630
EVALUASI KINERJA DAERAH PENGALIRAN SUNGAI AIR
BENGKULU MELALUI PENDEKATAN DEBIT PUNCAK
MENGGUNAKAN HIDROGRAF SATUAN
Gusta Gunawan1, Besperi2, Putri Ersi Mareta3, Oki Kurniawan5, Rulintan5
1Dosen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu, Kota Bengkulu. Email: mgunawan42443@gmail.com
2Dosen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu, Kota Bengkulu. Email: besperi@yahoo.com
3,4,5Mahasiswa Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu, Kota Bengkulu. Email: putri_em@yahoo.com
ABSTRACT
The purpose of this study was to evaluate the method of calculating peak discharge in the Air Bengkulu River Basin. The data used are rainfall from various rain gauge stations found in DPS Air Bengkulu. The rain data was sourced from the Sumatra River Basin Region VII and the Bengkulu Province BMKG. The method for calculating peak discharge is calculated using 4 (four) unit hydrograph methods, namely Gama 1, Nakayasu, SCS and Snyder. The results showed that the peak discharge (Qp) of the Air Bengkulu river using the four hydrographs was as follows the peak discharge of the HSS SCS method 960.92 m3 / sec, Nakayasu 995.87 m3 / sec, Snyder 1,026,151 m3 / sec and Gama 1 of 668.12 m3 / sec. The conclusion of this study is the peak discharge obtained from 4 (four) methods, namely Nakayasu, SCS, and Snyder and Gama 1 can be used to predict peak discharge in the Air Bengkulu River Basin. The difference in results obtained is influenced by the rain data used.
Keywords : Peak Discharge, Synthetic Unit Hydrograph, the Soil Conservation Service (SCS), Return Period
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi metode perhitungan debit puncak di Daerah Pengaliran Sungai Air Bengkulu. Data yang digunakan adalah curah hujan dari berbagai stasiun penakar hujan yang terdapat di DPS Air Bengkulu. Data hujan tersebut bersumber dari dari Balai Wilayah Sungai Sumatera VII dan BMKG Provinsi Bengkulu. Metode untuk menghitung debit puncak dihitung menggunakan 4 (empat) metode hidrograf satuan yaitu Gama 1, Nakayasu, SCS dan Snyder. Hasil penelitian menunjukan bahwa debit puncak (Qp) sungai Air Bengkulu menggunakan keempat hidrograf tersebut adalah sebagai berikut debit puncak metode HSS SCS 960,92 m3/detik, Nakayasu 995,87 m3/detik, Snyder 1.026,151 m3/detik dan Gama 1 sebesar 668,12 m3/detik.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah debit puncak yang diperoleh dari 4(empat) metode yaitu Nakayasu, SCS, dan Snyder dan Gama 1 bisa digunakan untuk memprediksi debit puncak di DAS Air Bengkulu. Perbedaan hasil yang diperoleh dipengaruhi oleh data hujan yang digunakan.
631
Kata kunci : Debit Puncak, Hidrograf Satuan Sintetik, Soil Conservation Service (SCS), Snyder, Nakayassu, Air Bengkulu.
ABSTRAK
1. PENDAHULUAN
Banjir merupakan bencana alam yang menempati posisi kedua setelah bencana angin puting beliung (Firmansyah, 2019). Bencana tersebut mengindikasikan terjadinya degradasi lingkungan terutama di bagian hulu DAS yang berfungsi sebagai daerah resapan air (Supangat, 2011) dan adanya alih fungsi lahan di DAS bagian tengah dan hilir yang tidak terkontrol.
Perubahan alih fungsi lahan dan curah hujan yang tinggi menimbulkan perubahan pada debit puncak yang terjadi. Debit puncak dapat dikatakan sebagai debit kritis yang menyebabkan banjir (Asdak C. , 2014). Debit puncak terjadi ketika seluruh aliran permukaan yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) mencapai titik outlet.
