukan tindakan tertentu.

 Belajar keterampilan motorik, yaitu belajar melakukan gerakan-gerakan tertentu mulai dari yang sangat sederhana hingga yang kompleks seperti mengoperasikan mesin atau kendaraan.

Berkaitan dengan jenis-jenis hasil belajar tersebut, dapat dikemukakan bahwa hasil belajar siswa merupakan perubahan tingkah laku siswa yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Slameto (2003: 54), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor internal, yang meliputi: 1) faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran, dan penglihatan. Jika salah satu dari faktor biologis terganggu akan mempengaruhi hasil belajar siswa, 2) faktor psikologis, meliputi: intelegensi, minat, dan motivasi serta perhatian ingatan berpikir, dan 3) faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani.

Faktor yang ada pada luar individu yang disebut dengan faktor eksternal, yang meliputi: 1) faktor keluarga, keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan terutama, merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar. 2) faktor masyarakat, meliputi: bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan mendorong untuk lebih giat belajar, dan 3) faktor sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan berdisiplin di sekolah.

(12)

2.1.5 Ilmu Pengetahuan Alam

Sains (science) diambil dari bahasa latin scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan. Dewiki dan Sri Yunisti dalam Saur Tampubolon (2014: 147) mengatakan bahwa Ilmu Alamiah Dasar atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang dalam bahasa Inggris disebut natural science, merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala di alam semesta, termasuk di muka bumi ini sehingga terbentuk konsep dan prinsip ilmu alam.

Trianto (Tampubolon, 2014:147) menambahkan tentang definisi IPA yaitu sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan dedukasi untuk menghasilkan penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa IPA adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala di alam semesta yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengematan, dan dedukasi.

Asep Agus Sulaeman dalam Saur Tampubolon (2014:148) menyatakan hakikat IPA meliputi empat unsur, yaitu (1) sebagai produk berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum, (2) sebagai proses, berupa prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah, (3) sebagai aplikasi, berupa penerapan metode atau kerja ilmiah dan konsep dalam kehidupan sehari-hari, dan (4) pengembangan sikap, berupa rasa ingin tahu tentang objek, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar.

Trianto (Tampubolon, 2014:148) menjelaskan tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam antara lain agar siswa (1) memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari, (2) memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan atau gagasan tentang alam sekitar, (3) mempunyai minat untuk dan mempelajari benda-benda serta kegiatan di lingkungan sekitar, (4) bersikap ingin tahu, kritis, bertanggung jawab, bekerja sama, dan mandiri, (5) mampu menerapkan berbagai konsep IPA untuk menjelaskan segala peristiwa alam dan memecahkan masalah dalam

(13)

kehidupan sehari-hari, (6) mampu menggunakan teknologi sederhana yang berdayaguna untuk memecahkan masalah, dan (7) mengenal serta memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar sehingga menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan model pembelajaran Make

a Match, pernah diteliti oleh Era Yuliana ( Program Sarjana

Kependidikan Guru dalam Jabatan PGSD FKIP – Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga) dalam bentuk skripsi yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Make A Match pada Siswa Kelas V SDN Wonomerto 03 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester 1 Tahun Pelajaran 2013 / 2014”. Dalam skripsinya, Era Yuliana membuktikan bahwa terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa terhadap pemahaman materi fungsi organ pencernaan manusia. Peningkatan ketuntasan belajar siswa terjadi secara bertahap yaitu dimana pada kondisi awal hanya terdapat 7 siswa atau 35% yang tuntas dalam belajarnya, pada siklus I ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 15 siswa atau 75%, dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 18 siswa atau sekitar 90% yang tuntas belajarnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui model pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Wonomerto 03 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang semester 1 tahun pelajaran 2013 / 2014.

Penelitian lainnya yang berkaitan dengan model pembelajaran Make a Match adalah penelitian yang ditulis oleh Purnama Asih (Guru SMP Negeri 3 Purwodadi) dengan judul “Peningkatan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa Materi Kondisi Fisik Wilayah dan Penduduk dengan Metode Make A Match pada Peserta Didik Kelas VIII H Semester I SMP Negeri 3 Purwodadi Tahun Pelajaran 2012 / 2013”. Penelitian ini menunjukkan peningkatan rata-rata nilai siswa sebesar 0,84 pada siklus 1 dan peningkatan sebesar 0,31 pada siklus 2.

(14)

Peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus 1 sebesar 27.50% dan pada siklus 2 peningkatan ketuntasan hasil belajar sebesar 12.50%.

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teoritis, dapat disusun kerangka berpikir peningkatan keaktifan siswa dan hasil belajar IPA melalui model pembelajaran Make a Match siswa kelas 3 SD Negeri Tengaran Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang semester II tahun pelajaran 2014 / 2015.

Pada kondisi awal yaitu proses belajar mengajar di kelas masih berupa pembelajaran konvensional, keaktifan dan hasil belajar siswa kelas 3 SD Negeri Tengaran masih rendah. Dengan rendahnya hasil belajar tersebut guru berupaya meningkatkan hasil belajar dengan melakukan inovasi pembelajaran yaitu mengemas pembelajarannya dengan model pembelajaran Make a Match.

Pembelajaran menggunakan model Make a Match yang dilakukan terdiri dari dua siklus. Pada siklus I hasil pekerjaan siswa atau hasil Make a Match dipresentasikan pada kelompok lain. Pada siklus II hasil pekerjaan siswa atau hasil Make a Match dipresentasikan pada kelompok lain di depan kelas dan ditanggapi oleh kelompok lain.

Berdasarkan uraian di atas diduga melalui model pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar bagi siswa kelas 3 SD Negeri Tengaran Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang.

Adapun alur pikir penelitian tindakan kelas digambarkan pada bagan berikut ini.

(15)

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir

2.4 Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa penggunaan model pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar IPA pada siswa kelas 3 SD Negeri Tengaran pada semester II tahun pelajaran 2014 / 2015. KONDISI AWAL TINDAKAN KONDISI AKHIR Pembelajaran Konvensional

Diduga melalui model pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan keaktifan

dan hasil belajar siswa Keaktifan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA rendah Siswa terlibat langsung dengan media pembelajaran berupa kartu berpasangan dan siswa melatih keberanian dengan presentasi di depan kelas SIKLUS I SIKLUS II

Gambar

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi

Dalam melakukan refleksi, peneliti bersama guru mitra (kolaborator) dapat mengemukakan keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai dan kekurangan-kekurangan yang

Untuk semua model seri (0 s/d 8) yang diujikan dengan perlakuan debit mulai Q 2th sampai Q PMF pada umumnya menunjukkan kondisi hidraulik yang baik mulai dari bagian hulu

Dari kajian ini tergambar bahwa di masyarakat Jawa di abad 17 – 18 yang lalu sudah dikenal sistem hukum yang mengatur para abdi dalem atau pegawai kerajaan namun tidak

³'DODP KDO VXDWX ELGDQJ WDQDK VXGDK GLWHUELWNDQ sertipikat secara atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya,