• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGANTAR AUTOMASI PERPUSTAKAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGANTAR AUTOMASI PERPUSTAKAAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGANTAR AUTOMASI PERPUSTAKAAN

Disampaikan oleh:

Rasiman

Pada:

PELATIHAN TENAGA PERPUSTAKAAN BAGI TENAGA

PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI SWASTA (PTS)

KOPERTIS WILAYAH I

Medan, 2008

(2)

Daftar Isi

UDaftar IsiU... 2

U1. PendahuluanU... 3

U2. Alasan untuk AutomasiU... 5

U3. Sitem Kerumahtanggaan PerpustakaanU... 5

U4. Kebutuhan Sistem AutomasiU... 6

U5. Pemilihan Sistem AutomasiU... 7

U5.1. Medote Automasi PerpustakaanU... 7

U5.2. Memilih Perangkat KomputerU... 9

U6. KesimpulanU... 11

(3)

PENGANTAR AUTOMASI PERPUSTAKAAN

Rasiman, S. Sos

0B

1. Pendahuluan

Automasi perpustakaan tidak dapat dipisahkan dengan teknologi informasi. Teknologi informasi biasanya diartikan serbagai perpaduan antara (a) komputer, mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, (b) komunikasi data yang memungkinkan komputer yang berdiri sendiri terintegrasi pada jaringan komputer, baik yang bersifat lokal maupun internasional (c) media penyimpanan dan metode untuk merepresentasikan data, dengan tujuan untuk memperoleh, mengolah, menyimpan serta menyampaikan informasi (Keen, 1995 :1-2, dan Longley, 1983 : 165). Dalam ruang lingkup perpustakaan, teknologi informasi diartikan sebagai aplikasi komputer dan teknologi lain untuk pengadaan, pengolahan, penyimpanan, temu kembali (retrieval) dan penyebaran informasi (Duval, 1992: 245).

Automasi perpustakaan adalah pemanfaatan komputer pada sistem kerumahtanggaan perpustakaan (library housekeeping). Automasi perpustakaan bukanlah merupakan suatu fenomena baru. Tedd (1993: 163) mengemukakan bahwa pada permualaan dasawarsa 1960-an, beberapa perpustakaan di Amerika Serikat dan Inggris telah memanfaatkan komputer untuk melaksanakan kegiatan perpustakaan, terutama kegiatan sirkulasi. Pemanfaatannya semakin meningkat sejalan dengan perkembangan ilmu pengatahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi.

Dalam era globalisasi, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan ini terasa semakin cepat karena dipacu oleh adanya kemudahan pada penyebarluasan informasi baik melalui media cetak maupun melalui jaringan komputer atau internet. Berbagai terbitan baru bermunculan baik dalam bentuk tercetak seperti buku dan jurnal, maupun dalam bentuk noncetak seperti CD-ROM, audio visual maupun bentuk elektronik lainnya. Berbagai jenis informasi ilmiah semakin tersedia di berbagai site di internet, dan akses terhadap informasi tersebut semakin mudah. Semua hal tersebut merupakan suasana yang kondusif bagi berkembangnya kegiatan pendidikan, pengajaran dan penelitian termasuk perpustakaan.

Pola tradisional atau konvensional untuk mengelola perpustakaan semakin hari dirasakan tidak dapt lagi menghandel ledakan informasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan pengguna. Pola tradisional mengelola perpustakaan, secara berangsur-angsur harus dialihkan kepada pola pengelolaan yang berorientasi kepada penerapan teknologi informasi. Di sisi lain, pengguna perpustakaan telah mulai familier dengan teknologi informasi khususnya komputer untuk melakukan pencarian informasi yang dibutuhkannya. Sebagai contoh, sistem temu kembali manual dengan menggunakan katalog kartu di perpustakaan, dewasa ini dirasakan semakin kurang memadai, karena pengguna telah mampu menilai sistem itu sangat lambat jika dibanding dengan online

public access catalogue (OPAC).

