• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. kawasan barat Indonesia maupun di kawasan timur Indonesia. Daerah-daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. kawasan barat Indonesia maupun di kawasan timur Indonesia. Daerah-daerah"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit telah dikembangkan secara luas di Indonesia baik di kawasan barat Indonesia maupun di kawasan timur Indonesia. Daerah-daerah pengembangan tersebut memiliki kondisi iklim dan tanah dengan tingkat keragaman yang tinggi. Perkembangan produktivitas aktual dari beberapa kebun di Indonesia yang mewakili beberapa wilayah pengembangan kelapa sawit menunjukkan bahwa produktivitas tanaman kelapa sawit umumnya masih rendah dibandingkan produktivitas potensial lahannya (Harahap dkk, 2000).

Produktivitas potensial setiap areal berbeda sesuai dengan kelas kesesuaian lahannya untuk kelapa sawit. Produktivitas tanaman kelapa sawit ditentukan oleh karakteristik lahan yang berbeda pada setiap wilayah pengembangannya. Belum tercapainya produktivitas, berhubungan erat dengan kondisi iklim wilayah yang berfluktuasi musiman dan perlakuan kultur teknis tanaman kelapa sawit yang belum optimal (Harahap dkk, 2000).

Produktivitas tanaman kelapa sawit yang tinggi sangat bergantung pada jenis bahan tanaman, kondisi iklim, jenis tanah, serta kultur teknis yang diterapkan seperti pemupukan, konservasi tanah dan air, dan proteksi tanaman. Pemupukan merupakan salah satu komponen biaya pemeliharaan terbesar pada tanaman kelapa sawit (Sutarta dan Winarna, 2001).

Upaya pencapaian produktivitas kelapa sawit melalui penggunaan bahan tanaman yang berpotensi tinggi produksi tinggi harus didukung dengan

(2)

2

kemampuan memenuhi persyaratan tumbuh yang lebih baik. Pemupukan menjadi faktor penting dalam upaya mencapai produktivitas yang tinggi tersebut,

utamanya dalam memenuhi persyaratan ketersediaan hara.

(Darmosarkoro dkk, 2000).

Pemupukan merupakan satu bagian dari pemeliharaan tanaman yang sangat penting, dan bertujuan untuk menentukan kesehatan, kejaguran dan produktivitas tanaman. Pemupukan bertujuan untuk menembah zat hara yang dibutuhkan tanaman untuk proses pertumbuhan vegetatif maupun generatif (Tambunan, 2011).

Tujuan pemupukan adalah upaya untuk mendapatkan pertumbuhan yang sehat dan jagur, yang dapat mempersingkat masa TBM dan produksi lebih awal. Hal ini dapat tercapai jika pemupukan dilakukan tepat waktu, tepat dosis, dan aplikasi. Penentuan dosis pupuk untuk TBM Kelapa Sawit dan TM Kelapa Sawit harus berdasarkan hasil analisa daun atau tanah dan visualisasi kunjungan lapangan untuk melihat performance tanaman (Tambunan, 2011).

Tujuan lain dari pemupukan pada tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah untuk meningkatkan pertumbuhan vegetatif. Sedangkan pemupukan pada tanaman menghasilkan (TM) diarahkan untuk produksi buah. Pemberian pupuk dilakukan dua kali setahun, yaitu semester I dan II. (Ananda, 2009).

Dengan mempertimbangkan harga pupuk yang cukup mahal, yang pada umumnya pupuk majemuk lebih mahal dibandingkan dengan pupuk tunggal perlu diupayakan agar pupuk yang diberikan pada tanaman dapat tepat sasaran dengan sedikit mungkin jumlah yang hilang (Sutarta dan Winarna, 2001).

(3)

3 B. Perumusan Masalah

Produktivitas tanaman yang tinggi pada perkebunan kelapa sawit dewasa ini tidak terlepas dari peranan pemupukan yang baik. Pemupukan merupakan upaya perawatan yang sangat penting pada tanaman kelapa sawit. Rencana produksi TBS yang optimal dan kualitas minyak yang baik merupakan tujuan dari pemupukan tanaman kelapa sawit (Poeloengan dkk, 2000).

Biaya pemupukan tergolong tinggi, kurang lebih 30% dari total biaya produksi atau 40-60% dari total biaya pemeliharaan. Biaya pemupukan yang tinggi tersebut menuntut pihak praktisi perkebunan untuk secara tepat menentukan jenis dan kualitas pupuk yang akan digunakan dan mengelolanya sejak dari pengadaan hingga aplikasi ke lapangan (Poeloengan dkk, 2000).

Menurut Winarna dkk, 2000, pupuk harus dapat digunakan secara efisien dan tepat sasaran. Beberapa hal yang harus diperhatikan agar pemupukan dapat efisien dan tepat sasaran adalah meliputi penentuan jenis pupuk, dosis pupuk, metode pemupukan, waktu dan frekuensi pemupukan, serta pengawasan mutu pupuk.

