• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai latar belakang, rumusan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai latar belakang, rumusan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan, dan manfaat dari penelitian.

1.1 Latar Belakang

“UN tinggal 35 hari lagi, UN tinggal 20 hari lagi, UN tinggal 10 hari lagi….”, itulah pengumuman yang dipasang di pintu masuk salah satu sekolah swasta di Tangerang untuk mengingatkan para muridnya bahwa ujian nasional sudah di depan mata sehingga diharapkan muridnya dapat mempersiapkan materi dan mental dengan baik. Dalam sebuah artikel Kompas (21 Maret 2010), dikatakan bahwa menjelang ujian nasional para pendidik telah menyiapkan peserta didiknya agar mampu menghadapi atau mengerjakan soal-soal ujian dengan baik, mulai dari mengadakan bimbingan belajar, les mata pelajaran tambahan, sampai melakukan Try Out agar para siswa dapat mempelajari soal-soal yang mungkin keluar pada saat Ujian Nasional. Semua ini dilakukan untuk keberhasilan dan kesuksesan mengerjakan Ujian Nasional.

Ujian Nasional (UN) adalah salah satu bentuk evaluasi yang dilakukan secara nasional dalam dunia pendidikan dan disesuaikan dengan standar pencapaian hasil secara nasional (Keeves,1994). Berdasarkan Kepmendiknas UU Nomor 20 Tahun 2003, UN merupakan kegiatan penilaian hasil belajar siswa yang telah menyelesaikan suatu jenjang pendidikan pada jalur sekolah atau madrasah yang diselenggarakan secara nasional. Ujian Nasional dilaksanakan serentak di seluruh

(2)

Indonesia pada hari yang sama. Soal-soal Ujian Nasional pun dibuat oleh guru-guru terpilih yang harus menjalani karantina. Guru-guru ini ditunjuk oleh panitia pelatihan guru mata pelajaran UN dalam kesepakatan musyawarah guru mata pelajaran. Pada pelaksanaan Ujian Nasional tahun 2012 terdapat sedikit perubahan dari tahun sebelumnya dalam hal penilaian. Di tahun ini, nilai kelulusan ditentukan dari nilai akhir yang terdiri dari 60% nilai Ujian Nasional dan 40% nilai Ujian Sekolah. Siswa dinyatakan lulus apabila rata-rata nilai akhir paling rendah adalah 5,5 dengan nilai akhir mata pelajaran paling rendah 4,0. Prosedur penilaian ini dilaksanakan seragam di seluruh Indonesia. Keseragaman itu membuat Ujian Nasional termasuk dalam ujian yang terstandardisasi (Standardized Tests), yaitu ujian yang menurut Santrock (2009), mempunyai prosedur seragam pada administrasi dan penilaian serta sering kali memungkinkan prestasi siswa untuk dibandingkan dengan prestasi siswa yang lain pada tingkat umur atau kelas yang sama pada basis nasional.

Ujian Nasional merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Siswa harus mampu mencapai standar nilai tertentu sebagai syarat kelulusan. UN yang telah dilaksanakan dalam beberapa tahun terakhir bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu yang masuk dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, pentingnya UN yang dilaksanakan saat ini adalah sebagai alat untuk memantau kualitas pendidikan di sekolah dibandingkan dengan sekolah-sekolah lainnya di jenjang pendidikan yang sama. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Mardapi (2000), yang menyatakan bahwa hasil UN berfungsi untuk memantau kualitas pendidikan baik antarwilayah, antarwaktu, memotivasi siswa, guru, sekolah agar lebih berprestasi dan sebagai umpan balik bagi pengelola pendidikan. Berpendapat serupa Tilaar (2006)

(3)

menyatakan bahwa kegiatan UN merupakan suatu kegiatan pemetaan masalah-masalah pendidikan nasional serta kesepakatan untuk menangani masalah-masalah-masalah-masalah mendasar yang dihadapi oleh sistem pendidikan nasional.