Para peneliti menggunakan berbagai metode untuk melakukan pendugaan debit puncak salah satunya adalah menggunakan model matematis yaitu menggunakan hidrograf satuan sintetis (HSS). Jenis hidrograf yang dikembangkan oleh para peneliti juga banyak jenisnya. Adapun model hidrograf yang telah dikembangkan, diantaranya adalah hidrograf satuan sintetis (HSS) Gama I, Nakayasu, Snyder, SCS, ITB I dan ITB II (Natakusumah, 2014).
Para peneliti terdahulu yang telah menggunakan model hidrograf satuan sintetis tersebut dalam melakukan estimasi debit puncak di DAS Air Bengkulu, diantara para peneliti yang telah menggunakannya antara lain : Parinduri (2019) untuk menganalisis debit puncak sungai Air Bengkulu menggunakan HSS Nakayasu. Negara (2018) mengunakan HSS untuk menganalisis debit puncak air Bengkulu menggunakan HSS Gama 1 dan HSS Nakayasu. Dari berbagai model yang digunakan terdapat perbedaan dalam menghitung waktu puncak (Tp). Padahal data tentang waktu puncak juga dibutuhkan dalam manajemen resiko banjir. Adanya perbedaan hasil perhitungan debit puncak dan waktu puncak dari berbagai HSS yang telah diterapkan di sungai Air Bengkulu menyebabkan para pihak mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan
Oleh karena itu, penelitian tentang estimasi debit puncak dan waktu puncak banjir perlu dilakukan secara terus menerus dengan berbagai metode sampai menghasilkan suatu model yang bisa mewakili kondisi sesungguhnya dari objek yang diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung mengevaluasi kinerja sungai Air Bengkulu melalui pendekatan debit puncak menggunkan HSS Soil Conservation Service (SCS), lalu membandingkannya dengan HSS Nakayasu dan HSS Snyder.
632 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Banjir
Banjir merupakan salah satu bencana yang kerap melanda saat musim penghujan tiba. Banjir adalah suatu kondisi dimana tidak tertampungnya air dalam saluran pembuangan atau bertambahnya aliran air di dalam saluran pembuangan. Banjir merupakan peristiwa alam yang dapat menimbulkan kerugian harta benda penduduk serta dapat menimbulkan korban jiwa.
Faktor penyebab banjir antara lain adalah perubahan guna lahan, pembuangan sampah, erosi dan sedimentasi, kawasan kumuh di sepanjang sungai, sistem pengendalian banjir yang tidak tepat, curah hujan tinggi, fisiografi sungai, kapasitas sungai yang tidak memadai, pengaruh air pasang, penurunan tanah, bangunan air, kerusakan bangunan pengendali banjir. (Kodoatie & Syarief, 2010) .
2.2 Hidrograf Satuan
Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan lebih
(exces rainfall) yang terjadi merata diseluruh DPS (daerah pengaliran sungai), dengan
intensitas tetap dalam satuan waktu (Departemen Pekerjaan Umum, 1999)
Hidrograf satuan sintetis telah digunakan oleh para ahli hidrologi untuk menghitung debit kritis atau debit puncak. Adapun model hidrograf yang telah dikembangkan, diantaranya adalah hidrograf satuan sintetis (HSS) Gama I, Nakayasu, Snyder, SCS, ITB I dan ITB II dan lain-lain (Natakusumah, 2014).
HSS SCS dikembangkan oleh Victor Mockus tahun 1950 untuk menyediakan bentuk standar hidrograf satuan yang menggunakan fungsi hidrograf tanpa dimensi. Koordinat hidrograf ini telah ditabelkan sehingga mempersingkat waktu untuk perhitungan hidrograf (Kawet dkk, 2013). Koordinat debit diekspresikan sebagai rasio antara debit q dengan debit puncak qp dan absis waktu diekspresikan sebagai rasio waktu t dengan waktu puncak tp, dimana waktu naik Tp dapat diekspresikan sebagai bagian dari waktu puncak tp dan lamanya hujan efektif tr .
