• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karangpawitan, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Berdasarkan tipologi berada di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Karangpawitan, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Berdasarkan tipologi berada di"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Keadaan Fisik Desa Sindanggalih

Desa Sindanggalih merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Berdasarkan tipologi berada di sekitar hutan atau pegunungan dengan batas - batas antara lain :

Utara : Desa Sindanglaya dan Desa Jatisari Selatan : Kabupaten Tasikmalaya

Barat : Desa Godog Timur : Desa Sindangpalay

Secara Topografi Desa Sindanggalih termasuk dalam kategori daerah dataran tinggi dengan ketinggian ±130 meter diatas permukaan laut (mdpl). sebagian besar wilayah Desa Sindanggalih adalah perbukitan dengan kemiringan antara 200 – 450. Desa Sindanggalih terdiri dari 45 RT dan 14 RW. Luas wilayah Desa Sindanggalih yaitu 436,500 Ha, penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Penggunaan Lahan di Desa Sindanggalih

No. Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase (%)

1 Tanah Sawah 120,00 27,49 2 Darat 114,25 26,17 3 Irigasi 0,30 0,07 4 Tadah Hujan 120,00 27,49 5 Pemukiman 45,00 10,31 6 Kas Desa 36,00 8,25 7 Tegal 0,50 0,11 8 Perkantoran 0,45 0,10 Jumlah 436,50 100,00

(2)

Berdasarkan data pada Tabel 4 persentase pemanfaatan lahan Desa Sindanggalih untuk pemukiman warga hanya 10,3 persen. Hal ini berarti bahwa jumlah penduduk di Desa Sindanggalih terbilang sedikit. Lahan tertinggi digunakan sebagai lahan sawah dan tadah hujan dengan masing-masing persentase sebesar 27,49 persen atau seluas 120 Ha. Tadah hujan adalah sawah yang sistem pengairannya sangat mengandalkan curah hujan. Hal ini sesuai dengan hasil observasi keadaan di lapangan bahwa sebagian besar perekonomian masyarakat Desa Sindanggalih ditopang pertanian.

4.1.2 Keadaan Umum Penduduk dan Mata Pencaharian

Jumlah penduduk Desa Sindanggalih tercatat Tahun 2017 sebanyak 7.831 Jiwa dengan rincian laki-laki 4.006 jiwa dan perempuan 3.825 jiwa. Persentase penduduk yang berjenis kelamin laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan dengan persentase untuk laki-laki sebesar 51,16 persen dan untuk perempuan sebesar 48,84 persen.

a. Tingkat Pendidikan Formal

Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, baik secara formal maupun informal, yang dilaksanakan secara simultan berkelanjutan. Pendidikan diyakini sebagai salah satu bidang yang memiliki peran penting dan strategis dalam pembangunan suatu bangsa. Bahkan menjadi faktor dominan dalam proses peningkatan kecerdasan bangsa (Ningrum, 2009). Pendidikan merupakan faktor utama untuk peningkatan SDM dalam kemajuan dan perkembangan suatu daerah. Kondisi tingkat pendidikan formal penduduk Desa Sindanggalih dapat dilihat pada Lampiran 2.

Berdasarkan data pada Lampiran 2 tingkat pendidikan formal penduduk Desa Sindanggalih menunjukan bahwa sebagian besar masyarakat Desa

(3)

Sindanggalih mempunyai riwayat pendidikan tamat SD/Sederajat sebanyak 1820 orang dengan persentase 30,92 persen dari keseluruhan penduduk. Tingkat pendidikan dengan jumlah terkecil yaitu pada pendidikan tamat D-2/sederajat yaitu sebanyak 15 orang dengan persentase 0,25 persen dari keseluruhan penduduk. Rendahnya kesadaran untuk melanjutkan ke tingkat pendidikan lebih tinggi disebabkan oleh faktor ekonomi serta kesadaran akan pentingnya pendidikan yang masih rendah.

b. Jenis Pekerjaan

Kondisi penduduk Desa Sindanggalih berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan data yang ada pada Lampiran 3 dapat diketahui bahwa penduduk Desa Sindanggalih bermata pencaharian sebagai buruh tani sebanyak 2.234 orang atau 28,58 persen dari jumlah keseluruhan penduduk. Adapun penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani sebanyak 568 orang atau 7,27 persen dari jumlah penduduk. Sebagian besar penduduk Desa Sindanggalih bermata pencaharian dalam bidang pertanian sehingga sektor pertanian ini merupakan sumber utama pendapatan penduduk. Hal ini disebabkan sebagian besar wilayah Desa Sindanggalih dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Mata pencaharian dengan persentase terkecil yaitu jenis pekerjaan Mantri dan Bidan dengan jumlah masing-masing 4 orang atau hanya 0,05 persen.

