BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Penjelasan terhadap aspek-aspek yang terkait dalam penelitian ini akan dipaparkan sebagai berikut:
2.1 Asma
2.1.1 Pengertian Asma 2.1.2 Pencetus Asma
2.1.3 Tanda dan Gejala Asma 2.1.4 Klasifikasi Asma
2.1.5 Mekanisme Terjadinya Asma 2.1.6 Pengendalian Asma
2.2 Latihan Fisik
2.2.1 Pengertian Latihan Fisik 2.2.2 Manfaat Latihan Fisik
2.2.3 Prinsip Gerakan Latihan Fisik 2.2.4 Jenis Latihan Fisik
2.3 Olahraga Pernapasan
2.3.1 Pengertian Olahraga Pernapasan 2.3.2 Manfaat Olahraga Pernapasan
2.3.3 Prinsip Gerakan Olahraga Pernapasan 2.3.4 Gerakan Olahraga Pernapasan
2.1 Asma
2.1.1 Pengertian Asma
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils, dan T-lymphocytes terhadap stimuli tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2001).
2.1.2 Pencetus Asma
Menurut The Lung Association of Canada dalam VitaHealth (2006), ada dua faktor yang menjadi pencetua asma :
1. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma dapat mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat.
Umumnya pemicu mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk stimulus sehari-hari, seperti perubahan cuaca dan suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
2. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi.
Umumnya penyebab asma adalah allergen, yang tampil dalam bentuk ingestan yaitu alergen yang masuk tubuh melalui mulut, inhalan yaitu alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut, dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit.
Tanda dan Gejala Asma
Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang di timbulkan berupa batuk-batuk pada pagi hari, siang hari, dan malam hari, sesak napas/susah bernapas, bunyi saat bernapas (whezzing atau ”ngik..ngik..), rasa tertekan di dada, dan gangguan tidur karena batuk atau sesak napas/susah bernapas. Gejala ini terjadi secara reversibel dan episodik berulang (Yayasan Asma Indonesia, 2008; GINA, 2004; Lewis, Heitkemper, Dirksen, 2000). Pada keadaan asma yang parah gejala yang ditimbulkan dapat berupa peningkatan
distress pernapasan (tachycardia, dyspnea, tachypnea, retracsi iga, pucat), pasien
susah berbicara dan terlihat lelah (Schulte, Price, Gwin, 2001).
Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan lingkungan, seperti berhadapan dengan bulu binatang, uap kimia, perubahan temperature, debu, obat (aspirin, beta-blocker), olahraga berat, serbuk, infeksi sistem respirasi, asap rokok dan stress (GINA, 2004). Gejala asma dapat menjadi lebih buruk dengan terjadinya komplikasi terhadap asma tersebut sehingga bertambahnya gejala terhadap distress pernapasan yang di biasa dikenal dengan Status Asmaticus (Brunner & Suddarth, 2001).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan whizing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian
vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara whizing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
Begitu bahayanya gejala asma (Dahlan, 1998). Gejala asma dapat mengantarkan penderitanya kepada kematian seketika, sehingga sangat penting sekali penyakit ini dikontrol dan di kendalikan untuk kepentingan keselamatan jiwa penderitanya (Sundaru, 2008; Dahlan, 1998).
2.1.4 Klasifikasi Asma
Pengklasifikasian asma dapat dilakukan dengan pengkajian terhadap gejala dan kemampuan fungsi paru. Semakin sering gejala yang dialami, maka semakin parah asma tersebut, Begitu juga dengan kemampuan fungsi paru yang diukur dengan Peak Flow Meters untuk mengetahui Peak Expiratory Flow (PEF) dan
Spyrometers untuk mengukur Force Expiratory Volume dalam satu detik (FEV1)
disertai dengan Force Vital Capacity (FVC), semakin rendah kemampuan fungsi paru, maka semakin parah asma tersebut (GINA, 2004).
Tabel 1
Klasifikasian asma berdasarkan tingkat keparahannya
KLASIFIKASI TINGKAT KEPARAHAN ASMA
KATEGORI GEJALA/HARI GEJAL
A/MA LAM FUNGSI PARU PEF atau PEV1 Variabel PEF Step 1 Intermitten ≤ 2X dalam seminggu
Nilai PEF normal dalam kondisi serangan asma.
Exacerbasi:
Bisa berjalan ketika bernapas, bisa mengucapkan kalimat penuh. Respiratory Rate (RR) meningkat. Biasanya tidak ada gejala retraksi iga ketika bernapas.
≤ 2X dalam sebulan ≥ 80% < 20% Step 2 Mild intermitten
≥ 2X dalam seminggu, tapi tidak 1X sehari. Serangan asma diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi:
Membaik ketika duduk, bisa mengucapkan kalimat frase, RR meningkat, kadang-kadang menggunakan retraksi iga ketika bernapas ≥ 2X dalam sebulan ≥ 80% 20% – 30% Step 3 Moderate persistent Setiap hari
Serangan asma diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi:
Duduk tegak ketika bernapas, hanya dapat mengucapkan kata per kata, RR 30x/menit, Biasanya menggunakan retraksi iga ketika bernapas,. ≥ 1X dalam seming gu 60% - 80% > 30% Step 4 Severe persistent Sering
Aktivitas fisik terbatas. Eksacerbasi:
Abnormal pergerakan thoracoabdominal.
Sering ≤ 60% > 30% Diambil dari GINA (2005). Global Strategy for Asthma Management and
Prevention, www.ginasthma.com; Lewis, Heitkemper, Dirksen (2000). Medical-Surgical Nursing. St. Louis, Missouri: Mosby ; Wong (2003). Nursing Care of Infants and Children. St. Louis, Missauri: Mosby.
2.1.5 Mekanisme Terjadinya Asma
Skema 1. Mekanisme Terjadinya Asma
Setelah 30-60 menit Setelah 5-6 jam
Setelah 1-2 hari
Diambil dari Lewis, Heitkemper, Dirksen, 2000. Medical-Surgical
Nursing. St.Louis Missouri: Mosby.
Gejala yang ditimbulkan di atas merupakan gejala hipersensitivitas asma, dimana gejala ini sangat berbahaya bagi keselamatan penderitanya, gejala diatas
Infeksi, Allergen,
Irritant
IgE –menstimuli keluarnya sel mast
Sebagai mediator keluarnya sel mast , eosinophil, macrophage, lymphocyte. Respon Fase Awal Respon Fase Akhir Infiltrasi eosinophil dan neutrophil Inflamasi Hiperreaksi bronkial Otot polos bronkial
berkontraksi Sekresi mucus Vasodilatasi Mucosal edema Infiltrasi monocyte dan lymphocyte Obstruksi jalan napas
Menyempitnya jalan napas
Asidosis respiratori Hypoxemia
dapat membuat penderita asma meninggal dalam seketika (GINA, 2005; Lewis, Heitkemper, Dirksen, 2000).
2.1.6 Pengendalian Asma
Manajemen pengendalian asma terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu sebagai berikut:
1. Pengetahuan
Memberikan pengetahuan kepada penderita asma tentang keadaan penyakitnya dan mekanisme pengobatan yang akan dijalaninya kedepan (GINA, 2005).
2. Monitor
Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang menangani penyakit asma. Memonitor perkembangan gejala, hal-hal apa saja yang mungkin terjadi terhadap penderita asma dengan kondisi gejala yang dialaminya beserta memonitor perkembangan fungsi paru (GINA, 2005).
3. Menghindari Faktor Resiko
Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam mengurangi gejala asma adalah menhindari faktor pencetus yang dapat meningkatkan gejala asma. Faktor resiko ini dapat berupa makanan, obat-obatan, polusi, dan sebagainya (GINA, 2005).
4. Pengobatan Medis Jangka Panjang
Pengobatan jangka panjang terhadap penderita asma, dilakukan berdasarkan tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada penderita asma
intermitten, tidak ada pengobatan jangka panjang. Pada penderita asma mild intermitten, menggunakan pilihan obat glukokortikosteroid inhalasi dan
didukung oleh Teofilin, kromones, atau leukotrien. Dan untuk asma moderate
persisten, menggunakan pilihan obat β2-agonist inhalsi dikombinasikan
dengan glukokortikoid inhalasi, teofiline atau leukotrien. Untuk asma severe
persisten, β2-agonist inhalasi dikombinasikan dengan glukokortikosteroid
inhalasi, teofiline dan leukotrien atau menggunakan obat β2
Berikut penjelasan tentang obat-obat pengontrol asma (Controller):
agonist oral (GINA, 2005).
a. Glukokortikosteroid Inhalasi
Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk mengurangi gejala inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru, mengurangi hiperresponsive dan mengurangi gejala asma dan meningkatkan kualitas hidup (GINA, 2005).
