AKTIVITAS AIR PERASAN DAN EKSTRAK ETANOL DAUN
ENCOK TERHADAP BAKTERI YANG DIISOLASI DARI SAPI
MASTITIS SUBKLINIS
(Activity Water Extract and Ethanol Extraction of Plumbago Zeylanica L.
leaves Against Bacteria Isolated from Sub Clinical Mastitis in Cattle)
MASNIARI POELOENGAN
Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. R.E.Martadinata No.30, Bogor 16114
ABSTRACT
Extraction of Plumbago zeylanica L. leaves did not produced an inhibition zone at concentration of 50, 25, 12.5, and 6.25% against four bacteria Gram positive (Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis,
Streptococcus dysgalactiae and Streptococcus agalactiae) isolated from subclinical mastitis milk. Ethanol
extraction at concentration 50, 25, 12.5 and 6.25% can inhibit Staphylococcus epidermidis but only inhibit
Plumbago zeylanica L. leaves gave the biggest inhibition zone against Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis and Streptococcus dysgalactiae. Reaction of antimicroba against tetracycline is
bigger than 50% ethanol extraction of essential oil of Plumbago zeylanica L. leaves.
Key Word: Ethanol Extract, Plumbago zeylanica L., Mastitis.
ABSTRAK
Air perasan daun encok tidak memberikan zona hambat pada konsentrasi 50, 25, 12,5 dan 6,25% terhadap empat bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus dysgalactiae
and Streptococcus agalactiae) hasil isolasi dari susu sapi yang terkena mastitis subklinis. Ekstrak etanol daun
encok pada konsentrasi 50, 25, 12,5 dan 6,25% dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus dan Staphylococcus epidermidis, tetapi hanya menghambat bakteri Streptococcus agalactiae dan Streptococcus dysgalactiae pada konsentrasi 12,5 – 50%. Konsentrasi 50% ekstrak etanol dan minyak atsiri
daun encok memberikan zona hambat paling besar terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis, Streptococcus dysgalactiae dan Streptococcus agalactiae. Daya antibakteri antibiotika tetrasiklin
lebih besar dibandingkan konsentrasi 50% ekstrak etanol daun encok terbukti dengan memberikan zona hambat yang lebih besar.
Kata Kunci: Air Perasan, Ekstrak Etanol, Daun Encok, Mastitis
PENDAHULUAN
Susu merupakan salah satu bahan makanan utama yang berkualitas sangat baik karena memiliki komponen-komponen yang sangat penting untuk pertumbuhan, kesehatan dan kecerdasan. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu antara lain mutu genetik, tata laksana dan juga penyakit. Susu merupakan sumber zat makanan yang baik bagi kuman. Penyakit yang paling sering terjadi pada sapi perah yang disebabkan oleh kuman (bakteri) yaitu peradangan pada ambing (mastitis).
Mastitis merupakan salah satu penyakit yang sangat merugikan peternak sapi perah yang berakibat menurunnya produksi susu. Penyakit ini disebabkan karena masuknya kuman atau bakteri ke dalam ambing sapi perah. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu antara lain makanan, tata laksana, mutu genetik dan penyakit (SUBRONTO, 1985).
Insiden mastitis pada sapi perah di Indonesia sangat tinggi (85 %) dan sebagian besar merupakan infeksi yang bersifat subklinik. Sebagai penyebab utama radang pada sapi adalah kuman-kuman Streptococcus
agalactiae Streptococcus dysgalactiae, Streptococcus uberis dan Streptococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Escherichia coli, Escherichia feundii, Aerobacter aerugenes dan Klebsiella pneumoniae. Penyebab mastitis
subklinik yang paling sering terdeteksi adalah
Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae, Staphylococcus epidermidis,
Escherichia coli (SUBRONTO, 1985).
Sebelumnya telah dilakukan penelitian di Universitas Missouri oleh MARSHALL dan KEISLER pada tahun 1995 dengan mengisolasi bakteri dari susu sapi penderita mastitis subklinis.
Mastitis subklinis adalah bentuk peradangan pada ambing yang tidak menampakkan tanda klinis. bentuk mastitis ini hanya dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium atau uji-uji khusus seperti California Mastitis Test (CMT). Mastitis subklinis tidak nampak secara nyata sehingga kurang disadari dan dimengerti oleh peternak dan mutu susu, penyingkiran air susu, biaya perawatan dan pengobatan yang cukup tinggi serta ternak yang terpaksa dikeluarkan dari peternakan (SUBRONTO, 1985; SCHALM et
al., 1971).
