• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

31 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Alat Tangkap di Kabupten Indramayu

Hasil inventarisasi jenis alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Indramayu (Tabel 6) didominasi oleh alat tangkap berupa jaring, yakni pukat pantai (1.461 unit) dan jaring insang hanyut (1.080 unit).

Tabel 6. Jumlah Alat Tangkap Perikanan Laut Menurut Ukuran Kapal di Kabupaten Indramayu Tahun 2012

Jenis Alat Tangkap

Ukuran GT (Unit) 0-5 >5-10 >10-20 >20-30 >30-50 >50-100 Jumlah Pukat Kantong: - Payang 71 60 13 21 165

- Dogol (Termasuk Lampara

dasar dan Arad) 109 309 187 26 3 634

- Pukat Pantai 745 716 1461

Pukat Cincin 7 2 9

Jaring Insang:

- Jaring Insang Hanyut (termasuk jaring rampus dan gill net millenium millenium)

523 378 24 57 93 5 1080

- Jaring Insang Lingkar 64 112 137 313

- Jaring Kelitik 250 157 407

Perangkap (Trap):

- Bubu 770 770

- Sero 60 165 225

Pancing (Termasuk pancing ulur, pancing rawai, dan pancing lainnya)

37 87 27 19 15 185

Alat Lainnya 423 139 196 58 1 817

Jumlah 6066

Sumber: Data Statistik Perikanan Tangkap (Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Indramayu) 2013

(2)

32

Pukat pantai digunakan untuk menangkap ikan-ikan demersal sedangkan jaring insang hanyut digunkan untuk menangkap ikan-ikan pelagis. Keadaan tersebut mengindikasikan bahwa target penangkapan di daerah ini adalah ikan-ikan pelagis dan demersal. Pukat pantai dan jaring insang banyak digunakan karena selain mudah dioperasikan juga menghasilkan tangkapan dalam jumlah yang besar.

Penyebaran alat tangkap tidak merata di setiap pelabuhan pantai (Lampiran 3). Menurut data armada perikanan tangkap Kabupaten Indramayu (2012), dari 16 pusat pendaratan ikan, PPI Karangsong merupakan tempat yang memiliki armada perikanan tangkap paling banyak yakni hampir 20% dari keseluruhan armada kapal penangkap ikan di Kabupaten Indramayu. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan perikanan tangkap di Karangsong merupakan kegiatan perikanan tangkap yang paling tinggi. Dapat dikatakan bahwa alat tangkap maupun armada kapal yang digunakan di PPI Karangsong dapat mewakili seluruh alat tangkap dan armada kapal yang digunakan di Kabupaten Indramayu.

Alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Indramayu sangat beragam dari mulai jaring yang beraneka ragam bentuk jenis dan ukurannya, pancing maupun perangkap. Keadaan ini meningkatkan pertumbuhan produksi perikanan tangkap Indramayu, namun di sisi lain jika hal ini dibiarkan terus menerus tanpa adanya pembatasan, maka dapat memicu terjadinya overfishing. Menurut Hamdan (2007) pembatasan ragam alat tangkap harus dilakukan agar mengurangi kemungkinan terjadinya overfishing. Hal ini juga didukung dengan pernyataan Hikmayani (2007), bahwa pembatasan alat tangkap dan penguatan armada penangkapan harus dilakukan, baik melalui perubahan armada penangkapan dari skala kecil menjadi lebih besar maupun mengurangi alat tangkap yang sifatnya aktif dan menggantinya dengan yang lebih ramah lingkungan.

Penilaian tingkat keramahan alat tangkap di Kabupaten Indramayu diwakili oleh alat tangkap yang dominan digunakan. Menurut hasil inventarisasi maka diambil beberapa sampel alat tangkap antara lain, arad dari kelompok pukat kantong, jaring rampus dan gill net millenium dari kelompok jaring insang, pancing rawai dari kelompok pancing, dan bubu lipat dari kelompok perangkap (trap). Berikut ini deskripsi alat tangkap yang dijadikan sampel penelitian:

(3)

33

A. Jaring Rampus

Jaring rampus merupakan jenis alat tangkap yang termasuk dalam kelompok jaring insang. Jaring rampus yang digunakan oleh nelayan di PPI Karangsong rata-rata memiliki panjang 2,5 mil dengan lebar 9 depa atau sekitar 13,5 meter. Alat ini dioperasikan pada bagian permukaan atau disebut juga surface gill net. Mata jaring pada alat ini memiliki ukuran mesh size sebesar 4 inci dan memiliki hasil tangkapan yang didominasi oleh ikan-ikan pelagis. Target utama dari alat tangkap ini adalah ikan tongkol (Thunnus tonggo) dan ikan tenggiri (Scomberomorus commersoni). Selain itu jaring rampus juga menangkap ikan belidah, kawang, selar, kembung, cucut dan sebagainya.

Kapal yang mengoperasikan jaring rampus memiliki kisaran ukuran antara 2 - 5 GT dengan kapasitas palkah untuk memuat hasil tangkapan optimal sebanyak 2 - 4,5 ton dalam satu trip. Dalam saru kapal terdiri dari 1 orang nakhoda (penggolang) dan 2 sampai dengan 4 orang ABK. Nelayan jaring rampus mengoperasikan alat tangkapnya di sekitar Perairan Indramayu pada koordinat 06O 22’35,8’’ Lintang Selatan dan 108O

27’ 25,5’’ Bujur Timur memerlukan waktu tempuh selama tiga jam sampai ke daerah penangkapan (fishing ground).

B. Gill Net Millenium

Gill net millenium merupakan jaring insang yang menggunakan bahan jaring PA monofilament dengan serat pilinan 8 – 12 ply. Panjang alat ini mencapai ukuran 5,7 mil dengan lebar sekitar 24 meter. Alat tangkap ini dioperasikan di permukaan perairan. Gill net millenium di PPI Karangsong memiliki armada kapal dengan ukuran yang cukup besar sampai dengan 60 GT. Hal ini memungkinkan besarnya hasil tangkapan dalam setiap trip (jumlah trip antara 20-45 hari). Hasil tangkapan utama pada alat tangkap ini adalah ikan tenggiri dan ikan tongkol, selain itu ikan lainnya seperti ikan cucut, kakap merah, manyung, dan sebagainya.

Pada umumnya armada kapal gill net millenium didominasi oleh kapal dengan ukuran diantara 30 GT sampai dengan 50 GT dengan jumlah personil 1 orang nakhoda (penggolang) dan 11-13 ABK . Kapal gill net millenium memiliki kapasitas untuk menampung hasil tangkapan dalam jumlah yang melimpah dengan

(4)

34

fasilitas freezer. Kapasitas palkah yang menampung hasil tangkapan dapat mencapai 20-40 ton ikan. Daerah operasi peangkapan adalah Laut Jawa, Pulau Natuna, peraiaran Kamlimantan sampai ke Selat Karimata.

C. Arad

Jenis arad yan digunakan oleh nelayan di PPI Karangsong adalah arad yang memiliki lebar mulut jaring sepanjang 5 meter (jika dibentangkan) dan panjang jaring 70 meter. Lebar mesh size mata jaring pada cod end adalah 1 cm. Pada pengiperasiannya alat ini menggunakan sepasang otter board yang terbuat dari kayu, berfungsi sebagai pembentang mulut jaring ketika arad diturunkan ke perairan. Alat tangkap arad pada umumnya dioperasikan dengan menggunakan perahu dengan ukuran dibawah 5 GT. Target tangkapan arad adalah udang-udangan, cumi, dan sotong.

Operasi penangkapan dalam satu trip terdiri dari beberapa waktu operasi disesuaikan dengan musim, mulai dari setengah hari, sehari-semalam (tulakan) sampai empat hari (babangan). Membutuhkan waktu perjalanan selama 3 jam untuk mencapai fishing ground yang berada di skeitar koordinat 06o 15’ 48,3’’ Lintang Selatan dan 108o 24’ 26,5’’ Bujur Timur.

D. Bubu Lipat

Bubu lipat merupakan sampel yang diambil mewakili alat tangkap dari kelompok perangkap (trap). Penangkapan pada alat tangkap bubu lipat dilakukan dengan mengoperasikan 500-700 unit bubu berukuran 40 x 20 x 15 cm. Hasil tangkapan utama adalah rajungan (Portunus pelagicus) dan hasil tangkapan sampingan antara lain kepiting, ikan kerapu, kakap merah, dan udang lainnya. pengoperasian bubu lipat menggunakan umpan berupa ikan pepetek untuk dapat menarik target masuk ke dalam bubu lipat.

Perahu yang digunakan untuk pengoperasian bubu lipat memiliki ukuran 2-3 GT berisi 2-2-3 nelayan. Penangkapan dilakukan selama 1-4 hari di sekitar perairan Indramayu atau pada Bulan September beroperassi di daerah Cilingcing sampai Muara Angke.

(5)

35

E. Pancing Rawai

Sampel yang digunakan pada jenis pancing adalah pancing rawai dengan ukuran kapal di bawah 5 GT. Penangkapan pada alat tangkap pancing rawai dilakukan dengan mengoperasikan 700-860 mata pancing berukuran nomor 8. Proses penangkapan dilakukan selama 1 malam di sekitar perairan Indramayu. Target penangkapan adalah ikan-ikan demersal seperti ikan kakap, kerapu, pari, dan manyung. Pada pengoperasiannya pancing rawai menggunakan umpan seperti cumi-cumi dan sotong atau umpan dari jenis udang-udangan. Perjalanan untuk mencapai daerah operasi penangkapan membutuhkan waktu sekitar 4 sampai dengan 5 jam di sekitar Perairan Indramayu. Perairan yang memiliki kedalaamn 10-30 meter dapat digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap ini.

4.2. Tingkat Keramahan Alat Tangkap

Menurut Monintja (2000) teknologi penangkapan ikan yang dikatakan ramah lingkungan apabila memiliki selektivitas tinggi, serta discard dan by-catch yang rendah. Tingkat keramahan alat tangkap di Kabupaten Indramayu dinilai berdasarkan komposisi jenis hasil tangkapan, komposisi ukuran hasil tangkapan utama serta komposisi pemanfaatan hasil tangkapan.

4.2.1. Komposisi Jenis Hasil Tangkapan

Jenis hasil tangkapan masing-masing alat dibedakan menjadi hasil tangkapan utama (HTU) dan hasil tangkapan sampingan (HTS). Hasil tangkapan utama merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis penting seperti ikan tongkol, dan ikan tengiri pada kelompok jaring insang (termasuk jaring rampus dan gill net millenium). Ikan kakap merah, ikan kerapu, ikan manyung dan ikan pari merupakan hasil tangkapan utama pada kelompok pancing (termasuk pancing rawai). Selain itu pada alat tangkap bubu lipat (kelompok perangkap) crustacea seperti rajungan menjadi tangkapan utama sedangkan udang menjadi sasaran utama alat tangkap arad. Hewan lunak dari kelas chepalopoda seperti cumi-cumi dan sotong juga menjadi tangkapan utama pada alat tangkap arad (kelompok pukat kantong).

(6)

36

A. Jaring Rampus

Hasil tangkapan jaring rampus (Tabel 7) dalam satu trip atau selama 2 hari menghasilkan 132,33 kg atau 182 ekor. Hasil tangkapan didominasi oleh ikan-ikan pelagis seperti tongkol (40,67 kg atau 31 ekor) dan tenggiri (41 kg atau 30 ekor) sebagai hasil tangkapan utama. Hasil tangkapan sampingan terdiri dari cucut (17 kg atau 28 ekor), belidah (8,33 kg atau 14 ekor), kawang (tenggiri papan) (4,83 kg atau 4 ekor), selar (3,33 kg atau 14 ekor), kembung (1,67 kg atau 8 ekor) serta ikan campuran lainnya (12,33 kg atau 37 ekor). Hasil tangkapan diperoleh dalam jangka waktu dua hari atau 8 kali setting.

Tabel 7. Hasil Tangkapan Jaring Rampus

Spesies Bobot (Kg) Bobot HTU (kg) % HTU Tongkol (Thunnus tonggol) 40,67 81,67 61,71

Tenggiri (Scomberomorus commersoni) 41,00

HTS

Belidah (Notopterus chitala) 8,33

50,67 38,29 Kawang (Scomberomorus guttatus) 4,83

Selar (Selaroides spp) 3,33

Kembung (Rastrellinger brachisoma) 1,67

Kuro (Polydactylus sp.) 0 Silap 1,50 Cucut (Alopias spp) 17,00 Acang (Hemirhampus spp) 1,33 Campur 12,33 Jumlah 132,33 132,33 100

Hasil tangkapan utama (HTU) pada alat tangkap jaring rampus dalam bobot adalah sejumlah 81,67 kg atau memiliki proporsi sebesar 61,71 % sedangkan hasil tangkapan sampingan (HTS) dengan jumlah 50,67 kg atau sebesar 38,29 %. Dari segi jumlah, hasil tangkapan utama (HTU) sejumlah 61 ekor atau memiliki proporsi sebesar 33,27 % sedangkan hasil tangkapan sampingan (HTS) sejumlah 122 ekor atau sebesar 66,73 %.

(7)

37

B. Gill Net Millenium

Hasil tangkapan gill net millenium dalam satu trip menghasilkan 22311,24 kg atau 18208 ekor (Tabel 8). Hasil tangkapan didominasi oleh ikan-ikan pelagis seperti tongkol (11450,62 kg atau 9510 ekor) dan tenggiri (2547,08 kg atau 1135 ekor) sebagai hasil tangkapan utama (HTU). Selain itu alat ini juga menangkap ikan lainnya sebagai hasil tangkapan sampingan (HTS) yang terdiri dari kakap merah (587,92 kg atau 552 ekor), cucut (1642,55 kg atau 1926 ekor), kawang (516,50 kg atau 374 ekor), remang (1600 kg atau 711 ekor), manyung (1158 kg atau 335 ekor), alamkao atau ikan sebelah (672,50 kg atau 681 ekor) serta ikan lainnya (2136,08 kg atau 2984 ekor).

Hasil tangkapan utama (HTU) pada gill net millenium dalam ukuran bobot adalah sejumlah 13997,69 kg (62,74 %) sedangkan hasil tangkapan sampingan (HTS) dengan jumlah 8313,54 kg (37,26 %) (Tabel 8). Dari segi jumlah, hasil tangkapan utama (HTU) pada gill net millenium sejumlah 10646 ekor (58,47 %) sedangkan hasil tangkapan sampingan (HTS) sejumlah 7562 ekor (41,53 %).

Tabel 8. Hasil Tangkapan Gill net millenium

Spesies Bobot (Kg) Bobot

HTU (kg) % HTU Tongkol (Thunnus tonggol) 11.450,62 13997,69 62,74

Tenggiri (Scomberomorus commersoni) 2.547,08

HTS

Kakap Merah (Lutjanus spp) 587,92

8313,545 37,26

Cucut (Alopias spp) 1.642,55

Remang (Congresox talabon) 1.600,00 Manyung (Nethuma thalassina) 1.158,00 Kawang (Scomberomorus guttatus) 516,50 Alamkao (Pseudorhombus arsius) 672,50

Campur 2.136,08

(8)

38

C. Arad

Hasil tangkapan arad dalam satu trip atau selama 4 hari menghasilkan 379,525 kg atau 15945 ekor (Tabel 9). Hasil tangkapan didominasi oleh avertebrata dari kelas crustacea dan molusca seperti udang dogol (19,75 kg atau 1084 ekor), udang icik (28,13 kg atau 811 ekor), udang krosok (17,01 kg atau 1226 ekor), udang putih (5,05 kg atau 345 ekor), dan rajungan (3,14 kg atau 22 ekor), cumi-cumi (38,98 kg atau 1352 ekor) dan sotong (39,12 kg atau 1398 ekor). Selain itu alat ini juga menangkap ikan pelagis kecil yang terdiri dari ikan petek (6,74 kg atau 175 ekor), ikan selar (6,50 kg atau 145 ekor), ikan kembung (2,75 kg atau 62 ekor) serta ikan campuran lainnya (211 kg atau 9322 ekor).

Tabel 9. Hasil Tangkapan Arad

Spesies Bobot (kg) Bobot

HTU (kg) %

HTU

Udang Dogol (Metapenaeus ensis) 19,75

97,82 24,46

Cumi-cumi (Loligo sp.) 38,95

Sotong (Sepia sp.) 39,12

HTS

Udang Icik (Metapenaeus endeavouri) 28,13

299,8 75,74 Udang Krosok (Parapenaeopsis sculptitis) 17,01

Udang Putih (Penaeus merguiensis) 5,05 Ikan Petek (Leiognathus sp.) 6,74 Ikan Selar (Alepes djeddaba) 6,50 Kembung (Rastrelliger brachysoma) 2,75

Lainnya (Campur) 215,63

Jumlah 379,62 379,62 100

Hasil tangkapan utama (HTU) arad dalam ukuran bobot adalah sebesar 97,825 kg atau memiliki proporsi 24,26 % (Tabel 9) sedangkan hasil tangkapan sampingan (HTS) dengan jumlah 299,8 kg atau sebesar 75,74 %. Dari segi jumlah, hasil tangkapan utama (HTU) pada arad sejumlah 3834 ekor atau memiliki proporsi sebesar 24,04 % sedangkan hasil tangkapan sampingan (HTS) sejumlah 12111 ekor atau sebesar 75,96 %.

(9)

39

D. Bubu Lipat

Hasil tangkapan dalam satu kali trip menghasilkan bobot sebesar 220,17 kg atau 1456 ekor (Tabel 10). Hasil tangkapan didominasi oleh rajungan yaitu sejumlah 203,33 kg atau 1236 ekor. Jenis lainnya terdiri dari ikan kerapu (2,17 kg atau 2 ekor), ikan kakap merah (2,17 kg atau 4 ekor), udang-udangan (udang dogol, udang putih dan udang krosok) (1 kg atau 53 ekor), serta hasil tangkapan campuran lainnya.

Tabel 10. Hasil Tangkapan Bubu Lipat

Spesies Bobot (kg) Bobot HTU

(kg) %

HTU Rajungan (Protunus pelagicus) 203,33 203,33 92,35

HTS

Kerapu (Epinephelus tauvina) 2,166

16,83 7,65 Kakap merah (Lutjanus bitaeniatus) 2,17

Udang-udangan 1

Campur 11,5

Jumlah 220,17 220,17 100

Hasil tangkapan utama (HTU) pada alat tangkap bubu dalam ukuran bobot adalah sebesar 203,33 kg atau memiliki proporsi sebesar 92,35 % (Tabel 10) sedangkan hasil tangkapan sampingan (HTS) dengan jumlah 16,83 kg atau sebesar 7,65 %. Dari segi jumlah, hasil tangkapan utama (HTU) pada bubu sejumlah 1236 ekor atau memiliki proporsi sebesar 84,913 % sedangkan hasil tangkapan sampingan (HTS) sejumlah 220 ekor atau sebesar 15,09 %.

