This document is written in order to support Dr. Moh. Haryono on his effort to finish an academic paper toward resort based management implementation of 50 national parks in Indonesia
Alas Purwo National Park Jl. Brawijaya 20
Telp/Fax: 0333 428675 Banyuwangi – Jawa Timur (68417)
CP : +62 852 3659 4883 e-mail:
diazwongalas@gmail.com
PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI KAWASAN UNTUK DUKUNGAN RESORT BASED MANAGEMENT
PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL
Oleh : Wahyu Murdyatmaka (PEH BTN. Alas Purwo)
PERSPEKTIF RBM
Resort Based Management (RBM) mulai populer pada ranah pengelolaan taman nasional dan ditargetkan bisa diimplementasikan pada 50 kawasan sampai dengan 2014. Tetapi secara faktual sistem ini telah diimplementasikan sejak lama dengan fokus utama upaya perlindungan kawasan. Skema baru RBM lahir sejak 2007 pada tiga taman nasional di Indonesia
Dengan berbagai analisis kebutuhan pengelolaan dan embanan fungsi kawasan, Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan Alas Purwo (TNAP) merevitalisasi resort sebagai unit pemangkuan kawasan yang memiliki kontribusi besar terhadap pengelolaan. Dengan demikian, resort dapat disebut sebagai unit pengelolaan terkecil.
Dalam prosesnya, ketiga taman nasional ini memiliki sumberdaya yang berbeda, baik anggaran (termasuk dari pihak lain), SDM dan sarana-prasarana. Masing-masing memiliki tolok kebutuhan maupun output minimal serta feedback pengelolaannya. Ketiga taman nasional tersebut juga mengembangkan sistem informasi kawasan yang bertujuan untuk menerapkan pengelolaan yang reportable dan publishable.
SISTEM INFORMASI KAWASAN 2.1. Kondisi Saat Ini
Sistem Informasi adalah sekumpulan komponen dari informasi yang saling terintegrasi untuk mencapai tujuan yang spesifik; input, model, output, teknologi, basis data (data base), kontrol atau komponen pengendali (Wikipedia, 2011). Berdasarkannya, sistem informasi memiliki peranan yang strategis baik sebagai baseline maupun kontrol pengelolaan kawasan. Sistem informasi akan memenuhi fungsinya untuk menyajikan data kondisi kawasan. Dengan berbagai metode analisis, data-data tersebut akan menunjukkan dinamika kawasan serta estimasi tren kedepannya. Hal ini akan sangat membantu untuk pengambilan keputusan secara cepat, tepat dan dapat dipertanggung-jawabkan.
Saat ini dalam skala unit pelaksana teknis (UPT), banyak model sistem informasi yang dikembangkan, baik sebagai pendukung RBM maupun secara parsial terhadap potensi biofisik kawasan.
Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) mengembangkannya sebagai SILOKA (sistem informasi kawasan) sebagai pendukung RBM. SILOKA mengawinkan atribut-atribut spasial dan non spasial berdasarkan pola register. SILOKA dikembangkan secara mandiri dengan menggunakan MS SQL Server 2000 sebagai basis dan MS Visual Foxpro 9 sebagai interface.
AREA Biophysic Ecosystem Key features Local people Threats
TNGHS membangun sistem informasi berb efektif untuk koleksi data biofisik kawasan
nasional lain yang tengah mengembangkan sistem informasinya adalah Baluran telah memberikan output berupa database burung.
mengembangkan sistem informasi berdasarkan kebutuhan masing Secara umum, kebutuhan akan
terjadi baik pada level regulator (PHKA) sampai dengan UPT.
menyajikan dinamika kawasan konservasi yang disebabkan oleh tidak adanya sistem koleksi data dari UPT yang baik. Hampir semua prosesnya dilakukan secara manual.
yang ada karena tidak ada sistem yang mengatur aliran data ke pusat.
Dengan demikian, pengembangan sistem informasi pada level UPT dan jejaringnya di pusat (PHKA) merupakan isu strategis dalam rangka dukungan
2.2. Kondisi yang Diinginkan
Mengkaji dari kondisi yang ada, maka kon adalah :
a) Tersusun dan tersosialisasikannya (standardisasi PHKA)
b) Terbangunnya sistem informasi standar dan pengembangannya berdasarkan karakter spesifik kawasan oleh UPT
c) Terbangun dan beroperasinya jejaring data nasional P
d) Pengembangannya berdasarkan kajian pelaksanaan program konservasi lingkup PHKA
MODEL PENGEMBANGAN 3.1. Flowchart
Skenario normal sistem informasi integral antara UPT dan PHKA adalah sebagai berikut:
Here, info system is required (unit scope
Gb.1.
formasi berbasis web yang dikembangkan bersama JICA.
efektif untuk koleksi data biofisik kawasan, meskipun tidak berfungsi sebagai dukungan utama RBM. nasional lain yang tengah mengembangkan sistem informasinya adalah Baluran (TNB) dengan basis geografis
berupa database burung. Sementara itu, unit-unit lainnya masih berusaha mengembangkan sistem informasi berdasarkan kebutuhan masing-masing.
akan sistem informasi pengelolaan kawasan (TN) di Indonesia masih
ator (PHKA) sampai dengan UPT. Sampai saat ini, PHKA masih kesulitan untuk menyajikan dinamika kawasan konservasi yang disebabkan oleh tidak adanya sistem koleksi data dari UPT yang baik. Hampir semua prosesnya dilakukan secara manual. Sebaliknya, UPT tidak dapat mempublikasikan data yang ada karena tidak ada sistem yang mengatur aliran data ke pusat.
demikian, pengembangan sistem informasi pada level UPT dan jejaringnya di pusat (PHKA) merupakan isu strategis dalam rangka dukungan terhadap RBM.
Mengkaji dari kondisi yang ada, maka kondisi ideal yang diharapkan untuk mendukung implementasi RBM nnya guideline pengembangan sistem informasi
sistem informasi standar dan pengembangannya berdasarkan karakter spesifik kawasan oleh jejaring data nasional PHKA-UPT
Pengembangannya berdasarkan kajian pelaksanaan program konservasi lingkup PHKA
Skenario normal sistem informasi integral antara UPT dan PHKA adalah sebagai berikut:
Need to be informed Need to be analyzed MANAGEMENT Need to be published Need to be evaluated info system is scope)
Here, integrated info system is required (PHKA scope)
Gb.1. Skenario sistem informasi integral PHKA -UPT
Gov's regulation & funds NGO's (cooperation & trusted fund) Privates (utilization) Local people (utilization & empowerment) Scientific societies (sciences; research) People (tourism etc)
asis web yang dikembangkan bersama JICA. Sistem ini cukup , meskipun tidak berfungsi sebagai dukungan utama RBM. Taman dengan basis geografis. TNB unit lainnya masih berusaha sistem informasi pengelolaan kawasan (TN) di Indonesia masih sumir. Ini saat ini, PHKA masih kesulitan untuk menyajikan dinamika kawasan konservasi yang disebabkan oleh tidak adanya sistem koleksi data dari UPT yang UPT tidak dapat mempublikasikan data-data demikian, pengembangan sistem informasi pada level UPT dan jejaringnya di pusat (PHKA)
mendukung implementasi RBM pengembangan sistem informasi pengelolaan kawasan sistem informasi standar dan pengembangannya berdasarkan karakter spesifik kawasan oleh
Pengembangannya berdasarkan kajian pelaksanaan program konservasi lingkup PHKA
Skenario di atas menjelaskan tentang business process koleksi data kawasan sampai dengan publikasinya untuk berbagai pihak. Secara teknis, UPT melakukan koleksi, analisis dan pelaporannya kepada PHKA. PHKA melanjutkannya dengan evaluasi dan berkewajiban mempublikasikannya. Melalui skenario ini, implementasi RBM akan layak untuk dipertanggungjawabkan dari sektor penganggarannya dan terukur tingkat evektifitasnya dalam pengelolaan kawasan secara holistik.