3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian
Secara geografis DAS Bengkulu terletak di bagian Utara Provinsi Bengkulu dengan koordinat geografis dari 5°40’02’’ Lintang Selatan sampai 100°40’104’’ Bujur Timur. Peta lokasi DAS Air Bengkulu dapat dilihat pada Gambar 1.
633
Gambar 13. Lokasi Penelitian DAS Air Bengkulu
3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Pengumpulan Data
Data-data yang akan dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan berupa dimensi sungai seperti lebar, kedalaman dan kecepatan aliran. Data Sekunder yang dibutuhkan pada penelitian ini ialah peta DAS Air Bengkulu yang diperoleh dari BPDAS Bengkulu dan data Curah Hujan diperoleh dari Badan Wilayah Sungai Sumatera VII (BWSS VII) dan Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Provinsi Bengkulu.
3.3 Pengolahan Data.
Tahapan pelaksanaan pengolahan data penelitian dijelaskan pada sub bab berikut: 1. Data hujan yang digunakan adalah data curah hujan harian tahun 2009-2018.
2. Perhitungan curah hujan harian maksimum rerata untuk tiap-tiap tahun data dengan metode Partial Series.
3. Parameter statistik yang dihitung yaitu Nilai rata-rata (X), Deviasi standar (Sd), Koefisien kemencengan (Cs), Koefisien Kurtosis (Ck), dan Koefisien variasi (Cv). 4. Uji kecocokan sebaran menggunakan Chi-Kuadrat dan Smirnov-Kolmogorov, dengan
634
Untuk Uji Chi-Kuadrat jika nilai f2 Hitungan < F2 cr (diterima).
Untuk Uji Smirnov-Kolmogorov jika nilai Dmaks < Do kritis (diterima).
5. Menganalisis debit aliran dasar (base flow) digunakan persamaan sebagai berikut :
6. Analisis Hidrograf Satuan menggunakan parameter luas DAS (A), panjang sungai utama, panjang sungai ke pusat DAS (Lc), tinggi hujan satuan (R), durasi hujan satuan (Tr), koefisien waktu (Ct), koefisien manning (n).
7. Perhitungan Time Lag (tp) 8. Perhitungan waktu puncak (Tp)
9. Perhitungan mencari waktu dasar hidrograf satuan (Tb)
10. Perhitungan debit puncak akibat tinggi hujan satu satuan R=1 mm yang jatuh selama durasi hujan satu satuan Tr =1 jam.
11. Pehitungan selanjutnya dilakukan menggunakan Tabel SCS, Nakayasu, Snyder, dan Gama 1.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Curah Hujan
Data curah hujan diperoleh dari tiga stasiun hujan yaitu Tanjung Jaya, Bajak dan Taba Mutung. Data curah hujan yang digunakan untuk perhitungan dengan metode SCS diperagakan pada Gambar 2.
635
Gambar 2. Data Curah hujan dari Tiga Pos Stasiun Hujan DAS Air Bengkulu
Data hujan yang digunakan untuk tiga metode lainnya tidak dilampirkan pada paper ini mengingat keterbatasan dari jumlah halaman yang tersedia dalam penulisan makalah.
4.1.1 Parameter Statistik
Parameter statistic dari berupa nilai Deviasi standar (Sd), Koefisien kemencengan (Cs), Koefisien kortosis (Ck) dan Koefisien variasi (Cv) adalah sebagai berikut :
a. Rata-rata:
b. Deviasi standar
c. Koefisien kemencengan (Skewness)
636
e. Koefisien variasi
4.1.2 Debit Aliran Dasar (Base Flow)
Dengan pertimbangan bahwa lokasi studi tidak tersedia data debit pengamatan untuk mengetahui debit aliran dasar, maka perhitungan Debit Aliran Dasar (Base Flow) dihitung dengan membagi antara panjang sungai dengan luas DAS dimana diketahui panjang total sungai yaitu 40 km dan luas DAS 166,1 km sehingga diperoleh nilai D yaitu 0,241 dan aliran dasar QB diperoleh sebesar 3,348 m3s-1 .