E. Pancing Rawai

Hasil tangkapan dalam satu kali trip (satu hari) menghasilkan bobot sebesar 48,90 kg atau 71 ekor. Hasil tangkapan utama antara lain ikan kakap merah (7,17 kg atau 8 ekor), ikan kerapu (2,33 kg gatau 4 ekor), manyung (9,87 kg atau 3 ekor), dan ikan pari (5,67 kg atau 12 ekor). Hasil tangkapan sampingan yaitu ngangas (1,67 kg atau 2 ekor), bawal hitam (1,67 kg atau 2 ekor), gerok (4,53 kg atau 8 ekor), acang-acang (3,83 kg atau 3 ekor), serta hasil tangkapan campuran lainnya (7,10 kg atau 23 ekor).

(10)

40

Tabel 11. Hasil Tangkapan Pancing Rawai

Spesies Bobot (kg) Bobot HTU

(kg) %

HTU

Kakap merah (Lutjanus bitaeniatus) 7,17

25,03 51,19 Kerapu (Epinephelus tauvina) 2,33

Manyung (Nethuma thalassina) 9,87

Pari (Dasyatis spp) 5,67

HTS

Remang (Congresox talabon) 4,90

23,87 49,81

Ngangas 1,67

Bawal Hitam (Parastromateus niger) 1,83 Gerok (Pomadasys maculatum) 4,53 Acang-acang (Hemirhampus spp) 3,83

Lainnya (Campur) 7,10

Jumlah 48,90 48,90 100

Hasil tangkapan utama (HTU) pada pancing rawai memiliki proporsi sebesar 51,19 % dengan bobot 25,03 kg. Hasil tangkapan sampingan memiliki proporsi sebesar 49,81% dengan bobot sebesar 23,87 kg. Jumlah hasil tangkapan utama adalah 29 ekor atau sebesar 41,12 % sedangkan jumlah hasil tangkapan sampingan (HTS) adalah 42 ekor atau sebesar 58,88 %.

F. Pembahasan Komposisi Jenis Hasil Tangkapan

Dari segi jenis hasil tangkapan secara umum seluruh hasil tangkapan pada unit alat tangkap jaring rampus, gill net millenium, arad, bubu rajungan, dan pancing rawai menunjukkan nilai hasil pada proporsi yang cukup variatif. Jaring rampus memiliki proporsi sebesar 61,71 % (skor 3 dengan kriteria ramah lingkungan), gill net millenium sebesar 62,74 % (skor 3 dengan kriteria ramah lingkungan), arad sebesar 24,46 % (skor 1 dengan kriteria tidak ramah lingkungan), bubu sebesar 92 % (skor 4 sangat ramah lingkungan), dan pancing rawai sebesar 51,19 % (skor 2 dengan kriteria agak ramah lingkungan). Menurut Suadela (2004), bila proporsi hasil tangkapan sasaran utama ≥ 60% maka suatu alat tangkap dapat dikatakan ramah lingkungan. Selanjutnya Monintja (2000) menyatakan bahwa teknologi penangkapan ikan dapat dikatakan ramah lingkungan

(11)

41

apabila memiliki selektivitas yang tinggi, yakni menangkap organisme yang menjadi target sasaran saja.

Target sasaran alat tangkap beraneka ragam mulai dari ikan pelagis kecil dan besar, ikan demersal, maupun komoditas dari kelas crustacea. Sesuai dengan pernyataan Hikmayani (2007) ikan target adalah ikan kelompok pelagis kecil dan demersal. Kondisi ini mengindikasikan wilayah penangkapan nelayan tidak jauh, yaitu wilayah perairan dengan jarak sejauh kurang lebih 12 mil dari garis pantai. Namun demikian pada perairan tropis seperti Indonesia dengan keanekaragan jenis ikan pada habitat perairan yang sama kemungkinan untuk menangkap ikan target saja adalah hal yang cukup sulit.

Dari segi jenis hasil tangkapan, arad dan pancing rawai memiliki proporsi paling rendah. Arad menangkap seluruh organisme dasar mulai dari ikan, organisme dari kelas crustacea seperti udang dan rajungan, hewan-hewan lunak dari kelas cephalopoda dan lainnya. Metode penangkapan arad yang bersifat menyapu dasar perairan menyebabkan arad menangkap baik target maupun non target sehingga memiliki selektifitas yang rendah. Menurut Sarmintohadi (2002) keragaman spesies yang tertangkap disebabkan adanya kesamaan habitat diantara ikan target tangkapan dan ikan non target. Baik dari segi metode maupun selektivitas mata jaring arad ini tidak direkomendasikan untuk digunakan dalam penangkapan ikan di Kabupaten Indramayu.

Jaring rampus dan gill net millenium merupakan kelompok jenis jaring insang hanyut. Perbedaanya terletak pada jenis jaring dimana gill net millenium terbuat dari PA monofilament dengan serat pilinan 8 – 12 ply selain itu kedua alat ini memiliki ukuran yang berbeda dimana jaring rampus memiliki ukuran lebih panjang dan lebar jaring yang lebih kecil. Wilayah operasi kedua alat ini juga berbeda dimana jaring rampus beroperasi di wilayah perairan Indramayu sedangkan gill net millenium beroperasi di wilayah periran Laut Jawa, Selat Karimata dan Pulau Natuna. Kedua alat ini memiliki keriteria ramah lingkungan dari segi jenis hasil tangkapan karena memiliki proporsi di atas 60 %. Hasil tangkapan utama pada kedua alat ini adalah tongkol dan tenggiri. Hasil tangkapan utama pada kedua alat ini memiliki proporsi yang cukup besar karena kedua jenis

(12)

42

ikan ini merupakan ikan pelagis yang bergerombol (schooling) maka dalam sekali penangkapan dapat menghasilkan jumlah yang banyak.

Alat tangkap yang memiliki proporsi jenis hasil tangkapan utama paling tinggi adalah bubu lipat dengan kategori sangat ramah lingkungan. Bubu merupakan alat tangkap yang bersifat pasif. Monintja dan Martasuganda (1990) dalam Suadela (2004) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan ikan karang dan udang terperangkap ke dalam bubu salah satunya yaitu karena tertarik oleh bau umpan. Umpan yang digunakan pada alat tangkap bubu lipat di perairan Indramayu adalah ikan petek. Karena itu hanya organisme tertentu yang tertarik dengan umpan tersebut yang mungkin tertangkap oleh bubu, maka alat ini bersifat selektif.

4.2.2. Komposisi Ukuran Hasil Tangkapan Utama

Proporsi ikan layak tangkap secara biologi diketahui berdasarkan ukuran panjang cagak ikan yang pertama kali matang gonad. Ukuran hasil tangkapan dibutuhkan untuk mengetahui nilai panjang pertama kali matang gonad atau Length at First Maturity (Lm). Proporsi ikan yang layak tangkap secara biologi diketahui dengan mengukur panjang cagak ikan (pada ikan), panjang karapas (pada crustacea), dan panjang mantel (pada chepalopoda) (Lampiran 4) yang kemudian dibandingkan dengan Lm yang ada dalam literatur (Lampiran 5).

Sesuai dengan hasil wawancara bahwa hasil tangkapan utama pada jaring rampus dan gill net millenium adalah ikan tongkol dan ikan tenggiri, hasil tangkapan utama pada bubu adalah rajungan, hasil tangkapan utama pada arad adalah udang dogol, cumi-cumi dan sotong, sedangkan hasil tangkapan utama pada pancing rawai adalah ikan kakap merah dan ikan pari. Ukuran yang dibutuhkan untuk membandingkan dengan Lm pada ikan adalah ukuran panjang cagak. Sedangkan ukuran yang digunakan untuk mengetahui panjang ukuran pada jenis hasil tangkapan lainnya (avertebrata) menggunakan ukuran karapas (pada udang dan rajungan) dan panjang mantel (pada cumi-cumi dan sotong). Berikut ini adalah proporsi ukuran hasil tangkapan utama pada alat tangkap jaring rampus, gill net millenium, arad, bubu lipat, dan pancing rawai.

(13)

43

> Lm 38% < Lm

62%

Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan A. Jaring Rampus

Hasil tangkapan utama pada jaring rampus adalah ikan tongkol dan ikan tenggiri. Ikan tongkol hasil tangkapan menunjukkan ukuran antara 28-54 cm. Hampir seluruh ikan tongkol belum mencapai ukuran panjang pertama kali matang gonad atau Length at first maturity (Lm) (Lampiran 5). Dari 32 ekor ikan yang tertangkap, 31 ekor (98,96%) kurang dari Lm dan 1 ekor (1,05%) ikan yang panjangnya sudah mencapai lebih dari Lm.