c. Subsektor Peternakan

Kecamatan Karangpawitan memiliki potensi pengembangan ternak khususnya ternak kambing. Hal yang mendukung potensi tersebut adalah kesesuaian ternak dengan iklim tropis dan preferensi peternak dalam memelihara Kambing PE. Pengembangan ternak kambing di Kecamatan Karangpawitan khususnya Desa Sindanggalih merupakan salah satu daerah yang diakui sebagai

(4)

basis peternakan Kambing PE. Desa Sindanggalih merupakan daerah yang ditetapkan untuk mempertahankan dan meningkatkan populasinya, meskipun pada kenyataannya sangat sulit bagi pemerintah untuk mempertahankan populasi ternak karena tingginya tingkat kepentingan peternak dalam menjual ternak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berikut adalah tabel mengenai subsektor peternakan di Desa Sindanggalih.

Tabel 5. Subsektor Peternakan di Desa Sindanggalih

No Komoditi Jumlah (ekor) Persentase (%)

1 Sapi 30,00 1,06 2 Kerbau 2,00 0,07 3 Ayam Kampung 1650,00 58,18 4 Kuda 4,00 0,14 5 Kambing 900,00 31,73 6 Domba 250,00 8,82 Jumlah 2836,00 100,00

Sumber: Monografi Desa Sindanggalih 2017

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa Desa Sindanggalih memiliki subsektor peternakan dimana untuk komoditi paling besar populasinya pada Ayam Kampung yaitu sebesar 58,18 persen, kemudian populasi terbanyak kedua adalah kambing sebesar 31,73 persen atau memiliki jumlah populasi sebesar 900 ekor. Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang dijadikan komoditas yang diutamakan. Desa ini dijadikan sebagai salah satu tempat percontohan dalam upaya pengembangan budidaya ternak Kambing PE. Selanjutnya, populasi untuk domba sebesar 8,82 persen, sapi sebesar 1,06 persen, kuda sebesar 0,14 persen dan kerbau sebesar 0,07 persen.

(5)

4.2 Karakteristik Informan

Informan merupakan salah satu peternak yang memiliki usaha perbibitan Kambing PE dengan populasi saat ini sebesar 79 ekor. Pekerjaan utama informan adalah peternak dan petani. Informan berumur 41 tahun dengan pengalaman beternak selama 25 tahun. Berawal dari orangtua seorang tani-ternak, informan mulai beternak sejak duduk di bangku sekolah dasar, namun informan merupakan lulusan SMK Pertanian Tahun 1996/1997. Pengalaman dalam beternak kambing mempengaruhi pengetahuan dan keterampilan peternak, namun peternak masih mengandalkan pengetahuan berdasarkan pengalaman bukan berdasarkan pengetahuan yang ada, hal ini berpengaruh terhadap pelaksanaan peternak. Informan pernah mengikuti berbagai pelatihan yaitu magang di BIB Lembang/PT. Baru Adjak Lembang, magang ke Jepang Pelatihan Orientasi Petani Muda, Pelatihan Pengendalian Hama Terpadu, Pelatihan Pengolahan Pupuk Organik, Diklat Kewirausahaan BBPKH Cinagara-Bogor, Pelatihan Teknis Agribisnis Kedelai BAPELTAN Jawa Barat, Diklat Teknis Kambing Perah BBPP Batu Jawa Timur dan PENAS XIV Malang Jawa Timur.

4.3 Jumlah Kepemilikan

Jumlah kepemilikan ternak bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peternak mengembangkan usaha ternak yang dimilikinya. Berdasarkan penelitian bahwa jumlah kepemilikan ternak periode Januari – Desember 2016 sebanyak 79 ekor (Tabel 6).