4.1.3 Perhitungan Hidrograf Satuan
4.1.4 Sintetis Soil Conservation Service (SCS)
Pada makalah ini hanya disajikan satu metode saja yaitu Hidrograf Satuan Sintetis SCS. Parameter yang digunakan yaitu Luas DAS (A) = 515 km2, Panjang sungai utama (L) = 40 km, Panjang Sungai ke pusat DAS (Lc)= 20 km, Tinggi Hujan Satuan (R) = 1 mm, Durasi Hujan Satuan (Tr)= 1 jam, Koefisien Waktu (Ct)= 1, Koefisien manning (n) = 0,3 sehingga diperoleh nilai Time Lag (tp) sebesar 7, 429 jam dan waktu puncak (Tp) selama 7,929 jam dan debit puncak sebesar 13,529 m3 S -1. Pehitungan selanjutnya dilakukan dengan tabel SCS sehingga menghasilkan hidrograf SCS seperti yang disajikan pada Gambar 3.
Sumber: Hasil Perhitungan, 2019
637
Gambar 3. Hidrograf Satuan Sintetis SCS
Dari Gambar 3 diketahui bahwa UH (Unit Hidrograph) pada saat t= 7,929 jam adalah waktu dimana puncak atau nilai maksimum untuk nilai UH 13,50 m3/detik, dan pada saat t=24 jam nilai minimum untuk nilai UH 0,98 m3/detik.
4.1.5 Evaluasi Hidrograf Banjir DPS Air Bengkulu
Evaluasi debit puncak banjir pada penelitian dilakukan dengan membandingan HSS SCS dengan HSS Snyder dan HSS Nakayasu. Debit puncak yang dihasilkan oleh ketiga hidrograf tersebut disajikan pada Gambar 4 :
Gambar 4. Hidrograf Satuan DPS Air Bengkulu
Hasil perbandingan menunjukkan bahwa metode HSS Gama I menghasilkan analisis debit puncak rencana yang lebih kecil dibandingkan dengan analisis menggunakan
638
metode HSS SCS dan HSS Nakayasu. Perbedaan hasil debit puncak yang diperoleh terletak pada data sekunder yaitu curah hujan harian maksimum yang digunakan sebagai input. Data hujan yang digunakan pada masing-masing metode bersumber dari alat pengukur hujan yang berbeda-beda sehingga menghasilkan debit puncak yang berbeda pula. Data hujan metode HSS-SCS berasal dari pos hujan Bajak, Tanjung Jaya, dan Taba Mutung, sedangkan pos Hujan untuk metode HSS Snyder, data hujan diperoleh dari Pos Hujan Taba Penanjung, Pos Hujan Karang Tinggi dan Pos Hujan UNIB. Data hujan untuk metode HSS Nakayasu dan Gamma 1 berasal dari pos hujan lainnya.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, perbandingan debit puncak pada DAS Air Bengkulu menggunakan metode HSS SCS 960,92 m3/detik, Nakayasu menghasilkan debit 995,87 m3/detik, Gama I menghasilkan debit 668,12 m3/detik, dan Snyder 1026,151 m3/detik. Kesimpulan dari penelitian ini adalah debit puncak yang diperoleh dari 4(empat) metode yaitu Nakayasu, SCS, dan Snyder dan Gama 1 bisa digunakan untuk memprediksi debit puncak di DAS Air Bengkulu. Perbedaan hasil yang diperoleh dipengaruhi oleh data hujan yang digunakan sebagai masukan dalam perhitungan hidrograf.
6. DAFTAR PUSTAKA
Achmad, M. (2011). Hidrologi Teknik. Makassar: Universitas Hasanudin, Makassar. Amri, K., & Syukron, A. (2014). ANALISIS DEBIT PUNCAK DAS PADANG GUCI
KABUPATEN KAUR PROVINSI BENGKULU. Program Studi Teknik Sipil,
Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu, 2(2), 1-12.