Kebutuhan akan penerapan teknologi informasi di perpustakaan sudah lama dirasakan sangat penting oleh perpustakaan di berbagai negara maju, negara berkembang, maupun negara terbelakang. Hasil survei yang dilakukan oleh Zhou (1999) terhadap

(4)

perkembangan perpustakaan dan teknologi informasi di Asia Tengga menunjukkan bahwa 65 % perpustakaan-perpustakaan besar di Asia Tenggara (China, Malaysia, Singapura, Hongkong dan Vietnam) telah memiliki homepages, dan 50 % katalog perpustakaan tersebut telah dapat diakses di internet, dan semua negara-negara di Asia Tenggara mempunyai respek terhadap teknologi informasi. Disarankannya juga, bahwa telah waktunya bagi perpustakaan untuk mempertimbangkan kembali (reconsider) peranan tradisionalnya untuk melakukan perubahan kearah konsep virtual library, yang nota bene harus memanfaatkan teknologi informasi.

Automasi atau penerapan komputer untuk sistem kerumahtanggaan perpustakaan bagi beberapa perpustakaan di Indonesia, dewasa ini sudah merupakan kebutuhan yang mendesak karena berbagai alasan. Perpustakaan yang berkembang dengan pesat dan dinamis, telah merasakan bahwa sistem manual tidak lagi memadai untuk penanganan beban kerja, khususnya untuk kegiatan rutin yang bersifat klerikal, misalnya untuk bidang pengadaan, pengatalogan, pengawasan sirkulasi, dan untuk berebagai jenis layanan jasa lainnya.

Di sisi lain, ternyata masih banyak perpustakaan yang belum mempunyai pengalaman pada pemanfaatan komputer. Para pustakawan di berbagai jenis perpustakaan diperkirakan masih banyak yang belum mempunyai pengetahuan yang memadai untuk bidang ini. Ironisnya, diduga masih ada diantara elit pengelola perpustakaan yang masih merasa alergi dengan teknologi informasi. Mereka secara konservatif bercolokol mempertahankan pola pengelolaan konvensional, dengan memunculkan berbagai alasan yang irrasional. Keadaan yang demikian menyebabkan pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi di perpustakaan, terasa berjalan sangat lambat, karena pustakawan merasa enggan bahkan mungkin tidak mampu berkomunikasi dengan baik dengan para profesional di bidang komputer, yang seharusnya menjadi mitra kerja yang dapat diajak bekerjasama untuk pengembangan sistem kerumahtanggaan perpustakaan yang berbasis teknologi informasi.

Perpustakaan mengaplikasikan komputer untuk sistem kerumahtanggaannya dengan berbagai tujuan antara lain, untuk meningkatkan produktifitas dan efisiensi kerja, memperluas atau menambah jenis layanan baru yang tidak bisa dilakukan dengan sistem manual (Duval, 1992 : 249). Akan tetapi jika dikaji secara mendalam, tujuan penerapan komputer pada sistem kerumahtanggaan perpustakaan pada hakekatnya bermuara pada peningkatan kualitas layanan perpustakaan yang diharapkan bisa memberikan kepuasan kepada pelanggannya. Untuk merealisasikan tujuan itu, mutlak diperlukan suatu perencanaan yang matang dan sistematis, karena banyak faktor yang perlu dipertimbangkan secara cermat sebelum suatu sistem diimplementasikan dan dioperasikan dengan mulus, termasuk pemahaman tentang konsep dasar sistem kerumahtanggaan perpustakaan, dan faktor pemilihan sistem.

Tulisan ini mencoba menyajikan konsep dasar komponen sistem kerumahtanggaan perpustakaan, dan konsep dasar pemilihan sistem mencakup metode pemilihan perangkat komputer (software dan hardware). Tujuan yang diharapkan melalui tulisan ini ialah memberikan gambaran tentang beberapa pertimbangan dasar yang melatarbelakangi pemilihan sistem yang cocok atau sesuai dengan kondisi masing-masing perpustakaan. Tulisan ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi upaya pemahaman yang berkaitan dengan pengembangan sistem kerumahtanggaan

(5)

perpustakaan yang menggunakan komputer, baik bagi para pustakawan maupun pemerhati aplikasi komputer di perpustakaan.