(6)

Tabel 6. Jumlah Kepemilikan Ternak Usaha Pembibitan Kambing PE No Kambing Jumlah (ekor) Satuan Ternak (ST) Persentase (%) 1. Jantan Anak 7 0,25 8,86 Muda 3 0,21 3,80 Dewasa 13 1,86 16,46 2. Betina Anak 1 0,04 1,27 Muda 5 0,36 6,33 Dewasa 50 7,14 63,29 Jumlah 79 9,86 100,00

Berdasarkan Tabel 6 bahwa jumlah kepemilikan ternak Kambing PE yang dimiliki peternak adalah sebanyak 9,86 ST. Populasi tersebut terdapat anak jantan sebanyak 8,86 persen, jantan muda sebanyak 3,80 persen dan jantan dewasa sebanyak 16,46 persen. Ternak Kambing PE betina memiliki anak betina sebanyak 1,27 persen, betina muda sebanyak 6,33 persen dan untuk betina dewasa paling banyak dari populasi ternak lainnya yaitu sebesar 63,29 persen. Menurut Nuhaeli, dkk (2014) bahwa semakin banyak jumlah ternak yang dipelihara maka semakin banyak penghasilan dan penerimaan yang didapat. Begitu sebaliknya semakin sedikit jumlah ternak yang dipelihara sedikit pula penerimaan yang didapat.

4.4 Biaya Produksi

Biaya produksi selama satu tahun dalam usaha peternakan pembibitan Kambing PE milik peternak terdapat dua bagian yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya yang telah dikeluarkan selama satu tahun oleh peternak dalam usaha perbibitan Kambing PE dapat dilihat pada Tabel 7.

(7)

Tabel 7. Biaya Produksi Usaha Perbibitan Kambing PE Lebaksiuh Tahun 2017

No Komponen Biaya Total

Rp % 1 Biaya Tetap Bibit Ternak 107.000.000 45,20 Kandang 44.000.000 18,59 Lahan 41.100.000 17,36 Kendaraan 4.500.000 1,90 JUMLAH 196.600.000 83,04 2 Biaya Variabel Pakan Hijauan 16.655.625 7,04 Pakan Konsentrat 2.965.625 1,25

Tenaga Kerja Harian 18.000.000 7,60

Peralatan Kandang 1.775.000 0,75

Kesehatan 635.000 0,27

Biaya lainnya 113.200 0,05

JUMLAH 40.144.450 16,96

TOTAL 236.744.450 100,00

Berdasarkan Tabel 7, biaya produksi usaha pembibitan Kambing PE yang terdiri dari biaya tetap dengan persentase 83,04 persen dan biaya variabel dengan persentase 16,96 persen. Biaya tetap usaha pembibitan Kambing PE meliputi biaya bibit sebesar 45,20 persen, biaya penyusutan kandang sebesar 18,59 persen, biaya sewa lahan sebesar 17,36 persen, dan biaya penyusutan kendaraan sebesar 1,90 persen. Biaya variabel usaha pembibitan Kambing PE mencakup biaya pakan hijauan sebesar 7,04 persen, biaya pakan konsentrat sebesar 1,25 persen, biaya tenaga kerja harian sebesar 7,60 persen, biaya penyusutan peralatan kandang sebesar 0,75 persen, biaya kesehatan sebesar 0,27 persen dan biaya lainnya sebesar 0,05 persen.

Biaya produksi yang di keluarkan untuk biaya bibit ternak menempati urutan pengeluaran terbanyak yaitu mencapai 45,20 persen, hal ini sesuai dengan

(8)

penelitian Sundari dan Komarun (2010) yang menunjukan bahwa biaya produksi yang dikeluarkan dalam usaha peternakan Kambing PE paling banyak adalah pengeluaran pada biaya bibit ternak.

4.4.1 Biaya Tetap 4.4.1.1 Bibit Ternak

Bangsa kambing yang dipelihara oleh peternak sebagai ternak bibit merupakan Kambing Peranakan Ettawa (PE). Penentuan bibit pada setiap pengembangan, peternak ini sudah menggunakan seleksi bibit yang sesuai dengan kriteria bibit. Pola penentuan bibit yang sudah dilaksanakan sesuai dengan rekomendasi yang sudah menjadi pola tepat untuk digunakan.

Adapun kriteria dan ciri-ciri Kambing PE yang dijadikan bibit yang telah digunakan oleh informan adalah ternak lincah, badan berwarna kombinasi hitam-putih, kaki kiri dan kanan berwarna hitam, bulu rewos dengan panjang 30 cm, muka cembung serta panjang telinga mencapai 25-30 cm. Kriteria dan ciri-ciri Kambing PE sesuai menurut SNI (2008) yaitu kriteria bibit kambing memiliki warna bulu kombinasi putih-hitam atau putih-coklat, profil muka cembung, tanduk pejantan dan betina kecil melengkung ke belakang, dan ekor pendek.