Sebaran ukuran panjang cagak (FL) pada ikan tenggiri didapat dengan mengukur hasil tangkapan. Sebaran ukuran berada pada kisaran panjang antara 42-72 cm (Lampiran 8). Sebanyak 10 ekor atau memiliki proporsi sebesar 33,71 % belum mencapai ukuran matang gonad (kurang dari Lm). Sedangkan sebanyak 20 ekor atau memiliki proporsi sebesar 66,29 % telah mencapai ukuran matang gonad (lebih dari Lm). Secara keseluruhan, hasil tangkapan utama pada jaring rampus yang terdiri dari tongkol dan tenggiri adalah 62 ekor Sebanyak 21 ekor (33,51 %) ikan belum mencapai lebih dari Lm dan 41 ekor (66,49 %) ikan telah mencapai ukuran lebih dari Lm.

Tabel 12. Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Utama pada Jaring Rampus

Kriteria Tongkol Tenggiri Jumlah

Ekor % Ekor % Ekor %

> Lm 1 1,05 20 66,29 21 33,51

< Lm 31 98,96 10 33,71 41 66,49

Jumlah 41 100 30 100 62 100

(14)

44

> Lm 46% < Lm

54%

Proporsi Ukuran HTU pada Gill Net B. Gill net millenium

Hasil tangkapan utama pada gill net millenium adalah tongkol dan tenggiri. Dari sebanyak 31 ekor ikan tongkol yang dijadikan sampel menunjukkan kisaran ukuran antara 26,5 cm – 57,8 cm (Lampiran 8). Ikan belum mencapai ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) yakni 29 ekor (93,5 %) dan hanya 2 ekor (6,45%) ikan yang panjangnya sudah mencapai lebih dari Lm. Kisaran ukuran panjang ikan tenggiri ada pada ukuran 48-90 cm. Sebanyak 1 ekor (96 %) belum mencapai ukuran matang gonad (kurang dari Lm), sedangkan sebanyak 24 ekor (4 %) telah mencapai ukuran matang gonad (lebih dari Lm).

Secara keseluruhan, komposisi hasil tangkapan utama pada alat tangkap gill net millenium yang terdiri dari tongkol dan tenggiri kurang dari ukuran panjang pertama kali matang gonad (Tabel 18). Sebanyak 30 ekor (53,57 %) ikan belum mencapai ukuran lebih dari Lm dan 26 ekor (46,43 %) ikan telah mencapai ukuran lebih dari Lm (Gambar 4).

Tabel 13. Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Utama pada Gill net millenium Kriteria Tongkol Tenggiri Jumlah

Ekor % Ekor % Ekor %

> Lm 2 6,45 24 96 26 46,43

< Lm 29 93,55 1 4 30 53,57

Jumlah 31 100 25 100 56 100

(15)

45

C. Arad

Hasil tangkapan utama pada jaring arad adalah cumi-cumi (Loligo sp.), sotong (Sepia sp.), dan udang dogol (Metapenaeus ensis). Dari 11 ekor cumi-cumi yang dijadikan sampel untuk diukur panjang mantelnya, tidak ada yang mencapai ukuran diatas Lm. Ukuran panjang mantel cumi-cumi yang tertangkap berada pada kisaran ukuran 4,2 – 9 cm (Lampiran 8), sedangkan ukuran Lm mantel adalah 14-15 cm (Lampiran 5). Seluruh cumi-cumi yang tertangkap di bawah ukuran layak tangkap atau memiliki proporsi sebesar 100 %.

Sotong yang juga merupakan hasil tangkapan utama pada jaring arad memiliki ukuran layak tangkap dengan panjang matel 13,5 cm (Lampiran 5). Menurut data yang diperoleh, sotong yang tertangkap memiliki sebaran ukuran antara 4,7 – 8,1 cm (Lampiran 8), seluruh sotong yang ditangkap memiliki ukuran di bawah Lm atau memiliki proporsi sebesar 100% (Tabel 14).

Selain cumi-cumi dan sotong, udang dogol merupakan komoditas lainnya yang menjadi target tangkapan utama pada alat tangkap jaring arad. Udang dogol dinyatakan layak tangkap pada kisaran ukuran panjang karapas 3,6 cm (Suadella 2004) (Lampiran 5). Menurut data yang diperoleh, udang dogol yang tertangkap memiliki sebaran ukuran antara 2,5-7 cm (Lampiran 8). Dari 16 sampel yang diambil, sebanyak 9 ekor udang dogol (56,25 %) memiliki ukuran lebih dari Lm, sedangkan udang yang memiliki ukuran di bawah Lm adalah sejumlah 7 ekor (43,75 %). Secara keseluruhan, hasil tangkapan utama pada alat tangkap arad yang terdiri dari cumi-cumi, sotong, dan udang dogol (Tabel 14). Sebanyak 9 ekor (22,32 %) hasil tangkapan telah mencapai ukuran lebih dari Lm dan 28 ekor (75,68 %) memiliki ukuran kurang dari Lm (Gambar 5).

Tabel 14. Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Utama pada Arad Kriteria Cumi Sotong Udang Dogol Jumlah

Ekor % Ekor % Ekor % Ekor %

> Lm 0 0 0 0 9 56,25 9 24,32

< Lm 11 100 10 100 7 43,75 28 75,68

(16)

46

> Lm 24% < Lm 76%

Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Arad

D. Bubu Lipat

Hasil tangkapan utama pada bubu lipat hanya satu jenis komoditas yakni rajungan (Portunus pelagicus). Untuk mengetahui kelayakan tangkap secara biologis rajungan yang tertangkap diukur dari lebar karapasnya. Sebaran ukuran lebar karapas yang tertangkap oleh bubu lipat di PPI Karangsong Kabupaten Indramayu menunjukan kisaran 4-9 cm (Lampiran 8). Dari 31 sampel yang diambil didominasi oleh rajungan dengan panjang karapas 8 cm. Dilihat dari ukuran layak tangkap standar (11 cm) (Lampiran 5) rajungan yang tertangkap masih berada di bawah ukuran layak tangkap secara biologis (Tabel 15).

Tabel 15. Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Utama pada Bubu Lipat Kriteria Jumlah (Ekor) Proporsi (%)

> Lm 24 77,42

< Lm 7 22,58

Jumlah 31 100

(17)

47

> Lm 77% < Lm

23%

Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Bubu Lipat

E. Pancing Rawai

Hasil tangkapan utama pada pancing adalah ikan pari (Mobula sp.), ikan kakap merah (Lutjanus sp.), ikan kerapu (Epinephelus pachycentrum), dan ikan manyung (Nethuma thalassina). Keempat jenis ikan ini diukur dan dibandingkan dengan panjang panjang ukuran ikan pertama kali matang gonad (Lm) .

Dari 35 ekor ikan pari tertangkap yang diukur, tidak ada yang mencapai ukuran diatas Lm yakni 47,6 (Lampiran 5). Sebaran ukuran panjang ikan pari berkisar antara 22-26,9 cm (Lampiran 8). Ukuran panjang cagak ikan kakap merah berada pada kisaran 20-30 cm (Lampiran 8). Ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) pada ikan kakap merah adalah 25 cm, dengan demikian sebanyak 7 ekor (41,18 %) kakap merah yang tertangkap memiliki ukuran lebih dari Lm. Kakap merah yang tertangkap dengan ukuran kurang dari Lm memiliki jumlah yang lebih banyak yaitu 10 ekor (58,82 %). Ikan kerapu yang memiliki kisaran ukuran antara 18,2-25,2 cm. Seluruh ikan kerapu memiliki ukuran diatas Lm (100 %). Hasil tangkapan utama lainnya pada pancing rawai adalah ikan manyung. Ikan manyung yang tertangkap memiliki kisaran ukuran antara 30,5-68,3 cm. Ukuran pangang pertama kali matang gonad pada ikan manyung adalah 30 cm. Dari 8 ekor hasil tangkapan, sebanyak 7 ekor (87,5 %) ikan memiliki ukuran lebih dari Lm dan 1 ekor (12,5 %) belum mencapai ukuran Lm.Secara Hasil tangkapan utama pada alat tangkap pancing yang telah mencapai ukuran lebih dari Lm adalah 27 ekor

(18)

48

> Lm 37% < Lm

63%

Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan

(36,99 %). Ikan yang belum memiliki ukuran kurang dari Lm adalah 46 ekor (63,01 %) (Gambar 6).

Tabel 16. Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Utama pada Pancing Rawai

Kriteria Pari

Kakap

Merah Manyung Kerapu Jumlah Ekor % Ekor % Ekor % Ekor % Ekor %

> Lm 0 0 7 41,18 7 87,5 13 100 27 36,99

< Lm 35 100 10 58,82 1 12,5 0 0 46 63,01

Jumlah 35 100 17 100 8 100 13 100 73 100

F. Pembahasan Komposisi Ukuran Hasil Tangkapan Utama

Hasil penilaian menunjukkan setiap alat tangkap memiliki proporsi ukuran hasil tangkapan utama yang berbeda. Proporsi yang terbaik ditunjukkan oleh alat tangkap bubu yaitu sebesar 77,42% (skor 3 dengan kriteria ramah). Ukuran rajungan sebagai hasil tangkapan utama bersifat relatif seragam. Menurut Monintja (1997) selektivitas alat tangkap menentukan keragaman hasil tangkapan, semakin seragam hasil tangkapan berarti semakin selektif alat tangkap itu. Karena itu dari segi ukuran hasil tangkapan utama, bubu bersifat selektif dengan kategori ramah lingkungan. Alat tangkap yang ramah lingkungan memiliki selektivitas terhadap spesies maupun ukuran. (Sarmintohadi 2002).