1B

2. Alasan untuk Automasi

Setiap perpustakaan mempunyai alasan tertentu untuk mengembangkan sistem kerumahtanggaannya dari sistem manual menjadi sistem yang menggunakan komputer. Walaupun alasan-alasan tetrsebut ada yang bersifat spesifik untuk perpustakaan tertentu, tetapi biasanya terdapat beberapa alasan yang berlaku umum bagi semua perpustakaan. Salmon (1985 : 20) menyatakan ada sejumlah alasan yang valid untuk mengaplikasikan komputer (automasi) di perpustakaan, antara lain ialah untuk melakukan sesuatu yang lebih baik, lebih cepat atau lebih murah dibanding dengan sistem manual; atau untuk memberikan suatu pelayanan baru.

Sejalan dengan pendapat itu, Duval dan Main (1992) menyatakan, dari berbagai alasan untuk melakukan automasi di perpustakaan, alasan berikut adalah yang paling sering dijumpai dan dikutip yaitu meningkatkan efisiensi pemrosesan (increased processing

efficiency), memperbaiki layanan kepada pengguna (improved service to users),

penghematan dan penekanan pembiayaan (saving money and containing cost), memperbaiki administrasi dan informasi manajemen (improved administrative and

management information). Satu hal menarik dari alasan di atas ialah perbaikan

administrasi dan informasi manajemen. Hal ini dipandang sangat penting karena kegagalan perpustakaan untuk melakukan fungsinya ialah karena tidak didukung oleh administrasi dan informasi manajemen yang baik.

Sistem perpustakaan yang berbasis komputer dapat dengan mudah menghasilkan berbagai jenis statistik berkenaan dengan kegiatan perpustakaan. Misalnya statistik sirkulasi, pengatalogan, pengadaan dan sebagainya. Ketersediaan informasi pada sistem yang berbasis komputer, akan mengakibatkan pengambilan keputusan manajemen yang cenderung akurat, efisien dan efektif.

2B

3. Sitem Kerumahtanggaan Perpustakaan

Kerumahtanggaan perpustakaan (library housekeeping) adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan kegiatan rutin sehari-hari perpustakaan. Rowley (1993 : 7) menyatakan bahwa penggunaan komputer dalam kerumahtanggaan perpustakaan mencakup pada pemesanan dan pengadaan (ordering and acquisitions), pengatalogan (cataloguing), pengawasan sirkulasi (circulation control), pengawasan serial (serials control) dan manajemen statistik koleksi (collection of management

statistics). Semua kegiatan rutin kerumahtanggaan perpustakaan ditujukan untuk

mengontrol koleksi suatu perpustakaan, mulai dari kegiatan pengadaan, pengatalogan sampai kepada kegiatan sirkulasi. Gambaran umum rutinitas kerumahtanggaan perpustakaan mencakup sejumlah pekerjaan sebagai berikut :

(a) Pengadaan (acquisitions) yaitu mencakup seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pengadaan bahan pustaka, baik yang dilakukan melalui pembelian, pertukaran, maupun berupa hadiah. Kegiatan pengecekan bibliografi yang dilakukan sebelum pemesanan dan penerimaan bahan pustaka termasuk di dalamnya. Kegiatan

(6)

lain yang juga termasuk ke dalamnya, adalah mencakup pemrosesan dan pemeliharaan administrasi atau arsip yang berhubungan dengan pengadaan tersebut. (b) Pengatalogan (cataloguing) yaitu seluruh kegiatan yang dilakukan untuk

mempersiapkan cantuman (record) bibliografi, dengan tujuan untuk menghasilkan katalog yang digunakan sebagai sarana temu kembali koleksi perpustakaan. Katalog tersebut dapat berbentuk kartu ataupun dalam bentuk online (OPAC).

(c) Pengawasan sirkulasi (circulation control) yaitu seluruh kegiatan yang berhubungan dengan transaksi peminjaman dan pengembalian bahan pustaka. Kegiatan ini mencakup pencatatan peminjaman dan pengembalian koleksi yang biasanya untuk penggunaan di luar perpustakaan. Dengan kata lain, kegiatan ini berhubungan dengan pengontrolan peredaran koleksi perpustakaan.

(d) Pengawasan Serial (serials control) yaitu seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan pesanan, penerimaan dokumen, akses terhadap koleksi serial, pengajuan tuntutan (claim), peminjaman dan penjilidan terbitan berkala atau serial. (e) Katalog Online (online public access catalogue) atau OPAC yaitu penyediaan

fasilitas temu kembali koleksi perpustakaan melalui terminal komputer untuk digunakan oleh pengguna perpustakaan.

