Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-13 53 Abstrak: Mendirikan sebuah perusahaan
atau lebih tepat disebut memulai bisnis ternyata gampang-gampang susah. Seperti orang yang belajar naik sepeda, pertama kali duduk di atas sadel sepeda akan merasa gamang dan takut, ragu-ragu untuk memulai mengayuh, jangan-jangan nanti jatuh dan menabrak pagar orang atau bahkan masuk parit. Namun ketika pedal sepeda mulai dikayuh dan si anak dapat menguasai rasa takutnya, ternyata naik sepeda itu mudah, semudah kita berjalan kaki. Seperti kiasan di atas, hal tersebut juga terjadi pada saat kita akan memulai suatu usaha/ bisnis. Berbisnis jika berhail akan memberikan earning yang jauh berlipat daripada bekerja pada orang lain, namun resikonya juga sepadan dengan hasilnya. Tantangan-tantangan yang akan dihadapi pada saat kita ingin memulai sebuah bisnis baru.
Kata-kata kunci: Kunci, Pertanyaan, Bisnis.
PENDAHULUAN
Karakteristik yang berintikan kemauan dan kemampuan merupakan syarat bagi seseorang wirausahawan. Sifat karakteristik sebagian besar bersumber dari kekuatan interal yang ada pada diri wirausaha. Sifat karakteristik itu perlu terus dibina dan dikembangkan dalam konteks hubungan sosial; yang secara
praktis adalah melalui pergaulan sosial
dan jaringan yang ada.
1. Bergaul.
Seorang calon wirausaha, perlu
menjalin sebanyak mungkin
persahabatan dan terus memeliharanya, meski secara fisik mungkin cukup jauh dan tidak berada dalam satu lingkungan/ organisasi. Perhatian perlu diberikan kepada para sahabat meski hal itu mungkin dianggap remeh oleh orang lain. Bina pergaulan dan keakraban dalam hubungan yang baik dan benar.
2. Pelihara Jaringan
Sering kurang merasakan bahwa sebenarnya kita memiliki cukup banyak teman dengan berbagai latar belakang. Baik secara ekonomi, profesi, hobi, pendidikan, usia, kedudukan social dan lain-lain. Jadikan teman-teman sebagai sumber jaringan yang sangat berharga yang memiliki keterikatan emosional. Hindarkan pemikiran dan perbuatan yang
mencurigai, mencurangi atau
membohongi dalam kerja sama.
PEMBAHASAN
Sebelum memulai berbisnis, sebaiknya didahului dengan menjawab sendiri pertanyaan berikut ini:
Pertama: MENGAPA SAYA INGIN
BERBISNIS?
Banyak alasan yang menyebabkan seseorang memulai bisnisnya sendiri, antara lain adalah untuk memenuhi MEMULAI BISNIS: BEBERAPA PERTANYAAN KUNCI
Oleh Fransisca R. Sinay
Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-13 54 keinginan-keinginan mendapatkan laba,
meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan eksistensi diri, karena tidak/ belum ada pekerjaan (nganggur) dan sebagainya.
Kelangsungan bisnis yang
dilakukan akan sangat dipengaruhi kondisi-kondisi antara lain : kondisi lingkungan (seperti : tingkat penerimaan masyarakat terhadap produk atau jasa baru, pasar yang amat luas dan majemuk, kelangkaan sumber daya dan lain-lain), kondisi alamiah bisnis itu sendiri (seperti : seberapa potensial bisnis tersebut, seberapa besar size perusahaan yang optimum dan lain-lain),
kondisi awal wirausahawan saat
melakukan bisnis (seperti : seberapa ulet, cermat dan hemat, seberapa setia, seberapa concern, seberapa tangguh dan lain-lain).
Kedua: BISNIS APA YANG INGIN SAYA TEKUNI ?
Setelah pertanyaan pertama, akan diikuti pula dengan pertanyaan seperti: “bisnis apa yang akan saya tekuni?”, atau “bisnis apa yang cocok dengan saya?”
Untuk menjawab pertanyaan
tersebut, calon wirausahawan dapat memahami dan mencernakan beberapa
pokok pikiran sebagai keharusan, yaitu :
1. Bersikap dan berpikir objektif.
Cara untuk mencapai objektivitas adalah dengan memperbanyak penelitian atau survey yang mendalam tentang karakteristik berbagai macam bisnis.
