• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KONTRAK KERJA TENAGA HARIAN LEPAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG (STUDI TENAGA HARIAN LEPAS KEBERSIHAN PEMAKAMAN DAN PERTAMANAN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA KONTRAK KERJA TENAGA HARIAN LEPAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG (STUDI TENAGA HARIAN LEPAS KEBERSIHAN PEMAKAMAN DAN PERTAMANAN)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

POLA KONTRAK KERJA TENAGA HARIAN LEPAS

DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

(STUDI TENAGA HARIAN LEPAS KEBERSIHAN PEMAKAMAN DAN PERTAMANAN)

YESSI AUZAR NIM. 100563201224

Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji

Tanjungpinang ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kontrak kerja tenaga harian lepas Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kota Tanjungpinang dan untuk mengetahui hambatan yang dihadapi Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kota Tanjungpinang dalam pelaksanaan pekerjaan tenaga kerja harian lepas. Adapun untuk melihat pola tenaga kerja harian lepas kebersihan pertamanan dan pemakaman dapat dilihat pada perjanjian kontrak kerja dengan Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kota Tanjungpinang Nomor: 15-A-000/5.2.01-PKK/2015 dan dibandingkan dengan ketentuan mengenai hubungan kerja antara si pekerja dan si pemberi kerja beserta akibat hukumnya diatur di dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan beserta peraturan pelaksanaannya.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode ini memusatkan perhatian pada masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah yang bersifat aktual, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki diiringi dengan interpretasi yang akurat.

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif melalui wawancara dari informan dan hasil dokumentasi sesuai dengan indikator yang digunakan. Data dan informasi yang bersifat kualitatif tersebut selanjutnya diinterpretasikan oleh penulis sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.

Berdasarkan hasil penelitian pola kontrak kerja terhadap pekerja harian lepas di Dinas Kebersihan Kota Pemakaman dan Pertamanan Kota Tanjungpinang bahwa (1) Dari segi perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis yang telah didominasi pihak pemerintah dalam menentukan kebijakan, perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis menempatkan pihak pekerja harian lepas dalam posisi yang lemah. (2) Segi perlindungan hukum, pekerja harian lepas tidak diberikan atau

(2)

diikutsertakan dalam Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). (3) Segi tunjangan pekerja harian lepas tidak mendapat dalam bentuk tunjangan keagamaan berupa Tunjangan Hari Raya (THR) dan pakaian setahun sekali. Diharapkan Pemerintah Kota Tanjungpinang melalui Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman kota Tanjungpinang harus dapat lebih mengatur pola sistem kontrak kerja. Tenaga harian lepas di kota Tanjungpinang, khususnya petugas makam. Petugas sudah melaksanakan tugas semaksimal mungkin. Hanya saja perlu perhatian yang mendalam dalam pelaksanaan atau realisasi kontrak kerja dan bagi petugas makam untuk lebih giat lagi dalam melaksanakan tugas sebagai petugas makam yang telah ditugaskan di Tempat Pemakaman Umum di masing-masing daerah.

Kata Kunci: Pola Kontrak Kerja dan Tenaga Harian Lepas

Pendahuluan

Dalam pelaksanaan pembangunan, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Salah satu bentuk tenaga kerja yang ikut berperan dalam pelaksanaan pembagunan ialah tenaga lepas harian. Jika dicari definisi dari tenaga harian lepas dalam status kepagawaian maka dapat disimpulkan bahwa tenaga harian lepas disebut juga sebagai pegawai harian. Pegawai harian adalah orang yang bekerja pada suatu lembaga atau pada suatu perusahaan,baik itu perusahaan pemerintahan maupun swasta,dengan menerima upah berdasarkan waktu setiap harinya. Upah pegawai harian dibayar setiap hari, setiap satu atau dua minggu atau setiap bulan, tergantung kesepakatan atau peraturan perusahaan yang bersangkutan.