Pengobatan dengan antibiotik merupakan pilihan utama dokter hewan dalam mengatasi kasus mastitis. Uji sensitifitas kuman terhadap beberapa antibiotik diperlukan untuk menentukan antibiotik yang tepat untuk digunakan. Dengan berkembangnya penggunaan antibiotik pada ternak maka perlu dilakukan suatu penelitian yang dapat menjelaskan efektifitas antibiotik yang telah diberikan oleh peternak karena setiap bakteri mempunyai kepekaan yang berbeda terhadap antibiotik tertentu. Antibiotik yang pada mulanya bermanfaat bagi pengobatan infeksi sekarang mulai menimbulkan masalah yaitu dengan munculnya galur-galur mikroba yang resisten terhadap antibiotik. Selain itu susu yang mengandung antibiotik mempunyai dampak negative berupa residu yang dapat menimbulkan alergi bagi orang yang mengkonsumsinya (WIBAWAN et.al., 1990).
Penggunaan produk alami pada pangan menjadi salah satu tuntutan konsumen pada saat ini. Pada penelitian ini menggunakan daun encok yang dalam pustaka dinyatakan memiliki khasiat antibakteri (MOERYATI, 1998; DEPKES, 1995; PERRY, 1980).
Secara klinis terdapat dua macam mastitis yaitu mastitis subklinis dan mastitis klinis. Mastitis sub klinis memiliki ciri-ciri ambing tidak bengkak, tidak sakit dan tidak panas, tetapi terdapat kelainan tertentu pada susunya, sedangkan pada mastitis yang klinis, terdapat suatu gejala abnormalitas pada ambing dan susu yang dihasilkan. Susu terlihat menggumpal atau encer seperti air, terdapat darah atau nanah pada susunya. Mastitis klinis dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu mastitis akut dan mastitis kronis. Mastitis akut ditandai dengan adanya pembengkakan pada ambing, ambing terasa sakit. Kadang-kadang diikuti dengan gejala demam, sapi kelihatan lemah dan nafsu makannya hilang. Mastitis kronis ditandai dengan terdapat pembengkakan pada ambing, terasa keras tetapi tidak terasa sakit dan tidak panas.
Pengobatan terhadap penyakit mastitis ini masih menggunakan antibiotika yang biasa digunakan dalam pengobatan penyakit mastitis ini diantaranya penisilin, sefalosporin, eritromisin, neomisin, novobiosin, tetrasiklin dan streptomisin.
Pengobatan dengan menggunakan antibiotika ini dapat menyebabkan resistensi kuman dan juga menyebabkan kontaminasi atau residu pada air susu sapi yang dapat membahayakan konsumen, diantaranya bisa terjadi keracunan, alergi gangguan pencernaan.
Seiring dengan tumbuhnya kesadaran akan dampak buruk produk-produk kimiawi, maka tumbuh pula kesadaran akan pentingnya produk-produk alami termasuk dalam kesehatan (pengobatan), karena produk ala mini dianggap lebih aman, murah dan sedikit memiliki efek samping. Salah satu tumbuhan yang dikenal sebagai tanaman obat yaitu daun encok (VALSARAJ et al., 1997).
Dipilih tetrasiklin sebagai pembanding karena banyak digunakan secara luas dalam pengobatan, berspektrum luas meliputi bakteri Gram positif (+) dan Gram negatif (-), aerob dan anaerob (SUBRONTO, 1985; EDBERG et al., 1986).
Tujuan penelitian ini untuk membandingkan daya antibakteri antara ekstrak daun encok (Plumbago zeylanica L.). dan antibiotik tetrasiklin terhadap bakteri penyebab mastitis yaitu Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis, Streptococcus agalactiae dan Streptococcus dysagalactiae.