Obat ini dapat menimbulkan kandidiasis orofaringeal, menimbulkan iritasi pada bagian saluran napas atas dan dapat memberikan efek sistemik, menekan kerja adrenal atau mengurangi aktivitas osteoblast (GINA, 2005).
b. Glukokortikosteroid Oral
Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat kortikosteroid inhalasil. Obat ini dapat menimbulkan hipertensi, diabetes, penekanan kerja hipothalamus-pituitary dan adrenal, katarak, gluko ma, obaesitas dan kelemahan (GINA, 2005).
c. Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)
Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronchial pada gejala asma. Obat ini dapat menurunkan gejala dan menurunkan reaksi hiperresponsive pada
imun nonspecific. Obat ini dapat menimbulkan batuk-batuk pada saat pemakaian dengan bentuk formulasi powder (GINA, 2005).
d. β2
Obat in berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam setelah pemakaian. Obat ini dapat mengurangi gejala asma pada waktu malam, meningkatkan fungsi paru. Obat ini dapat menimbulkan tremor pada bagian
musculoskeletal, menstimulasi kerja cardiovascular dan hipokalemia
(GINA, 2005). -Agonist Inhalasi
e. β2
Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala asma pada waktu malam. Obat ini dapat menimbulkan anxietas, meningkatkan kerja jantung, dan menimbulkan tremor pada bagian muskuloskeletal (GINA, 2005).
-Agonist Oral
f. Teofiline
Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial dengan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal. Obat ini dapat menyebabkan efek samping berupa mual, muntah, diare, sakit kepala, insomnia dan iritabilitas. Pada level yang lebih dari 35 mcg/mL menyebabkan hperglisemia, hipotensi, aritmia jantung, takikardi, kerusakan otak dan kematian (Depkes RI, 2007).
g. Leukotriens
Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini berfungsi untuk mengurangi gejala termasuk batuk, meningkatkan fungsi paru dan menurunkan gejala asma (GINA, 2005).
Berikut penjelasan tentang obat-obat meringankan (Reliever) asma: a. β2
Obat ini bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini digunakan untuk mengontrol gejala asma, variabilitas peak flow, hiperresponsive jalan napas. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).
-Agonist Inhalasi
b. β2
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).
-Agonist Oral
c. Antikolinergic
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru. Obat ini dapat menyebabkan mulut kering dan pengeluaran mucus (GINA, 2005).
5. Metode Pengobatan Alternative
Metode pengobatan alternative ini sebagian besar masih dalam penelitian. Buteyko merupakan salah satu pengobatan alternative yang terbukti dapat menurunkan ventilasi alveolar terhadap hiperventilasi paru penderita asma, selain itu memperbaiki gejala yang ditimbulkan asma. Buteyko ini merupakan tehnik bernapas yang dirancang khusus untuk penderita asma dengan prinsip latihan tehnik bernapas dangkal (GINA, 2005).
6. Terapi Penanganan Terhadap Gejala
Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien. Terapi ini dianjurkan kepada pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala asma, dan dalam kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini dilakukan di rumah penderita asma dengan menggunakan obat bronkodilator seperti: β2
7. Pemeriksaan Teratur
-agonist inhalasi dan glukokortikosteroid oral (GINA, 2005).
Penderita asma disarankan untuk memeriksakan kesehatannya secara teratur kepada tim medis. Pemeriksaan teratur berfungsi untuk melihat perkembangan kemampuan fungsi paru (GINA, 2005).
Dalam penatalaksanaan asma, pola hidup sehat sangat dianjurkan. Pola hidup sehat akan sangat membantu proses penatalaksanaan asma. Dengan pemenuhan nutrisi yang memadai, menghindari stress, dan olahraga atau yang biasa disebut latihan fisik teratur sesuai toleransi tubuh (The Asthma
Foundation of Victoria, 2002).
Pemenuhan nutrisi yang memadai dan menghindari stress akan menjaga penderita asma dari serangan infeksi dari luar yang dapat memperburuk asma dengan tetap menjaga kestabilan imunitas tubuh penderita asma (The Asthma
Foundation of Victoria, 2002).