2. Memahami Life Cycle of Product.
Kebanyakan seorang calon
wirausahawan bahkan yang sudah
menjadi wirausahan tidak menyadari arti suatu “siklus hidup barang dan jasa”. Kita harus mengenali siklus hidup berbagai produk / jasa yang ingin kita hasilkan,
dengan demikian kita tahu kapan kita
harus membuat keputusan untuk
bertindak atau tidak bertindak sama sekali. Walaupun tindakan kita benar, namun bila waktunya tidak sesuai dengan siklus usaha, kegagalan akan menanti kita.
3. Mempunyai teknologi atau knowhow
yang cukup.
Sering kali dalam memulai bisnis, kita tergiur untuk mengikuti tindakan orang lain tanpa membekali diri dengan
knowhow yang cukup. Walaupun
knowhow dapat dipelajari sambil melakukan bisnis, namun saat dianjurkan untuk belajar terlebih dahulu dari pengalaman orang lain, sehingga dapat
memprediksi dan mengantisipasi
kegagalan di masa mendatang. Kecuali jika bisnis yang kita jalankan adalah bisnis yang benar-benar baru.
4. Tidak pernah berpikir bahwa bisnis itu
murah.
Hal itu terutama ditujukan pada para pemula yang memutuskan terjun di bisnis yang memerlukan modal kerja sesuai kebutuhan bisnis yang dilakukan. Jika kita salah memperkirakan atau salah menghitung kebutuhan biaya, maka akan
fatal akibatnya, karena akan
mempengaruhi keputusan-keputusan
lainnya. Contoh : katakanlah kita cukup optimis akan mendapatkan pinjaman bank karena kebetulan kepala bank tersebut adalah saudara atau sahabat kental kita.
5. Selalu berpikir bahwa produk dan jasa
kita adalah unik atau lain daripada yang lain.
Jika kita selalu memposisikan produk kita unik, maka kita akan terpacu untuk berkreasi agar produk mempunyai nilai tambah lebih disbanding pesaing kita. Harga mahal bagi konsumen bukan
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-13 55
masalah sepanjang produk yang mereka beli lain dari pada yang lain.
6. Pengetahuan yang cukup tentang
hokum berbisnis.
Berbisnis berarti menyediakan diri kita untuk dipercaya oleh orang lain, karena kepercayaan adalah dasar utama suatu bisnis. Jika kita tidak paham aturan main, tidak paham etika bisnis maka orang akan menganggap kita “mau seenaknya sendiri”.
Dalam jangka mungkin
menguntungkan, namun dijamin tidak akan tahan lama di percaturan dunia bisnis. Dengan menjawab, mengevaluasi, memahami enam pokok pikiran di atas, maka kita akan menemukan bisnis manakah dari sekian banyak kesempatan yang ada yang paling cocok dengan kondisi kita saat ini dan saat mendatang. Ketiga: SIAPKAH SAYA MEMULAI BISNIS YANG SAYA PILIH ?
Fase antara menemukan ide tentang suatu bisnis dan fase memulai bisnis adalah suatu fase yang sangat kritis bagi para calon wirausahawan.
Dengan menganalisis segala
kemungkinan, kita bisa memprediksi bisnis apa yang akan kita masuki. Artinya, di atas kertas kita telah siap untuk menjadi seorang wirausaha. Namun benarkah kita telah “benar-benar” siap memasuki era yang gelap itu ?. Antara kedua fase di atas memang terdapat paling tidak 5 (lima) kritikal faktor yang perlu diwaspadai, walaupun di atas kertas kita telah siap menjadi seorang wirausaha. Kelima kritikal faktor tersebut adalah:
1. Keunikan bisnis yang telah dipilih
Keunikan suatu bisnis dapat dilihat dari berapa banyak tidak ketidak rutinan diperlukan daripada tingkat rutinnya pada saat persiapan usaha maupun setelah
usaha berjalan. Tingkat ketidak rutinan aktivitas di bidang kedua lebih besar dan lebih sering bila dibandingkan dengan bidang yang pertama, karena segmen yang dituju khusus, maka memerlukan perlakuan yang khusus pula. Itulah yang disebut dengan keunikan. Semakin barang kita unik, maka kita akan semakin dicari oleh konsumen, artinya jika kita tidak mencoba untuk berbisnis dengan tujuan memberikan nilai tambah yang besar kepada konsumen, maka bisnis kita akan dengan mudah “dipatahkan” oleh para pesaing kita.