MATERI DAN METODE
Penelitian dalam bentuk isolasi, identifikasi dan pengujian daya antibakteri dilakukan di Laboratorium Bakteriologi, BBalitvet, sedangkan pembuatan ekstrak daun encok (Plumbago zeylanica L.). dilakukan di Laboratorium Balitro, Bogor, Jawa Barat. Tahapan penelitian yang dilakukan yaitu isolasi dan seleksi koloni bakteri dari sapi perah yang menderita mastitis subklinis, identifikasi isolat bakteri yang diperoleh dari sapi perah yang menderitamastitis subklinis, peremajaan stok isolat koloni bakteri hasil isolasi ke media agar darah, pembuatan air perasan, ekstrak etanol serta penyulingan
minyak atsiri dari daun encok dan pengujian potensi antimikroba, ekstrak etanol daun encok terhadap bakteri yang diperoleh dari hasil isolasi dengan metode kertas cakram dengan pembanding antibiotika tetrasiklin.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi dan identifikasi bakteri
Bakteri yang didapat dari hasil isolasi yaitu
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis, sedangkan Streptococcus agalactiae yang berasal dari sapi yang
menderita mastitis subklinis di daerah Citayam Bogor, Jawa Barat, seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil isolasi bakteri dari susu sapi yang terkena mastitis subklinis
Jenis bakteri No dan
identifikasi No puting Streptococcus agalactiae Staphylococcus aureus Staphylococcus epidermidis Streptococcus dysgalactiae 1 + - - - 2 + - - - 3 + - - - 9A Laktasi ke: 1 Umur: 3 tahun 4 - - - - 1 - - + - 2 + - - - 3 - - + - 6C Laktasi ke: 2 Umur: 3 tahun 4 - - - - 1 + - - - 2 - + - - 3 + - - - 8C Laktasi ke: 3 Umur: 3,5 tahun 4 + + - - 1 - - - - 2 - - - + 3 + + - - 11B Laktasi ke: 1 Umur: 3 tahun Bunting: 2 bulan 4 - + - - 1 + - - - 2 - + - - 3 + - - - 3B Laktasi ke: 2 Umur: 7 tahun 4 - - - - 1 - - + - 2 + - - - 3 - - - + 5B Laktasi ke: 7 Umur: 12 tahun Bunting: 3 bulan 4 - + - -
Tabel 1 menunjukkan dari 6 (enam) sapi yang terkena mastitis subklinis bakteri penyebab mastitis terbanyak yaitu
Streptococcus agalactiae disusul oleh Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Bakteri hasil isolasi kemudian
diidentifikasi. Hasil identifikasi yaitu berupa karakteristik morfologi dapat dilihat pada Tabel 2. Staphylococcus aureus pada pembenihan agar darah menunjukkan koloni bakteri berbentuk bulat, berwarna putih agak kekuningan dengan permukaan cembung. Hasil pewarnaan Gram sel bakteri bersifat gram positif pada uji katalase dan koagulase dan memfermentasi manitol. Koloni bakteri
Streptococcus agalactiae pada perbenihan agar
darah berbentuk bulat, berwarna transparan dengan permukaan cembung, pada pewarnaan gram bakteri ini bersifat gram positif dan berbentuk bulat, berwarna abu-abu sampai putih dengan permukaan cembung, bakteri ini bersifat koagulase negatif dan tidak hemolitik.
Aktivitas antibakteri air perasan daun encok
Dilihat dari ukuran diameter daerah hambat masing-masing dari air perasan daun encok
tidak menunjukkan aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus, Streptococcus agalactiae, Staphylococcus epidermidis, dan Streptococcus dysgalactiae. Hal ini disebabkan zat aktif yang
bersifat sebagai antibakteri tidak tersari sehingga tidak menghambat pertumbuhan bakteri uji. Tetrasiklin yang digunakan sebagai kontrol menunjukkan sensitif terhadap ketiga jenis bakteri tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun encok
Ekstrak etanol pada konsentrasi 50, 25, 12,5 dan 6,25% dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis, sedangkan
Streptococcus agalactiae dan Streptococcus dysagalactiae hanya dapat dihambat pada
konsentrasi 50, 25 dan 12,5%. Tetrasiklin memiliki daya hambat yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak etanol daun encok (Tabel 4). Semakin besar konsentrasi maka zona hambat yang terbentuk semakin besar pula, karena semakin besar konsentrasi maka semakin besar pula zat aktif yang terdapat didalamnya, sehingga menyebabkan
Tabel 2. Karakteristik morfologi koloni bakteri pada perbenihan agar darah
Bentuk Warna Permukaan Hemolisis Bakteri
Bulat Putih agak kekuningan Cembung (+) β Staphylococcus aureus
Bulat Kehijauan Cembung (-) α Streptococcus agalactiae
Bulat Putih keabuan Cembung (-) Staphylococcus epidermidis
Bulat Agak Kehijauan Cembung (-) α Streptococcus dysgalactiae
Tabel 3. Rataan diameter zona hambat (mm) perasaan daun encok dengan kontrol tetrasiklin
Diameter zona hambat (mm) Konsentrasi perasan
daun encok Streptococcus agalactiae Staphylococcus epidermidis Staphylococcus aureus Streptococcus dysgalactiae 50 % 0,0 0,0 0,0 0,0 25 % 0,0 0,0 0,0 0,0 12,5 % 0,0 0,0 0,0 0,0 6,25 % 0,0 0,0 0,0 0,0 Tetrasiklin 22,0 27,3 30,7 21,0
Tabel 4. Rataan diameter zona hambat (mm) ekstrak etanol daun encok dengan control tetrasiklin
Diameter zona hambat (mm) Konsentrasi ekstrak etanol Streptococcus agalactiae Staphylococcus epidermidis Staphylococcus aureus Streptococcus dysgalactiae 50 % 10,5 12,0 11,5 10 25 % 8,5 10,0 10,0 9 12,5 % 7,0 8,5 9,0 7 6,25 % 0,0 7,0 7,5 0 Tetrasiklin 21,7 30,7 28,0 21,6
daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri juga semakin besar. Ekstrak etanol memiliki zona hambat terbesar terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis, sedangkan Streptococcus agalactiae dan Streptococcus dysagalactiae
dibandingkan dengan air perasan daun encok. Hal ini dimungkinkan karena zat aktif yang bersifat sebagai antibakteri pada daun encok lebih mudah tersari dalam pelarut etanol 70% sehingga kemampuan daya hambat yang diberikan lebih besar.