(f) Statistik yaitu pencatatan kuantitas pekerjaaan yang mencakup jumlah perolehan bahan pustaka, jumlah pengolahan bahan pustaka, jumlah anggota perpustakaan, jumlah pengunjung, jumlah peminjam, jumlah bahan pustakan yang dipinjamkan kepada pengguna, keterlambatan pengembalian dan sebagainya. Sistem kerumahtanggaan perpustakaan mengumpulkan dan mengolah data ini untuk keperluan informasi manajemen dan pelaporan.

3B

4. Kebutuhan Sistem Automasi

Pada sistem kerumahtanggan perpustakaan yang manual, semua pekerjaan dalam setiap kegiatan dilakukan hanya dengan menggunakan kemampuan manusia. Pekerjaan rutinitas yang sering dilakukan secara berulang-ulang, biasanya akan menimbulkan kejemuan bagi pelaksananya. Kemampuan tenaga manusia untuk melakukan dan meningkatkan frekuensi pekerjaan sangatlah terbatas, padahal pada kondisi tertentu ada kalanya suatu pekerjaan harus diselesaikan dengan waktu yang cepat dan akurat.

Keterbatasan untuk menangani atau melakukan berbagai kegiatan juga sering terjadi dialami oleh perpustakaan. Keadaan ini memicu munculnya keinginan untuk mengautomasikan sejumlah kegiatan di perpustakaan. Pernyataan kebutuhan sistem dinyatakan dalam bentuk spesifikasi dan rincian kebutuhan. Ada yang memulai dari rincian kebutuhan hanya untuk bagian atau unit tertentu. Artinya, hanya bagian atau unit tertentu yang dianggap mendesak yang akan diautomasi. Dengan demikian, kebutuhan sistem automasi itu, hanyalah untuk modul sistem tertentu (modular

systems). Ada kalanya perpustakaan berkeinginan untuk mengautomasikan seluruh

kerumahtangaannya. Pengelola perpustakaan memerinci kebutuhan sistem untuk semua bagian atau unit kegiatan yang ada. Untuk itu diperlukan sistem automasi yang mampu mengakomodir seluruh kegiatan yang ada pada kerumahtanggaan perpustakaan (total

systems).

Kegiatan kerumahtanggaan perpustakaan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terpadu. Data bilbliografi yang tercatat pada bagian pengadaan misalnya, umumnya akan dicatat pula pada bagian pengolahan, dan data yang sama juga mungkin akan

(7)

dicatat pula pada bagian sirkulasi. Melihat rangkaian kegiatan ini, dapat diperkirakan bahwa sistem perpustakaan yang terintegrasi (integrated library systems) menjadi primadona sistem yang dibutuhkanan perpustakaan.

Sistem yang terintegrasi adalah sistem perpustakaan yang mengintegrasikan antara satu modul dengan modul yang lainnya. Dengan sistem yang terintegrasi tersebut, masing-masing bagian atau unit pada kerumahtanggan perpustakaan akan dapat saling memanfaatkan data bibliografis (sharing), yang tentunya akan menghasilkan efisiensi yang tinggi. Duplikasi pencatatan data bibliografis yang sama akan terhindar pada kegiatan tertentu. Proses pelaksanaan kegiatan akan berlangsung lebih cepat, dan kinerjanya akan lebih akurat. Dengan demikian, pernyataan kebutuhan sistem akan ditindak lanjuti dengan cara pemilihan sistem. Pemilihan sistem tentu berhubungan dengan kebutuhan sistem yang dinyatakan oleh masing-masing perpustakaan.

4B

5. Pemilihan Sistem Automasi

Proses pemilihan sistem adalah salah satu faktor penting yang harus dilalui dalam usaha mengembangkan sistem kerumahtanggaan perpustakaan yang berbasis komputer. Secara teoritis, faktor tersebut dapat dilakukan dengan mengacu kepada berbagai metode pengembangan sistem kerumahtanggaan perpustakaan yang berbasis komputer. Hal itu sering disebut dengan istilah metode automasi perpustakaan, dan pemilihan perangkat komputer baik perangkat lunak (software) maupun perangkat keras (hardware)

7B5.1. Medote Automasi Perpustakaan

Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa penggunaan komputer atau automasi perpustakaan pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan perpustakaan kepada para penggunanya. Untuk mencapai tujuan itu perpustakaan dapat menggunakan beberapa metode atau cara. Berdasarkan cara pengembangannya, Corbin (1985 : 9-14) membagi metode automasi perpustakaan atas 4 (empat), yaitu membeli sistem turnkey (turnkey systems), mengadaptasi sistem (adapted systems), mengembangkan sistem lokal (locally development systems), dan menggunakan sistem bersama (shared systems).

A. Membeli Sistem Turnkey

Sistem turnkey adalah suatu sistem komputer yang sudah dirancang, diprogram, diuji dan kemudian dijual oleh perusahaan (vendor atau supllier) kepada perpustakaan dalam keadaan siap untuk dipasang dan dioperasikan. Sistem ini merupakan suatu paket jadi. Biasanya vendor juga menyiapkan dokumentasi yang perlu, seperti pedoman untuk para pengguna. Ada kalanya vendor mengikutkan pada kontrak untuk pemasangan dan pemeliharaan sistem, serta penyelenggaraan pelatihan pengoperasian sistem tersebut untuk para staf perpustakaan. Sedangkan vendor lain hanya menyiapkan atau menjual

software aplikasinya saja, dan perpustakaan sendiri yang bertanggungjawab untuk

menyiapkan hardware-nya.

Mengembangkan sistem automasi perpustakaan dengan cara turnkey mempunyai beberapa keuntungan diantaranya, sistem turnkey dapat dipasang di perpustakaan dalam

(8)

tenggang waktu yang relatif singkat karena sistem tersebut merupakan paket jadi ; biaya desain, pemrograman dan pengujian dapat dihindarkan; spesialis sistem dan komputer biasanya disediakan pada saat instalasi dan pelatihan pengoperasian; dan staf tidak harus berlatarbelakang pendidikan komputer. Pada sisi lain, sistem turnkey juga mempunyai kelemahan anatara lain, beberapa ciri sistem turnkey tidak sesuai dengan keinginan atau kebutuhan perpustakaan, karena sistem tersebut dirancang dan diprogram untuk mengakomodasi kebutuhan perpustakaan secara umum. Kelemahan lainnya, disamping harganya mahal, beberapa sistem turnkey tidak fleksibel dalam pengertian bahwa tidak dapat dirubah setelah dipasang.

B. Mengadaptasi Sistem

Perpustakaan dapat juga membangun dan mengembangkan automasinya dengan cara mengadaptasi sistem melalui kerjasama jaringan. Sistem jaringan adalah suatu sistem yang dirancang, diprogram dan digunakan secara bersama oleh beberapa perpustakaan, karena itu sistem tersebut dinamakan juga sistem kooperatif. Perpustakaan yang menjadi anggota jaringan biasanya membayar sejumlah biaya kepada pengelola pusat jaringan sesuai kesepakatan bersama, menyangkut persyaratan anggota, hak dan kewajiban, serta jenis layanan yang digunakan secara bersama.

Seperti pada sistem turnkey, instalasi sistem jaringan dapat dilakukan dalam waktu yang singkat, karena beberapa kegiatan yang cukup rumit seperti merancang, memrogram, dan sebagainya adalah tanggung jawab dari pengelola pusat jaringan. Perpustakaan yang menjadi anggota jaringan tidak harus memliki tenaga ahli komputer, karena tenaga ahli cukup disediakan oleh pengelola jaringan. Selain itu, pendidikan dan pelatihan staf untuk mengelola dan mengoperasikan sistem tersenut biasanya dilakukan dan dikoordinasikan oleh pengelola pusat jaringan. Kelemahan dari pengembangan sistem ini ialah bahwa kebutuhan perpustakaan sebagai pengguna sistem dan anggota jaringan dapat berbeda, sehingga sistem sulit mengakomodasi semua kebutuhan tersebut. Kelemahan lain ialah bahwa perpustakaan anggota jaringan kurang leluasa mengembangkan sistem karena hak mereka dibatasi oleh aturan kerja sama.

