• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang Masalah

HIV di Indonesia telah berkembang dari sejumlah kasus kecil HIV dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko tinggi yang memiliki angka kasus diatas 5 persen. Salah satu hal yang ada di Indonesia adalah tingginya variasi spasial tingkat kemunculan kasus ini. Angka tertinggi terjadi di Propinsi Irian Jaya/Papua, Jakarta, Bali, Riau dan Sulawesi Utara.

Tidak semua orang yang terinfeksi HIV AIDS mengalami PTSD, ada juga yang mengalami Posttraumatic Growth dengan tingktan trauma pada beberapa karakteristik individu dan gaya seseorang dalam mengatur emosinya dapat meningkatkan kemungkinan seseorang untuk mengalami Posttraumatic Growth. Selanjutnya, tingkat self – disclosure seseorang tentang keterbukaannya akan emosi dan perspektif mereka akan krisis yang dihadapi, kemungkinan juga memegang perang dalam membangun Posttraumatic Growth pada seseorang. Dan dapat juga di gambarkan cognitive process dalam menghadapi kejadian traumatik, seperti proses pemikiran berulang atau perenungan (ruminative thoughts) juga berhubungan dengan munculnya posttraumatic growth. Terakhir, PTG dapat dengan cara signifikan berhubungan dengan kebijaksanaan dan

(2)

narasi kehidupan individu (the indiviual’s life narrative) (Tedeschi & Calhoun, 2004).

HIV dapat dikatakan sebagai peristiwa trauma karena pada proses terjadinya Posttraumatic Growth karena setiap individu yang mengalami HIV mengalami stressful dibandingkan dengan level stres yang rendah, Posttraumatic Growth juga disertai transformasi kehidupan, Posttraumatic Growth juga melalui proses coping dalam menghadapi pengalaman traumatic, dan Posttraumatic Growth merupakan perkembangan atau kemajuan kehidupan seseorang (Linley & Joseph, 2004).

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-IV) menyatakan bahwa trauma dapat dialami oleh individu yang menghadapi penyakit serius hingga mengancam keselamatan kehidupannya (American Psychiatric Association, 2000). Tedstone & Tarrier (2003) menyatakan bahwa dalam dunia medis, angka trauma tinggi ditemukan pada kasus pasien yang pernah dirawat di unit gawat darurat (UGD) dan pasien yang mengalami infeksi HIVAIDS.

Posttraumatic Growth adalah perubahan positif yang dialami sebagai akibat dari perjuangan dengan krisis besar dalam hidup atau peristiwa traumatis. Dengan penemuan manfaat mengacu pada perubahan psikologis yang positif dialami sebagai akibat dari kesulitan dan tantangan lain untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi berfungsi. Keadaan tersebut merupakan tantangan yang signifikan terhadap sumber daya adaptif individu, dan menimbulkan tantangan yang signifikan untuk

(3)

cara individu memahami dunia dan tempat mereka didalamnya. Pertumbuhan Posttraumatic Growth tidak tentang kembali ke kehidupan yang sama seperti yang sebelumnya mengalami sebelum masa penderitaan traumatis, melainkan itu adalah tentang menjalani pergeseran 'mengubah hidup' signifikan psikologis dalam berpikir dan berhubungan dengan dunia, yang berkontribusi terhadap proses perubahan pribadi, yang sangat bermakna ( Tedeshi & Calhoun, 2004). Hal ini sering ditandai dengan penurunan reaktivitas dan pemulihan lebih cepat di menanggapi stres serupa di masa mendatang. Hal ini terjadi sebagai akibat dari paparan acara dan pembelajaran berikutnya. Hal ini terkait dengan gerakan Psikologi Positif .

Dalam psikologi untuk melakukan growth hal yang diperlukan adalah ketahanan, yang mencapai tingkat sebelumnya berfungsi sebelum trauma, stres, atau tantangan. Perbedaan antara ketahanan dan berkembang adalah titik pemulihan. Berkembang berjalan di atas dan di luar ketahanan menghadapi berbagai keadaan yang sangat sulit mengalami perubahan yang signifikan dalam kehidupan mereka sebagai hasilnya, banyak yang mereka melihat sebagai sangat positif. Pertumbuhan Posttraumatic Growth telah didokumentasikan dalam kaitannya dengan berbagai alam dan buatan manusia traumatis peristiwa, termasuk penyakit yang mengancam jiwa, perang, kekerasan, imigrasi dan kematian orang yang dicintai. Hal ini juga telah didokumentasikan di banyak negara dan dalam konteks budaya yang berbeda dengan bukti

(4)

bahwa Posttraumatic Growth merupakan fenomena universal, tetapi juga menunjukan beberapa variasi budaya. Pertumbuhan dari trauma telah dikonseptualisasikan tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi sistem keluarga.