Pegawai harian dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pegawai harian lepas, pegawai harian sementara, dan pegawai harian tetap. Memang tidak ada aturan baku yang membahas tentang pelaksanaan pekerjaan dari tenaga kerja harian lepas ini. Namun, perlu diketahui bahwa ketentuan mengenai hubungan kerja antara si pekerja dan si pemberi kerja beserta akibat hukumnya diatur di dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan beserta peraturan pelaksanaannya. Di dalam UUK, kita mengenal dua bentuk perjanjian kerja, yaitu pertama Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan kedua, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Pengaruh utama terhadap keberhasilan administrasi kontrak adalah prosedur ketidakpuasan untuk menyelesaikan perselisihan serikat dan manajemen menyangkut interpretasi dan eksekusi kontrak. Saat ini mayoritas prodesur ketidakpuasan memiliki arbitrase dalam langkah terakhirnya, dan hanya sedikit pemogokan yang terjadi selama berlakunya kontrak. Pemogokan selama

(3)

berlakunya kontrak bisa sangat mengganggu karena lebih tidak terduga pemogokan dalam fase negosiasi, yang hanya terjadi pada interval regurel.

Dari perspektif karyawan, prosedur ketidakpuasan adalah kunci bagi perlakuan adil di tempat kerja, dan efektivitasnya bertumpu pada sampai di mana karyawan merasa bahwa mereka dapat menggunakan prosedur tersebut tanpa kekhawatiran terjadinya aksi saling tuding. Menurut Raymond dan Gerhart (2011:241) prosedur ketidakpuasan dapat dinilai melalui tiga kriteria. Pertama, seberapa baik permasalahan kontrak hari ke hari diselesaikan? Penundaan waktu dan banyaknya penggunaan prosedur dapat mengindikasikan masalah tersebut. Kedua, seberapa baik prosedur ketidakpuasan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan? Ketiga, dalam kontrak multiunit, seberapa baik prosedur ketidakpuasan mengizinkan masalah kontrak lokal (seperti aturan kerja) dimasukkan dan diselesaikan?

Tenaga kerja harian lepas ini banyak digunakan di pelbagai lini kerja mulai dari perusahaan swasta sampai dengan pemerintah. Dimulai dari BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) ataupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sering menggunakan tenaga lepas harian ini, sampai akhirnya pemerintah meluaskannya dalam bidang pelayanan publik. Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberi layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan antara cara yang telah ditetapkan. Sebagaimana telah dikemukan terlebih dahulu, bahwa pemerintah pada hakikatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik. Undang-undang ini mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan efektivitas fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri.

Salah satu peran pemerintah dalam bidang pelayanan publik di Kota Tanjungpinang dapat dilihat pada kinerja Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman. Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kota Tanjungpinang sebagai salah satu instansi pemerintah daerah sesuai dengan bidang tugasnya membantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintah di bidang kebersihan, pertamanan, dan pemakaman.

Dengan adanya Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Tanjungpinang dan Peraturan Walikota Tanjungpinang Nomor 12 Tahun 2015 tentang Uraian Pokok dan Fungsi Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kebersihan, Pertamanan, dan Pemakaman Kota Tanjungpinang.

Dalam melaksanakan tugasnya Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kota Tanjungpinang menyelenggarakan fungsi pokok, yakni:

a) Perumusan kebijakan teknis di bidang kebersihan, pertamanan dan pemakaman; b) Pelaksanaan urusan otonomi daerah di bidang kebersihan, pertamanan, dan

pemakaman;

c) pelaksanaan pelayanan umum di bidang kebersihan, pertamanan, dan pemakaman;

d) pelaksaan urusan kesekretariatan dinas; dan pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.

(4)

Ada pun jumlah tenaga harian lepas yang bekerja di lapangan berdasarkan data, yakni petugas sapu jalan berjumlah 160 orang, petugas taman berjumlah 53 orang, petugas TPA berjumlah 20 orang, petugas supir Dump Truck berjumlah 34 orang, petugas bak sampah berjumlah 2 orang, petugas penjaga kontainer berjumlah 19 orang, petugas pantai berjumlah 20 orang, petugas makam berjumlah 20 orang, dan petugas anggota lori berjumlah 79 orang. Semua tenaga kerja harian lepas kebersihan pertamanan dan pemakaman di atas memiliki perjanjian kontrak kerja dengan Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kota Tanjungpinang Nomor: 15-A-000/5.2.01-PKK/2015.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada pihak terkait Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kota Tanjungpinang, kendatipun sudah ada perjanjian kontrak kerja antara Dinas Kebersihan dan Pertamanan dan Pemakaman Kota Tanjungpinang dengan Tenaga Kerja Harian Lepas Kebersihan dan Pertamanan masih ditemukan pekerja yang melanggar aturan yang ditetapkan, seperti waktu kerja yang tidak tepat, absensi yang dilakukan petugas lapangan masih ada yang bolos, petugas yang tidak masuk kerja tanpa alasan, pekerja yang tidak mengenakan seragam saat bekerja.