C. Mengembangkan Sistem Lokal

Perpustakaan dapat juga membangun sistem automasinya dengan mengembangkan sistem lokal, yang sering disebut “in-house developed system”. Sistem lokal adalah sistem komputer yang dirancang, diprogram dan diuji oleh perpustakaan pembuatnya. Keuntungan dari sitem lokal, bahwa sistem dirancang dan diprogram sesuai kebutuhan atau keinginan perpustakaan. Kelemahannya, pengembangan sistem lokal membutuhkan biaya yang mahal untuk mencari atau memiliki tenaga ahli komputer. Kelemahan lainnya, membutuhkan waktu yang lama agar dapat beroperasi, karena pembuatannya biasanyan dimulai dari desain, pemrograman, pengujian sampai kepada penginstalan sistem.

D. Menggunakan Bersama Sistem dari Perpustakaan Lain

Metode atau cara lain yang dapat dipilih oleh perpustakaan dalam rangka membangun dan mengembangkan sistem automasinya, adalah menggunakan bersama sistem dari

(9)

perpustakaan lain. Dengan metode ini, perpustakaan bisa menekan biaya dan kegiatan merancang, memrogram dan menguji sistem yang biasanya membutuhkan biaya dan waktu yang banyak, karena kegiatan-kegiatan tersebut sudah dilakukan oleh perpustakaan asal sistem tersebut. Cara ini banyak dilakukan oleh perpustakaan di Indonesia.

Kelemahan yang harus diperhitungkan oleh perpustakaan bila menggunakan metode ini ialah, adanya perbedaan kebijakan antara perpustakaan asal pemilik sistem dengan perpustakaan yang mau menggunakan sistem tersebut. Selain hal itu, perpustakaan yang menggunakan metode ini harus memiliki tenaga ahli komputer untuk mengadaptasi

software aplikasi tersebut dan kemudian menginstalnya.

8B5.2. Memilih Perangkat Komputer

Dewasa ini ada keinginan dari bebrbagai perpustakaan tertentu dalam rangkaian membangun dan mengembangkan automasinya dengan cara membeli sistem turnkey, karena disamping lebih praktis, sejumlah perangkat lunak (software) khusus untuk kerumahtanggaan perpustakaan sudah semakin mudah ditemukan di pasar komersial seperti VTLS, Dynix, ILMU dan sebagainya. Akan tetapi sebelum membeli sistem

turnkey, perlu dilakukan analisis terhadap sistem tersebut dengan melihat berbagai

faktor atau kriteria yang menjadi bahan pertimbangan, agar dikemudian hari tidak terjadi kegagalan dalam pengoperasiannya. Disamping itu, saat ini perangkat lunak gratisan yang dapat digunakan untuk sistem automasi perpustakaan sudah relatif banyak, seperti Athenaeum Light, Iglo, X-Igloo, OpenBiblio, PhpMyLibrary, Greenstone, Senayan, dan sebagainya, yang kesemuanya itu mudah didapatkan di internet.

Berkaitan dengan penggunaan sistem turnkey, beberapa faktor atau kriteria yang harus dipertimbangkan oleh perpustakaan dalam pemilihan perangkat komputer, baik software maupun hardware hendaknya dikaji secara mendalam.

A. Pemilihan Perangkat Lunak (Software)

Untuk memilih software, banyak faktor dan kriteria yang harus dipertimbangkan oleh perpustakaan. Faktor dan kriteria tersebut bisa diidentifikasi melalui berbagai acuan tertentu. Tedd (1993 : 101-102) mengemukakan sejumlah pokok pikiran yang bisa digunakan sebagai acuan bagi perpustakaan dalam mengidentifikasi, mengevaluasi dan memilih software jadi yang cocok untuk kegiatan kerumahtanggaan perpustakaan. Pokok pikiran tersebut dikelompokkannya atas 5 (lima) kategori atau faktor sebagai berikut:

1) Faktor Umum

Ada sejumlah faktor umum yang perlu dipertimbangkan dalam memilih software antara lain pengalaman perpustakaan lain yang pernah menggunakan software tersebut. Untuk ini perlu dilakukan kunjungan ke perpustakaan yang telah menggunakannya kemudian melakukan diskusi dan studi mendalam tentang cara kerja dan peralatan sistem tersebut. Jika ini tidak dapat dilakukan kerena lokasi yang berjauhan, maka dapat dilakukan melalui komunikasi lain seperti surat menyurat untuk mengetahui keberadaan software tersebut. Pengalaman perpustakaan lain yang telah menggunakan software yang akan

(10)

dibeli tersebut jauh lebih penting, dari pada pengalaman yang dikemukakan oleh vendor atau supplier, sebap apa yang dikemukakan vendor atau supplier biasanya banyak berimplikasi kepada konsep pemasaran yaitu promosi terhadap produknya.