Asdak. (2007). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: UGM-Press.
Asdak, C. (2014). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Budiyanto, S., Tarigan, S. D., Sinukaban, N., & Murtilaksono, K. (2017). The Impact of Land Use on Hidrological Characteristics in Kaligarang Watershead.
International Journal of Science and Engineering, 2(8), 12-130.
Coppola, & Damon, P. (2007). Introduction to International Disaster Management. England, UK: Elsevier, Oxford.
Departemen Pekerjaan Umum. (1999). Direktrorat Jenderal Pengairan. Dalam D. B. Teknik, Panduan Perencanaan Bendungan TIper Urugan Volume 2. Jakarta. Firmansyah. (2019, April 29). banjir dan longsor bengkulu. Diambil kembali dari
kompas.com: https://regional.kompas.com/
Hardianti. (2014). Siklus Hidrologi. Palembang: E-Print Politeknik Sriwijaya, Palembang.
639
Kodoatie, R. J., & Syarief, R. (2010). Tata Ruang Air. Yogyakarta: Penerbit ANDI, Yogyakarta.
Leh, M., Bajwa, S., & Chaubey, I. (2011). Impact of land use change on erosion risk: An integrated remote sensing, geographic information system and modeling methodology. Land Degradation & Development, 35-39.
Retnowati, D., Lasminto, U., & Savitri, Y. R. (2015). Studi Pengendalian Banjir dan Genangan pada Sistem Drainase Kali Puncang Sidoarjo. Studi Pengendalian
Banjir dan Genangan, 22-29.
Rosyidie, A. (2013, Desember). Banjir : Fakta dan Dampaknya, Serta Pengaruh dari Perubahan Guna Lahan. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, 24(3), 241-249. Sari, D. P. (2019, oktober selasa). Kompas. (B. Galih, Editor, D. M. Purnamasari,
Produser, & Kompas.Com) Dipetik oktober 08, 2019, dari Kompas Web Site: https://nasional.kompas.com/
Sasrodarsono, S., & Takeda, K. (2006). Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Supangat, A. B. (2011). Karakteristik hidrologi berdasarkan parameter morfometri DAS di kawasan Taman Nasional Beru Betiri. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi
Alam, 275-283.
Suryatmo, I. S. (2016). Pemodelan Luapan Banjir Sungai Air Bengkulu Menggunakan
HEC- GeoRAS. Bengkulu: Fakultas Teknik Universitas Bengkulu.
UNESCO. (2017). Petunjuk Praktis Partisipasi Masyarakat dalam Penanggulangan
Banjir. Jakarta: UNESCO Office.
Utomo, A. P., Suprayogo, D., & Sudarto. (2014). Estimasi Sebaran Daerah Rawan Banjir Bandang Sub DAS Brantas Kota Batu : Aplikasi model genriver dan sistem informasi geografi. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan, 2(1), 7-14. Waskito, S. N., Hadiani, R. R., & Setiono. (2016, Desember). Analisis Banjir 2 Harian
Maksimum Tahunan dengan Arcgis di DAS Temon. E-Jurnal MATRIKS
TEKNIK SIPIL, 1168-1175.
Wigati, R., Soedarsono, & Mutia, T. (2016). Analisis Banjir Menggunakan Software HEC-RAS 4.0.1 (Studi Kasus Sub-DAS Ciberang HM 0+00 - HM 34+00).
Jurnal Fondasi, 5(2), 35-42.
Wigati, R., Soedarsono, & Mutia, T. (2016). Analisis Banjir Menggunakan Software HEC-RAS 4.1.0 ( Studi Kasus Sub-DAS Ciberang HM 0+00 - HM 34+00).
Jurnal Fondasi, 5(2), 52-63.
Zahara, L. S. (2014). Estimasi Sebaran Daerah Rawan Banjir Menggunakan Model HEC- RAS dan Kerugian Masyarakat di Wilayah Sub DAS CItarik. Departemen