Saat ini terdapat suatu populasi yang memiliki tingkat kerentanan yang terinfeksi HIV yang cukup tinggi yaitu ibu - ibu rumah tangga. Sejak tahun 2004, terjadi peningkatan pada kasus HIV pada wanita - wanita yang beresiko rendah terkena HIV/AIDS baik wanita yang menikah maupun wanita tidak menikah namun memiliki pasangan (O’Connor & Earnest, 2011). Kelompok ini tertular dari suami atau pasangan mereka yang sudah lebih dahulu terinfeksi HIV akibat melakukan hubungan seksual yang tidak aman dengan pekerja seks komersial atau akibat penggunaan jarum suntik bekas pakai.

Posttraumatic Growth terjadi dengan upaya untuk beradaptasi yang bersifat negatif dari keadaan yang dapat menimbulkan tekanan tingkat tinggi psikologis seperti krisis besar dalam hidup, yang biasanya menimbulkan reaksi psikologis yang tidak menyenangkan. Pertumbuhan tidak terjadi sebagai akibat langsung dari trauma, yakni sebagai perjuangan individu dengan realitas baru posttraumatic yang sangat penting dalam menentukan sejauh mana pertumbuhan posttraumatic terjadi. Laporan dari pengalaman pertumbuhan setelah peristiwa traumatik jauh melebihi jumlah laporan gangguan kejiwaan, karena terus tertekan

(5)

pribadi dan pertumbuhan sering hidup berdampingan (Tedeshi & Calhoun, 2004).

Sejumlah fakta mengenai Posttraumatic Growth telah dikaitkan dengan pertumbuhan adaptif. Secara Spiritual telah terbukti sangat berkorelasi dengan pertumbuhan pasca - trauma dan pada kenyataannya, banyak yang paling sangat spiritual keyakinan adalah hasil dari paparan trauma (O'Rourke, 2008). Dukungan sosial telah didokumentasikan dengan baik sebagai penyangga untuk penyakit mental dan respon stres. Peran gender kurang handal dapat memprediksi pertumbuhan pasca - trauma meskipun adalah indikasi dari jenis trauma bahwa pengalaman individu. Wanita cenderung mengalami viktimisasi pada tingkat individu dan interpersonal lebih (misalnya korban seksual) sedangkan pria cenderung mengalami trauma lebih sistemik dan kolektif (misalnya militer dan memerangi). Mengingat bahwa dinamika kelompok tampaknya memainkan peran prediksi pertumbuhan pasca - trauma, dapat dikatakan bahwa jenis pemaparan mungkin tidak langsung memprediksi pertumbuhan pada pria (Lilly, 2012).

Hasil terlihat pada orang yang telah mengalami Posttraumatic Growth meliputi beberapa hal berikut: penghargaan yang lebih besar dalam kehidupan; merubah persepsi terhadap prioritas kehidupan; hangat, memiliki hubungan yang lebih intim; rasa yang lebih besar dari kekuatan pribadi; dan pengakuan dari kemungkinan - kemungkinan baru atau jalan hidup seseorang dan pengembangan spiritual (Tedeshi & Calhoun, 1996).

(6)

Dua karakteristik kepribadian yang dapat mempengaruhi kemungkinan bahwa orang dapat menggunakan sisi positif setelah peristiwa traumatik yang menimpa mereka termasuk individu yang menggambarkan kehidupannya berbeda dari yang dahulu dan keterbukaan terhadap pengalaman. Optimis mungkin lebih mampu untuk memusatkan perhatian dan sumber daya pada hal - hal yang paling penting, dan melepaskan diri dari masalah yang tidak terkendali atau dipecahkan. Kemampuan untuk berduka dan secara bertahap menerima trauma juga bisa meningkatkan kemungkinan pertumbuhan (Costa & McCrae, 1992).

Sebuah artikel terbaru oleh Iversen, Christiansen & Elklit (2011) menunjukkan bahwa prediktor pertumbuhan memiliki efek yang berbeda pada Posttraumatic Growth pada mikro, meso, dan makro, dan prediktor positif dari pertumbuhan pada satu tingkat dapat menjadi prediktor negatif pertumbuhan pada tingkat lain. Ini mungkin menjelaskan beberapa hasil penelitian yang tidak konsisten dalam daerah. Karakteristik lain dari pertumbuhan pasca trauma itu dapat hidup berdampingan dengan penyesuaian yang negatif dalam psikologis setelah peristiwa traumatis, sehingga sangat penting bahwa langkah - langkah duka digunakan dikedua domain klinis dan penelitian memungkinkan untuk penilaian respon positif.

Ketika baru didiagnosis terinfeksi HIV atau AIDS, kadang merasa keinginan yang amat sangat untuk membagi kabar ini dengan seseorang