2. Investasi yang besar
Kebanyakan orang berpikir bahwa alangkah enaknya menjadi konglomerat. Uang adalah segalanya. Mitos ini harus dibuang jauh-jauh dari benak calon wirausaha. Ada bisnis-bisnis tertentu yang mau tidak mau harus membutuhkan invesatsi besar, misalkan pabrikan. Jika kita membuat barang dalam jumlah kecil dengan anggapan akan lebih murah, pada kenyataannya akan menjadi lebih mahal, karena fixed cost hanya disebar dalam jumlah produksi yang minimal. Satu hal yang harus diperhatikan oleh calon wirausaha adalah apakah kita
mempunyai pengalaman sehingga
mampu mengelola investasi besar dan memberikan untuk dalam jangka waktu yang telah kita prediksi sebelumnya ?
3. Mampukah kita mencapai dan menjaga tingkat pertumbuhan dan tingkat keuntungan yang kita inginkan.
Sehubungan dengan tingkat laba dan penjualan; perusahaan dapat dikatagorikan menjadi:
1) perusahaan yang didirikan untuk
mengikuti gaya hidup si wirausaha; disini
tingkat penjualan atau tingkat laba tidak menjadi penting sepanjang perusahaan bisa membuat si wirausaha merasa aman dan tenteram; 2) perusahaan dengan
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-13 56 laba kecil. Disini memerlukann perhatian
yang besar terhadap aspek financial; 3)
perusahaan dengan tingkat pertumbuhan laba tinggi, dimana kenaikan tingkat
penjualan dan laba amat diharapkan untuk dapat menarik pemodal; 4)
bagaimanakah tingkat kemungkinan suatu produk dapat dipasarkan.
Beberapa perusahaan mengalami
kesulitan untuk menjawab pertanyaan ini; terutama jika masih dalam tahap perkembangan diperlukan testing dan survai yang mendalam dan kontinu untuk
hal ini; 5) bagaimana tingkat
kemungkinan penolakan konsumen terhadap produk kita.
Jika kita telah mempunyai produk untuk kita bisniskan, maka perusahaan punya harapan sukses lebih besar. Namun ada hal yang perlu dipertanyakan,
yaitu bagaimanakah tanggapan
konsumen terhadap produk kita tersebut. Ronstadt (dalam Robert D. Hisrich 2008) memberikan patokan terhadap hal ini. Menurut dia alangkah beresiko jika kita berani mengabaikan pasar. Terdapat 2 faktor panentu sukses bagi wirausaha baru, yaitu: 1) Adanya konsumen yang
mau membayar produk kita dengan harga
di atas harga pokok kita, dan 2) Adanya
kegiatan produksi barang/ jasa serta pengirimannya kepada konsumen harus
benar-benar dilaksanakan.
Keempat : SAYA TELAH SIAP NAMUN MUNGKINKAH SAYA GAGAL ?
Pada saat kita telah merasa siap untuk melangkah, biasanya akan timbul lagi perasaan was-was dan ragu, suatu hal yang sangat manusiawi. Alangkah baiknya sebelum kita melangkah, kita juga belajar memahami mengapa atau kapankah suatu usaha akan mengalami kegagalan.
Karakaya dan Kobu (dalam
Suryono Ekotama 2010)
mengidentifikasikan 3 kelompok
penyebab kegagalan usaha, yaitu:
Kelompok PERTAMA BERKAITAN DENGAN PRODUK DAN PASAR KITA,
antara lain:
1. Timing peluncuran (launching) produk yang kurang tepat.
2. Desain produk yang tidak dengan mudah dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
3. Strategi distribusi yang tidak tepat. 4. Tidak mampu mendefenisikan usaha
yang sedang dijalankan, seperti apakah saya ini membuka bisnis restoran atau berbisnis menyediakan masakan yang lezat?;
5.
6. Kelompok KEDUA BERKAITAN
DENGAN MASALAH FINANSIAL,
meliputi:
1. Terlalu rendah dalam
memperhitungkan kebutuhan dana.
Hal ini menyebabkan setelah bisnis berjalan kita mengalami kesulitan menjalankan bisnis.
2. Terlalu dini berutang dalam jumlah
besar. Utang yang besar tanpa di
cover dengan penghasilan regular /
rutin yang memadai akan
menjerumuskan kita pada kehancurn, karena bunga pinjaman secara rutin harus kita bayar apapun kondisi bisnis kita.