Elemen penting dari prinsip ini adalah pencatatan detail. Tindakan karyawan (seperti keterlambatan) dan respon manajemen (peringatan lisan atau tulisan) harus didokumentasikan dengan baik. Di samping itu juga ada pendisplinan bertahap bahwa karyawan sudah diperingatkan sedini mungkin mengenai prilakunya yang tidak tepat dan karyawan sudah diberi kesempatan untuk mengubah hal tersebut sebelum diberi pendisplinan yang lebih berat, semisal pembebastugasan. Hal ini diatur oleh perjanjian kontrak kerja antara Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kota Tanjungpinang dan Tenaga Kerja Harian Lepas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Nomor: 15-A-000/5.2.01-PKK/2015 pasal 1 s.d. pasal 10.

Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, peneliti tertarik mengambil judul, “Pola Kontrak Kerja Tenaga Harian Lepas Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kota Tanjungpinang.”

Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yakni Bagaimanakah

pola kontrak kerja tenaga harian lepas Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kota Tanjungpinang ?

Hasil Penelitian

Pola kontrak kerja yang dilaksanakan oleh tenaga harian lepas di Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kota Tanjungpinang pada dasarnya berdasarkan isi perjanjian nomor: 15-A-000/5.2.01-PKK-/2015. Pekerja akan bekerja sesuai dengan isi perjanjian yang tertulis. Pola atau sistem yang membuat kebijakan ini disahkan oleh Kepala Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kota Tanjungpinang. Untuk mengetahui pola kontrak kerja yang dilaksanakan oleh tenaga harian lepas di Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kota Tanjungpinang pada dasarnya berdasarkan isi perjanjian nomor:

(5)

15-A-000/5.2.01-PKK-/2015 maka peneliti melakukan wawancara kepada beberapa informan sesuai dengan pasal yang terdapat dalam perjanjian sebagai berikut:

1. Aturan Kerja mengenai Waktu Kerja

Perjanjian kontrak kerja Dinas Kebersihan Pertamanan dengan Tenaga Kerja Harian Lepas Kebersihan Kota Tanjungpinang Nomor: 15-A-000/5.2.01-PKK/2015 Pasal 5 tentang Aturan Kerja adalah sebagai berikut.

a. Waktu kerja efektif bagi Tenaga Kerja Harian Lepas Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kota Tanjungpinang adalah 7 jam setiap hari dengan pengaturan jadwal sebagai berikut.

b. Petugas penyapu jalan mulai bekerja pada pagi hari pukul 06.00 s.d 11.00 WIB dan sore pukul 14.00 WIB s.d 16.00.

- Melaksanakan kebersihan lingkungan jalan;

- Melaksanakan kebersihan bahu jalan dan sekitar parit bahu jalan.

c. Petugas penjaga bak mulai pagi pukul 06.00 WIB s.d 11.00 WIB dan sore pukul 14.00 WIB s.d 16.00 WIB.

- Menjaga, merawat, membersihkan dan mentertibkan sampah di sekitar bak sampah.

d. Petugas penjaga kontainer mulai pukul 06.00 WIB s.d 11.00 WIB dan sore pukul 14.00 WIB s.d 16.00 WIB.

- Menjaga, merawat, membersihkan dan mentertibkan sampah di sekitar bak sampah.

e. Supir lori dan anggota mulai pagi pukul 06.00 WIB s.d 10.00 WIB dan sore pukul 14.00 WIB s.d 16.00 WIB.

- Melaksanakan tugas rutinitas pengangkutan sampah

f. Petugas TPA mulai pagi pukul 06.00 WIB s.d 12.00 WIB dan sore pukul 12.00 WIB s.d 17.00 WIB.