Berdasarkan hal tersebut penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang kajian biaya pemupukan tanaman menghasilkan kelapa sawit

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biaya pemupukan pada tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) menghasilkan di Afdeling II kebun Dolok Sinumbah, PT. Perkebunan Nusantara IV.

(4)

4 D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pelaku atau praktisi perkebunan kelapa sawit dalam mengelola perkebunan kelapa sawit khususnya pada pemupukan tanaman kelapa sawit sehingga pelaku bisnis dapat meningkatkan efisiensi pemupukan.

(5)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani dan Morfologi

Klasifikasi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Klas : Monocotyledonae Ordo : Palmales Famili : Palmae

Sub Famili : Cocoideae

Genus : Elaeis

Species : 1. Elaeis guineensis Jacq

Menurut bentuk atau irisan melintang buah , kelapa sawit dapat dibedakan menjadi tiga yaitu Dura, Pisifera, dan Tenera. Jenis Dura memiliki tebal cangkang 2 - 5 mm, mesocarp 20 – 65%. Jenis Pisifera tidak memiliki cangkang, mesocarp 92 – 97%. Tenera merupakan merupakan hasil persilangan antara Dura (sebagai pohon ibu) dengan Pisifera (sebagai pohon bapak), memiliki ketebalan cangkang 1 – 2,5 mm, mesocarp 60 – 69%. Dura dan Tenera adalah heterozygot, sedangkan Pisifera adalah homozygote. Kelemahan pisifera secara umumnya adalah tandannya kecil-kecil dan mengalami gugur pada awal perkembangannya (Wahyuni, 2009).

(6)

6 1. Akar (Radix)

Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil dan memiliki akar serabut. Akar pertama disebut Radikula (bakal akar) dan Plumula (bakal batang). Berdasarkan diameternya pengelompokan akar tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Pengelompokan Akar Kelapa Sawit.

Nama Akar Diameter (mm)

Primer 5 – 10

Sekunder 2 - 4

Tertier 1 – 2

Kuarter 0,1 – 0,3

Sumber: Wahyuni, 2009

Akar yang paling aktif menyerap air dan unsur hara adalah akar tertier dan kuarter yang berada pada kedalaman 0 – 60 cm dan jarak 2 – 2,5 m dari pangkal pohon.

2. Batang (Caulis)

Tanaman kelapa sawit memiliki batang yg tumbuh lurus dan tidak bercabang. Batang kelapa sawit juga tidak memiliki kambium. Dalam satu sampai dua tahun pertama perkembangan batang mengarah ke samping, diameter batang dapat mencapai 60 cm. Setelah itu perkembangan mengarah ke atas , sehingga diameter batang hanya sekitar 40 cm.

Pertumbuhan tinggi batang berlangsung lambat, tinggi pohon bertambah 35 – 37 cm per tahun. Tingkat pemanjangan sedemikian kecilnya sehingga hanya cukup untuk mengakomodasikan penempelan pangkal daun pada batang. Sehingga walaupun batang mempunyai ruas, pada batang tanaman dewasa yang

(7)

7

daunnya telah rontok hanya terlihat susuna bekas-bekas pangkal daun (Semangun, 2008).

Perkembangan tinggi batang tanaman kelapa sawit normal dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Tinggi Batang. Umur

(tahun) Tinggi (m) Umur (tahun)

Tinggi (m) Umur (Tahun) Tinggi (m) 3 1,6 11 7,5 19 11,5 4 2,2 12 8,4 20 11,9 5 2,6 13 8,9 21 12,2 6 3,8 14 9,8 22 12,4 7 4,5 15 10,0 23 13,0 8 5,4 16 10,5 24 13,3 9 5,7 17 11,0 25 14,0 10 6,7 18 11,3 Sumber: Wahyuni, 2009. 3. Daun (Folium)

Daun kelapa sawit berupa daun tunggal dengan susunan tulang -tulang yang menyirip. Pada tanaman muda pelepah yang keluar dari kelapa sawit sebanyak 30 pelepah per tahun dan pada tanaman dewasa mengeluarkan pelepah sebanyak 18-24 pelepah per tahun. Jumlah daun yg dipertahankan pada tajuk tanaman dewasa 40-56, selebihnya dibuang saat panen atau penunasan. Tahap perkembangan daun kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Tahap Perkembangan Daun.

Tahap Perkembangan

Lanceolate Daun awal yang keluar pada masa pembibitan berupa helaian

yang utuh

Bifurcate Bentuk daun dengan helai daun sudah pecah bagian ujung yang

belum terbuka

Pinnate Bentuk daun dengan helai yang sudah membuka sempurna

dengan anak daun ke atas dan kebawah Sumber: Wahyuni,2009

(8)

8 4. Bunga

Tanaman kelapa sawit mulai berbunga pada umur 12-14 bulan. Kelapa sawit adalah tumbuhan berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan bunga betina berada pada satu pohon, tetapi tempatnya berbeda. Bunga jantan dan bunga betina biasanya tidak matang pada saat yang bersamaan, sehingga bunga betina pada satu pohon diserbuki oleh serbuk sari dari pohon lain (Semangun,2008).

Bunga tumbuh dari ketiak daun kelapa sawit, semua ketiak daun menghasilkan bakal bunga tetapi sebagian diantarnya mengalami aborsi pada stadium dini, sehingga tidak semua ketiak daun menghasilkan tandan buah. Sejak terbentuknya bakal bunga (primordia) sampai terlihat bunga pada pohon membutuhkan waktu 20 bulan, sampai antesis (bunga berada dalam stadium matang untuk penyerbukan) sekitar 33-44 bulan (Semangun,2008).

5. Buah (Fructus)

Buah kelapa sawit termasuk jenis buah keras (drupe), menempel dan bergerombol pada tandan buah. Jumlah per tandan dapat mencapai 1.600, membentuk lonjong sampai membulat. Panjang buah 2-5 cm beratnya sampai 30 gram. Bagian-bagian buah terdiri atas kulit buah, mesocarp atau sabut dan biji. Biji terdiri atas cangkang atau endocarp dan inti atau kernel (Semangun, 2008).

Bagian buah yang menghasilkan minyak adalah mesocarp yang mengandung CPO (Crude Palm Oil) dan inti yang mengandung PKO (Palm Kernel Oil). Buah sawit mencapai kematangan atau siap dipanen sekitar lima

(9)

9

setengah bulan setelah terjadinya penyerbukan. Variasi terhadap jangka waktu tersebut dapat terjadi karena pengaruh faktor-faktor iklim (Semangun, 2008).

Perkembangan jumlah dan berat tandan kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Perkembangan Jumlah dan Berat Tandan Kelapa Sawit.

Sumber : Wahyuni,2009

B. Karakteristik dan Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan 1. Karakteristik Lahan

Pada prinsipnya, kegiatan dalam klasifikasi kesesuaian lahan terdiri dari pengumpulan basis data karakteristik lahan melalui survei dan menetapkan kelas kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu berdasarkan persyaratan dalam sistem klasifikasi klasifikasi tertentu (Rahutomo dkk,2001). Karakteristik lahan untuk kelapa sawit dapat dilihat pada lampiran 1.

Dari berbagai unsur kemampuan lahan yang terpenting adalah iklim, topografi, keadaan fisik dan kimia lahan, erosi, drainase, dan faktor penting lainnya disusun suatu klasifikasi kemampuan lahan (Lubis,2008 ).

2. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan

Pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit berbeda-beda pada setiap jenis tanah sebagai akibat perbedaan sifat tanah. Sifat fisik tanah memperoleh perhatian yang lebih besar dalam penentuan kesesuaian lahan untuk kelapa sawit

Umur ( tahun) Jumlah Tandan / tahun

yang di panen Berat Tandan (kg)

3-8 15-25 3,5-13

8-16 10-15 14-24

(10)

10

dibanding sifat kimia tanah mengingat sifat fisik tanah relatif sukar untuk diperbaiki, sedangkan sifat kimia tanah relatif mudah diperbaiki dengan tindakan pemupukan (Harahap dkk,2000).

Menurut Mangoensoekarjo,2007, skema evaluasi kesesuaian lahan kelapa sawit mengenal adanya 5 (lima) kelas lahan, yaitu ;

a. Kelas lahan 1 : Lahan demikian ditandai denagn adanya 1 faktor pembatas ringan. Faktor pembatas ringan yang umum terdapat di perkebunan kelapa sawit adalah bentuk wilayah berombak, drainase agak terhambat.

b. Kelas lahan 2 : Lahan demikian ditandai dengan terdapatnya beberapa pembatas ringan dan hanya 1 pembatas sedang.

c. Kelas lahan 3 : Lahan demikian ditandai dengan terdapatnya pembatas sedang lebih dari satu faktor dan juga memiliki beberapa faktor pembatas ringan.

d. Kelas lahan N1 : Lahan demikian ditandai dengan terdapatnya pembatas berat yang masih dapat diperbaiki di samping beberapa pembatas sedang dan pembatas ringan.

e. Kelas lahan N2 : Lahan demikian ditandai dengan terdapatnya pembatas berat yang tidak dapat diperbaiki. Lahan demikian tidak direkomendasikan untuk budidaya kelapa sawit.

Faktor-faktor pembatas memang cukup banyak, jenisnya tergantung pada lokasi setempat. Musim kemarau ataupun kekeringan panjang, solum tanah yang dangkal, kemiringan lahan, drainase dan lain-lain, dapat menjadi faktor dominan. Sebaliknya hujan yang terlalu banyak juga dapat menjadi pembatas karena

(11)

11

tingginya tingkat erosi, hari hujan setahun tinggi, kerusakan jalan dan lain-lain (Lubis,2008).

C. Potensi Produksi

Potensi produksi adalah kemungkinan yang dapat dihasilkan atau sesuatu hal yang memiliki potensi tertentu untuk dimanfaatkan secara maksimal dalam hal in adalah potensi produksi kelapa sawit berupa Tandan Buah Segar (TBS).

Setiap kelas kesesuaian lahan dapat secara langsung dikaitkan dengan

potensi produksi kelapa sawit yang dapat dicapai. Umur ekonomis kelapa sawit

yang dibudidayakan umumnya 25 tahun. Umur lebih 25 tahun tanaman sudah tinggi sehingga sulit dipanen, jumlah tandan buah sedikit sehingga tidak ekonomis (Wahyuni, 2009).

Selain berdasarkan kelas kesesuaian lahannya, potensi produksi juga dipengaruhi oleh bibit yang digunakan. Pemilihan bibit kelapa sawit yang baik dan berkualitas dapat menghasilkan produksi yang baik dan maksimal.

Perhatian terhadap pemupukan untuk memacu produktivitas di perkebunan kelapa sawit cukup besar seiring dengan prospek komoditas minyak kelapa sawit yang cukup menggembirakan di pasar domestik maupun internasional (Darmosarkoro dkk, 2000).

Produktifitas tanaman kelapa sawit berdasarkan kelas lahannya dapat dilihat pada tabel 5.

(12)

12

Tabel 5. Produktifitas kelapa sawit berdasarkan kelas lahan.

Umur Kelas S-1 Kelas S-2 Kelas S-3

(tahun) TBS JPT RBT TBS JPT RBT TBS JPT RBT 3 9,0 21,6 3,2 7,3 18,1 3,1 6,2 15,9 3,0 4 15,0 19,2 6,0 13,5 17,6 5,9 12,0 17,4 5,3 5 18,0 18,5 7,5 16,0 17,3 7,1 14,5 16,6 6,7 6 21,1 16,2 10,0 18,5 15,1 9,4 17,0 15,4 8,5 7 26,0 16,0 12,5 23,0 15,0 11,8 22,0 15,7 10,8 8 30,0 15,3 15,1 25,5 14,9 13,2 24,5 14,8 12,7 9 31,0 14,0 17,0 28,0 13,1 16,5 26,0 12,9 15,5 10 31,0 12,9 18,5 28,0 12,3 17,5 26,0 12,5 16,0 11 31,0 12,2 19,6 28,0 11,6 18,5 26,0 11,5 17,4 12 31,0 11,6 20,5 28,0 11,0 19,5 26,0 10,8 18,5 13 31,0 11,3 21,1 28,0 10,8 20,0 26,0 10,3 19,5 14 30,0 10,3 22,5 27,0 10,1 20,5 25,0 9,6 20,0 15 27,9 9,3 23,0 26,0 9,2 21,8 24,5 9,1 20,6 16 27,1 8,5 24,5 25,5 8,5 23,1 23,5 8,3 21,8 17 26,0 8,0 25,0 24,5 7,8 24,1 22,0 7,4 23,0 18 24,9 7,4 26,0 23,5 7,2 25,2 21,0 6,7 24,2 19 24,1 6,7 27,5 22,5 6,6 26,4 20,0 6,0 25,5 20 23,1 6,2 28,5 21,5 5,9 27,8 19,0 5,5 26,6 21 21,9 5,8 29,0 21,0 5,6 28,6 18,0 5,1 27,4 22 19,8 5,1 30,0 19,0 5,0 29,4 17,0 4,6 28,4 23 18,9 4,8 30,5 18,0 4,6 30,1 16,0 4,2 29,4 24 18,1 4,4 31,9 17,0 4,2 31,0 15,0 3,8 30,4 25 17,1 4,1 32,4 16,0 3,8 32,0 14,0 3,6 31,2 Rata-rata 24,0 10,8 20,9 22,0 10,2 20,1 20,0 9,9 19,2

Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Keterangan : TBS= Tandan Buah Segar (ton/ha)

JTP = Jumlah tandan/pohon/tahun, RBT= Rata - rata Berat Tandan (kg)

(13)

13 D. Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit 1. Kebutuhan Unsur Hara

Kesuburan tanah merupakan interaksi berbagai sifat tanah, yaitu sifat kimia, fisik, dan biologi tanah. Pemahaman yang baik terhadap sifat tanah merupakan dasar dalam upaya menjaga kesuburan tanah melalui kegiatan pemupukan. Salah satu prinsip dalam pemupukan tanaman adalah menyediakan hara dalam jumlah yang cukup bagi kebutuhan dan produksi tanaman (Sutarta dan Darmosarkoro, 2001).

Keseimbangan hara dapat ditinjau dari dua aspek yaitu kondisi tanah dan kebutuhan tanaman. Ketersediaan hara di dalam tanah dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan satu dengan lainnya seperti pH tanah. Dengan demikian pemberian satu unsur hara perlu mempertimbangkan unsur hara lainnya agar hara tersebut berada dalam kondisi optimum di dalam tanah untuk dapat diserap tanaman (sutarta dan Darmosarkoro, 2001).

Seluruh unsur hara esensial diperlukan oleh tanaman, dengan jumlah yang berbeda-beda tergantung jenis tanaman dan kondisi lahan. Hal ini berkaitan dengan pembentukan jaringan tanaman maupun produksi tanaman yang

memerlukan unsur hara dengan komposisi tertentu

(Sutarta dan Darmosarkoro, 2001).

Tanaman memperoleh unsur hara dari beberapa sumber, yaitu tanah, residu bahan organik, dan pupuk buatan yang diberikan pada tanaman. Sumber hara (pupuk) yang umum digunakan pada tanaman kelapa sawit adalah jenis pupuk buatan. Pengetahuan mengenai berbagai jenis pupuk akan menjadi dasar

(14)

14

dalam pemilihan jenis pupuk yang tepat, sehingga pelaksanaan pemupukan efektif dan efisien (Sutarta dkk, 2000). Unsur hara yang diambil tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Unsur hara yang diambil tanaman kelapa sawit. Komponen

Jumlah Unsur Hara (kg/ha/tahun)

N P K Mg Ca Pertumbuhan Vegetatif 40,9 3,1 55,7 11,5 13,8 Pelepah Daun yang ditunas 67,2 8,9 86,2 22,4 61,6 Produksi TBS (25 ton/ha) 73,2 11,6 93,4 20,8 19,5 Bunga Jantan 11,2 24 16,1 6,6 4,4 Jumlah 192,5 47,6 251,4 61,3 99,3 Sumber : Tambunan, 2011 2. Prinsip Pemupukan

Teknologi pemupukan tanaman kelapa sawit ini telah mengalami perkembangan yang pesat sebagai jawaban dari berbagai permasalahan yang muncul dalam peningkatan produksi kelapa sawit. Perkembangan teknologi tersebut terlihat melalui munculnya berbagai jenis/tipe pupuk, usaha perbaikan metode penetapan dosis pupuk, pemilihan metode pemupukan yang tepat, dan penentuan waktu dan frekuensi dalam aplikasi pupuk. Berbagai teknologi pemupukan tersebut akhirnya diharapkan dapat mendukung usaha peningkatan produksi tanaman kelapa sawit (Winarna dkk,2000).

Mengingat hal tersebut di atas, pupuk harus dapat digunakan secara efisien dan tepat sasaran. Beberapa hal yang harus diperhatikan agar pemupukan dapat efisien dan tepat sasaran adalah meliputi penentuan jenis pupuk, dosis pupuk,

(15)

15

metode pemupukan, waktu dan frekuensi pemupukan, serta pengawasan pupuk (Winarna dkk, 2000)

Dengan mempertimbangkan harga pupuk yang cukup mahal, perlu diupayakan agar pupuk yang di berikan pada tanaman tepat sasaran dengan sedikit mungkin jumlah yang hilang. Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi pemupukan antara lain ketepatan pemupukan (jenis, dosis, waktu, dan

cara) dan kondisi lahan perlu memperoleh perhatian dari pekebun (Sutarta dan Darmosarkoro,2001).

a. Tepat Jenis

Pupuk yang berkembang di Indonesia untuk tanaman kelapa sawit dapat dikelompokkan menjadi pupuk anorganik dan organik. Pupuk anorganik terbagi atas pupuk tunggal, pupuk campuran, pupuk majemuk, dan pupuk lambat tersedia (tablet). Pemilihan jenis pupuk oleh kebun disarankan agar dilakukan secara hati-hati, mengingat banyaknya jenis pupuk yang beredar di pasar dengan berbagai bentuk dan komposisi hara (Sutarta dan Darmosarkoro, 2001).

Jenis pupuk yang dipakai dibeberapa kebun masih belum sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Harga pupuk yang relatif mahal menjadi salah satu sebab banyaknya pupuk-pupuk berkualitas rendah dengan harga murah digunakan diperkebunan kelapa sawit (Sutarta dan Witjaksana,2001). Jenis-jenis pupuk dapat dilihat pada tabel 7.

(16)

16

Tabel 7. Unsur Hara Makro, Jenis Pupuk dan Kandungan Unsur Haranya.

Katagori No Unsur Hara Jenis Pupuk Kandungan Hara

Makro

1 Nitrogen (N) 1. Urea 46% N

2. Amonium Sulfat (ZA) 21 % N, 24 % S

2 Pospor (P)

1. Triple Super (TSp) 46% P2O5, 28%

CaO 29 - 34%

2. Forfat Alam/Rock

Phospate (RP) P2O5, 35% CaO

3 Kalium (K) 1. Muriate of Potash (MOP) 60% K2O, 50%CL

4 Magnesium

(Mg)

1. Kieserit 27% MgO, 22% S

18 - 20% MgO

2. Dolomit 50% CaO

5 Ca (Calsium) 1. Limestone Dust (LSD)

50%CaO, 1 - 3% MgO

Mikro

6 Boron (B)

High Grade fertilizer Borate

(HGFB) 48% B2O3

7 Tembaga (Cu) Copper Sulphate 23 25% Cu

8 Seng (Zn) Zinc Sulphate 20 - 23 %Zn

9 Besi (Fe) Ferrous Sulphate 18 - 20% Fe

Sumber : Sianipar, 2010

b. Tepat Dosis

Kebutuhan minimum unsur hara pada tanaman kelapa sawit telah dikemukakan oleh para pakar. Menurut Mangoensoekarjo,2007, dosis pupuk yang direkomendasikan didasarkan kepada berbagai faktor meliputi :

1. Sejumlah unsur hara yang terbawa dalam TBS sewaktu panen. 2. Unsur hara yang terimmobilisasi dalam batang dan pelepah.

3. Unsur hara yang difiksasi oleh tanah dan estimasi kehilangan unsur hara akibat aliran permukaan setelah pupuk diaplikasikan.

(17)

17

Tabel 8. Dosis Pemupukan Tanaman Menghasilkan Kelapa Sawit

Sumber : PPKS, 2005

Banyaknya pupuk tersebut dianggap sebagai dosis minimum (standar) untuk kelapa sawit tanpa mempertimbangkan kandungan hara dalam tanah, kandungan hara dalam daun, dan gejala visual pada tanaman seperti misalnya kekahatan hara. Rekomendasi pupuk yang khusus juga dapat ditentukan dengan memperhitungkan berbagai faktor di antaranya :

1. Kandungan hara tanah 2. Kandungan hara dalam daun 3. Target produksi TBS

4. Gejala kekahatan pada daun, dan pertimbangan lainnya meliputi jenis pupuk yang akan digunakan dan analisa ekonomis dari digunakannya dosis dan jenis pupuk yang khusus.

Dasar penentuan dosis pupuk untuk pemupukan tanaman belum menghasilkan dalah umur tanaman, jenis tanah, kondisi penutup tanah, dan kondisi visual tanaman. Sedangkan dosis pupuk pada tanaman kelapa sawit menghasilkan ditentukan berdasarkan berbagai faktor, antara lain hasil analisa daun, kesuburan tanah, produksi tanaman, percobaan lapangan, dan pengamatan visual tanaman (Winarna dkk, 2000).

Kelompok Umur Dosis Pupuk (kg/pohon/tahun)

(tahun) Urea SP36 MOP Kiserit Jumlah

3 – 8 2,00 1,50 1,50 1,00 6,00

9 -13 2,75 2,25 2,25 1,50 8,75

14 – 20 2,50 2,00 2,00 1,50 7,75

(18)

18

Keakuratan dalam penentuan dosis khususnya dari pupuk akan sangat tergantung dari kemampuan para rekomendator pupuk. Di samping itu hubungan pekebun dengan rekomendator pupuk harus merupakan mitra yang dekat dan kompak, untuk saling menyempurnakan rencana pemupukan dan skema rekomendasinya. Ide kemitraan ini sangat diperlukan karena setiap kebun memiliki suasana dan kondisi yang spesifik (Mangoensoekarjo, 2007).

c. Tepat Waktu

Seperti yang telah dijelaskan, bahwa masalah waktu aplikasi menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian khusus. Dalam manajemen pemupukan kelapa sawit, enam bulan sebelum aplikasi seharusnya sejumlah pupuk yang diperlukan pada semester tertentu harus sudah berada di gudang pupuk (Mangoensoekarjo, 2007). Waktu dan frekuensi pemupukan ditentukan oleh : 1. Keadaan iklim terutama curah hujan dan hari hujan.

2. Sifat fisik dan kondisi relief 3. Proses pengadaan pupuk.

Frekuensi aplikasi yang umum diterapkan pada tanaman menghasilkan adalah 2-3 kali per tahun. Frekuensi yang lebih tinggi dapat dilakukan jika pupuk yang diberikan cukup besar atau jika dikhawatirkan terjadi kehilangan pupuk jiak pupuk tersebut diberikan 2 kali per tahun. Hal ini dilakukan hanya pada areal-areal yang tekstur tanahnya didominasi oleh fraksi pasir atau sifat fisik tanahnya kurang baik (Sutarta dan Darmosarkoro, 2001). Gambar waktu aplikasi pemupukan tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 1.

(19)

19

SEBARAN CURAH HUJAN

140 265 201 176 90 97 140 155 200 250 289 230 0 50 100 150 200 250 300 350

JA

N

PEB

M

ER

APR

M

EI

JU

N

JU

L

AG

T

SEP

O

KT

NO

V

DE

S

CU

RA

H

HU

JA

N

(m

m

)

Gambar 1.Waktu pemupukan tanaman menghasilkan dengan 2 kali aplikasi.

Sumber : PPKS, 2005

Keterangan : Waktu pemberian pupuk sebaiknya dilakukan diakhir musim hujan (Maret - April) untuk apilkasi pemupukan pertama dan pada awal musim hujan (September – Oktober) untuk aplikasi pemupukan 2.

Masalah ketepatan waktu aplikasi pupuk merupakan masalah yang utama dalam manajemen aplikasi pupuk yang memerlukan perhatian khusus. Kejadian ketidakseimbangan unsur hara umumnya diakibatkan oleh keterlambatan waktu pemupukan di lapangan. Keterlambatan waktu pemupukan ini juga diakibatkan oleh terlalu banyaknya jenis pupuk yang harus ditaburkan karena masih

digunakannya pupuk tunggal diperkebunan kelapa sawit

(Mangoensoekarjo, 2007).

Mengingat biaya pemupukan yang cukup tinggi maka pemupukan harus dilakukan secara efektif dan efisien. Hal ini menyangkut jenis pupuk, dosis pupuk, waktu pemupukan dan metode pemupukan. Oleh sebab itu manajemen kebun perlu melakukan persiapan dan pengawasan secara ketat sehingga aplikasi pupuk dapat mencapai sasaran (Winarna dkk, 2000).

(20)

20 d. Tepat Cara

Cara aplikasi pupuk di tentukan berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya jenis pupuk, topografi lahan, dan kondisi drainase tanah. Dua cara pemupukan yang umum adalah sistem tebar dan sistem benam (pocket system). Berdasarkan pada keadaan lahan, system tebar dapat dilakukan di piringan pohon hingga ke gawangan. Sistem benam umumnya dilakukan untuk mengurangi

kehilangan pupuk akibat penguapan atau aliran air permukaan

(Sutarta dan Darmosarkoro, 2001).

Cara penaburan pupuk di lapangan yang umum dilakukan adalah dengan cara tabur di permukaan tanah dalam piringan pohon. Penaburan dalam piringan memiliki kebaikan-kebaikan terutama dalam hal pengawasan dan dalam menghitung kebutuhan pupuk. Perhitungan kebutuhan pupuk bagaimanapun juga akan didasarkan pada jumlah tegakan pohon, baik TBM maupun TM (Mangoensoekarjo, 2007).

Jenis pupuk yang mendapat prioritas untuk diaplikasikan dengan system benam adalah pupuk-pupuk yang mudah mengalami penguapan, seperti urea. Kemiringan lereng sangat berpengaruh terhadap kehilangan pupuk. Untuk mengurangi kehilangan pupuk tersebut maka pada areal berlereng pemupukan disarankan dilakukan dengan sistem benam (Sutarta dan Witjaksana, 2001).

Pemupukan pada areal dengan kondisi drainase kurang baik perlu mendapat perhatian. Walaupun areal tersebut umumnya tidak terlalu luas, namun jika dikelola dengan baik maka sumbangannya terhadap produktivitas lahan secara keseluruhan akan cukup berarti. Agar tanaman dapat tumbuh normal dan

(21)

21

perakaran mampu menyerap hara yang diberikan, kondisi drainase perlu diperbaiki. Jika perbaikan kondisi drainase secara keseluruhan areal tidak memungkinkan, dapat dilakukan pembuatan tapak kuda dan pemupukan

dilakukan dengan sistem benam pada tapak timbun tersebut

(Sutarta dan Darmosarkoro, 2001). 3. Manajemen Pemupukan

Peranan pupuk pada tanaman telah terbukti cukup nyata sekali baik untuk mempertahankan kesehatan tanaman, pertumbuhan vegetatif maupun produksi secara optimal. Disamping itu dari segi biaya pemupukan merupakan komponen biaya terbesar dalam biaya tanaman. Biaya pemupukan pada akhir – akhir ini meningkat secara drastis akibat naiknya harga pupuk sementara harga jual produk sering berfluktuasi. Peran penting pemupukan tersebut pada kenyataannya belum sepenuhnya disadari oleh pelaksana di lapangan (Tambunan, 2011).

Oleh sebab itu sebelum pemupukan dilaksanakan persipan-persiapan yang harus dilakukan adalah :

a. Persiapan Lapangan

Piringan harus bersih dari gulma dan lebar piringan cukup, untuk areal yang dipoket, lubang poket harus sudah dipersiapkan.

b. Perlatan

Mangkok untuk memupuk yang telah diberi takaran dan ember untuk tempat pupuk di persiapkan, pupuk yang menggumpal harus dihancurkan, mendahulukan pupuk stok lama baru kemudian pupuk yang baru masuk, perencanaan pemupukan harus jelas, blok yang akan dipupuk harus sesuai jenis

(22)

22

pupuk dan dosisnya serta tenaga memupuk dan tenaga mengecer pupuk ke dalam blok harus terlatih.