Gambar 6. Proporsi Ukuran hasil Tangkapan Pancing Rawai

(19)

49

Keempat alat tangkap lainnya memiliki proporsi ukuran yang cukup rendah. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga alat ini bersifat tidak selektif. Gill net millenium memiliki proporsi yang lebih baik dibandingkan jaring rampus, arad dan pancing yaitu sebesar 46,43 % (skor 2 dengan kriteria agak ramah). Menurut Sarmintohadi (2002) alat tangkap yang ramah lingkungan memiliki selektivitas baik terhadap spesies maupun ukuran.

Alat tangkap arad dengan menangkap hasil tangkapan utama yang belum mencapai ukuran lebih dari Lm. Dari ketiga hasil tangkapan utama, cumi-cumi dan sotong yang tertangkap seluruhnya belum layak tangkap sedangkan hanya sedikit saja udang dogol yang telah mencapai ukuran layak tangkap. Ukuran mata jaring yang sangat kecil (mesh size 1 cm) menyebabkan selektifitas bersifat sangat rendah. Untuk meningkatkan selektivitas ukuran ini sebaiknya ukuran mata jaring pada arad harus memiliki ukuran yang lebih besar.

Gill net millenium dan jaring rampus memiliki target hasil tangkapan utama yang sama yaitu tongkol dan tenggiri. Namun demikian kedua alat ini memiliki nilai proporsi yang berbeda meskipun keduanya memiliki ukuran mata jaring yang sama. Gill net millenium memiliki proporsi ukuran hasil tangkapan yang lebih besar (skor 2). Hal ini dimungkinkan karena fishing ground pada gill net millenium memiliki cakupan yang jauh lebih luas (Laut Jawa, Selat Karimata, Pulau Natuna) daripada jaring rampus (Perairan Indramayu). Menurut Hela dan Laevastu (1970) dalam Monintja (2000) semakin besar ukuran udang dan ikan maka akan cenderung berenang kearah perairan yang lebih dalam. Pengoperasian jaring rampus dilakukan pada perairan dengan kedalaman minimal 15 meter sedangkan gill net millenium dioperasikan pada perairan dengan kedalaman minimal 40 meter.

Proporsi yang ditunjukkan oleh beberapa alat tersebut menunjukan bahwa selektifitas alat terhadap ukuran hasil tangkapan relatif kecil. Kebanyakan ikan hasil tangkapan telah ditangkap sebelum dewasa. Keadaan ini memperlihatkan bahwa alat tangkap yang digunakan bersifat tidak selektif. Hal ini menjadi sangat penting karena apabila ikan ditangkap sebelum dewasa maka tidak ada kesempatan untuk ikan berreproduksi sehingga stok di alam menjadi semakin berkurang.

(20)

50

Keadaan ini akan mengancam keberadaan ikan di masa yang akan datang, dan mengarah pada kegiatan penagkapan ikan yang tidak bertanggung jawab. Penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan akan mempercepat terjadinya proses overfishing karena tangkapan tidak selektif (Hamdan 2007).

4.2.3. Komposisi Pemanfaatan Hasil Tangkapan

Tingkat keramahan alat tangkap dapat diukur dengan mengetahui pemanfaatan hasil tangkapan. Pengelompokan tingkat pemanfaatan hasil tangkapan nelayan di PPI Karangsong meliputi hasil tangkapan yang dimanfaatkan dan tidak dimanfaatkan. Hasil tangkapan yang dimanfaatkan adalah hasil tangkapan yang dijual dan dikonsumsi, sedangkan yang tidak dimanfaatkan adalah hasil tangkapan yang memiliki ukuran kecil dan dibuang.

A. Jaring Rampus

Hasil tangkapan nelayan jaring rampus pada dasarnya dimanfaatkan secara optimal karena didominasi oleh komoditas-komoditas ikan dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi seperti tongkol, tenggiri, kawang, belidah, selar, kembung, cucut, kuro, dan silap. Seluruh ikan yang tertangkap oleh jaring rampus dimanfaatkan dan tidak ada yang dibuang.

Berdasarkan data hasil tangkapan, seluruh hasil tangkapan jaring rampus yang memiliki rata-rata 132,33 kg dalam satu trip, dimanfaatkan dengan cara dijual dan dikonsumsi. Ikan-ikan hasil tangkapan seluruhnya laku dijual. Beberapa ikan dikonsumsi sendiri oleh nelayan seperti sebagian ikan tongkol (1 kg), ikan ekor kuning, tigawaja dan kuniran (2,33 kg). Proporsi pemanfaatan memiliki nilai sebesar 100% dengan jumlah rata-rata dijual sebanyak 123 kg dan dikonsumsi sebanyak 7,33 kg (Tabel 17).

Tabel 17. Pemanfaatan Hasil Tangkapan pada Jaring Rampus

Dimanfaatkan Tidak Dimanfaatkan

Dijual Dikonsumsi % Dibuang %

Jumlah (Ekor) 169 15 100 0 0

(21)

51

B. Gill net millenium

Hasil tangkapan nelayan gill net millenium pada dasarnya dimanfaatkan secara optimal karena didominasi oleh komoditas-komoditas ikan dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi seperti tongkol, tenggiri, kawang, remang, alamkao, cucut, manyung, dan kakap merah. Seluruh ikan yang tertangkap dimanfaatkan dengan cara dijual maupun dikonsumsi dan tidak ada yang dibuang.

Seluruh hasil tangkapan gill net millenium yang memiliki rata-rata 7475,75 kg dalam satu trip, dimanfaatkan dengan cara dijual (7357 kg taau 4517 ekor) dan dikonsumsi (118,75 kg atau 172 ekor). Ikan-ikan hasil tangkapan seluruhnya laku dijual. Beberapa ikan dikonsumsi sendiri oleh nelayan seperti sebagian ikan tongkol (30 kg), ikan kakap merah (15 kg) kakap putih, bawal hitam, bawal putih, dan lainnya (175 kg) (Lampiran 9). Rata-rata tingkat konsumsi hasil tangkapan adalah 118,75 kg. Proporsi pemanfaatan pada alat tangkap gill net millenium adalah sebesar 100% (Tabel 18).

Tabel 18. Pemanfaatan Hasil Tangkapan pada Gill net millenium

Dimanfaatkan Tidak Dimanfaatkan

Dijual dikonsumsi % Dibuang %

Jumlah (Ekor) 4517 172 100 0 0

Bobot (Kg) 7357 118,75 100 0 0

C. Arad

Alat tangkap arad merupakan alat tangkap dasar yang cenderung kurang selektif. Hal ini bisa dilihat dari hasil tangkapan yang memiliki nilai by-catch yang tinggi. Hasil tangkapan arad sangat beraneka ragam mulai dari komoditas ekonomis penting seperti udang-udangan, cumi-cumi, dan sotong, sampai pada ikan-ikan kecil, binatang bercangkang, dan teripang.

Berdasarkan data hasil tangkapan, hasil tangkapan arad yang memiliki rata-rata 250,875 kg dalam satu trip (1-4 hari) (Lampiran 9), dimanfaatkan dengan cara dijual (rata-rata sebanyak 250,875 kg atau 9988 ekor) dan dikonsumsi (4,5 kg atau 35 ekor) dengan nilai pemanfaatan sebesar 67,27 % (Tabel 19). Selain itu karena

(22)

52

arad bersifat menyapu dasar perairan, maka banyak organisme yang bukan menjadi target tangkapan ikut terambil yang akibatnya terbuang yaitu sebanyak 124,25 kg atau 5375 ekor (tidak dimanfaatkan sebesar 32,73 %).

Tabel 19. Pemanfaatan Hasil Tangkapan pada Arad

Dimanfaatkan Tidak Dimanfaatkan

Dijual Dikonsumsi % Dibuang %

Jumlah (Ekor) 9988 35 65,10 5375 34,90 Bobot (Kg) 250,875 4,5 67,27 124,25 32,73

D. Bubu Lipat

Hasil tangkapan nelayan bubu pada dasarnya dimanfaatkan secara optimal karena didominasi oleh komoditas-komoditas dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi seperti rajungan (Portunus pelagicus), kepiting (Scyla sp.), ikan kerapu, dan udang udangan. Berdasarkan hasil penelitian 78,93 % hasil tangkapan dimanfaatkan (Tabel 20) (sebanyak 180 kg atau sekitar 1096 ekor dijual dan 7,5 kg atau 7 ekor dikonsumsi). Hasil tangkapan yang tidak dimanfaatkan adalah hasil tangkapan rajungan dengan ukuran yang relatif kecil, dari data hasil penelitian sebanyak 34 kg atau sekitar 294 individu tidak dimanfaatkan atau dibuang.

Tabel 20. Pemanfaatan Hasil Tangkapan pada Bubu Lipat

Dimanfaatkan

Tidak Dimanfaatkan Dijual Dikonsumsi % Dibuang %

Jumlah (Ekor) 1096 7 78,93 294 21,06

Bobot (Kg) 179,50 7,58 84,56 34,17 15,44 E. Pancing Rawai

Hasil tangkapan nelayan pancing rawai pada dasarnya dimanfaatkan secara optimal karena didominasi oleh komoditas-komoditas dengan nilai ekonomis tinggi. Berdasarkan data yang didapatkan (Tabel 21) seluruh hasil tangkapan dimanfaatkan dengan cara dijual dan dikonsumsi. Sebanyak 42,22 kg atau sekitar

(23)

53

57 ekor dijual dan 4,27 kg atau 11 ekor dikonsumsi. Hasil tangkapan yang dimanfaatkan memiliki proporsi sebesar 100%.