Faktor umum lainnya yang perlu diketahui ialah reputasi dari badan atau organisasi yang menulis atau memproduksi software tersebut. Sistem turnkey atau paket jadi biasanya ditulis atau diproduksi oleh bermacam-macam organisasi seperti perpustakaan, perusahaan komputer, lembaga penelitian dan sebagainya. Faktor ini perlu dijadikan sebagai bahan pertimbangan, karena menyangkut reputasi dalam memproduksi software tersebut, karena hal ini menyangkut kepada kualitas produk.

2) Faktor Teknis

Ada beberapa faktor teknis yang perlu diperhatikan dalam memilih software, yaitu (1) apakah software tesebut dapat melakukan sejumlah fungsi yang diperlukan dalam waktu yang tepat, (2) apakah software tersebut dapat dijalankan pada hardware yang tersedia, (3) apakah software tersebut dapat dijalankan pada sistem operasi (operating systems) yang tersedia, (4) batasan data, berapa jumlah records, besaran file, jumlah fields, besaran fields, besaran records dan sebagainya, (5) bagaimana kemudahan menggunakan software tersebut, dan (6) faktor bahasa atau komunikasi yang digunakan dalam software.

Kemampuan sistem untuk melakukan sejumlah fungsi yang diperlukan pada waktu yang tepat, perlu dievaluasi. Untuk mengetahui sejumlah fungsi yang bisa dijalankan oleh suatu sistem, dan untuk mengetahui kemampuan fungsional dan kelengkapan antarmukanya (interface), maka setiap modul yang ada pada sistem dapat dievaluasi dengan menggunakan checklist yang dianggap standar untuk tipe perpustakaan tertentu. Hasil evaluasi tersebut dapat dijadikan sebagai acuan untuk memilih apakah sistem tersebut sesuai dengan kebutuhan.

3) Faktor Pendukung

Selanjutnya, beberapa faktor pendukung yang perlu diketahui dan dievaluasi dalam memilih software, antara lain menyangkut dokumentasi untuk pedoman instalasi, petunjuk pengoperasian, pemeliharaan dan sebagainya. Selain itu perlu diketahui, apakah vendor menyediakan bantuan untuk memasang software, pelatihan dan modifikasi sistem (upgrades) sesuai perkembangan teknologi komputer, misalnya jika muncul versi baru dari software tersebut. Perlu juga diketahui apakah ada orgnisasi pengguna (user group) untuk software tersebut. Biasanya software yang baik, memunculkan user group sebagai wadah tukar menukar pengalaman menggunakannya. Biasanya user group ini menerbitkan newsletter secara berkala, dan ada kalanya menyelenggarakan seminar dan kegiatan lainnya.

4) Faktor Biaya

Faktor penting yang menjadi pertimbangan ialah harga dari software yang akan dibeli. Mahal atau murahnya harga suatu software harus dipertimbangkan dengan fasilitas yang tersedia di dalamnya. Semakin lengkap fasilitasnya tentu harganyapun cenderung semakin mahal. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan yang cermat sesuai dengan kemampuan anggaran perpustakaan.

(11)

Salah satu faktor yang tidak boleh diabaikan dalam memilih dan membeli software ialah faktor hukum. Hal penting yang pelu diketahui dalam faktor hukum ini ialah mencakup ada tidaknya jaminan dalam pembelian software tersebut. Biasanya jaminan dalam membeli software selalu ada, akan tetapi tenggang waktu jaminan tersebut dapat berbeda antara satu dengan yang lain. Berkenan dengan jaminan ini, hal lain yang perlu diperhatikan ialah pengesahan kontrak, baik kontrak pembelian sistem dan kontrak pemeliharaan sistem.