Penggunaan antibiotika tetrasiklin (Oxoid) 30 µg/cakram bertujuan untuk membandingkan kemampuan daya hambat perasaan daun encok ekstrak etanol daun encok dengan antibiotika terhadap bakteri uji.
Dinding selnya mengandung lipid asam teikoat dan peptidoglikan. Peptidoglikan merupakan komponen utama penyusun dinding sel bakteri. Keempat bakteri hasil isolasi dari susu sapi yang terkena mastitis subklinis termasuk ke dalam bakteri Gram positif, akan tetapi keempatnya memiliki kepekaan yang berbeda-beda terhadap antibakteri yang diberikan, terbukti dengan adanya perbedaan zona hambat yang terbentuk.
Menurut JOHNSON et al. (1994) Staphylococcus aureus memiliki dinding yang
terdiri dari 50% lapisan peptidoglikan dan memiliki susunan dinding yang kompak. Dinding inilah yang menyebabkan
Staphylococcus aureus bersifat sangat toleran. Staphylococcus aureus termasuk bakteri yang
memiliki aktivitas koagulase positif sedangkan
Streptococcus epidermidis koagulase negatif
(COWAN dan STEEL’S, 1981), sehingga
Staphylococcus aureus bersifat lebih patogen
dari pada Staphylococcus epidermidis tetapi
Staphylococcus epidermidis pun termasuk
bakteri yang sangat toleran dan patogenik (BEISHIR, 1974). Keadaan inilah yang menyebabkan Staphylococcus epidermidis lebih peka terhadap ekstrak daun encok yang diberikan daripada Staphylococcus aureus.
Streptococcus agalactiae memiliki kapsul
yang tersusun dari asam sialat dan senyawa karbohidrat lainnya yang membentuk struktur oligosakarida. Kapsul ini sebagai salah satu faktor virulen dari Streptococcus agalactiae yang berperan dalam mencegah fagositosis, menentukan ketahanan hidup dan mencegah proses pembunuhan bakteri (WIBAWAN dan LAEMMLER, 1990).
KESIMPULAN
Air perasan daun encok tidak menunjukkan aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus dysagalactiae dan Streptococcus agalactiae.
Ekstrak etanol pada konsentrasi 50, 25, 12,5 dan 6,25% dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis, sedangkan
Streptococcus agalactiae dan Streptococcus dysagalactiae hanya dapat dihambat pada
konsentrasi 50, 25 dan 12,5%. Semakin besar konsentrasi dari ekstrak etanol daun encok, maka semakin besar juga daya hambatnya. Daya antibakteri tetrasiklin memiliki daya hambat lebih baik dibandingkan dengan ekstrak etanol.
DAFTAR PUSTAKA
BEISHIR, L. 1974. Microbiology in Practice Confield
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA.
1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.
EDBERG SC, BERGER SA. 1986. Antibiotic and
infection. Alih bahasa oleh Chandra S, Adrianto P. Penerbit buku kedokteran, Jakarta. JOHNSON, A.G., R.ZEIGLER, T.J. FITGERALD, O.
LUKASEWYCZ and L. HAWLEY. 1994. Mikrobiologi dan Imunologi. Binarupa Aksara, Jakarta.
MOERYATI, S. 1998. Alam Sumber Kesehatan:
Manfaat dan Kegunaan. Edisi I. Balai Pustaka, Jakarta.
PERRY LM. 1980. Medical Plants of East and Southeast Asia. The Mit Press, London. SCHALM OW, CAROL EJ, NC JAIN. 1971. Bovine
mastitis. Lea Febiger, Philadelphia, USA.
SUBRONTO, 1985, Ilmu Penyakit Ternak I. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
STEEL’S and COWAN. 1981. Manual for
Identification of Medical Bacteria. Cambridge University Press, Sydney.
WIBAWAN, I.W.T. and C.H. LAEMMLER. 1990.
Properties of Group B. Streptococci with Herd Improvemen Co-operative Society Limited. George Gray Centre, Victoria.
WIBAWAN, I.W.T. and C.H. LAEMMLER. 1990.
Properties of Group B. Streptococci with Protein Surface Antigen X and R. J. Clin. Microbiol 28: 2834 – 2836.
VALSARAJ, R. 1997. Antimicrobial screening of
selected medicinal plants from India. J. Ethnopharm 58: 75 – 83.
DISKUSI
Pertanyaan:
Mengapa menggunakan daun encok dan ekstrak etanol? Jawaban: