1
BOOK REVIEW
Judul : Islamic Studies; Pendekatan dan Metode
Penulis : Zakiyuddin Baidhawy
Penerbit : Insan Madani
Kota Penerbit : Yogyakarta
Tahun Terbit : 2011
Cetakan : I
Jumlah Halaman : x + 310 halaman
MENIMBANG EPISTEMOLOGI STUDI ISLAM
KONTEMPORER
M.K Ridwan
Mahasiswa S1 Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir IAIN Salatiga mkridwan13@gmail.com
Dalam menulis bukunya yang berjudul Islamic Studies; Pendekatan dan
Metode, Zakiyuddin Baidhawy merasa bahwa Islam harus mendapatkan perhatian
yang lebih dalam studi agama-agama dibandingkan dengan masa lalu dan kini. Buku ini menawarkan alternatif dalam mengembangkan agama dalam bingkai multikultural, inklusif dan toleran. Karena pemahaman terhadap Islam, umumnya masih bersifat kaku dan eksklusif. Menjadikan Islam kehilangan elan vitalnya dalam memanusiakan manusia.
Mencermati alur pemikiran dalam buku ini, telah membentuk sebuah kerangka teori bahwa Islam harus direfleksikan sebagai agama yang menerima konteks modernisasi (bukan westernisasi). Melalui metodologi dan pendekatan yang apik, Islam tampak jelas mengenakan jubah yang selama ini mengabur yakni
2
rahmatan lil alamin, meminjam istilah Hajriyanto Y. Tohari, yang membahasakan
bahwa Islam adalah risalah yang universal (untuk semua manusia) yang pasti relevan bagi setiap perkembangan zaman dan tempat (shalih li-kulli zaman wa
makan), mondial (untuk seantero dunia) dan eternal (sampai akhir zaman).
Secara makro, buku ini terbagi dalam tiga bagian, yakni pada bagian pertama memuat seputar pengantar studi Islam yang pembahasannya meliputi metodologi, ruang lingkup (objek kajian) dan sejarah perkembangan studi Islam. pada bagian kedua dibahas tentang upaya pembaharuan di bidang pengkajian dan model pendekatan diskursus keislaman. Mencoba menawarkan arah baru pergeseran paradigma dalam studi keislaman. Sedang bagian ketiga menjelaskan mengenai pendekatan-pendekatan dalam studi islam yang dikembangkan melalui kerangka ilmiah modern. Dengan demikian, buku yang diterbitkan oleh Insan
Madani ini mendiskusikan masalah kajian keislaman atau Islamic Studies di
lingkup Perguruan Tinggi secara ilmiah.
Penulis buku ini dengan cermat mengemas pemikiran studi Islam yang berkembang dengan melakukan penetrasi terhadap isu-isu kontemporer. Pengambilan masalah yang dilakukan bertujuan untuk membumikan Islamic
Studis atau studi Islam di kalangan ilmuwan Timur. Dalam mengemukakan
mengenai definisi Islamic Studies, penulis buku ini mengutip dari Suleiman dan Shihadeh sebagai berikut;
“Kita dapat mengemukakan dua pendekatan mendasar mengenai definisi
Islamic Studies, yaitu definisi sempit dan definisi yang lebih luas (Suleiman
& Shihadeh, 2007: 6-7). Pendekatan pertama melihat Islamic Studies sebagai suatu disiplin dengan metodologi, materi dan teks-teks kuncinya sendiri; bidang studi ini dapat didefinisikan sebagai studi tentang tradisi teks-teks keagamaan klasik dan ilmu-ilmu keagamaan klasik; memperluas
3 ruang lingkupnya berarti akan mengurangi kualitas kajiannya. Di samping itu, Islamic Studies berbeda dari ilmu-ilmu humaniora dan ilmu-ilmu sosial dan akan diperlemah bila pendidikan berbasis kepercayaan tentang Islam dan studi tentang Islam lintas disiplin berdasarkan kepada dua disiplin tersebut. Mesti ada perbedaan nyata antara antropologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya, dan Islamic Studies hanya sebagai distingsi yang dibuat dalam
hubungannya dengan disiplin-disiplin lainnya seperti Christian Studies.”1
Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekadar disampaikan dalam khotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.
Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain, yang secara operasional konseptual, dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul. Dalam memahami agama banyak pendekatan yang dilakukan. Hal demikian perlu dilakukan, karena pendekatan tersebut kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya.
Berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan teologis normatif, antropologis, sosiologis, psikologis, historis, kebudayaan dan pendekatan filosofis. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.
1 Zakiyuddin Baidhawy, Islamic Studies; Pendekatan dan Metode, cet. 1 (Yogyakarta:
4 Perbedaan dalam melihat Islam yag demikian itu dapat menimbulkan perbedaan dalam menjelaskan Islam itu sendiri. Ketika Islam dilihat dari sudur normatif, Islam merupakan agama yang di dalamnya berisi ajaran Tuhan dengan urusan akidah dan muamalah sedangkan ketika Islam dilihat dari sudut historis atau sebagaimana yang tampak dalam Islam tampil sebagai sebuah disiplin ilmu (Islamic Studies).
Perkembangan Studi Islam Kontemporer
Studi Islam saat ini telah mendapat perhatian dari para ilmuwan, baik ilmuwan di Barat maupun di dunia Timur sendiri. Dengan semakin banyaknya ilmuwan yang tertarik untuk mempelajari Islam, maka tidak salah jika ada yang menyatakan bahwa studi Islam layak diangkat derajatnya menjadi salah satu cabang ilmu tersendiri.
Salah satu hal yang cukup penting untuk dipikirkan adalah tentang metodologinya. Dalam hal yang terkait dengan metodologi ini telah diakui bahwa metodologi yang digunakan oleh para iluwan di Barat lebih mapan dibandingkan dengan di dunia Timur. Hal ini pula yang merupakan salah satu daya dorong bagi para ilmuwan di Timur untuk belajar Islam ke dunia Barat meskipun Islam sendiri diwahyukan kepada Nabi Muhammad dan tersebar terutama di dunia Timur.
Mempelajari ilmu apa pun, termasuk mempelajari Islam, memerlukan metode tersendiri. Apabila suatu ilmu belum memiliki sebuah metode, maka akan sulit untuk mempelajarinya. Oleh karena itu, menentukan metode untuk mempelajari Islam sebagai agama menjadi hal yang penting. Karena apabila telah
5 ditemukan metode yang paling tepat dalam mempelajari Islam, maka Islam akan lebih menarik untuk dipelajari, baik oleh orang Islam (insider) maupun oleh ilmuwan non-muslim (outsider).
Kendati begitu, Baidhawy memandang bahwa Islamic Studies bukanlah sebuah disiplin, akan tetapi lebih cenderung kepada kesalingsinambungan antara beberapa disiplin. Sehingga, dalam bahasa metodologi, para peneliti meminjam serangkaian disiplin termasuk ilmu-ilmu sosial. Kurang tegasnya batasan-batasan ini justru menyediakan peluang untuk memperkaya studi interdisipliner yang
beragam.2
Orientalisme3 muncul ke permukaan bertaut erat dengan latar belakang
psikohistoris di atas. Islam pada abad-abad lampau itu dicurigai, ditakuti tapi diam-diam juga dicemburui dan dikagumi. Mohammad Rafiuddin dalam buku
Research Methodology in Islamic Perspektive mengemukakan bahwa beberapa
sarjana Barat (orientalis) melakukan studi terhadap Islam dengan sikap prasangka sehingga porsi karya mereka penuh refleksi yang bertentangan dengan realitas
Islam.4 perasaan ini semakin mengental menjadi ketertarikan untuk mengkaji
dunia Timur ketika adanya kebutuhan akan kekuasaan kolonial Eropa Barat untuk belajar dan memahami masyarakat yang mereka kuasai. Maka tidak heran jika
2 Zakiyuddin Baidhawy, Islamic Studies...., hlm. 4
3 Orientalisme; adalah studi tentang budaya-budaya dan peradaban “orient” (Timur),
yaitu Asia (representasi dunia Timur ini, awalnya merupakan pengalaman manusia Barat, Eropa. Timur telah membantu mendefinisikan Barat sebagai imaji, ideal, kepribadian dan pengalaman yang berlawanan dengannya). Orientalisme meliputi studi tentang bahasa, sastra, sejarah dan agama. studi Orientalisme sebenarnya bukan hanya studi beberapa peradaban Timur Tengah Islam, tetapi juga mencakup budaya-budaya Cina, India, Mesir, dan juga lembah Tigris-Eufrat. Lihat W. Montgomery Watt, The Study of Islam by Orientalists.
4 Lihat Muhammad Rafiuddin, The Meaning and Purpose of Islamic Research, dalam
Mohammad Muqim (ed). Research Methodology in Islamic Perspective (New Delhi: Institut of Objective Studies. 1994), hlm. 14.
6 sistem pengetahuan orientalisme selama berabad-abad menjadi alat kepentingan kolonialisme.
Dalam memberikan kritikan kepada Barat, penulis buku ini mencermati dengan kritis mengenai metodologi yang digunakan oleh Barat dalam mengkaji dunia Islam. hal ini dapat terlihat pada cara penulis dalam memberikan sanggahan terhadap pendapat Barat yang memberikan pandangan etnosentrisme terhadap dunia Islam. Akan tetapi, penulis mencoba memberikan sumbangsih pemikiran melalui jalan sintesis. Di mana tesis Barat yang kemudian dilawan dengan antitesisi masyarakat Muslim, Zakiyuddin sendiri lebih lebih suka memberikan bentuk sintesis dari dialektika tersebut. sehingga muncul paradigma baru mengenai studi Islam yang dilakukan oleh dunia Barat dan Timur. Ini terlihat jelas bagaimana Zakiyuddin dengan cermat mengetengahkan kedua pendapat tersebut.
Maka, menurut Zakiyuddin masalah utama yang menopang definisi Islamic
Studies tampaknya muncul dari metodologi bagaiamana Islam dikaji dan
kemudian bagaimana diajarkan. Di negara-negara Barat umumnya, kajian tentang Islam mengikuti metodologi Barat, ini bertentangan dengan kajian Islam di dalam
suatu lingkungan yang tidak mengkontestasi agama tersebut.5
Dalam studi keagamaan, filsafat agama memiliki posisi penting karena berbagai alasan. Pertama, para filsuf dapat menyumbangkan pikirannya ke dalam metodologi studi keagamaan. Kedua, pertanyaan-pertanyaan filosofis timbul di atas sistem ide. Ini membawa kita pada gagasan tentang teologi atau lebih tepatnya teologi global sebagai suatu pendekatan dalam studi agama. Teologi
7 global lebih merupakan akibat dari penelitian akhir atas filsafat agama multikultural. Pengujian doktrin dan nilai-nilai dalam agama-agama dunia merupakan penelitian kritis yang penting dan juga memunculkan persoalan, apakah masuk akal untuk menggambarkan kriteria guna memilih suatu kerangka kerja keagamaan di luar yang ditawarkan dalam budaya-budaya dunia.
Pada umumnya peneliti dari dalam (insider) perlu belajar bagaimana melangkah secara imajinatif di luar pespektif religius yang dimiliki agar memperoleh banyak ide sama seperti yang mungkin diperoleh orang lain. Sedang peneliti dari luar (outsider) yakni mereka yang memiliki pandangan dunia nonreligius, memiliki kewajiban mengimajinasikan bagaimana bentuk suatu dunia ketika di dalamnya terdapat wilayah suci.
Untuk membangun pandangan tersebut diperlukan pengembangan kemampuan personal. Dalam pandangan para akademisi, pengembangan kemampuan personal merupakan persiapan yang bermanfaat dalam meneliti cara orang lain yang memiliki perhatian pada agama dan memahami agama. Menggunakan suatu pendekatan berarti juga secara eksplisit menerima asumsi-asumsi dan prioritas tertentu, termasuk mungkin kecenderungan ini kurang eksplisit juga komitmen untuk menggunakan metodologi hingga batas-batasnya, untuk menjelaskan fenomena tersebut.
Jelasnya untuk mengenal Islam, kita tidak memilih satu pendekatan saja, karena Islam bukanlah berdimensi satu. Islam bukanlah agama yang didasarkan semata-mata pada perasaan-perasaan mistik manusia atau hanya terbatas kepada hubungan antara Tuhan dan manusia. Ini hanya dimensi dari akidah Islam. Untuk
8 mengenal dimensi tertentu ini kita harus beralih kepada metode filsafat, karena hubungan antara manusia dan Tuhan merupakan bagian dari bidan pemikiran (filsafat).
Ilmu-ilmu agama pada segi-seginya yang menyangkut masalah sosial, termasuk bagian yang dapat diteliti, dimatai dengan menggunakan piranti ilmiah atau metodologi ilmiah yang didalamnya mengandung teori yang akan digunakan. Metodologi ilmiah ditentukan oleh objek yang dikaji. Kalau segi-segi tertentu agama, katakanlah Islam itu berada pafa fenomena sosial, niscaya metode pengakajian terhadap fenomena itu adalah ilmu-ilmu sosial. Adapun terhadap segi-segi lain yang berpangkal pada postulat-postulat yang lebih bersifat normatif dan dogmatis, sesuai dengan ajaran metode ilmiah yang harus mempertahankan objektivitas berdasarkan konsep-konsep pemikiran logis dan bukti-bukti empiris.