- Melaksanakan penertiban armada, pemulung dan sampah; - Melaksanakan restribusi sampah;

- Menjaga keindahan dan merawat TPA.

g. Petugas taman mulai pagi pukul 08.00 WIB s.d 12.00 WIB dan sore pukul 13.00 WIB s.d 16.00 WIB.

- Membersihakan, merawat, merampal dan menjaga keindahan sekitar taman. h. Petugas makam mulai pagi pukul 08.00 WIB s.d 12.00 WIB dan sore pukul

13.00 WIB s.d 16.00 WIB.

- Membersihkan areal sekitar makam; - Menjaga ketertiban makam.

i. Petugas kantor mulai pagi pukul 08.00 WIB s.d 16.00 WIB dan sore pukul 16.00 WIB s.d 23.00 WIB.

- Menjaga keamanan lingkungan sekitar kantor, kebersihan kantor, pealatan kantor dan armada kantor.

Petugas yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan akan dikenakan sanksi pemotongan gaji dengan ketentuan sebagai berikut: a. 1 (satu) hari tidak masuk bekerja dan dilakukan pemotongan gaji/upah sebesar

Rp 30.000,00;

b. 1 (satu) shift (pagi/sore hari) tidak masuk bekerja akan dilakukan pemotongan gaji/upah sebesar Rp 15.000,00;

(6)

c. Pemotongan gaji/upah terhadap petugas yang tidak masuk kerja akan diberikan kepada petugas pengganti;

a. Pemotongan upah/gaji terhadap petugas yang tidak masuk bekerja akan dipotong melalui bendahara pada saat pembayaran gaji bulan berjalan, dan nama-nama serta jumlah pemotongan upah/gaji tesebut akan diinformasikan/ditempel pada papan pengumuman setiap bulan.

Di dalam aturan tentang ketenagakerjaan maka waktu kerja merupakan masalah penting karena di sini memuat tentang efisiensi kerja maupun kemampuan tenaga kerja. Oleh karena itu, setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan kerja sebagaimana dirumuskan oleh Pasal 77 ayat (2) Undang-undang No. 13 Tahun 2003 yang memberikan rincian waktu kerja meliputi :

1. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu.

2. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Apabila pengusaha mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja harus membayar atas lembur, maka wajib bagi pengusaha memiliki persetujuan dari pekerja/buruh dan waktu lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam waktu 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam waktu 1 (satu) minggu. Disamping membayar uang lembur, maka pengusaha wajib memberikan waktu istirahat kepda pekerja/buruh. Waktu istirahat sebagaimana dirumuskan oleh pasal 79 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 adalah :

Pengusaha wajib memberikan waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.Pelaksanaan hak pekerja/buruh tentang waktu istirahat dan cuti biasanya diatur dalam perjanjian kerja bersama (Pasal 79 ayat (3),(4),(5) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003): Hak lain yang diperhatikan adalah hak untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.

Bagi pekerja/buruh perempuan ada hak-hak yang meliputi (Pasal 81,82,83 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003) :

1. Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid (Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003);

2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003);

3. Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan (Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003);

4. Pekerja/buruh yang mengalami keguguran berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan (Pasal 83 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003);

5. Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja (Pasal 83 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003):

(7)

Di dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut mengerjakan pekerjaan adalah tidak semestinya dan pekerja/buruh berhak menolak karena di dalam hari-hari libur pekerja/buruh tidak wajib bekerja. Sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 85 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yaitu :

Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi. Akan tetapi jika pengusaha terpaksa harus mengerjakan pekerja/buruh pada hari libur resmi karena sesuatu kepentingan dari jenis dan sifat pekerjaan harus dijalankan dan dilaksanakan secara terus-menerus atau keadaan karena kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh maka bekerja pada hari harus dibayar sesuai dengan aturan pembayaran lembur upah kerja. Hal ini sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 85 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yaitu:

Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus-menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.

Berdasarkan Pasal 5 Perjanjian Kontrak Kerja tentang Aturan Kerja dibandingkan dengan Pasal 77 ayat (2) Undang-undang No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa Aturan Kerja yang dibuat oleh Dinas Kebersihan Kota Tanjungpinang tidak mencantumkan hak pekerja harian lepas, seperti cuti, waktu istirahat, upah lembur dan lain-lain.