Sampai dengan saat ini, diketahui bahwa pelaksanaan ujian nasional telah banyak menimbulkan pro (sikap setuju pada UN) dan kontra (sikap tidak setuju pada UN) di tengah masyarakat baik dari kalangan pendidikan maupun di kalangan non pendidikan. Akan tetapi terlepas dari pro dan kontra yang ada, pelaksanaan UN tetap harus dilaksanakan karena mendukung tujuan pendidikan seperti yang diamanatkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 58 ayat (2). Dari perspektif legalitas (UN sebagai sebuah Sistem Negara), pemerintah melalui Kemendikbud telah mengeluarkan peraturan terbaru tentang Ujian Nasional 2012 yang dituangkan dalam Permendikbud Nomor 59 tahun 2011 tentang kriteria kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dan penyelenggaraan ujian sekolah dan ujian nasional. Atas dasar itu, penyelenggaraan ujian nasional merupakan pelaksanaan dari salah satu ketentuan yang terkait dengan penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.

Pelaksanaan Ujian Nasional, dari perspektif akademik (UN sebagai sebuah Sistem Pendidikan), dipandang sebagai suatu bentuk assessment atau penilaian terhadap siswa. Keeves (1994) menyatakan bahwa ujian akhir berfungsi untuk sertifikasi, seleksi, survei, dan pengendalian mutu pendidikan. Agar fungsi tersebut dapat berjalan sebagaimana mestinya, ujian akhir dijalankan sebagai sebuah proses sistematik untuk mengumpulkan, menganalisis, dan mengartikan dalam rangka mengetahui sejauh mana tingkat pencapaian siswa terhadap tujuan pembelajaran (Gronlund & Linn,1985).

(4)

Ujian Nasional menimbulkan fenomena yang selalu dibahas setiap tahunnya oleh Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan, sekolah, guru, orang tua, dan siswa sendiri. Ujian Nasional menimbulkan tekanan dan stres pada diri siswa. Bagi mereka yang gagal dalam Ujian Nasional sering dihinggapi rasa tidak berdaya, malu, stres, bahkan sampai berujung pada kasus yang dramatis seperti percobaan bunuh diri. Jumlah kasus ini meningkat signifikan pada masa menjelang dilaksanakannya ujian nasional dan setelah hasil ujian nasional diumumkan. Siswa yang mengalami kecemasan melakukan tindakan percobaan bunuh diri dan beberapa di antaranya mengalami akibat fatal sehingga nyawanya tidak dapat diselamatkan (Purwanto, dalam Prawitasari, 2012). Ujian Nasional bagi sebagian siswa sering dirasakan sebagai stressor yang dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan yang timbul pada saat Ujian Nasional diperkirakan dapat mengganggu konsentrasi dan kemampuan dalam berpikir serta bertindak saat ujian. Sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap hasil yang dicapai pada saat ujian tersebut (Purwanto, dalam Prawitasari, 2012).

Sebuah artikel di Kompas (21 Maret 2010) menyebutkan bahwa hal-hal yang dicemaskan oleh para siswa antara lain adalah bahan ujian yang terlalu banyak (meliputi materi kelas 1, 2, dan 3 SMA), tidak mampu menguasai materi, sulitnya soal-soal yang keluar pada saat UN, standar nilai kelulusan yang tinggi dan selalu meningkat setiap tahunnya, banyaknya mata pelajaran yang diujikan, hasil ujian jelek, takut tidak lulus karena merupakan salah satu penentu kelulusan, dan jika tidak lulus maka secara psikologis anak yang tidak lulus akan dihinggapi rasa malu, rendah diri, ada stigma “bebal & bodoh”, serta akan menghambat kelanjutan pendidikan. Dampak ini menjadi daya “pembunuh” yang luar biasa terhadap motivasi anak (Sawali,2007). Perasaan cemas, takut, dan gelisah merupakan bentuk beban

(5)

yang timbul pada mental dan psikologis anak dalam menghadapi UN. Jika perasaan ini terus dirasakan oleh siswa selama dan sampai berlangsungnya ujian nasional, maka akan mempengaruhi dan menghambat siswa dalam mengerjakan soal-soal ujian, sehingga akan mempengaruhi pula pada hasil ujian.

Dalam sebuah artikel Vivanews (23 Februari 2012), menyatakan bahwa Ujian Nasional merupakan ujian akhir untuk penentuan kelulusan pada tingkat pendidikan. Tak mengherankan bahwa UN adalah sosok dan figur yang menyeramkan bagi para siswa akan ketidaklulusan. Senada dengan hal itu, dalam sebuah artikel Kompas (14 April 2008), dijelaskan bahwa setiap tahun standar UN selalu meningkat, bobot soal yang cukup sulit, dan jumlah mata pelajaran yang bertambah sejak tahun 2008 membuat para siswa semakin cemas. Hal ini membuat situasi menjelang Ujian Nasional menjadi menegang dan banyak siswa yang merasa cemas dan ketakutan. Sejalan dengan itu, menurut Harti (2007), siswa mengalami kecemasan jika mereka tidak mampu mencapai standar kelulusan yang telah ditetapkan.