Latihan fisik dapat membuat tubuh menjadi lebih bugar, sehingga tubuh tidak menjadi lemas. Latihan fisik dapat merubah psikologis penderita asma yang beranggapan tidak dapat melakukan kerja apapun, anggapan ini dapat memperburuk keadaan penderita asma. Sehingga dengan latihan fisik, kesehatan tubuh tetap terjaga dan asupan oksigen dapat ditingkatkan sejalan
dengan peningkatan kemampuan latihan fisik (The Asthma Foundation of
Victoria, 2002).
Latihan Fisik
2.2.1 Pengertian Latihan Fisik
Latihan fisik merupakan bentuk pemberian rangsangan berulang pada tubuh, dimana tubuh akan beradaptasi terhadap rangsangan yang diberikan secara teratur dengan frekuensi dan takaran yang sesuai dengan kemampuan tubuh. Proses adaptasi merupakan perubahan struktur dan fungsi tubuh terhadap rangsangan yang berupa latihan fisik dalam masa tertentu sampai tubuh memberi respon terhadap rangsangan tersebut (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Makassar, 2008).
2.2.2 Manfaat Latihan Fisik
Latihan fisik mempunyai manfaat terhadap tubuh yaitu (1) Melatih cara bernapas yang benar ketika istirahat dan beraktivitas (2) Melenturkan dan memperkuat otot pernapasan (3) Meningkatkan sirkulasi darah dalam tubuh sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (Yayasan Asma Indonesia, 2008) (4) Memperbaiki dan mempertahankan fungsi tubuh seperti: kekuatan, keuletan, daya tahan tubuh, dan sitem sirkulasi pernapasan (Djide, 2008) (5) Latihan fisik secara berkelompok dapat meningkatkan rasa percaya diri terhadap penderita (IndoFamilyHealth.com, 2008).
2.2.3 Prinsip Gerakan Latihan Fisik
Keseriusan dan dedikasi program latihan adalah penting bagi individu unrtuk mengembangkan tingkat respon otot. Untuk mengembangkan dan
menggunakan tahap latihan yang tepat bagi respon otot, sebaiknya latihan fisik dilakukan dengan prinsip latihannya yang telah disesuaikan sesuai dengan tingkat kompensasi tubuh masing-masing (WordPress.com, 2008).
Prinsip dalam melakukan gerakan latihan fisik yaitu: 1. Kesiapan
Kesiapan fisik dimulai ketika penderita asma mengemukakan tujuan kepada pelatih, pendidik, dan dokter ataupun perawat, kemudian mendapat izin untuk memulai program latihan (WordPress.com, 2008; The Asthma Foundation of
Victoria, 2002).
Kesiapan psikologis dimulai ketika individu (penderita asma), pelatih, pendidik dan dokter sepenuhnya mengerti sasaran yang dikehendaki, program latihan yang dimulai dengan percobaan latihan yang ringan (WordPress.com, 2008; The Asthma Foundation of Victoria, 2002).
2. Kekhususan
Latihan yang mengembangkan otot-otot tertentu yang aktif dan memiliki efek tertentu pada bagian otot. Tipe-tipe tertentu dalam latihan akan membentuk manfaat latihan tertentu pula (WordPress.com, 2008).
3. Keteraturan
Latihan-latihan harus dilakukan dengan suatu dasar permulaan yang teratur dan diakhiri pada waktu yang sama tiap session. Latihan ini mempunyai manfaat yang sama baik fisik maupun psikologis yang maksimal untuk memperoleh kesempatan istirahat yang sesuai dan bersiap-siap untuk sesi latihan berikutnya (WordPress.com, 2008).
4. Frekuensi
Rasa sakit otot yang berlebihan, kelelahan yang ekstrim dan kesiapan psikologis yang tidak tepat adalah indikasi kuat bahwa frekuensi latihan terlalu berlebihan. Frekuensi latihan diatur sesuai dengan kemampuan tubuh, sehingga tubuh dapat beradaptasi terhadap rangsangan yang diterimanya (WordPress.com, 2008).
5. Penyesuaian
Melalui proses penyesuaian dalam menjaga kondisi tingkat efisiensi tubuh, untuk langsung menambah beban kuncinya adalah untuk maju terus dan siap melewati rintangan. Adakalanya dianjurkan untuk mengambil waktu istirahat lebih banyak atau kembali dan meninjau lagi pokok program latihan dengan intensitas lebih rendah (WordPress.com, 2008; The Asthma Foundation of
Victoria, 2002).