Bibit ternak Kambing PE baik jantan atau betina memiliki bobot rataan sebesar 17 kg/ekor untuk ternak umur 0-6 bulan, sedangkan untuk kambing jantan dan betina muda yang berumur 6-12 bulan memiliki bobot badan rataan 45 kg/ekor. Kemudian, untuk jantan dewasa berumur 1,5 – 2 tahun memiliki bobot rataan 60 kg/ekor sedangkan Kambing PE jantan dewasa yang dijual untuk Idul Adha mencapai 75 kg/ekor, untuk betina berumur 1,5 – 4 tahun atau sudah beranak 5 kali memiliki bobot badan 55-60 kg/ekor. Hal ini sesuai dengan penelitian Victori, dkk (2016) bahwa kelompok umur 0-6 bulan memiliki bobot badan yang relatif kecil

(9)

yaitu 17,45 kg/ekor, sedangkan kelompok 6-12 bulan memiliki bobot badan 45,22 kg/ekor. Perbedaan bobot badan yang tinggi antara kelompok umur 0-6 bulan dan 6-12 bulan ini menunjukkan kambing berada pada tahap pertumbuhan cepat. Menurut Tillman dkk. (1991), pertumbuhan mempunyai tahap–tahap yang cepat dan lambat. Tahap cepat terjadi pada saat lahir sampai pubertas dan tahap lambat terjadi pada saat dewasa tubuh telah tercapai. Sutama dkk. (1999) menyatakan bahwa pubertas Kambing PE terjadi pada kisaran umur 10-12 bulan.

Biaya bibit ternak Kambing PE termasuk dalam biaya tetap. Bibit ternak dihitung berdasarkan Satuan Ternak (ST) Kambing PE. Satuan Ternak (ST) untuk kambing dewasa berumur >1 tahun adalah 0,14, kambing muda berumur 6 bulan sampai < 1 tahun adalah 0,07 dan kambing anak berumur <6 bulan adalah 0,035. Nilai ternak Kambing PE yang dikeluarkan untuk biaya produksi didapatkan dari jumlah populasi ternak yaitu pada Bulan Januari 2016 sebanyak 42 ekor atau sebesar 4,36 ST sehingga biaya produksi yang dikeluarkan untuk bibit Kambing PE sebesar Rp 107.000.000, dapat dilihat secara rinci pada Lampiran 4.

4.4.1.2 Kandang

Biaya kandang Kambing PE tergantung pada tipe kandang dan bahan yang digunakan serta ukuran kandang. Tipe kandang yang digunakan yaitu kandang individu berupa kandang panggung. Kandang panggung memiliki keuntungan yaitu mudah dibersihkan sehingga keadaan kandang lebih bersih dan kering. Hal ini sesuai dengan pendapat Atabany (2013) menyatakan bahwa kandang berbentuk panggung mempunyai keuntungan yaitu lebih bersih, lebih kering dan lebih sehat. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan kandang adalah biaya pembuatan yang lebih mahal. Bahan kandang yang digunakan pada usaha pembibitan Kambing PE lebih banyak menggunakan bahan kayu dan bambu.

(10)

Ukuran kandang yang digunakan baik untuk jantan atau betina memiliki ukuran yang sama yaitu 1,25 mx 1,25 m. Kandang yang dibuat pada usaha pembibitan kambing sebanyak 110 kandang individu dimana harga setiap kandang individu sebesar Rp 2.000.000. Penggunaan kandang tidak optimal karena populasi kandang saat ini 79 ekor sedangkan masih ada kandang yang tidak digunakan.

Biaya penyusutan kandang diperoleh dari nilai perolehan dibagi dengan umur ekonomis kandang. Umur ekonomis kandang adalah 5 tahun, sedangkan penyusutan kandang yang dikeluarkan oleh peternak sebesar Rp 44.000.000. Biaya pembuatan kandang dapat dilihat pada Lampiran 5.a.

4.4.1.3 Lahan

Biaya sewa lahan terdiri dari lahan kandang dan lahan kantor. Lahan yang disewa diukur berdasarkan luas per tumbak, lahan yang digunakan untuk pembibitan Kambing PE seluas 137 tumbak. Lahan yang disewakan sebesar Rp 300.000/tumbak. Biaya sewa lahan ini sesuai kebutuhan peternak perbibitan Kambing PE. Biaya sewa lahan dapat dilihat pada Lampiran 5.b dimana biaya sewa lahan keseluruhan yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp 41.100.000.