3.2. Desain Struktur Data
Merunut pada kondisi idelal sistem informasi dalam implementasi RBM, struktur data menjadi kerangka yang sangat penting. Struktur standar perlu dirumuskan supaya dapat dibangun aplikasinya pada level UPT. Pendekatan yang paling memungkinkan adalah terhadap aspek fungsi kawasan, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan (P1), pengawetan plasma nutfah (P2) dan pemanfaatan lestari SDAH dan ekosistemnya (P3).
Struktur data standar dapat dijelaskan sebagai berikut
Contoh atribut untuk data/ register (struktur tabel) :
Gb.3. Atribut
Untuk tipe data masing-masing atribut disesuaikan dengan sifatnya, maka tipologinya akan berupa ‘varchar’, ‘char’, ‘number’, ‘date time’, ‘OLE’ dan sebagainya, tergantung pada jenis software yang digunakan.
Mengacu pada struktur data standar, maka entitas yang akan saling berkaitan adalah jenis-jenis data kunci dan utilitas aplikasi sebagai berikut:
Gb.4. Entitas dan utility Contoh pada info ILLEGAL LOGGING Atribut wajib (spasial):
ID Register ID Kawasan ID Resort KoordS (Lat) KoordE (Lon) Tanggal kejadian Tanggal entry data Atribut non spasial: ID Jenis pohon ID Pelapor Nama pohon Diameter tunggak
Diameter sortimen ke1,2,3 dst Foto tunggak Foto sortimen 1,2,3 dst Master data: 1. ADMIN/USERS 2. Kawasan 3. SPTN 4. Resort 5. Pal batas
6. Lokasi/ blok hutan 7. Pegawai
8. Jenis data (register) 9. Jenis pohon
10. Jenis satwa
11. Stasiun pengamatan satwa 12. PSP
Utility:
1. Otorisasi (admin-users) 2. Export data
3. Import master data 4. Statistik
5. Struktur data (relasi) 6. Report
Setelah struktur data dan entitas yang saling berkaitan telah didesain, selanjutnya perlu dibuat entity relationship diagram (ERD) sehingga akan tercipta relational database management system (RDBMS). Untuk pelaksanaannya sampai dengan rancang bangun aplikasi diperlukan adanya kerjasama dengan programmer. 3.4. Data Flow Diagram (DFD)
DFD menggambarkan aliran data dalam sebuah sistem informasi, data yang tersimpan dan proses dengan proses yang terhubung dengan data tersebut. Tidak ada loop ataupun cabang dalam DFD. DFD menggambarkan semua proses, meskipun proses tersebut terjadi dalam waktu yang berbeda (Linggartanti, 2007).
Berikut adalah DFD pada level UPT dan UPT ke PHKA:
Gb.5. DFD KESIMMPULAN
1. PHKA perlu menyusun guideline pengembangan sistem informasi standar untuk level UPT dalam dukungannya terhadap RBM
2. PHKA perlu membangun jaringan data nasional, menetapkan sistem operasi, organisasi pelaksana serta target-target luarannya
3. Alternatif aliran data secara online penting untuk diterapkan RESORT (koleksi data) SPTN (entry data) UPT (analisis) PHKA (Evaluasi, publikasi) 1. Divisi perencanaan 2. Divisi penganggaran anggaran 3. Divisi teknis konservasi 4. Divisi kepegawaian 5. Divisi terkait lainnya Feedback, Decision making Jaringan nasional Operator tingkat direktorat / sub dit. Feedback Govt (departemen) NGO’s Swasta Masyarakat akademik Masyarakat lokal Masyarakat umum