6. Beban Latihan
Beban latihan dibarikan dengan pertimbangan terhadap kemampuan penderita asma. Peningkatan intensitas beban dari suatu latihan untuk mendorong ke tahap yang lebih tinggi dari penyesuaian otot dapat dilakukan, apabila tahap ringan sudah dapat dilewati tanpa ada masalah (WordPress.com, 2008; The
Asthma Foundation of Victoria, 2002).
7. Ukuran
Dilakukan pengukuran terhadap perkembangan fisik yang dicapai setelah beberapa kali frekuensi latihan. Hal ini dapat dilakukan dengan pencatatan grafik sederhana yang menampilkan kemajuan-kemajuan (WordPress.com, 2008).
2.2.4 Jenis Latihan Fisik
Pembagian jenis latihan fisik tidak begitu spesifik. Semua kegiatan yang melibatkan pergerakan badan merupakan latihan fisik. Namun, latihan fisik dibedakan atas tingkatan beban latihan, maupun frekuensinya. Pembagian ini dapat membantu penderita asma dalam menentukan jenis latihan fisik yang akan dipilih (WordPress.com, 2008).
Namun, ada tiga bentuk dasar dari latihan fisik: 1. Aerobik
Latihan ini menekankan pada ketahanan dan kebugaran kardiovaskular. Jenis ini menuntut pergerakan yang terus menerus dalam waktu lama dan melibatkan seluruh sistem kardiovaskuler seperti jantung, paru-paru dan pembuluh darah (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Makassar, 2008). Tujuan utama dari jenis latihan ini adalah pengiriman oksigen secara efisien. Dengan pengkondisian aerobik yang terus meningkat, paru-paru bisa menghirup oksigen dengan lebih baik. Demikian juga dengan jantung dan pembuluh darah yang mengirimkan oksigen ke bagian otot (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Makassar, 2008).
2. Anaerobik
Latihan jenis ini tidak melibatkan sistem aerobik. Energi diperoleh hampir sebagian besar dari glukosa yang tersimpan dalam otot. Glukosa dengan cepat habis akibat upaya intens sehingga otot pun menjadi cepat lelah. Angkat berat adalah salah satu contoh jenis latihan anaerobic (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Makassar, 2008).
3. Peregangan
Peregangan sangat dibutuhkan sebelum menjalani latihan dalam upaya mencapai kelenturan otot menghindari cedera. Otot akan menjadi rentan cedera dan sakit jika tidak melakukan peregangan (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Makassar, 2008).
Peregangan dapat menghilangkan rasa ngilu atau pegal sehabis bekerja keras atau olahraga selama delapan jam atau lebih, serta menyebabkan otot tetap fleksibel. Untuk mencapai hasil yang baik, lakukanlah peregangan sebelum dan setelah latihan di mana otot sudah mulai panas. Lamanya, antara 5 - 8 menit (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Makassar, 2008).
2.3 Olahraga Pernapasan
2.3.1 Pengertian Olahraga Pernapasan
Olahraga pernapasan merupakan olahraga yang memfokuskan rangsangan gerakan terhadap otot pernapasan, dimana nantinya diharapkan otot pernapasan dapat beradaptasi terhadap rangsangan tersebut, sehingga terjadi peningkatan kemampuan kerja otot pernapasan (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Makassar, 2008).
Olahraga pernapasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Olahraga Pernapasan Satria Nusantara Tingkat Dasar. Menurut Siswantoyo (2007) Seni Pernapasan Satria Nusantara merupakan salah satu olahraga pernapasan. Sebelumnya peneliti sudah memperdalam pengetahuan tentang olahraga pernapasan tingkat pradasar dengan mengikuti latihan olahraga pernapasan pada perguruan Satria Nusantara.
2.3.2 Manfaat Olahraga Pernapasan
Manfaat yang dapat dicapai dengan melakukan olahraga pernapasan Satria Nusantara yaitu (1) Meningkatkan kemampuan bernapas, dengan meningkatkan kemampuan otot pernapasan, dapat meningkatkan imunitas tubuh, terutama IgG, yang merupakan sel imun yang dapat memblok IgE sebagai imun pencetus asma, sehingga gejala asma dapat dikurangi (Siswantoyo, 2007) (2) Memberikan kebugaran jasmani (3) Belajar bernapas yang benar ketika bekerja dan berhadapan dengan kegiatan, meningkatkan rasa percaya diri dan keinginan untuk berolahraga (4) Meningkatkan kadar hemoglobin darah (5) Dapat meningkatkan fungsi paru dalam memperoleh oksigen (6) Mengurangi hiperventilasi paru (Maryanto, 2008). 2.3.3 Prinsip Gerakan Olahraga Pernapasan
Gerakan olahraga pernapasan dilakukan dengan melakukan pergerakan pernapasan terhadap otot diafragma dan kemudian ditahan sesuai dengan kemampuan penderita asma, yang bertujuan untuk melatih otot pernapasan tersebut supaya kemampuan kerjanya dapat meningkat (Maryanto, 2008). Hoeman (1996) dalam Rosina (2008); pernapasan melalui penggunaan pergerakan diafragma lebih baik dari pada menggunakan otot pernapasan lainnya seperti otot asesoris.
Prinsip gerakan olahraga pernapasan adalah sebagai berikut:
1. Latihan Peregangan Selama 10 (Sepuluh) Menit Dilakukan Dalam 2 (Dua) Periode.
Latihan peregangan bertujuan untuk memberi dorongan, hasrat latihan agar bersemangat, memanaskan jaringan tubuh supaya tidak kaku akibat lama tidak bergerak dan mencegah cedera yang mungkin timbul akibat gerakan lebih
lanjut, memperkecil defisit oksigen dan menyiapkan sistem humoral pengontrol respirasi. Gerakan dimulai dari bagian proksima kedistal, tidak membebani sendi (Zuraidah, 2006).
2. Latihan Pernapasan Duduk Awal dan Duduk Akhir Selama 20 Menit Dalam Dua Periode
Latihan pernapasan duduk awal dan latihan pernapasan duduk akhir dilakukan sebagai pemanasan (warming-up) bagian dalam tubuh sebelum melakukan pernapasan bergerak. Pernapasan duduk akhir dilakukan untuk pendinginan (cooling down) (Maryanto, 2008).
Latihan pernapasan duduk bermanfaat untuk mengembangkan sistem pernapasan yaitu dengan meningkatkanya kapsitas vital paru-paru. Kapasitas vital merupakan salah satu tolak ukur bagi kemampuan fungsional sistem pernapasan. Latihan pernapasan duduk akan menyebabkan seluruh alveoli menegmbang dan menjadi aktif dalam proses pernapasan, suatu cara pelatihan yang baik untuk kesehatan pernapasan (Maryanto, 2008).
Dengan pola pernapasan duduk, penderita asma akan diajarkan cara melakukan ekspirasi maksimal, inspirasi maksimal dan abdominal pressing. Pada pola pernapasan ini tidak hanya otot-otot pernapasan inti yang dilatih, tetapi juga otot-otot pernapasan pembantu dan bahkan juga otot-otot dinding perut dan dasar panggul, khususnya pada saat abdominal pressing (Maryanto, 2008).
Latihan pernapasan duduk akhir merupakan latihan pendinginan, dimana latihan ini dapat menurunkan kerja jantung secara perlahan dan keseluruhan proses metabolisme yang meningkat selama latihan. Keuntungan pendinginan
yaitu mecegah pengumpulan darah dalam vena dan memastikan cukupnya aliran darah dalam otot, mencegah kekakuan dan nyeri otot (Maryanto, 2008). 3. Latihan Pernapasan Bergerak, Dilakukan Selama 80 (Delapan Puluh) Menit
Dilakukan Dalam Dua Periode.
Pernapasan bergerak adalah pengolahan pernapasan yang dilakukan bersamaan dengan gerak tertentu/jurus. Pada latihan pernapasan bergerak, napas ditahan selama 3 sampai 5 menit (Maryanto, 2008).
Latihan pernapasan bergerak menggunakan prinsip latihan anaerobik yang menggunakan sedikit oksigen, sehingga terjadinya pembakaran dalam tubuh hanya menggunakan sedikit oksigen (Maryanto, 2008).
Pada latihan pernapasan bergerak sel tubuh dilatih untuk mengurangi penggunaan oksigen dalam pembakaran. Sehingga, nanti di saat terjadi serangan asma, tubuh dapat bertahan dalam kondisi oksigen yang minimal (Maryanto, 2008).