c. Pengangkutan

Angkutan pupuk telah dipersiapkan sehari sebelumnya sehingga pagi-pagi sekali pupuk dapat diangkut ke afdeling, pengeceran pupuk dilaksanakan sesuai dengan patok yang telah diatur untuk kebutuhan areal tersebut, penumpukan goni pupuk harus di dalam piringan tidak di benarkan diletakkan di jalan.

d. Pengawasan

Keamanan pupuk yang telah di ecer harus diawasi oleh petugas keamanan dari tindakan pencurian, pembuangan dan penyembunyian pupuk, pelaksanaan pemupukkan harus diawasi oleh Mandor Pupuk, Mandor I, Assisten, Kadistan, Centeng dan Satpam, pemupukan tidak dibenarkan jika tanpa ada pengawasan.

e. Tenaga Pemupukan

Pemupukan diusahakan oleh tenaga karyawan tetap dengan perbandingan laki-laki : perempuan adalah 1 : 2, semua tenaga penabur dan tukang ecer harus yang sudah terlatih.

f. Cara Pemberian Pupuk

Penaburan pupuk harus sesuai dosis yang dianjurkan, merata dan tidak menggumpal dipiringan yang bersih.

Tujuan dari manajemen aplikasi pupuk di perkebunan kelapa sawit adalah menciptakan kondisi kesuburan tanah yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit sehingga dapat memberikan produksi yang

(23)

23

ditargetkan sesuai dengan produktivitas kelas lahannya Tujuan itu hanya akan dicapai jika :

a. Pengenalan sifat dan kondisi lahan yang lebih mendalam di mana kebun kelapa sawit terdapat.

b. Penyempurnaan tindakan konservasi lahan.

c. Penentuan jenis dan dosis pupuk yang tepat sesuai dengan kebutuhan

tanaman dan sifat tanahnya.

d. Penetapan cara aplikasi pupuk yang benar sesuai dengan kondisi lahan (bentuk wilayah dan iklim).

e. Aplikasi pupuk pada saat (waktu) yang tepat.

Mengingat mahalnya harga pupuk maka untuk setiap pelaksanaan pemupukan harus langsung diawasi oleh mandor pemupukan, Mandor I, Assisten Afdeling, dan Kadistan serta petugas keamanan Kebun/Satpam serta Centeng Afdeling. Manajer serta Staff Kandir mengawasi secara insidentil. Seluruh goni eks pupuk dikumpulkan dan diserahkan kembali ke kantor Afdeling sesuai dengan jumlah goni yang dipupukkan ke lapangan (Tambunan, 2011).

(24)

24

III. METODOLOGI

A. Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Afdeling II kebun Dolok Sinumbah, PTPN IV. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2013.

B. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan mengetahui jumlah biaya yang dikeluarkan pada pemupukan tanaman menghasilkan kelapa sawit.

C. Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini sebagai berikut : 1. Informasi umum yang meliputi informasi kebun dan curah hujan.

2. Data rekomendasi pemupukan tanaman menghasilkan kelapa sawit tahun 2010-2012.

3. Data realisasi pemupukan tahun 2010-2012. 4. Pelaksanaan pemupukan.

Gambar

Tabel 1.  Pengelompokan Akar Kelapa Sawit.
Tabel 2. Perkembangan Tinggi Batang.
Tabel 4. Perkembangan Jumlah dan Berat Tandan Kelapa Sawit.
Tabel 5. Produktifitas kelapa sawit berdasarkan kelas lahan.
+4

Referensi

Dokumen terkait

13. Membuat evaluasi dan laporan berkala tentang pelaksanaan tugasnya, yang akan disampaikan kepada Ketua Dewan Diakonia dan Pimpinan Jemaat sesuai dengan waktu yang

MASJID JUM’AH MADINAH.. khutbah dan inilah merupakan shalat berjamaah jum’at pertama yang dilaksanakan oleh Rasulullah Saw. walaupun perintah shalat berjamaah jum’at telah

Namun, sesungguhnya yang lebih dahsyat dari gegap gempita ini adalah kenyataan bahwa suatu program acara televisi bisa juga memberi manfaat sehat bagi orang

Dalam usaha untuk menemukan marka molekuler atau segmen DNA yang berkaitan dengan fenotipe tertentu, penelitian untuk mengkaji asosiasi polimorfisme lokus

1 Saya berpikir bahwa saya akan sering mengakses website ini tidak sering sering 2 Saya berpikir website ini terlalu kompleks tidak setuju setuju 3 Saya berfikir

Definisi tentang kemiskinan telah mengalami perluasan, seiring dengan semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator maupun permasalahan lain

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari jurnal karangan Natasya Putri Andini dengan judul “Pengaruh Viral Marketing Terhadap Kepercayaan Pelanggan dan

Pengembangan kapas di Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Barat dilakukan di lahan tadah hujan dengan musim hujan yang