Di dalam kehidupan sehari-hari, individu tidak akan lepas dari berbagai persoalan yang terkadang sulit diatasi, sehingga dapat menimbulkan perasaan gelisah, tidak aman, dan cemas. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila setiap individu pernah mengalami kecemasan. Kecemasan adalah suatu keadaan atau kondisi emosi yang tidak menyenangkan dan merupakan pengalaman yang samar-samar yang disertai dengan perasaan tidak berdaya dan tidak menentu. Kecemasan biasanya bersifat subjektif yang ditandai dengan adanya perasaan tegang, khawatir, takut, dan disertai dengan adanya perubahan fisiologis (Lazarus,1976).

Kecemasan (Anxiety), dalam Psikologi didefinisikan sebagai perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut serta bersifat individual (Chaplin,2008). Nevid

(6)

(2005) menjelaskan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan aprehensif bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Sama halnya dengan yang dikemukakan oleh Haber dan Runyon (dalam Suryani,2007) bahwa jika seseorang mengalami perasaan gelisah, gugup, atau tegang dalam menghadapi suatu situasi yang tidak pasti, berarti orang tersebut mengalami kecemasan yaitu ketakutan yang tidak menyenangkan atau suatu pertanda sesuatu yang buruk akan terjadi.

Sarason dan Davison (dalam Zulkarnain,2009) menjelaskan bahwa kecemasan merupakan bagian dari tiap pribadi manusia terutama jika individu dihadapkan pada situasi yang tidak jelas dan tidak menentu. Sebagian besar dari individu merasa cemas dan tegang jika menghadapi situasi yang mengancam atau stressor. Menurut Sari dan Kuncoro (2006), keadaan pribadi individu, tingkat pendidikan, pengalaman yang tidak menyenangkan, dan dukungan sosial merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan. Sedangkan menurut Nevid, Rathus, dan Greene (2007), kecemasan dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor lingkungan sosial (meliputi pemaparan terhadap peristiwa yang mengancam atau traumatis, dan kurangnya dukungan sosial), faktor biologis (meliputi predisposisi genetis, abnormalitas dalam jalur otak yang memberi sinyal bahaya), faktor tingkah laku, dan faktor kognitif serta emosional. Selain itu, masalah kesehatan, relasi sosial atau dukungan sosial, ujian, karir, relasi internasional, dan kondisi lingkungan adalah beberapa hal yang juga menjadi sumber kecemasan.

Menurut Djiwandono (2002), timbulnya kecemasan yang paling besar adalah pada saat siswa menghadapi tes atau ujian. Selama bertahun-tahun, siswa memberikan reaksi cemas yang hebat terhadap tes khususnya Ujian Nasional.

(7)

Terlampau cemas dan takut menjelang ujian, justru akan menghalangi kejernihan pikiran dan daya ingat untuk belajar dengan efektif sehingga hal tersebut mengganggu kejernihan mental yang sangat penting untuk dapat mengatasi ujian (Goleman,1997).

Untuk bertahan terhadap stres dan kecemasan, sistem dukungan sering kali diperlukan. Salah satu yang dibutuhkan siswa, selain belajar yang lebih intensif, adalah adanya dukungan sosial untuk mengurangi kecemasan yang dihadapinya (Santrock,2003). Keterikatan yang dekat dan positif dengan orang lain, terutama dengan keluarga dan teman secara konsisten ditemukan sebagai pertahanan yang baik terhadap stres dalam kehidupan remaja (Gottlieb, dalam Santrock,2003). Pada penelitian yang dilakukannya, O’Brien (dalam Santrock,2003) menemukan bahwa teman sebaya adalah sumber utama dukungan yang menyeluruh bagi remaja. Sebagai remaja, mereka dapat memperoleh dukungan sosial dari berbagai sumber, seperti dari keluarga, guru, orang tua, pasangan, sahabat, dan teman sebayanya (peers). Thoits (1983) mendefinisikan dukungan sosial sebagai perasaan sosial dasar yang dibutuhkan individu secara terus menerus yang dipuaskan melalui interaksi dengan orang lain. Dari interaksi ini individu menjadi tahu bahwa orang lain memperhatikan, menghargai, dan mencintai dirinya.

Dukungan sosial merupakan suatu kumpulan proses sosial, emosional, kognitif, dan perilaku yang berlangsung dalam sebuah hubungan pribadi dimana individu memperoleh bantuan untuk melakukan penyesuaian adaptif atas masalah yang dihadapinya (Dalton, Elias, & Wandersman, 2001). House dan Kahn (1985), menyimpulkan pendapat beberapa ahli, menyatakan bahwa dukungan sosial mampu

menolong individu mengurangi pengaruh yang merugikan dan dapat

(8)

sosial dari lingkungan khususnya dari teman sebaya (peers) dapat mengurangi kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional. Salah satu peran dari teman sebaya yaitu berupa pemberian dukungan sosial.

Dukungan sosial dari teman sebaya yaitu dukungan yang diterima dari teman sebaya (peer) yang berupa bantuan baik secara verbal maupun non verbal. Teman sebaya (peer) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama (Santrock,2003). Teman sebaya merupakan sumber status, persahabatan, dan rasa saling memiliki yang penting dalam situasi sekolah. Di sekolah, remaja biasanya menghabiskan waktu bersama-sama paling sedikit selama enam jam setiap harinya ditambah dengan kegiatan-kegiatan di luar sekolah. Oleh karena itu, pengaruh teman sebaya cukup kuat pada masa remaja. Bagi remaja, hubungan teman sebaya merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya (Santrock,2003). Teman sebaya merupakan sumber penting dukungan sosial yang berpengaruh terhadap rasa percaya diri remaja. Di masa remaja, kelompok teman sebaya memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan remaja baik secara emosional maupun secara sosial. Buhrmester (1996) menyatakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman, dan panduan moral. Hampir sepertiga dari waktu remaja (SMA) setiap hari dilewatkan di sekolah dan tidak mengherankan jika pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa remaja cukup besar (Sarwono,2000).

Sarason, Levine, Basham, dan Sarason (1983) mengatakan bahwa individu dengan dukungan sosial tinggi memiliki pengalaman hidup yang lebih baik, harga diri yang lebih tinggi, serta pandangan hidup yang lebih positif dibandingkan dengan individu yang memiliki dukungan sosial yang lebih rendah. Hal tersebut memperlihatkan bahwa dukungan sosial itu penting dalam kehidupan sehari-hari

(9)

karena adanya dukungan sosial dapat memberikan efek yang positif bagi individu yang bersangkutan. Siswa yang mendapatkan dukungan sosial yang tinggi dari teman sebayanya akan merasa bahwa dirinya dicintai dan diperhatikan sehingga meningkatkan rasa harga diri mereka. Siswa dengan harga diri yang tinggi cenderung memiliki rasa kepercayaan diri serta keyakinan diri bahwa mereka mampu menguasai situasi dan memberikan hasil yang positif, dalam hal ini adalah keyakinan diri dalam menghadapi UN. Keadaan ini akan membantu siswa dalam mereduksi kecemasan yang mereka rasakan menjelang UN, dan begitu pula sebaliknya, kecemasan yang berlebihan akan menghambat siswa untuk mencapai standar nilai yang memuaskan karena siswa cenderung memusatkan perhatiannya pada kecemasan yang dialaminya. Oleh karena itu, dukungan sosial dari teman sebaya sangat dibutuhkan untuk dapat mengurangi kecemasan menjelang Ujian Nasional.

SMA X ini merupakan salah satu sekolah swasta terbaik di Indonesia. Ciri khas pada SMA ini adalah adanya perhatian khusus pada penguasaan Science khusunya MIPA dengan menggunakan kurikulum nasional secara inovatif. SMA ini membekali para siswanya untuk memiliki kecakapan hidup seperti character building, science camp, seminar, training, dan memberi kesempatan untuk berkompetisi dalam bidang akademis maupun non-akademis. Sekolah ini mempunyai segudang prestasi dan menawarkan pendidikan berkualitas tinggi. Ditinjau dari pergaulannya, para siswanya diajarkan untuk saling memotivasi kepada kakak atau adik kelas baik dalam hal belajar maupun pegaulan, saling terbuka, memiliki kerja sama, saling berbagi, dan membantu satu sama lain. SMA ini membentuk tata pergaulan dalam suasana interaksi dan sosialisasi dimana guru-siswa dan antar siswa saling

(10)

mempengaruhi. Pada peringkat UN tahun 2005, SMA ini berhasil meraih juara pertama.