4. Istirahat Selama 10 Menit
Istirahat dilakukan diantara 2 periode latihan pernapasan bergerak selama 10 (sepuluh) menit dalam satu kali periode (Maryanto, 2008).
Istirahat dilakukan untuk mengumpulkan energi kembali seperti pada awal latihan sehingga latihan pernapasan bergerak dapat dilakukan dengan baik (Wordpress.com, 2008).
2.3.4 Gerakan Olahraga Pernapasan
Adapun gerakan yang dilakukan saat latihan olahraga pernapasan adalah sebagai barikut:
1. Gerakan Peregangan
Tiap gerakan lakukan 2 sampai 3 kali kemudian meningkat menjadi 8 sampai 10 kali (Zuraidah, 2006).
a. Latihan Kepala dan Leher
Lihat keatap dan kemudian menunduk sampai dagu kedada. Jangan hanya menggunakan mata saja dan jangan di hentakkan. Putar kepala dengan melihat bahu sebelah kanan lalu sebelah kiri. Miringkan bahu kesebelah kanan lalu sebelah kiri (Zuraidah, 2006).
b. Latihan Bahu dan Lengan
Angkat kedua bahu ke atas mendekati telinga kemudian turunkan kembali perlahan-lahan. Tepukkan kedua telapak tangan dan regangkan lengan ke depan lurus dengan bahu. Pertahankan bahu tetap lurus dan kedua tangan bertepuk kemudian angkat lengan ke atas kepala. Lengan harus lurus dan tidak bengkok. Satu tangan menyentuh bagian belakang dari leher kemudian raihlah punggung sejauh mungkin yang dapat di capai. Begantian tangan kanan dan tangan kiri. Letakkan tangan di punggung kemudian coba meraih keatas sedapatnya (Zuraidah, 2006).
c. Latihan Paha
Gerakan memutar persendian kaki ke satu arah dengan mengangkat tumit, tetapi ujung sepatu tetap menyentuh lantai. Berdiri tegak dengan berjingkat, perlahan-lahan turunkan tumit-tumit ke lantai dan angkat jari-jari kaki dan kemudian kembali ke posisi semula (Huwaina, 2008).
2. Gerakan Latihan Pernapasan Duduk Awal
Adapun gerakan latihan pernapasan duduk awal adalah duduk dengan kaki melipat ke belakang, telapak kaki dengan ujung jari kaki melingkar ke arah pantat. Tulang ekor menyentuh lantai dan punggung diluruskan. Tangan dengan jempol digenggam diletakkan pada lutut, pandangan lurus ke depan ke satu titik. Bila peserta lebih dari satu orang dan sejenis, maka peserta duduk merapat kiri kanan sehingga lutut saling bersentuhan. Bernapas teratur sambil berkonsentrasi. Keluar masuk napas melalui hidung, dengan menekan napas di bawah perut (abdominal pressing). Selang waktu tarik, tekan/tahan dan keluar napas adalah sama yakni 10-30 detik. Pernapasan duduk dilakukan selama 10 menit (Maryanto, 2008).
3. Gerakan Latihan Pernapasan Bergerak
Adapun gerakan latihan pernapasan latihan bergerak adalah sebagai berikut: a. Gerakan Tungkai
Tungkai membentuk posisi kuda-kuda rendah, kedua kaki sejajar, ujung kaki ke samping berlawanan arah, Telapak kaki digesekan ke bumi dan kedua tumit ditemukan satu sama lain pada setiap gerakan kaki maju sejengkal (Maryanto, 2008).
b. Gerakan Tangan
Jurus untuk tingkat dasar, 10 jurus untuk tingkat pengendalian 1, 6 jurus untuk tingkat gabungan dasar. Untuk tingkat dasar, pada awal gerakan, napas ditarik sebanyak mungkin melalui hidung, kemudian ditekan dan ditahan dibawah perut sambil menggesek telapak kaki maju sejengkal yang disebut satu langkah kuda-kuda, seiring seirama dengan gerakan
tangan. Untuk 1 kali menekan dan menahan napas minimal dilakukan 15 langkah, setelah itu napas dikeluarkan, juga melalui hidung. Kemudian atur napas dengan tarik dan keluar napas 2 atu 3 kali , lalu lanjutkan dengan latihan lagi. Latihan dilakukan selama 90 menit dalam dua periode yang diselingi dengan istirahat (Maryanto, 2008).