B. Pemilihan Hardware

Pendekatan yang paling penting dilakukan dalam memilih hardware ialah mengumpulkan berbagai informasi berkenaan dengan software yang akan dijalankan. Ada keterkaitan antara software dengan hardware. Adakalanya suatu software memerlukan spesifikasi hardware tertentu, misalnya menyangkut versi processor, RAM, topologi jaringan dan sebagainya. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam memilih hardware, selain kualitas barang, juga faktor ketersediaan suku cadang. Oleh karena itu, sebaiknya pihak perpustakaan melakukan konsultasi dengan staf pusat komputer yang ada di perguruan tinggi, sebelum melakukan penawaran atau transaksi pembelian.

5B

6. Kesimpulan

Penerapan teknologi informasi pada sistem kerumahtanggaan perpustakaan dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas layanan kepada penggunanya. Penerapan teknologi informasi tersebut adalah berupa penggunaan komputer pada berbagai kegiatan rutin perpustakaan, yang biasa disebut automasi perpustakaan. Melakukan automasi perpustakaan memerlukan suatu perencanaan yang sistematis, karena selain mahal banyak faktor yang sangat rumit yang harus dievaluasi dan dianalisis secara cermat.

Penilaian merupakan salah satu upaya awal dalam rangka melakukan pemilihan sistem automasi yang sesuai dengan kebutuhan, kondisi dan lingkungan perpustakaan. Dalam rangka penilaian dan pemilihan software dan hardware yang dibutuhkan, sebaiknya perpustakaan perguruan tinggi melibatkan ahli komputer dari pusat komputer atau dari program studi komputer yang ada.

(12)

6B

7. Referensi

Corbin, John. Managing the Library Automation Project, Oryx Press, Canada, 1985.

Dokumentasi Senayan versi 1.0. <HUhttp://senayan.diknas.go.id/web/?q=docUH> 24 Juli

2008

Beverly K ; Main, Linda. Automated Librar

Duval, y Systems : a Librarian’s Guide and

Keen, P gers Guide to Information Technoloy, Harvard Business

Longley, Dennis ; Shain, Michael. Dictionary of Information Techonology, Macmillan,

Siddiqu

bia”. Journal of Librarianship and Information Science, 29 (4) 1997:

Tedd, L A. ion to Computer-based Library Systems, 3rd ed. John Wiley

Walster, Dian. “Planning for Technology”. Journal of Library Administration, 22 (1),

Zhou, Southeast

Asia”. Information Technology and Libraries, 16 (1), 1999 : 20 - 26.

Teaching Manual, Meckler, London, 1992.

eter G.W. Every Mana School, Boston, 1995.

London, 1993.

Rowley, Jennifer E. Computers for Libraries, Clive Bingley, New York, 1993. Salmon, Stephen R. Library Automation Systems, Marcel Dekker, New York, 1985.

i, Moid A. “The Use of Information Technology in Academic Librabries in Saudi Ara

195-204.

ucy An Introduct & Sons, 1993.

1995 : 39 - 50.

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak : Content Management System (CMS) adalah sebuah aplikasi yang siapan digunakan dengan berbagai tema salah satunya tema penjualan online atau

Muladi, Konsep Total Enforcement dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam Kerangka Politik Hukum, Makalah disampaikan pada forum koordinasi dan konsultasi dalam

Dari data sumur uji yang dilakukan pada daerah uji petik Sonai KD/SU-1 terlihat, bahwa zona limonit di daerah ini cukup tebal kurang lebih 4 m dengan kadar Fe = 200.000 ppm = 20

kesejahteraan rakyat yang diantaranya meliputi aspek ekonomi dan Pendidikan oleh pemerintah dewasa ini belum menunjukan hasil sesuai yang diharapkan rakyat Indonesia

[r]

Tanggung jawab sosial dalam perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap

Surat Izin Praktik selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis yang diberikan kepada tenaga medis yang menjalankan praktik setelah memenuhi persyaratan sebagai pengakuan

Tentang pengalaman sebagai sumber pengetahuan, Thomas Hobes (1588-1670) berpendapat bahwa, pengalaman sebagai awal dari segala pengenalan. Bagi hobbes, pengenalan