Berdasarkan beberapa penjelasan yang telah diberikan tersebut, dapat diperoleh adanya indikasi bahwa kecemasan menjelang Ujian Nasional memiliki hubungan dengan dukungan sosial dari teman sebaya. Sehubungan dengan ciri khas dan pola interaksi yang ada di SMA X, penelitian ini berupaya untuk melihat apakah ada pengaruh dari dukungan sosial teman sebaya terhadap kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk memudahkan penelitian, maka perlu dirumuskan masalah apa yang menjadi fokus penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah ada pengaruh dari dukungan sosial teman sebaya terhadap kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional pada siswa kelas XII SMA X di Jakarta Barat?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh dukungan sosial teman sebaya terhadap kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional pada siswa kelas XII SMA X di Jakarta Barat.

1.4 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat baik secara teoritis maupun praktis.

(11)

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pengembangan ilmu psikologi dan memperkaya kajian teoritis, khususnya bidang Psikologi Sosial dan Psikologi Pendidikan mengenai pengaruh dukungan sosial teman sebaya terhadap kecemasan menghadapi Ujian Nasional. b. Memperkaya penelitian yang berkaitan dengan pendidikan di Indonesia. c. Menjadi studi awal untuk penelitian dalam bidang Psikologi Pendidikan

khususnya yang berfokus pada kecemasan UN maupun dukungan sosial teman sebaya.

d. Menjadi referensi bagi dosen atau praktisi yang menyampaikan materi yang berkaitan dengan dukungan sosial dan kecemasan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa: memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada siswa mengenai pentingnya dukungan social teman sebaya dan bisa mengelola kecemasan dengan baik, serta dapat saling memberi dukungan secara positif.

b. Bagi SMA X: memberikan gambaran tentang kecemasan para siswanya dalam menghadapi ujian nasional dan pengaruh dukungan sosial teman sebaya terhadap kecemasan tersebut. Gambaran tersebut diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna bagi sekolah dalam upayanya untuk meningkatkan prestasi para siswanya.

c. Bagi SMA pada umumnya: memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang dukungan sosial teman sebaya dan kecemasan menghadapi ujian nasional, sehingga bisa menjadi intervensi tersendiri bagi pihak sekolah.

(12)

d. Bagi guru: memberikan bahan masukan kepada guru dalam upayanya mereka untuk menyusun beberapa kegiatan yang bisa mereduksi kecemasan dalam menghadapi ujian nasional.

e. Bagi orang tua: memberikan gambaran serta masukan mengenai pengaruh dukungan sosial teman sebaya terhadap kecemasan menghadapi ujian nasional dan seberapa penting dukungan sosial teman sebaya mempengaruhi kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional.

(13)

Referensi

Dokumen terkait

4.1 Grafik Gain Penggunaan Landasan Satuan Bahasa dalam Penafsiran Puisi Kelas

35.09.311 – Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten 35.09.311.01 – UPT Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kaliwates 35.09.311.02 – UPT

Asal-usul penyebaran kapak persegi melalui suatu migrasi bangsa Asia ke Indonesia. Nama kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang lintangnya yang

Ini terlihat dari hasil pada proses pembelajaran menggunakan metode outbound sebagai berikut: (a) bersabar menunggu giliran total hasil observasi mencapai

Berdasarkan alasan-alasan yang telah kami uriikan diatas, seperti cukup banyak perusahaan yang melakukan akuisisi dengan tujuan secara menyeluruh bagi perusahaan target yang tentu

sesuai Pasal 362 KUHP. Adapun pembinaan yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan menurut Bapak Faisal, salah seorang Pembina warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas

Orientasi teori normatif adalah membuat komitmen strategis untuk bertindak sesuai dengan prinsi-prinsip moral untuk memperoleh reputasi yang baik, yang pada gilirannya,

Relasi antar tabel menggambarkan hubungan antar tabel yang akan digunakan untuk mengolah data agar menghasilkan informasi yang dibutuhkan dengan kunci primer