4. Istirahat
Selama latihan istirahat dilakukan hanya satu kali selama 10 (sepuluh) menit (Maryanto, 2008).
5. Gerakan Latihan Pernapasan Bergerak
Merupakan lanjutan dari gerakan latihan pernapasan bergerak sebelum istirahat. Melanjutkan gerakan jurus yang sebelum istirahat, untuk memantapkan gerakan latihan gerakan jurus yang sudah diajari sebelumnya (Maryanto, 2008).
6. Gerakan Latihan Pernapasan Duduk Akhir
Gerakan yang dilakukan pada latihan pernapasan duduk akhir sama dengan latihan pernapasan duduk awal yaitu duduk dengan kaki melipat ke belakang, telapak kaki dengan ujung jari kaki melingkar ke arah pantat. Tulang ekor menyentuh lantai dan punggung diluruskan. Tangan dengan jempol digenggam diletakkan pada lutut, pandangan lurus ke depan ke satu titik. Bila peserta lebih dari satu orang dan sejenis, maka peserta duduk merapat kiri kanan sehingga lutut saling bersentuhan. Keluar masuk napas melalui hidung, dengan menekan napas di bawah perut (abdominal pressing). Selang waktu tarik, tekan/tahan dan keluar napas adalah sama yaitu 10-30 detik. Pernapasan duduk dilakukan selama 10 menit (Maryanto, 2008).
7. Gerakan Peregangan
Gerakan peregangan yang dilakukan diakhir untuk menutup latihan mepunyai gerakan yang sama dengan dengan gerkan peregangan yang dilakukan di awal latihan olahraga pernapasan (Maryanto, 2008).
2.4 Olahraga Pernapasan pada Penderita Asma
Olahraga pernapasan mempunyai banyak kegunaannya. Suparto (2001) dalam Siswantoyo (2007); olahraga pernapasan mampu meningkatkan kebugaran fisik dan meningkatkan ketahanan tubuh pada penderita asma. Menurut penelitian yang dilakukan Siswantoyo, 2007; terhadap siswa laki-laki kelas 2 Madrasah Aliyah Mu’alimin Yogyakarta dengan memenuhi kriteria inkubasi tertentu, menghasilkan kesimpulan bahwa olahraga pernapasan dapat meningkatkan kadar beta-endorphin, IgG dan interleukin-6, interleukin-2 dan tidak terjadi peningkatan terhadap interleukin-4, sedangkan kortisol mengalami penurunan.
Dalam penanganan asma, IgG bersifat sebagai antisensitive terhadap
antigen. IgG merupakan antibodi penghalang yang bersaing dengan IgE dalam
mendeteksi antigen. IgG mencegah antigen merangsang mast sel dalam menghasilkan granul-granul yang melepas pengeluaran histamine, slow reactive of anaphlaxis (SRS-A), eosinophil yang merupakan penyebab hipersensitive. IgG juga dapat menekan aktivitas mast sel dan secara langsung dapat menurunkan sensitivitas mast sel terhadap antigen, sehingga hpersensitivitas asma dapat dikurangi (Tizard, 1988; Sherwood, 2008).
Jenis pernapasan yang dilakukan selama latihan olahraga pernapasan adalah pernapasan diafragma, dimana otot diafragma dilatih untuk bernapas dan menahan
napas menurut kemampuan penderita asma, Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rosina (2008) terhadap penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dengan menggunakan latihan otot pernapasan diafragma dapat meningkatkan kemampuan fungsi paru penderita PPOK, dimana APE1
Selain itu, Olahraga pernapasan pada prinsipnya hampir sama dengan olahraga-olahraga lain yang menggunakan manipulasi gerakan tubuh untuk terapi (Siswantoyo, 2007). Menurut penelitian Chang, Yang, Chen, Chiang (2005), Latihan yang menggunakan manipulasi gerakan tubuh dapat meningkatkan fungsi paru pada penderita asma, dimana volume FVC, FEV
meningkat secara signifikan.
1
Dengan begitu olahraga pernapasan dapat memperbaiki keadaan fisiologis paru pada penderita asma disertai dengan peningkatan aktivitas imunitas yang lebih berkualitas (Siswantoyo, 2007).
, PEV meningkat secara signifikan dari sebelumnya.