Pengkajian agama Islam merupakan satu segi dari ilmu Islam atau studi Islam. Studi Islam adalah pengkajian terhadap ilmu yang diperlukan seorang muslim dalam kehidupan dunia dan kehidupan akhiratnya. Cakupan studi Islam yang begitu luas maka penelitian sebuah agama merupakan hal yang perlu guna mendapatkan keobyektifan dalam memandang sebuah agama. Agama sebagai gejala budaya dan sosial dapat didekati secara kualitatif dan secara kuantitatif. Pendekatan kepada sebuah agama akan ditentukan oleh dari sudut mana agama itu didekati (antropologis, feminis, fenomenologis, filosofis, psikologis, sosiologis atau teologis). Agama sebagai subyek penelitian di dalamnya memiliki tiga kategori yakni agama sebagai doktrin, struktur dan agama sebagai dinamika masyarakat.
9 Pada dataran normativitas studi Islam agaknya masih banyak terbebani oleh misi keagamaan yang bersifat memihak, romantis, dan apologis, sehingga kadar muatan analitis, kritis, metodologis, historis, empiris, terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah-naskah keagamaan produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali dalam lingkungan para peneliti tertentu yang jumlahnya masih sangat terbatas.
Terkait dengan pengembangan dimensi signifikansi metode keilmuan dalam ruang lingkup studi keislaman dewasa ini, penggunaan sebanyak mungkin metode keilmuan tersebut menjadi sangat dimungkinkan, sebagaimana yang disepakati Fazlur Rahman maupun Mohammed Arkoun. Karena setiap metode atau pendekatan keilmuan yang ada, selalu terbuka untuk dianalisis dan dikaji ulang secara terus menerus. Secara konvensi akademis, setiap topik kajian akan dianggap benar bila sesuai dengan metoda yang telah dirumuskan sesuai dengan topik yang telah ditentukan. Namun demikian, setiap pengkaji studi Islam diharuskan untuk melakukan kajian dengan metode critical thought, tidak hanya terpaku pada metode pemikiran tertentu yang digunakan maupun objek pemikiran yang menjadi fokus penelitian. Bahkan dari hasil studi Islam yang ada - idealnya- selalu dapat dihasilkan nuansa atau metode maupun konsepsi pemikiran keislaman yang baru. Hal ini sejalan dengan kecenderungan era post-modernisme dan post-colonial theory, dimana faktor pembaca (reader/qdri') menjadi jauh lebih penting, lebih dari sekedar teks dan penulis (author/muallif).
10
Penutup
Kajian-kajian yang menggunakan pendekatan klasik agaknya tidak bisa lagi dianggap sebagai kajian komprehensif. Seolah-olah merupakan cara pandang yang tunggal untuk mengungkapkan sebuah kebenaran. Kajian Islam dari waktu ke waktu didominasi oleh kajian teks, skriptual atau kajian sejarah yang bersifat deskriptif belaka. Meskipun kajian-kajian tersebut merupakan langkah maju dari pendekatan agama yang berkutat pada wilayah normativitas.
Agaknya pendekatan-pendekatan kajian terhadap Islam terus berkembang. Hal ini merupakan satu sisi kontribusi ilmiah yang harus didukung. Karena Islam yang berkembang melewati wilayah-wilayah di luar Arab telah menemukan bentuknya sendiri dan yang tidak bisa terelakkan ialah agama ketika hadir pada sebuah masyarakat tertentu akan mengalami apresiasi yang berbeda, apalagi dengan aslinya ketika muncul di Arab.
Buku yang ditulis Zakiyuddin Baidhawy ini dapat dipandang sebagai studies ikhtiar dalam mengembangkan sketsa Islamic Studies sebagai sebuah kesalinghubungan antara beberapa disiplin. Sejauh yang bisa saya pahami dari konten buku tersebut ialah proses pengembangan studi Islam harus selalu dikembangkan mengikuti perkembangan yang terus berjalan. Sehingga Islam tidak dilibas oleh perkembangan yang pesat. Islam mampu menjawab tantangan-tantangan yang muncul disetiap zamannya.