4.4.1.4 Kendaraan

Kendaraan yang digunakan oleh peternak perbibitan Kambing PE yaitu sepeda motor sebanyak 3 buah. Kendaraan ini memudahkan dalam proses pengangkutan pakan dengan jumlah yang cukup banyak. Intensitas kegunaan kendaraan disesuaikan dengan kebutuhan jumlah pakan dan jarak yang ditempuh. Jarak yang ditempuh oleh peternak dari kandang ke lahan pakan yaitu sekitar 2 kilometer. Biaya penyusutan kendaraan dihitung berdasarkan biaya pembelian dibagi dengan umur ekonomis. Umur ekonomis pada kendaran sepeda motor yang

(11)

diberikan oleh peternak yaitu selama 5 Tahun. Hal ini disebabkan oleh kondisi kendaraan pada saat pembelian bukan barang baru, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk kendaraan sebesar Rp 7.500.000/unit. Maka dari itu, biaya penyusutan kendaraan terhitung sebesar Rp 1.500.000/unit yang dapat dilihat secara rinci pada Lampiran 6.

4.4.2 Biaya Variabel 4.4.2.1 Pakan

Bahan pakan yang digunakan pada usaha pembibitan Kambing PE antara lain hijauan dan pakan tambahan lainnya. Jenis pakan hijauan yang digunakan yaitu lamtoro, rumput gajah, daun pisang, dan tanaman gamal (cebreng). Pakan konsentrat yang diberikan untuk Kambing PE yaitu berupa dedak padi. Mengenai ketersediaan pakan, peternak ini tidak pernah kekurangan baik pakan hijauan ataupun konsentrat. Informan ini pernah membuat bahan pakan sendiri, namun masih dalam tahap uji coba. Materi dalam pelatihan yang diberikan oleh Dinas Peternakan Kabupaten Garut diaplikasikan oleh peternak Lebaksiuh. Bahan pakan yang dibuat berupa silase dan fermentasi pakan. Pembuatan pakan ini tidak dilakukan secara terus-menerus karena ketersediaan hijauan yang masih banyak.

Jumlah pakan hijauan yang diberikan kepada ternak Kambing PE yaitu 0,5 kg/ekor/hari untuk anak kambing, 3 kg/ekor/hari untuk kambing muda, dan 4,5 kg/ekor/hari untuk kambing dewasa. Pakan hijauan yang diberikan merupakan pakan hijauan segar karena didapatkan dari lahan hijauan yang tidak diolah secara langsung diberikan pada Kambing PE. Pemberian pakan hijauan yang diberikan belum sesuai dengan pendapat Atabany (2013) bahwa pemberian pakan hijauan segar untuk Kambing PE yaitu 3-5 kg/ekor/hari untuk anak kambing, 6-7 kg/ekor/hari untuk kambing muda, dan 7-10 kg/ekor/hari untuk kambing dewasa.

(12)

Pemberiaan pakan berpengaruh terhadap produksi, khususnya untuk betina karena akan sangat berpengaruh terhadap produksi susu dan pertumbuhan anaknya. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Bibit jantan dewasa pemberian pakannya berbeda yaitu hijauan dicampurkan dengan dedak. Pemberian dedak untuk jantan dewasa sebanyak 2,5 kg/ekor/hari. Pemberian dedak hanya diberikan khusus untuk Kambing PE jantan dewasa, karena jantan dewasa perlu peningkatan bobot badan yang lebih besar sehingga perlu pakan tambahan untuk menambah bobot badan karena dedak merupakan salah satu konsentrat sebagai sumber energi. Menurut Atabany (2013) bahwa pemberian konsentrat sebesar 0,9 kg/ekor/hari sehingga hal tersebut tidak sesuai dengan operasionalisasi pemberian pakan oleh peternak.

Hijauan didapatkan dengan cara menyabit rumput dikebun sedangkan pembelian dedak yaitu dari tempat penggiling padi (heler) atau pasar langsung. Biaya yang dikeluarkan untuk hijauan dihitung berdasarkan ongkos bensin yang dikeluarkan untuk mengangkut pakan hijauan. Satu hari peternak mengeluarkan biaya untuk pembeliaan bensin sebesar Rp 30.000 perhitungan secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 8. Total biaya pakan hijauan yang di keluarkan yaitu sebesar Rp 16.655.625/tahun sedangkan total biaya yang dikeluarkan untuk dedak sebesar Rp 2.965.625/tahun. Pakan ternak Kambing PE yang diberikan terlampir pada Lampiran 7.