Guna mendukung data tersebut, diperoleh melalui hasil wawancara dengan informan, yakni.

“ . . . . mengenai waktu efektif kerja, kami mengikuti terus peraturan yang telah dibuat dan disepakati bersama, seperti bekerja 7 jam dalam 1 hari. Namun, dalam perjanjian kontrak kerja itu tidak mencantum masa cuti dan upah lembur buat kami sebagai pekerja. Yang ada malah sebaliknya, yakni pemotongan gaji apabila kami tidak masuk sehari tanpa berita begitu juga jika kami tidak masuk setengah hari.”(Bapak Parlan, wawancara dilakukan pada tanggal 25 Mei 2016)

2. Aturan Kerja Mengenai Imbalan Jasa atau Penghasilan

1. Memberikan imbalan jasa/penghasilan kepada pihak kedua perbulan yang akan dibayar pada awal bulan berikutnya;

2. Pembayaran gaji akan dilakukan dengan sistem Payroll di Bank Bukopin Cabang Tanjungpinang, sehingga pihak kedua wajib memiliki rekening tabungan di Bank Bukopin Cabang Tanjungpinang dan pihak kedua wajib menandatangani amprah gaji sebelum akhir bulan pengajuan gaji;

3. Penetapan gaji petugas tenaga lepas pekerja harian adalah sesuai dengan peraturan daerah kota Tanjungpinang no.11 tahun 2014 tanggal 30 Desember 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015; 4. Diberikan gaji pokok ditambah dengan penghasilan lain berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

5. Pihak kedua tidak menuntut pihak pertama untuk diangkat sebagai calon pegawai negeri sipil.

Sedangkan menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 88 dan Pasal 100 sebagai berikut:

(8)

a. Imbalan Kerja

Pengupahan atau upah adalah hak dari pekerja/buruh yang diterima olehnya dan dinyatakan dalam bentuk uang. Upah merupakan imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh. Hal tersebut terkait erat bahwa setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak kemudian ditetapkan oleh pemerintah untuk melindungi pekerja/buruh, dengan cara menetapkan upah minimum (Pasal 88 Undang-Undang No.13 Tahun 2003).

b. Fasilitas Berbagai Tunjangan, Bantuan Yang Menurut Perjanjian Akan diberikan oleh pihak pengusaha

Di dalam meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya maka pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan sesuai dengan kemampuan dari pengusaha tetapi harus memperhatikan kebutuhan yang nyata diperlukan oleh pekerja/buruh. Hal tersebut berkaitan erat dengan pasal 100 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yaitu :

(1) Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya, penyediaan pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan.

(2) Fasilitas kesejahteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pekerja atau buruh dan ukuran kemampuan perusahaan.

(3) Ketentuan mengenai jenis dan kriteria fasilitas kesejahteraan sesuai dengan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan sebagaimana bermaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah. Fasilitas yang berupa tunjangan yang diberikan kepada pekerja/buruh pada umumnya berupa tunjangan keagamaan. Tunjangan keagamaan berupa tunjangan hari raya untuk berbagai umat agama seperti Lebaran, Natal, Nyepi dan Waisak. Pembayaran THR diberikan pengusaha kepada pekerja/buruh paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum hari raya keagamaan, besarnya THR sebesar 1 kali upah perbulan. Hal ini sebagimana dalam pasal 4 peraturan menteri tenaga kerja RI No. PER 04/MEN/1994 yang mengatakan bahwa:

a. Pemberian THR sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (2) disesuaikan dengan hari raya keagamaan, masing-masing pekerja kecuali kesepakatan pengusaha dan pekerja menentukan lain.

b. Pembayaran THR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dibayarkan pengusaha selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum hari raya keagamaan. c. Mengembangkan Kompetensi Kerja Sesuai Dengan Bakat, Minat dan

Kemampuannya Melalui Pelatihan Kerja .

Berdasarkan hasil analisis Pasal 5 tentang aturan kerja yang dibuat oleh pihak Dinas Kebersihan Kota Tanjungpinang dibandingkan dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 serta Pasal 8 Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER.06/MEN/1985, perjanjian kontrak kerja tenaga harian lepas di Dinas Kebersihan Kota Tanjungpinang tidak mencantumkan mengenai upah lembur, dan juga tidak mencantumkan mengenai Tunjangan Hari Raya ; pelatihan bagi pekerja.

Guna mendukung data tersebut, diperoleh melalui hasil wawancara dengan informan, yakni.

(9)

“ . . . . saya bekerja di bagian pemakaman ini sudah cukup lama. Mengenai gaji memang sesuai dengan, tetapi untuk fasilitas untuk kesejahteraan keluarga, seperti diadakannya peminjamam alat transportasi untuk kemudahan berangkat kerja buat kami itu boleh dikatakan belum ada.” (Matzaini, wawancara dilakukan tanggal 25 Mei 2016)

Selain itu juga, ada juga informan yang menyampaikan jawaban yang hampir sama dengan informan yang sebelumnya, yaitu sebagai berikut:

“..ya, paling tidak ade juge bentuk penyemangat buat kami agar kami lebih semangat dan terampil dalam bekerja.” (Ani, wawancara dilakukan pada tanggal 25 Mei 2016)

Di samping juga, ada juga informan yang memberikan komentar mengenai tunjangan, yaitu sebagai berikut:

”Pada saat menandatangi kontrak kerja, saya melihat di perjanjian tidak dicantumkan tunjangan keagamaan, seperti Tunjangan Hari Raya (THR). Alangkah baiknya, menurut saya dituliskan juga agar kami pekerjanya jadi termotivasi dan semangat.” (Syahruddin, wawancara dilakukan pada tanggal 25 Mei 2016)

3. Aturan Kerja Mengenai Perlindungan dan Keselamatan

Menurut Pasal 11 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan atau meningkatkan dan atau mengembangkan kompetisi kerja sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya melalui pelatihan kerja.

Oleh karena itu, pelatihan kerja sangat penting untuk meningkatkan dan mengembangkan ketrampilan serta keahlian pekerja/buruh untuk mencapai produktivitas baik bagi pekerja/buruh maupun untuk tercapainya produktivitas usaha-usaha perusahaan. Dalam hal perusahaan menyelenggarakan latihan kerja agar mengikutsertakan pekerja harian lepas yang dipekerjakan (Pasal 8 Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER.06/MEN/1985).

“Mendapakan Perlindungan Atas Keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moril serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan moral agama”.

Kesehatan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan atas keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah baik di dalam maupun diluar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam linkungan kerja yang nyaman dan sehat (Pasal 1 angka 31 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003).

Oleh karena itu, setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas 3 (tiga) aspek keselamatan yaitu kesehatan kerja; moral dan kesusilan; perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai agama. Maka untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh diselenggarakan dalam

(10)

keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungannya oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Kemudian oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan diperintahkan dan diarahkan agar setiap perusahaan wajib menerapkan sistem managemennnya tentang kesehatan dan kesehatannya kerja untuk para pekerja/buruhnya (Pasal 87 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003).

Guna mendukung data tersebut, diperoleh melalui hasil wawancara dengan informan, yakni.

“Pada saat saya mengikuti kontrak kerja sebagai petugas makam, saya membaca isi kontrak tersebut. Saya tidak melihat secara tertulis bahwa kami yang bekerja diberi perlindungan seperti jaminan kesehatan dalam bekerja.” Saya pun heran juga, kenapa tidak ada…ya, sudahlah tidak saya pikirkan sangat.” (Joni Saputra, wawancara dilakukan pada tanggal 25 Mei 2016) Selain itu, informan yang lain juga memberikan jawaban yang mereka rasakan kurang sesuai, sebagai berikut.

“Selame saye bekerja di bagian makam, saye belum mendapatkan fasilitas, seperti jaminan jaminan kesehatan. Padahal kami sangat membutuhkan itu. Kalau mengharap gaji, berapelah besarnye. Satu lagi, jika keluarge kami ade yang sakit jika dibebankan ke peorangan atau ke saye kan sangat berat.” (Nasrun, wawancara dilakukan pada tanggal 25 Mei 2016).