Tabel 21. Pemanfaatan Hasil Tangkapan pada Pancing Rawai

Dimanfaatkan Tidak Dimanfaatkan

Dijual Dikonsumsi % Dibuang %

Jumlah (Ekor) 57 11 100 0 0

Bobot (Kg) 42,22 4,27 100 0 0

F. Pembahasan Komposisi Pemanfaatan Hasil Tangkapan

Menurut Monintja (2000) salah satu kriteria teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan adalah minimnya hasil tangkapan yang terbuang. Hal ini berarti alat tangkap harus memiliki hasil tangkapan dengan pemanfaatan yang optimal. Dari kelima alat tangkap yang dijadikan sampel, pada umunya memiliki tingkat pemanfaata yang optimal. Namun pada alat tangkap arad menunjukan proporsi pemanfaatan relatif rendah dibandingkan yang lainnya yaitu 67 %, jadi masih sekitar sepertiga dari hasil tangkapan tidak dimanfaatkan atau dibuang. Selanjutnya menurut Hamdan (2007) secara ekonomi jaring arad memang efisien namun secara teknis alat tangkap ini mengadaptasi metode pengoperasian pukat harimau sehingga bersifat destruktif.

Alat tangkap jaring rampus, gill net millenium dan pancing rawai memiliki nilai pemanfaatan sebesar 100 %, sedangkan bubu lipat sebesar 84,56 %. Nilai ini menunjukan bahwa hasil tangkapan pada umumnya dimanfaatkan dengan baik, hasil tangkapan adalah komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi sehingga dapat laku dijual dan layak dikonsumsi.

4.2.4. Penilaian Tingkat Keramahan Alat Tangkap

Penilaian tingkat keramahan alat tangkap merupakan akumulasi dari proporsi hasil tangkapan utama, proporsi ukuran panjang pertama kali matang gonad dan proporsi pemanfaatan hasil tangkapan. Berikut ini penilaian tingkat keramahan alat tangkap pada jaring rampus dan gill net millenium (jaring insang hanyut), arad (pukat kantong), bubu lipat (trIap) dan pancing rawai (pancing).

(24)

54

A. Jaring Rampus

Jaring rampus dari kelompok jaring insang hanyut dinilai memiliki tingkat keramahan pada kriteria agak ramah dengan skor akumulasi berjumlah 8 (Tabel 22). Jika dilihat dari proporsi hasil tangkapan utama, hasil tangkapan jaring rampus menghasilkan by-catch yang sukup rendah karena proporsi hasil tangkapan utama sebesar 61,71 % (lebih dari 50 %). Tingkat pemanfaatan alat tangkap ini juga maksimal (100 %) karena seluruh hasil tangkapan dimanfaatkan dengan cara dijual maupun di konsumsi. Skor yang rendah ditunjukan pada proporsi ukuran ikan yang ditangkap. Dari seluruh ikan hasil tangkapan utama hanya sebesar 33,51 % ikan yang telah mencapai ukuran lebih dari Lm sedangkan sisanya belum mencapai ukuran layak tangkap.

Tabel 22. Penilaian Tingkat Keramahan Pada Jaring Rampus

Indikator Proporsi

(%) Skor Kriteria Jumlah Ikan Hasil Tangkapan Utama 61,71 3 Ramah Ukuran Ikan Hasil Tangkapan Utama

Lebih dari Length at First Maturity (Lm)

33,51 1 Tidak Ramah Pemanfaatan Hasil Tangkapan 100 4 Sangat Ramah

Jumlah 8 Agak Ramah

Jaring rampus terindikasi menangkap ikan-ikan yang belum mencapai ukuran dewasa. Hal ini dapat dihindari dengan cara memperlebar ukuran mata jaring atau memperluas wilayah tangkapan ke perairan yang lebih dalam. Menurut Hamdan (2006) semakin besar ukuran udang dan ikan maka akan cenderung berenang ke arah perairan yang lebih dalam.

B. Gill net millenium

Dari data jumlah ikan hasil tangkapan utama, ukuran layak tangkap secara biologis serta pemanfaatan hasil tangkapan, gill net millenium dinilai memiliki tingkat keramahan pada kriteria agak ramah dengan skor akumulasi 8 (Tabel 23). Proporsi hasil tangkapan utama sebesar 58,47 % sedikit lebih banyak dibandingkan dengan by-catch hasil tangkapan. Tingkat pemanfaatan alat tangkap ini juga

(25)

55

maksimal (100 %) karena seluruh hasil tangkapan dimanfaatkan dengan cara dijual maupun di konsumsi. Jika dibandingkan dengan jaring rampus, gill net millenium memiliki selektivitas ukuran ikan hasil tangkapan yang cukup tinggi karena memiliki proporsi sebesar 42,86 %.

Tabel 23. Penilaian Tingkat Keramahan Pada Gill net millenium

Indikator Proporsi

(%) Skor Kriteria Jumlah Ikan Hasil Tangkapan Utama 58,47 2 Agak Ramah Ukuran Ikan Hasil Tangkapan Utama

Lebih dari Length at First Maturity (Lm) 42,86 2 Agak Ramah

Pemanfaatan Hasil Tangkapan 100 4 Sangat Ramah

Jumlah 8 Agak Ramah

Rendahnya penilaian tingkat keramahan karena gill net millenium menangkap ikan dengan jenis yang beraneka ragam serta ukuran yang belum mencapai ukuran dewasa. Menurut Wiyono (2001) dalam Hikmayani (2007) perikanan di daerah tropis bersifat mulit spesies. Maka akan sangat sulit jika menangkap satu jenis komoditas saja. Namun demikian hal lain yang dapat diupayakan adalah dengan cara memperbesar ukuran mata jaring sehingga ikan yang berukuran kecil dan belum dewasa dapat lolos. Selain itu memperpendek lebar jaring juga harus dilakukan sehingga ikan-ikan demersal tidak ikut tertangkap.

C. Arad

Dilihat dari proporsi hasil tangkapan utama, hasil tangkapan arad menghasilkan by-catch yang sangat tinggi karena proporsi hasil tangkapan utama hanya sebesar 24,46 % dan diberi skor 1 (tidak ramah). Selain itu alat tangkap ini juga menangkap hasil tangkapan yang belum mencapai ukuran lebih dari Lm. Hanya sebesar 24,32 % hasil tangkapan yang telah mencapai ukuran lebih dari Lm dan diberi skor 1 (tidak ramah). Hasil tangkapan dimanfaatkan dengan cara dijual dan dikonsumsi memiliki proporsi sebesar 67,27 % dan diberi skor 3 (ramah) sedangkan sisanya dibuang ke laut karena tidak memiliki nilai ekonomis.

(26)

56

Tabel 24. Penilaian Tingkat Keramahan pada Arad

Indikator Proporsi (%) Skor Kriteria Jumlah Ikan Hasil Tangkapan Utama 24,46 1 Tidak Ramah Ukuran Ikan Hasil Tangkapan Utama

Lebih dari Length at First Maturity

(Lm) 24,32 1 Tidak Ramah

Pemanfaatan Hasil Tangkapan 67,27 3 Ramah

Jumlah 5 Tidak Ramah

Berdasarkan penilaian tingkat keramahan hasil pengamatan, arad memiliki skor dengan jumlah 5 dan dikategorikan tidak ramah (Tabel 24). Akumulasi skor yang rendah ini karena arad memiliki hasil tangkapan sampingan (bycatch) yang cukup tinggi. Ukuran hasil tangkapan yang didominasi oleh organisme yang belum dewasa juga mengakibatkan skor pada alat ini cukup rendah (skor 1 dengan kriteria tidak ramah). Selain itu arad juga memiliki discard yang relatif banyak karena itu arad dikategorikan tidak ramah.

Sejalan dengan apa yang dikemukana oleh Hamdan (2007) alat tangkap yang paling dominan merusak sumberdaya ikan di Kabupaten Indramayu adalah dogol (termasuk arad) dan pukat pantai. Dari segi jenis, ukuran maupun pemanfaatan alat tangkap dinilai tidak ramah. Alat tangkap ini bersifat tidak selektif karena menyapu seluruh organisme yang ada di dasar perairan. Ukuran mata jaring yang sangat kecil menyebabkan semua organisme bahkan sampah masuk ke dalam alat ini. Sebaiknya penggunaan alat tangkap ini dihentikan kemudian dicari alternatif alat yang lain untuk menangkap udang dan cumi-cumi.

D. Bubu Lipat

Hasil tangkapan utama bubu lipat memiliki proporsi yang cukup tinggi karena memiliki proporsi sebesar 92,35 % dan diberi skor 4 (sangat ramah). Jika dilihat dari proporsi ukuran hasil tangkapan utama, hasil tangkapan bubu lipat yang telah mencapai ukuran lebih dari Lm sebesar 77,42 % dan diberi skor 3 (ramah). Hasil tangkapan dimanfaatkan dengan cara dijual dan dikonsumsi memiliki proporsi sebesar 84,97 % dan diberi skor 4 atau sangat ramah, sedangkan sisanya dibuang ke laut karena tidak memiliki nilai ekonomis.