4.4.2.2 Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan sebesar Rp 1.500.000/bulan untuk tiga orang pekerja. Tenaga kerja yang diberi upah merupakan tenaga kerja diluar keluarga. Menurut peternak bahwa untuk mencari tenaga kerja agak sulit karena saat ini kebanyakan tenaga kerja usia muda mengejar pekerjaan di perusahaan besar

(13)

yaitu menjadi pekerja buruh pabrik, kecuali beberapa orang yang sudah memahami beternak. Tenaga kerja berasal dari daerah setempat, upah yang diberikan sebesar Rp 500.000/bulan/orang. Waktu yang digunakan tenaga kerja sebanyak 3 jam per hari. Pemberian upah hampir sesuai dengan UMK (Upah Minimun Kabupaten/Kota) Kabupaten Garut, menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah atau BPPD (2016) bahwa UMK didaerah Kabupaten Garut sebesar Rp 1.421.625 sehingga upah yang dikeluarkan untuk tenaga kerja setiap bulannya sebesar Rp 533.109. Biaya tenaga kerja secara rinci Lampiran 8.b.

Kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kerja yaitu membersihkan kandang dengan frekuensi sekali dalam seminggu, mengambil pakan dan pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari, dan pemerahan susu Kambing PE sebanyak 2 kali sehari. Kegiatan tenaga kerja usaha perbibitan Kambing PE terlampir pada Lampiran 8.a.

4.4.2.3 Peralatan Kandang

Peralatan kandang digunakan peternak untuk memudahkan pekerjaan dalam usaha pembibitan Kambing PE mulai dari membersihkan kandang, mengambil pakan, memberi pakan, dan lain-lain. Peralatan kandang yang digunakan pada peternak usaha pembibitan Kambing PE meliputi sekop, ember, timbangan gantung, cangkul, tambang, milkcan, sabit, golok, dan garukan/gacok. Biaya penyusutan peralatan kandang dihitung berdasarkan biaya pembelian dibagi dengan umur ekonomis. Umur ekonomis untuk sekop, tambang, sabit, golok dan gacok memiliki daya tahan selama 1 tahun. Umur ekonomis timbangan gantung dan milkcan memiliki daya tahan selama 2 tahun. Umur ekonomis cangkul memiliki daya tahan selama 4 tahun. Ember tidak dihitung kedalam penyusutan karena umur ekonomis kurang dari satu tahun.

(14)

Biaya penyusutan peralatan kandang pada usaha pembibitan Kambing PE dapat dilihat pada Lampiran 9. Total biaya penyusutan peralatan kandang untuk peternak usaha pembibitan Kambing PE sebesar Rp 1.775.000. Selain biaya peralatan kandang ada pula biaya lainnya yang dikeluarkan oleh peternak usaha Kambing PE yaitu biaya berkas atau dokumen penting dan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) dimana biaya tersebut dikeluarkan sebesar Rp 113.200. Biaya berkas atau dokumen penting merupakan pencatatan dan pembukuan data usaha ternak.

4.4.2.4 Kesehatan

Adapun permasalahan beternak kambing yang dialami oleh peternak usaha pembibitan Kambing PE yaitu saat populasi sedang meningkat selalu ada ternak yang mati. Faktor pertama, ternak mati kerana terjangkit penyakit skabies. yang sering dialami oleh kambing. Penyakit skabies adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang berada disekitar kandang kambing. Peternak biasanya kurang memperhatikan kebersihan kandang secara rutin ataupun pemberian vaksin pada hewan tersebut (Octavia, 2010). Peternak usaha pembibitan Kambing PE memberikan injeksi dengan obat-obatan kimia. Peternak juga menggunakan antibiotik dengan cara penyemprotan namun proses penyembuhan sedikit lebih lama. Penyakit skabies ini dapat dicegah dengan memandikan Kambing PE dua minggu sekali, karena awal mula penyakit skabies muncul dari kutu yang berada ditubuh Kambing PE. Faktor kedua yaitu faktor penanganan kelahiran Kambing PE betina kadang-kadang ada setiap kelahiran salah satu ternak yang mati baik anaknya atau induknya bahkan keduanya.

Ketersediaan obat-obatan dan vitamin harus tersedia untuk peternak Kambing PE guna menjaga kesehatan ternak. Biaya yang harus dikeluarkan untuk kesehatan Kambing PE ini mencapai Rp 635.000 setiap tahunnya. Hal ini meliputi

(15)

komponen obat-obatan seperti obat skabies, antibiotik, vitamin. Peternak usaha Kambing PE selalu memanggil jasa Dokter/mantri hewan untuk injeksi Kambing PE. Biaya kesehatan yang dikeluarkan secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 10.

4.5 Pola Pemeliharaan Kambing PE

Kambing PE yang dipelihara oleh peternak dipilih berdasarkan kriteria kualitas yang sudah ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia karena tujuan pemeliharaan dengan sistem pembibitan. Kambing PE dipelihara lalu dijual ada yang untuk dibibitkan adapula yang untuk dipotong. Bibit Kambing PE yang didapatkan berasal dari Garut.