(7)

yang dekat, yakni: keluarga, teman, bahkan atasan ditempat bekerja. Setelah memberi tahu orang lain, beberapa orang mendapatkan reaksi yang positif dan bermanfaat, tetapi ada juga yang mendapatkan kekecewaan atau malah lebih buruk dari itu. Individu tersebut harus benar - benar yakin bahwa orang yang akan diberi tahu dapat dipercaya. Yang dapat membantu adalah berbicara lebih dahulu dengan seseorang dari kelompok dukungan sebaya – yang pernah mengalami hal yang serupa, sampai seseorang merasa cukup nyaman untuk membagi rahasia dengan orang lain. Orang yang penting untuk diberi tahu adalah pasangan hidup, karena hal ini ada hubungan dengan dia juga. Walaupun status HIV seseorang dapat membuat sebuah hubungan yang baik menjadi terganggu, jangan selalu berprasangka hubungan itu lalu akan hancur karenanya. Menemukan waktu yang tepat untuk membicarakan hal ini memang selalu sulit. Kelompok dukungan sebaya yang lain selalu bersedia membantu dalam proses ini dan dapat memberikan saran serta bimbingan ( Hidup dengan HIV/AIDS, 2014).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa mereka yang mengalami trauma khususnya yang mengingat diri individu pada kematian, terpicu untuk memikirkan pertanyaan mengenai kematian itu sendiri dan tujuan dalam hidup. Perubahan dalam diri individu yang muncul terkait dengan hal ini adalah individu menjadi semakin memaknai hal - hal kecil dalam dirinya dan tidak demikian dengan hal - hal yang sebelumnya penting bagi dirinya. Selain itu muncul pula perubahan dalam hal spiritual dan

(8)

religiulitas. Tema perubahan dari aspek ini yang paling sering terjadi adalah individu merasa pengalaman hidup mereka lebih berkembang sepenuhnya, memuaskan, dan bermakna. Saat individu merasa bingung dan tidak menerima bahwa trauma tersebut dialami oleh mereka, dalam diri individu meningkat kepuasan bahwa mereka merasakan kehidupan pada tingkat kesadaran yang jauh lebih baik dari sebelumnya (HIV dan AIDS, 2014).

Dukungan sebaya merupakan dukungan sesama yang dilakukan oleh orang dengan HIV/AIDS (ODHA) atau orang hidup dengan HIV/AIDS (OHIDHA) kepada ODHA dan OHIDHA lainnya, terutama ODHA yang baru mengetahui status HIV (Mardhiati & Handayani, 2011). Dukungan ssebaya berfokus pada peningkatan mutu hidup ODHA khususnya dalam peningkatan kepercayaan diri, pengetahuan HIV/AIDS, akses dukungan, pengobatan, perawatan, pencegahan positif dengan perubahan perilaku, dan kegiatan produktif. Fokus dari kelompok teman sebaya berbeda dengan aspek - aspek yang menjadi bagian dari Posttraumatic Growth aspek positif yang diharapkan berubah ke arah yang lebih baik pada individu setelah mengalami peristiwa traumatik adalah kekuatan personal, terbuka pada pengalaman baru, hubungan dengan orang lain, penghargaan terhadap kehidupan, dan perubahan spiritual (Calhoun, & Tedeschi, 2006).

Wanita cenderung melaporkan lebih banyak manfaat dari pada laki - laki, dan orang - orang yang mengalami peristiwa traumatis melaporkan

(9)

perubahan yang lebih positif dari pada orang yang tidak mengalami kejadian luar biasa. Posttraumatic Growth Pertumbuhan Persediaan sederhana terkait dengan optimisme dan extraversion. Skala tampaknya memiliki utilitas dalam menentukan individu bagaimana sukses, mengatasi setelah trauma, yang dalam merekonstruksi atau memperkuat persepsi mereka tentang diri, orang lain, dan makna kejadian (Farah Shafira; 2011).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran Posttraummatic Growth pada ibu rumah tangga yang tertular HIV/AIDS dari suami ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini melihat gambaran Posttraummatic Growth pada ibu rumah tangga yang tertular HIV/AIDS dari suami.

1.4 Manfaat Penelitian

Agar dapat membangkitkan semangat untuk para ODHA untuk mendapatkan gambaran posttraumatic Growth yang baik.

Referensi

Dokumen terkait

Percobaan pertama yaitu perlakuan berupa pemberian ekstrak segar teripang yang baru diformulasikan pada media pemeliharaan larva udang galah dan percobaan kedua yaitu

PERBANDINGAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA KONSEP SISTEM EKSKRESI MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN BERBASIS PROYEK. Universitas Pendidikan Indonesia

yang juga memiliki fungsi kerja yang sama dengan OTP yaitu menjumlah (xor) setiap karakter plainteks dengan kunci sehingga prinsip OTP dapat digunakan dalam

Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang mengusulkan Pasangan Calon dan Pasangan Calon Perseorangan melaporkan hanya 1 (satu) Nomor Rekening Khusus Dana

Konsep pergerakan tersebut dapat dilihat dari bentuk bangunan yang memanjang dan pergerakan dari tower A ke tower B, bentuk tatanan lansekap bangunan pada

Kedelai yang diperjualbelikan oleh bapak Jamilan ternyata terjadi kenaikan harga, karena selain menjual tentunya bapak Jamilan juga menginginkan laba yang cukup,

Dari hasil survey pada responden pengguna jaringan jalan tol JIUT untuk skenario dengan kenaikan tarif 10% pada saat jam sibuk memberikan dampak berkurangnya minat penggunaan

Dari tahun 1913 hingga 1925, Thailand mengeluarkan sejumlah undang-undang untuk membendung nasionalisme Cina dan memaksa orang Cina menjadi warga negara Thailand. Pada tahun