Begitu juga yang dikatakan oleh M. Amrin, petugas makam yang lain. Dalam wawancaranya Beliau mengatakan sebagai berikut.

“Saya sangat berharap pihak satu, yakni Dinas Kebersihan Pemakaman dan Pertamanan dapat memberikan keringanan bagi pekerja seperti saya. Antara lain Jaminan Kecelakaan Kerja. Manalah tahu di saat bekerja tertimpa musibah. Jika hanya mengaharap gaji tidak akan cukup untuk perobatan, begitu juga dengan keluarga.” (Wawancara dilakukan pada tanggal 25 Mei 2016).

Hal ini juga dirasakan oleh pekerja-pekerja makam lainnya. Mereka menjawab secara bersama tentang keluhan yang mereka alami. Adapun jawaban para pekerja harian lepas yang bertugas di makam mengatakan seperti di bawah ini. ”Kami merasa sangat berperan walaupun kami sebagai petugas makam. Kami

sangat membutuhkan perlindungan dalam bentuk santunan uang jika kami dan keluarga kami mengalami hal yang tidak diinginkan. Bisa juga perlindungan untuk jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Paling tidak dengan jaminan yang ada gaji yang kami dapat kami gunakan untuk kesejahteraan yang lain bagi keluarga kami.”

Menurut Prof. Iman Soepomo (1999:3), hukum ketenagakerjaan adalah himpunan peraturan-peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian ketika seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.

(11)

Dari uraian tersebut diatas dapat diketahui bahwa hukum ketenagakerjaan merupakan bagian dari hukum privat dalam hukum publik. Dikatakan bersifat privat karena hukum ketenagakerjaan mengatur hubungan orang-perorang dalam hal ini antara pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan. Hukum ketenagakerjaan merupakan hukum publik yang oleh ditetapkan dengan suatu Undang-undang.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Pola Kontrak Kerja terhadap pekerja harian lepas di Dinas Kebersihan Kota Pemakaman dan Pertamanan Kota Tanjungpinang dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pola kontrak kerja terhadap Pekerja Harian Lepas di Dinas Kebersihan Kota Pemakaman dan Pertamanan Kota Tanjungpinang dapat dilihat dari:

a. Segi perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis yang telah didominasi pihak pemerintah dalam menentukan kebijakan, perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis menempatkan pihak pekerja harian lepas dalam posisi yang lemah.

b. Segi perlindungan hukum, pekerja harian lepas tidak diberikan atau diikutsertakan dalam Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)

c. Segi tunjangan pekerja harian lepas tidak mendapat dalam bentuk tunjangan keagamaan berupa Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran dan pakaian setahun sekali

Dalam upaya perlindungan hukum terhadap pekerja harian lepas, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di Dinas Kebersihan Pemakaman dan Pertamanan Kota Tanjungpinang.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu : (1) Tidak terdapat perbedaan religiusitas antara remaja peminat musik Islami dengan remaja peminat musik Pop; (2) Tidak

Dengan demikian perlu diatur kembali wilayah hukum Pengadilan Tinggi Denpasar sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi

Proses berpikir geografis tidak akan terlepas dari aktivitas berpikir spasial,.. begitu pun sebaliknya,

Melatih Otak dan menanggulangi kesulitan belajar, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hal.. Pertama, Sekolah Menengah Atas hingga Perguruan Tinggi. Sehingga dapat disimpulkan

– Pekeliling Perkhidmatan; SPPkhd.-Surat Pekeliling Perkhidmatan; SPANM-Surat Pekeliling Akauntan Negara Malaysia; PKPA- Pekeliling Kemajuan Pentadbiran Awam;

Seperti gambar di atas, pilih pada rekod anda yang masuk lewat atau keluar awal, kemudian klik. untuk membuat permohonan

Peraturan Kapolri ini sebagai peraturan lanjutan dari adanya UU Nomor.2 Tahun 2002 berkenaan dengan Pembinaan profesi. Sebagaimana yang telah disinggung di atas, bahwa

Standar Kompetensi Magang III Terintegrasi dengan matkuliah PLT Menurut Triyono (2017: 6). Standar kompetensi magang III terintegrasi dengan mata kuliah PLT dirumuskan