Pemilihan bibit anak Kambing PE diseleksi terlebih dahulu di awal hingga memasuki kriteria yang telah ditentukan. Sebagian anak Kambing PE dipelihara sampai 6 bulan, setelah itu dijual untuk dibibitkan kembali oleh pembeli dan sebagian lainnya dipelihara hingga dewasa untuk dijadikan bibit sebagai

replacement stock. Rentang umur Kambing PE muda yang paling banyak dijual

adalah jantan muda yang berumur 6 - 12 bulan, sedangkan untuk dara dipertahankan untuk dibibitkan kembali sebagai replacement stock. Jantan Kambing PE yang berusia 1,5 – 2 tahun atau giginya sudah punglak 2 ternak tersebut dijual untuk dijadikan ternak potong, biasanya dijual saat hari-hari tertentu seperti Lebaran Idul Adha dan aqiqah. Menjelang Lebaran Idul Adha Tahun 2016 Peternak telah menjual 10 ekor kambing jantan. Betina yang dijual untuk dipotong yaitu betina yang sudah 5 kali beranak atau sudah masa afkir. Penjualan kambing mencakup daerah Garut dan Bandung.

Sistem pemerahan susu yang dilakukan peternak yaitu dengan cara pemerahan manual karena masih peternakan rakyat. Pemerahan dilakukan setiap 2

(16)

kali sehari yaitu pagi pukul 06.00 WIB dan sore pukul 16.00 WIB. Susu yang didapatkan setiap induk kambing dalam sehari yaitu 1 liter/ekor/hari bergantung pada jenis dan jumlah pakan yang diberikan. Pembagian susu dibagi 2 yaitu untuk anak kambing dan untuk dijual. Anak kambing diberikan susu sebanyak 1 botol dot atau 200 ml/pemberian, sehingga dalam sehari 1 ekor anak kambing diberikan sebanyak 400 ml. Susu yang dijual adalah sisa dari susu yang diberikan kepada anak kambing.

Harga satu botol (200 ml) susu kambing yaitu Rp 35.000/botol, peternak ini menjual pula colostrum yaitu seharga Rp 50.000/botol. Supaya susu kambing menjadi awet maka dibekukan dalam penyimpanan susu yaitu Freezer. Susu Kambing PE ini dijual di daerah Garut dan Bandung yaitu kepada Rumah Sakit, Apotek, Pengecer dan konsumen langsung.

Feses Kambing PE dimanfaatkan oleh peternak untuk dijadikan pupuk kandang. Pupuk tersebut berasal dari feses yang masih basah dan sudah kering dengan perbandingan 50 : 50. Selama setahun feses yang dihasilkan sebanyak 1.138 kg atau 22,76 karung dengan harga Rp 5.000/karung sehingga menghasilkan Rp 113.800 per tahun.

4.6 Penerimaan

Penerimaan usaha pembibitan Kambing PE milik Peternak di Desa Sindanggalih dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Penerimaan Peternak Usaha Pembibitan Kambing PE

No Jenis Penerimaan Jumlah

(Rp)

Persentase (%) 1. Nilai Ternak Akhir Tahun 201.300.000 29

2. Hasil Penjualan Produk 481.513.800 71

(17)

Berdasarkan Tabel 8, penerimaan terbesar diperoleh dari nilai ternak akhir yaitu sebesar Rp 201.300.000 dengan persentase sebesar 29 persen, sedangkan hasil penjualan produk didapatkan sebesar Rp 481.513.800 dengan persentase sebesar 71 persen. Nilai ternak akhir tahun dapat dilihat secara rinci pada Lampiran 12. Hasil penjualan produk terdiri dari produk utama dan sampingan. Produk utama meliputi penjualan Kambing PE yaitu jantan muda, jantan dewasa, betina anak dan betina muda. Hasil penjualan ternak yang diperoleh yaitu sebesar Rp 473.000.000, sedangkan produk sampingan meliputi penjualan susu sebesar Rp 8.400.000 dan pupuk kandang yaitu sebesar Rp 113.800 . Rincian biaya hasil penjualan dapat dilihat pada Lampiran 11.