Kelompok KETIGA BERKAITAN DENGAN MASALAH MANAJEMEN,
yaitu:
1. Terlalu bersifat nepotisme.
2. Sumber daya manusia yang lemah. 3. Tidak menggunakan konsep tim (tanpa
konsultasi).
Tersptra dan Olson (dalam
Leonardus Saiman 2009)
mengklarifikasikan sembilan masalah yang dihadapi, yaitu: (1) sulit mencari pembiayaan dari luar; (2) manajemen
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-13 57
keuangan internal yang masih lemah; (3) masalah pasar yang tidak sesuai dengan prediksi di awal; (4) tidak ada usaha untuk mengembangkan produk; (5) manajemen produksi/ operasi yang masih kacau; (6) manajemen sumber daya manusia yang masih lemah; (7) tidak ada pengalaman mengelola sumber daya yang ada; (8) lingkungan ekonomi yang
kurang ramah; (9) kurangnya
pengetahuan tentang peraturan atau aturan main.
Banyak penelitian yang mencari jawaban mengapa wirausaha baru sering gagal atau salah langkah dalam
menjalankan usahanya. Erkki K.
Laintenen (dalam Robert D. Hisrich 2008) menyimpulkan bahwa terdapat enam penyebab kegagalan. Keenam penyebab tersebut disederhanakan menjadi “enam peraturan”, yaitu: (1) terlalu yakin bahwa bisnis tersebut akan memberikan hasil (yield) dan ketentuan (profit) positif pada tahun pertama; (2) kecukupan cadangan dana untuk menanggulangi kemungkinan rugi di masa mendatang; (3) modal dalam neraca awal terlalu kecil dan prediksi arus kas menunjukkan negatif; (4) semakin besar kemungkinan arus kas negatif, semakin besar rasio debt to equity (perbandingan antara utang dengan modal sendiri) maka semakin kecil ukuran bisnis yang akan dijalankan. 1. Kecilnya investasi yang dianggarkan
tahun pertama kemungkinan arus kas negative besar.
2. Rasio keuangan di tahun pertama, terutama rasio arus kas terhadap
utang. Semakin banyak utang
perusahaan, maka semakin banyak diperlukan kas keluar.
Kelima: BENARKAH SAYA TELAH SIAP ?
Fase ini adalah fase paling kritis dalam memulai bisnis. Pada saat
seseorang mempunyai ide untuk
berbisnis, biasanya semangat dan tekad begitu kuat, namun pada saat pertanyaan keempat di atas dilontarkan, malah
menimbulkan keraguan yang
meresahkan. Benarkah saya telah siap? Gordon B. Baty (dalam Robert D. Hisrich
2008) membantu kita menjawab
pertanyaan ini. Paling tidak ada empat pertanyaan yang harus kita jawab dengan mengevaluasi ulang proses pengambilan keputusan dalam memulai suatu bisnis baru.
Keempat pertanyaan tsb, adalah: (1) apakah produk kita benar-benar baru?; (2) apakah biaya produksi awal cukup realistis?; (3) apakah pasar “perdana” kita cukup realistis?; (4) adakah konsumen awal kita?; (5) Cara
untuk mengevaluasi pertanyaan tersebut dikenal sebagai “studi kelayakan komprehensif”.
Schollhammer dan Kuriloff (dalam Robert D. Hisrich 2008) membaginya menjadi dua factor, yaitu: technical
feasibility dan marketability. Technical Feasibility berorientasi kepada produk / jasa yang dapat memuaskan calon konsumen; antara lain meliputI: (1)
Desain produk atau tampilan produk yang dihasilkan; (2) Fleksibilitas dalam pemenuhan kebutuhan konsumen; (3) Ketahanan bahan-bahan baku; (4) Keamanan produk; (5) Tingkat kerusakan yang wajar; (6) Biaya perawatan yang murah dan mudah; (7) Standarisasi demi
efisiensi; (8) Mudah diproduksi; (9)
Mudah dioperasikan dan digunakan. Sementara itu, Marketability beorientasi kepada pasar atau konsumen (Hills, 1985 dalam Leonardus Saiman,
2009); menggabungkan dan
menganalisis marketability dari sebuah perusahaan baru sangat penting dan krusial dalam penentuan keberhasilan suatu bisnis. Analisis marketability berguna menjawab paling tidak tiga pertanyaan mendasar, yaitu :
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-13 58
1. Manakah pasar potensial dan
siapakah konsumen kita?