(27)

57

Tabel 25. Penilaian Tingkat Keramahan pada Bubu Lipat

Indikator Proporsi (%) Skor Kriteria Jumlah Ikan Hasil Tangkapan Utama 92,35 4 Sangat Ramah Ukuran Ikan Hasil Tangkapan Utama

Lebih dari Length at First Maturity (Lm) 77,42 3 Ramah

Pemanfaatan Hasil Tangkapan 84,97 4 Sangat Ramah

Jumlah 11 Ramah

Berdasarkan penilaian tingkat keramahan hasil pengamatan bubu lipat memiliki skor dengan jumlah 11 dan dikategorikan ramah (Tabel 30). Dari segi proporsi by catch dan discard alat tangkap ini sudah cukup optimum, namun dari segi selektivitas ukuran hasil tangkapan beberapa organisme masih menangkapn rajungan yang belum mencapai ukuran lebih dari Lm. Bubu lipat memiliki tingkat keramahan kategori ramah maka penggunaan alat ini direkomendasikan.

Dari beberapa alat tangkap yang diidentifkasi, hanya bubu yang memiliki kriteria ramah lingkungan, padahal penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan sangat direkomendasikan. Penggunaan alat tangkap ini bertujuan untuk pengelolaan perikanan tangkap yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Pengelolaan perikanan tangkap di kabupaten Indramayu kurang berkelanjutan salah satunya karena masih beroperasinya alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (Hamdan 2007).

E. Pancing Rawai

Alat tangkap pancing rawai memiliki proporsi ukuran hasil tangkapan utama sebesar 51,19 % dan diberi skor 2 atau agak ramah. Dari segi ukuran hasil tangkapan, alat ini dinilai tidak ramah karena memiliki proporsi ukuran hasil tangkapan lebih dari Lm sebesar 36,99 % dan diberi skor 1. Hasil tangkapan pancing rawai dimanfaatkan dengan cara dijual dan dikonsumsi memiliki proporsi sebesar 100 % dan diberi skor 4 (sangat ramah) (Tabel 26).

(28)

58

Tabel 26. Penilaian Tingkat Keramahan pada Pancing Rawai

Indikator Proporsi (%) Skor Kriteria Jumlah Ikan Hasil Tangkapan Utama 51,19 2 Agak Ramah Ukuran Ikan Hasil Tangkapan Utama

Lebih dari Length at First Maturity (Lm) 36,99 1 Tidak Ramah

Pemanfaatan Hasil Tangkapan 100 4 Sangat Ramah

Jumlah 7 Agak Ramah

Berdasarkan penilaian tingkat keramahan hasil pengamatan pancing rawai memiliki skor dengan jumlah 7 dan dikategorikan agak ramah (Tabel 26). Dari segi proporsi by catch alat tangkap ini cukup rendah karena hanya memperoleh skor 2, begitu juga dengan proporsi ukuran yang hanya memperoleh skor 1. Namun dari segi pemanfaatan hasil tangkapan alat ini memperoleh skor 4 artinya pemanfaatan sudah optimum. Untuk mengatasi tertangkapnya ikan-ikan dengan ukuran yang relatif kecil maka sebaiknya dilakukan penggantian mata kail dengan ukuran yang lebih besar sehingga tidak menangkap ikan-ikan kecil. Selain itu panjang tali pancing seharusnya ditambah sehingga target difokuskan pada ikan-ikan demersal yang ada di dasar perairan.

F. Perbandingan Tingkat Keramahan Alat Tangkap di Kabupaten Indramayu

Lima sampel jenis alat tangkap yang diambil mewakili beberapa jenis alat alat tangkap di Kabupaten Indramayu. Jaring rampus dan gill net millenium mewakili kelompok jaring insang hanyut, arad mewakili pukat kantong, bubu lipat mewakili kelompok perangkap, dan pancing rawai mewakili kelompok pancing. Semua alat yang dijadikan sampel juga mewakili hasil tangkapan berbagai komoditas dari kelompok ikan pelagis dan ikan demersal.

Tabel 27. Perbandingan Tingkat Keramahan Masing-masing Alat Tangkap No. Kelompok Alat Tangkap Jumlah Skor Kriteria

1. Jaring Insang Hanyut (Jaring rampus dan gill net millenium)

8 Agak Ramah

2. Pukat Kantong (Arad) 5 Tidak Ramah

3. Perangkap (Bubu Lipat) 11 Ramah

(29)

59

Dari keempat kelompok alat tangkap yang diidentifikasi, bubu lipat dari kelompok perangkap merupakan alat tangkap paling ramah dengan kriteria ramah, sedangkan kelompok jaring insang hanyut (jaring rampus dan gill net millenium) serta pancing (pancing rawai) dengan kriteria agak ramah. Jaring arad (kelompok pukat kantong) ternyata merupakan alat tangkap paling tidak ramah dengan kriteria tidak ramah (Tabel 27).

Hasil penilaian tingkat keramahan didominasi oleh alat tangkap yang cenderung tidak ramah, seperti ditunjukan oleh kelompok jaring insang hanyut, kelompok pancing dan kelompok pukat kantong (kriteria agak ramah sampai tidak ramah). Hanya alat tangkap dari kelompok perangkap/trap (bubu lipat) yang memiliki tingkat keramahan yang tinggi (dengan kriteria sangat ramah).

Pada dasarnya dari ketiga aspek penilaian (komposisi jenis, ukuran dan pemanfaatan) unsur pemanfaatan hasil tangkapan menunjukan nilai skor yang cukup tinggi (kisaran skor 3 (ramah) dan 4 (sangat ramah)), namun penyebab rendahnya jumlah skor dipicu oleh tingginya proporsi ukuran hasil tangkapan yang dibawah ukuran Lm. Skor yang ditunjukan oleh proporsi ukuran hasil tangkapan yang telah mencapai Lm berada pada kisaran skor 1-2 (tidak ramah). Hal ini menjadi indikator bahwa alat tangkap masih menangkap ikan-ikan yang belum mencapai ukuran dewasa yang dikhawatirkan akan mengganggu rekrutmen dan calon induk. Selain bubu lipat, alat tangkap lain masih bersifat tidak selektif dari segi jenis maupun ukuran.

4.3. Produktivitas Alat Tangkap

Produktivitas alat tangkap merupakan indikator penting untuk menentukan kelayakan penggunaan alat tangkap. Jumlah produksi yang tinggi tentu saja menjadi tujuan utama penangkapan disamping harus mempertimbangkan aspek lingkungan demi terciptanya perikanan tangkap yang bertanggung jawab. Nilai produktivitas dihitung dengan membagi jumlah produksi alat tangkap dengan jumlah effort dalam trip yang dilaksanakan setiap tahunnya.

(30)

60

Tabel 28. Jumlah Produksi dan Jumlah Trip Rata-Rata Masing-masing Alat Tangkap Per Tahun

Alat Tangkap Produksi (Ton)

Effort (Trip)

Produktivitas (ton/trip) Jaring Insang (Termasuk Jaring

Rampus dan Gill Net millenium) 16.139,3 42.215 0,382

Pukat Kantong (Arad) 7.054,1 11.860 0,595

Pancing (Pancing Rawai) 3.024,95 5.348 0,566

Perangkap (Bubu Lipat) 77,27 13.729 0,006

Produksi rata-rata alat tangkap di Kabupaten Indramayu menujukkan nilai yang bervariasi (Tabel 28). Jumlah produksi dinilai berdasarkan kelompok alat yaitu jaring insang hanyut, pukat kantong (termasuk arad di dalamnya), pancing (termasuk pancing rawai) dan perangkap (termasuk bubu lipat).

A. Jaring Insang (Termasuk Gill Net Millenium dan Jaring Rampus) Jaring insang hanyut (termasuk gill net millenium dan jaring rampus) memiliki jumlah produksi yang tertinggi yaitu sebesar 16.139 ton setiap tahunnya (Tabel 28). Jumlah trip yang dimiliki oleh jaring insang juga memiliki nilai yang cukup tinggi yaitu 42.215 trip setiap tahunnya. Jaring insang hanyut memperoleh nilai yang tinggi dimungkinkan karena jumlah armada kapal pada alat ini adalah yang paling banyak di Indramayu, mulai dari kapal kecil ukuran dibawah 5 GT sampai kapal-kapal besar berukuran sampai dengan 60 GT. kapal berukuran 1-5 GT memiliki jumlah trip 15-35 kali dalam setahun, sedangkan ukuran 20-60 GT memiliki jumlah trip 4-5 kali dalam setahun.

Nilai produktivitas jaring insang yang didapat dari perhitungan periode tahun 2007-2012 adalah 0,382 ton/trip merupakan terbesar ketiga setelah pukat kantong dan pancing. Jumlah produksi per trip ini merupakan nilai rata-rata untuk seluruh armada penangkapan jaring insang berukuran 1-60 GT. Pada kenyataannya hasil penelitian menunjukkan hasil tangkapan jaring rampus (jaring insang berukuran 3 GT) memiliki jumlah hasil tangkapan rata-rata 132,33 kg/trip atau 0,132 ton/trip, sedangkan hasil tangkapan gill net millenium (jaring insang berukuran 30-59 GT) memiliki jumlah hasil tangkapan 22,311 ton/trip.