4.7 Pendapatan

Pendapatan yang diterima oleh peternak usaha pembibitan Kambing PE di Desa Sindanggalih Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Pendapatan Peternak Usaha Pembibitan Kambing PE

No Kriteria Jumlah

1 Penerimaan 682.813.800

2 Biaya produksi 236.744.450

Pendapatan (1-2) 446.069.350

Berdasarkan Tabel 9 menunjukan bahwa penerimaan usaha pembibitan Kambing PE sebesar Rp 682.813.800 dan biaya produksi sebesar Rp 236.744.450 maka memperoleh pendapatan sebesar Rp 446.069.350. Keuntungan usaha ternak Kambing PE diperoleh dari nilai ternak akhir tahun dan penjualan ternak Kambing PE yang telah dikurangi biaya produksi selama satu tahun.

(18)

4.8 Analisis Efisiensi dan Titik Impas 4.8.1 Analisis Efisiensi

Efisiensi usaha digunakan untuk mengetahui keadaan usaha perbibitan ternak Kambing PE. Efisiensi usaha didapatkan dari ratio total penerimaan ternak dibagi dengan total pengeluaran produksi, efisiensi usaha pada peternakan Kambing PE di Desa Sindanggalih Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai Efiensi Usaha Pada Peternakan Kambing PE

No Ktiteria Total

1 Penerimaan (R) 682.813.800

2 Pengeluaran (C) 236.744.450

Efisiensi (R/C) 2,88

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai R/C ratio pada usaha Pembibitan Kambing PE sebesar 2,88 artinya setiap Rp 1.000.000 korbanan yang dikeluarkan menghasilkan Rp 2.880.000. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pembibitan Kambing PE dapat dikatakan efisien karena nilai efisiensi lebih dari satu, sehingga usaha tersebut mendapatkan keuntungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Teken dan Asnawi (1981) bahwa hasil perbandingan tersebut diperoleh suatu tetapan angka sebagai nilai dari R/C yang pada gilirannya dapat efisiensi di atas satu maka usaha tersebut dikatakan efisien dan mendapatkan keuntungan, sedangkan apabilai nilai efisiensi di bawah satu maka usaha tersebut tidak efisien dan tidak memberikan keuntungan, dan apabila nilai efisiensi sama dengan satu maka usaha tersebut berada dalam keadaan impas yaitu penerimaan sama besar dengan jumlah pengeluaran.

(19)

4.8.2 Analisis Titik Impas

Analisis titik impas (Break Even Point) merupakan analisis yang mengetahui tingkat produksi dimana tidak ada keuntungan dan tidak ada kerugian atau sama dengan impas. Analisis titik impas menunjukkan hubungan penjualan, biaya dan keuntungan. Analisis titik impas pada usaha pembibitan ternak Kambing PE dapat dilihat pada Lampiran 14.

Berdasarkan Lampiran 14 bahwa nilai titik impas diperoleh dari biaya tetap, biaya variabel dan hasil penjualan unit selama satu tahun. Analisis titik impas yang dapat dicapai oleh peternak perbibitan Kambing PE yaitu 10,36 ST (BEP unit) dan harga yang dicapai Rp 18.969.484,94/ST, sedangkan jumlah ternak yang dihasilkan selama satu tahun lebih tinggi yaitu sebanyak 27,64 ST atau harga jual ternak saat itu sebesar Rp 20.421.739/ST, sehingga usaha peternakan Kambing PE telah melampaui titik impasnya..

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, kadar glukosa tertinggi dihasilkan oleh penambahan volume enzim alfa-amilase dan gluko-amilase sebanyak 4 ml, sedangkan kadar etanol hasil distilasi

Menambah titik lain dan dihubungkan juga dengan 2 titik yang berdekatan sampai membentuk graf Piramida Prn 3.1.1 Pewarnaan Titik pada Graf Piramida Dalam pewarnaan titik pada

reprogramming / restructuring program pikiran bawah sadar yang menggunakan pendekatan melalui Meta State of Mind (State of Mind Energetic Field) dari State of Mind dan tiga sudut

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi timbulan limbah yang dihasilkan dari proses produksi slondok serta mengembangkan alternatif peluang produksi bersih

Para ulama fiqh berbeza pandangan tentang maksud meminum arak. Menurut jumhur, istilah „minum‟ merangkumi perbuatan meminum apa sahaja bahan yang memabukkan sama ada bahan

yang beramal di antara kamu, baik lelaki maupun perempuan”. Ini berarti bahwa kaum perempuan sejajar dengan laki-laki dalam potensi intelektualnya, mereka juga dapat

• Ayat (8): “Biaya penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) yang ditanggung oleh seluruh peserta didik dalam pendanaan pendidikan menengah

Peningkatan produksi cabai besar tahun 2014 tersebut terjadi di 7 (tujuh) kabupaten potensi cabai besar di Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Magelang, Brebes,