2. Sampai seberapa jauhkah kita bisa mengeksploitasi potensi pasar yang ada?
3. Bagaimanakah peluang dan resiko jika kita menyerbu potensial pasar?
Dalam analisis ini, kita
memerlukan data-data seperti kondisi ekonomi, pasar, harga, pesaing, dll.
Persiapan Para Profesional Yang Ingin Terjun Sebagai Wirausahawan
Dunia wirausaha ternyata sangat berbeda dengan dunia professional. Seorang manajer professional. Seorang manajer professional andal dengan jenjang karier yang terus menanjak, belum berhasil menjamin sukses sebagai wirausaha. Oleh karena itu, para
professional harus mengukur
kemampuan diri lebih dulu sebelum memutuskan terjun sebagai wirausaha. Ada beberapa pertanyaan yang dapat digunakan sebagai pegangan. Mengukur kemampuan Diri Calon Wirausaha, adalah sebagai berikut :
1. Dalam struktur keluarga anda, banyakkah diantara mereka yang menjadi wirausaha?
2. Dalam catatan karir anda sebagai
professional, punyakah anda
independensi dan keberanian
mengambil resiko yang tinggi?
3. Selama bekerja sebagai professional, apakah anda menyukai pekerjaan dengan mobilitas dan tantangan yang tinggi?
4. Apakah banyak dari rekan sehobi dan sepermainan anda, yang mengambil jalur sebagai wirausaha?
5. Cukup luaskah jaringan anda?
6. Memadaikah pengetahuan dan
keterampilan anda pada bidang jenis wirausaha tertentu?
7. Punyakah anda hal unik, sebelum memulai bisnis?
8. Di antara sekian banyak waktu luang anda, seringkah anda mengisinya dengan kegiatan yang berbau bisnis? 9. Tantangan gambaran-gambaran masa
depan, seringkah anda
membayangkan diri sebagai
wirausaha?
10. Dari sekian tokoh yang anda kagumi, banyakkah di antara mereka yang berprofesi sebagai wirausaha?
11. Bagaimanakah anda melihat hari esok? Haruskah hari esok lebih baik dari daripada hari ini dan kemarin?
12. Bagaimana dengan memandang
masa depan?.
13. Akankah masa depan lebih banyak menghadirkan peluang dibandingkan kesulitan?
Pertanyaan berikutnya yang tak kalah pentingnya adalah:
a. Kapan sebaiknya seorang professional banting stir menjadi wirausaha?
b. Apakah begitu mengetahui dirinya mempunyai potensi besar sebaiknya langsung beralih haluan atau menunggu dahulu sampai kariernya mencapai level tertentu?
Ada beberapa sinyal yang biasa dirasakan para professional untuk segera terjun sebagai wirausaha, yaitu:
1. Banyak potensi diri yang tidak termanfaatkan dengan hanya menjadi professional.
2. Sering dan suka bereksperimen dengan keputusan-keputusan lain dan berani mengambil resiko.
3. Jaringan sudah cukup memadai untuk memulai usaha baru.
4. Perusahaan tempat bekerja lebih banyak mempermiskin proses kreatif dibanding memperkaya.
5. Sudah kebal dan sangat
berpengalaman menghadapi keadaan sukar.
6. Memiliki sesuatu yang unik (modal, pengalaman, akses dll) untuk dijual.
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-13 59
7. Sering bekerja sampingan/ ngobyek (Gede Prama).
Bila sinyal-sinyal sudah dialami,
maka langkah berikutnya adalah
membuat semacam perencanaan krisis (crisis planning). Perencanaan krisis tersebut semacam ancang-ancang untuk mengantisipasi bila scenario optimis tidak berhasil.
Bukan berarti kita pesimis atau takut gagal, namun ditengah-tengah situasi yang cepat berubah dan tidak pasti justru perencanaan ini makin
diperlukan. Kami menamakan
perencanaan ini dengan Gigi Mundur Cadangan (lihat bagan).