(31)

61

B. Pukat Kantong (Arad)

Ditinjau dari nilai produksi per unit alat tangkap, pukat kantong (termasuk arad di dalamnya) memiliki nilai produksi per unit yang paling tinggi dibanding lainnya. Produksi per unit alat tiap tahunnya untuk pukat kantong adalah 33,32 ton/unit, disusul oleh pancing (20,67 ton/unit), jaring insang hanyut (12,58 ton/unit) dan yang terendah adalah bubu (0,209 ton/unit). Nilai produksi ini berkaitan dengan kapasitas kapal dan jumlah trip. Arad memiliki nilai produksi yang tinggi karena walaupun armada kapalnya tidak terlalu banyak tetapi memiliki jumlah trip yang cukup banyak (56 trip/unit/tahun) dengan jumlah total trip 11.860 trip sehingga produksi per tahunnya relatif tinggi. Unit penangkapan arad didominasi oleh perahu berukuran kecil dengan waktu melaut sehari sampai dengan seminggu.

Nilai produktivitas arad yang cukup tinggi yaitu 0,595 ton/trip atau 595 kg/trip karena penggunaan arad bersifat menyapu dasar perairan dan mengambil apa saja yang ada di daerah sapuannya. Hasil penelitian menunjukan nilai produksi sebesar 379,63 kg/trip, nilai ini cukup rendah karena pada bulan Maret bukan merupakan puncak tangkapan tertinggi. Meskipun alat ini memiliki nilai produkstivitas yang tinggi namun arad tergolong tidak ramah, selain dapat merusak ekosistem penggunaannya dapat merusak kelangsungan sumberdaya ikan sebagai target penangkapan. Tertangkapnya organisme yang bukan merupakan target tangkapan dapat menggangu keseimbangan ekosistem perairan. Selain itu tertangkapnya organisme yang berukuran kecil dan belum mencapai ukuran matang gonad juga merupakan kegiatan perikanan tangkap yang tidak bertanggungjawab. Menurut Hamdan (2007) Peningkatan produksi hasil tangkapan dapat dilakukan dengan cara peningkatan penggunaan alat tangkap yang produktif dan efisisen sesuai dengan potensi wilayah setempat. Arad memiliki produktivitas tinggi tetapi tidak cocok dikembangkan karena bersifat destruktif dan tidak ramah. Maka pancing sebagai alat yang produktif kedua setelah arad direkomendasikan untuk digunakan karena memiliki produktivitas yang cukup baik, namun demikian karena pancing memiliki kriteria yang agak ramah maka perbaikan tingkat

(32)

62

keramahan pancing harus dilakukan agar kegiatan perikanan tangkap tetap berkelanjutan.

C. Bubu Lipat

Bubu memiliki jumlah produksi yang cukup rendah yaitu sebesar 77,72 ton/tahun. Unit penangkapan bubu di Kabupaten Indramayu sebanyak 369 unit sedangkan jumlah trip per unit alat tangkap adalah 37 trip/unit/tahun. Perahu bubu lipat didominasi oleh perahu dengan ukuran kecil yaitu 2-3 GT yang melakukan operasi penangkapan 1-4 hari (tulakan). Nilai produktivitas bubu paling rendah dibandingkan dengan yang jaring insang, pancing, dan arad. Nilai produktivitas bubu lipat adalah 0,006 ton/trip. Nilai produktivitas yang rendah ini karena bubu bersifat sangat selektif terhadap asil tangkapan, misalnya saja bubu lipat yang memiliki target tangkapan hanya satu organisme yaitu rajungan. Berbeda dengan alat tangkap lainnya yang memiliki minimal dua target tangkapan utama.

Bubu lipat dari kelompok perangkap (Trap) ini walaupun memiliki produktivitas yang rendah namun dianjurkan digunakan karena memiliki kermahan yang baik bagi lingkungan perairan maupun organisme perairan. Bubu lipat hanya menangkap hasil tangkapan utama dan membuang hasil tangkapan sampingan dalam keadaan hidup sehingga aman bagi organisme perairan.

Trap adalah alat tangkap yang sangat selektif dan pasif serta memiliki target tangkapan yang terbatas. Trap ini berjumlah sangat sedikit bila dibandingkan dengan alat tangkap yang lainnya. Namun jika dibandingkan dengan pancing, unit penangkapan trap memang lebih banyak. Nilai produktivitas yang jauh berbeda antara trap dan alat lainnya terletak pada jumlah produksi per alat tiap tahunnya. Selain itu perahu-perahu bubu lipat yang memiliki kapasitas relatif kecil membuat alat ini memiliki produksi tahunan yang rendah pula. Selektivitas yang tinggi juga berakibat pada rendahnya produktivitas tahunan, namun alat ini termasuk kategori yang paling ramah dibandingkan dengan alat tangkap lain yang diteliti.

(33)

63

D. Pancing

Pancing memiliki nilai produktivitas terbesar kedua setelah pukat kantong yaitu sebesar 0,566 ton/trip atau 566 kg/trip. Sama seperti jaring rampus, armada penangkapan pancing juga bervariasi mulai dari kapal yang berukuran 1 sampai 30 GT. Jumlah produksi pancing di kabupaten indramayu memiliki rata-rata 3.024 ton/tahun dan jumlah trip 5.348 trip/tahun. Selain memiliki produktivitas yang cukup tinggi (tertinggi kedua) tingkat keramahan pancing juga relatif baik dalam kategori agak ramah

E. Perbandingan Produktivitas Alat Tangkap

Gambar 7. Produktivitas Alat Tangkap

Nilai produktivitas menunjukkan hasil yang bervariasi dimana nilai yang paling tinggi adalah arad dengan nilai produktivitas sebesar 0,595 ton/trip dan terendah adalah bubu lipat dengan nilai 0,006 ton/trip. Alat tangkap arad dinilai memiliki produktivitas paling tinggi diantara semua alat dengan perbandingan 0.95:0,64:1:0,01 (pancing:jaring insang:arad:bubu/trap). Nilai ini dipengaruhi oleh jumlah unit alat tangkap, dan jumlah trip dan jumlah hari per trip yang berbeda pada masing-masing alat. Armada penangkapan gill net millenium misalnya yang dalam satu trip memiliki jumlah hari yang bervariasi mulai dari harian, empat harian, sampai 45 hari, namun dalam data ini variasi tersebut disetarakan.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

Jaring Insang Pukat Kantong (Arad) Perangkap (Bubu Lipat) Pancing (Pancing Rawai) To n /t ri p

(34)

64

Nilai produktivitas masing-masing alat menunjukan hasil yang berbeda-beda. Pada saat melaksanakan penelitian (Bulan Maret 2013) hasil tangkapan yang cukup banyak. Nilai produktivitas pada dasaranya bisa dikatakan cukup baik kecuali pada alat tangkap bubu lipat. Arad, pancing, serta jaring insang memang memiliki produktivitas yang cukup tinggi namu ketika alat tangkap ini memiliki tingkat keramahan yang kurang baik. Terbukti bahwa menurut hasil penilaian tingkat kermahan bahwa jaring insang (jaring rampus dan gill net millenium) dengan kategori agak ramah serta arad dengan kategori tidak ramah. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa alat tangkap yang produktif cenderung memiliki tingkat kermahan yang kurang baik, begitupun sebaliknya. Hal ini tidak sesuai dengan kaidah kegiatan perikanan tangkap yang bertanggung jawab. Keseimbangan antara produktivitas sebagai indikator efisiensi serta tingkat keramahan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap kelestarian sumberdaya perikanan harus terjaga. Terjaganya keseimbangan antara produktivitas dan tingkat keramahan akan menciptakan kegiatan perikanan tangkap yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Gambar

Tabel 12. Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Utama pada Jaring Rampus
Tabel 13. Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Utama pada Gill net millenium  Kriteria  Tongkol  Tenggiri  Jumlah
Tabel 15. Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Utama pada Bubu Lipat  Kriteria  Jumlah (Ekor)  Proporsi (%)
Gambar 5. Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Bubu Lipat
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kualitas suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dengan kualitas individual masing-masing warga negara (Tilaar,2000;32).. Keberhasilan dalam mencapai pembelajaran salah satunya

Asep Nurjaman, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memeberikan kesempatan penulis menjadi mahasiswa di

Kajian ini bertujuan untuk mendiskripsikan: 1) jenis-jenis produk kemasan informasi; 2) proses kemas ulang informasi; dan 3) upaya pemenuhan kebutuhan informasi usaha kecil

Senyawa apa yang terkandung dalam minyak atsiri kulit batang Cinnamomum burmani Blume yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas

Dengan ruang lingkup berfokus kepada faktor yang memengaruhi peningkatan aktivitas peredaran yaba / ATS di Bangladesh tahun 2015- 2017 Rentang tahun 2015-2017 dipilih penulis

Pada dasarnya, ide eurosceptic dipicu oleh kekhawatiran mereka pada hilangnya kedaulatan negara atau fokus mereka terhadap terkikisnya demokrasi di Uni Eropa,

Penelitian ini juga menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara selisih tingkat nyeri persalinan kelompok intervensi dengan menggunakan minyak lavender dan

Judul penelitian ini ialah penanggulangan penyalahgunaan narkotika di Kabupaten Temanggung. Tujuan penelitian ini ialah 1. menjelaskan penanggulangan penyalahgunaan