Bagan : Gigi Mundur Cadangan
1 3 5
2 4 R1 R2
Dengan ancangan ini, kita perlu mempersiapkan skenario pertama bila seandainya bisnis kita mengalami kegagalan atau kurang sukses seperti yang kita harapkan. Misalkan kita bertolok ukur income selama menjadi pekerja dan setelah menjadi wirausaha. Bagaimana bila penghasilan lebih rendah daripada sebelumnya?. Hal ini perlu dipikirkan, lebih-lebih bila kita sendiri sudah memiliki tanggungan keluarga. Kecuali jika masih ditanggung oleh pihak lain, pertanyaan ini barangkali tidak perlu lagi dicari jawabnya. Ambil contoh, scenario pertama (R1) dalam 3 tahun kita gagal sebagai entrepreneur, kita masih
punya cadangan untuk kembali menekuni profesi semula.
Pertanyaan selanjutnya,
bagaimana upaya itu menemui jalan buntu? Barangkali akan kesulitan memprediksi bagaimana situasi pasar kerja di masa datang. Boleh jadi, profesi ini di masa datang akan diisi oleh para lulusan luar negeri atau orang berpendidikan pasca sarjana. Apalagi saat menjelang dan memasuki tahun 2003, para ekspatriat (pekerja asing) akan banyak menyerbu pasar kerja Indonesia (suatu ironi di tengah masyarakat semakin panjang barisan pengangguran kita). Lalu, apa yang harus kita lakukan ?
Rasanya perlu mempersiapkan scenario kedua (R2), perlu menengok kembali potensi lain pada diri kita. Selain keahlian professional apakah kita punya kelebihan lain yang bisa dieksploitasi? dengan kemampuan verbal yang bagus, bersiap-siaplah mencari dan memasuki
lapangan kerja sesuai dengan
kompetensi yang dimiliki jika harus keluar atau meninggalkan posisi kita sebagai entrepreneur (sebagai wirausaha).
KESIMPULAN
Memulai bisnis baru adalah sesuatu yang berat dan resiko gagal yang besar pula. Sementara membeli usaha yang sudah ada (waralaba) juga sangat berat dalam hal biaya. Memulai usaha baru bukanlah sesuatu yang mudah. Membutuhkan lebih dari tekad, tetapi juga komitmen dan dedikasi.
Kunci Kesuksesan Dalam Bisnis
1. Kerja keras, semangat dan dedikasi. Pemilik usaha harus berkomitmen
untuk sukses dan bersedia
meluangkan waktu dan usaha untuk mewujudkan bisnisnya.
2. Tuntutan pasar belum banyak tersedia. Sebagai contoh bila di satu
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-13 60
tempat hanya ada 1 toko roti, maka toko roti lain kemungkinan akan berhasil, dibandingkan dengan apabila di tempat tersebut sudah ada 20 toko roti. Disini pengusaha dituntut untuk jeli melihat pasar.
3. Kompetensi manajerial. Pengusaha kecil yang sukses biasanya memiliki pengetahuan yang cukup mengenai apa yg harus mereka lakukan.
Mereka dapat memperoleh
kompetensi melalui training,
pengalaman atau memanfaatkan
keahlian orang lain.
4. Keberuntungan. Bagaimanapun
keberuntungan tetap berperan
menentukan kesuksesan suatu
bisnis.
SUMBER RUJUKAN
M. Hariwijaya. 2009. 7 Jurus Jitu Memulai
Bisnis. Yogyakarta: Paradigma Indonesia.
Mas'ud, Machfoedz. 2006.
Kewirausahaan Metode, Manajemen, dan Implementasi.
Yogyakarta: BPFE.
Mudjiarto. 2006. Membangun Karakter
dan Kepribadian Kewirausahaan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Robert,D.Hisrich.2008. Entrepreneurship
Kewirausahaan. Jakarta: Salemba
Empat
Safak, Muhammad. 2005. “Cara Mudah
Orang Gajian Menjadi
Entrepreneur”. Jakarta: Media Sukses.
Sudradjad. 1999. Kiat Mengentaskan
Pengangguran Melalui Wirausaha.
Jakarta: Bumi Aksara.
Suryana. 2005. Kewirausahaa. Jakarta: Salemba Empat.
Suryono. Ekotama. 2010. Jurus Jitu
Memilih Bisnis Franchise.
Yogyakarta: Citra Media.
Tarsis, Tarmudji. 2000. Prinsip-Prinsip
Wirausaha. Yogyakarta: Liberty.
Thoby, Mutis. 1995. Kewirausahaan Yang