PENGARUH pH DAN KONSETRASI Zymomonas mobilis UNTUK
PRODUKSI ETANOL DARI SAMPAH BUAH JERUK
Siti Mushlihah
1)*, Welly Herumurti
1)1)
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
ABSTRAK
Sampah buah jeruk yang timbul akibat gagal panen belum dimanfaatkan sama sekali, sedangkan sampah buah jeruk dari pasar buah dicampur dengan sampah organik lain dan dijadikan sebagai kompos. Bakteri pendegradasi sampah untuk pembuatan kompos bekerja optimum pada pH 5,5-8. Pembuatan kompos dari sampah jeruk ini kurang efektif karena sampah jeruk memilki pH 4, sehingga bakteri pendegradasi sampah tidak dapat bekerja secara maksimal. Disisi lain, timbul masalah kelangkaan energi untuk menggantikan peran bahan bakar fosil di masa depan. Limbah buah jeruk yang sudah membusuk tersusun atas bahan organik seperti glukosa, fruktosa dan sukrosa. Zymomonas mobilis merupakan bakteri yang dapat menguraikan glukosa, fruktosa, dan sukrosa untuk memproduksi etanol. Berdasarkan hal tersebut, studi ini dilakukan dengan memanfaatkan limbah buah jeruk menggunakan Zymomonas mobilis untuk dikonversi menjadi sumber energi alternatif yaitu etanol. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan konsentasi inokulum Zymomonas mobilis, pH, dan durasi waktu fermentasi yang paling optimum untuk menghasilkan etanol. Variasi konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis adalah: 0%, 5%, dan 10%, variasi pH terdiri dari: pH 3.5, pH 4, dan pH 6, variasi durasi waktu fermentasi adalah: 0 hari, 2 hari, 4 hari, 6 hari, dan 8 hari. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa konsentrasi inokulum yang paling efektif pada fermentasi sampah buah jeruk menggunakan bakteri Zymomonas mobilis pada kondisi anaerob yaitu dengan konsentrasi inokulum 5%, pH 6 dengan lama waktu fermentasi 6 hari menghasilkan kadar etanol 11,64% (v/v) dari sampel dengan perbandingan volume aquades : sampah buah jeruk adalah 3:1.
Kata kunci: Etanol, Fermentasi, Sampah, Zymomonas mobilis.
ABSTRACT
Pest or disease on oranges fruit caused oranges fruit are not suitable for consumption and have not been utilized at all, while oranges fruit waste from the market is mixed with other organic waste and used as compost. Composting bacteria works at optimum pH 5,5 to 8. Oranges waste is less effective for composting because oranges waste have pH 4, thus composting bacteria waste can not work optimally. On the other hand, due to depending on energy crisis fossil fuels still became on problem for the future. Often waste oranges fruit composed to organic materials such as glucose, fructose and sucrose. Zymomonas mobilis is a bacteria which can utilize glucose, fructose, and sucrose to produce ethanol. Therefore, the idea of study is to utilize the waste oranges fruit using Zymomonas mobilis to be converted into an alternative energy source is ethanol. The study was conducted to determine inoculum concentration of Zymomonas mobilis, pH, and fermentation period to produce optimum ethanol. The Variation inoculum concentration of Zymomonas mobilis were: 0%, 5%, and 10%, variation of pH were: pH 3.5, pH 4, and pH 6, and variation of fermentation periods: 0 day, 2 days, 4 days, 6 days, and 8 days. Based on the results the most effective inoculum concentration on oranges fruit waste which was fermented using Zymomonas mobilis bacteria in the anaerobic conditions was inoculum concentration 5%, pH 6 of fermentation period of 6 days and produce ethanol of 11.64% (v/v) of the sample with a volume ratio of distilled water : oranges fruit was 3 : 1.
Key words: Ethanol, Fermentation, Solid waste, Zymomonas mobilis.
* Corresponding author Phone : +6285733324298 e-mail: [email protected]
1 Alamat sekarang : Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas FTSP,
1.1 Pendahuluan
Petani jeruk berusaha memenuhi kebutuhan buah jeruk, namun serangan hama sejenis binatang lalat terjadi dihampir seluruh wilayah perkebunan jeruk milik petani, serangan hama menyebabkan ribuan ton buah jeruk busuk dan gugur ke tanah, sehingga membuat para petani mengalami kerugian cukup besar dan sampah jeruk menumpuk. Selain itu, sampah buah jeruk juga banyak dihasilkan di pasar-pasar buah.
Selama ini, sampah buah jeruk yang timbul akibat gagal panen belum dimanfaatkan sama sekali, sedangkan sampah buah jeruk dari pasar buah dicampur dengan sampah organik lain dan dijadikan sebagai kompos. Pembuatan kompos dari sampah jeruk ini kurang efektif, karena sampah jeruk memilki pH 4, yang menyebabkan bakteri pendegradasi sampah tidak dapat bekerja secara maksimal karena bakteri bekerja optimum pada pH 5,5-8 (Sutanto, 2002).
Kebutuhan bahan bakar semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah populasi dan aktifitas manusia. Pada tahun 2008, tingkat kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia mencapai 1,3 juta barrel per hari. Di sisi lain, produksi BBM nasional hanya sebesar 900 ribu barrel per hari. Oleh karena itu dibutuhkan sumber energi alternatif yaang bahan dasarnya banyak terdapat di Indonesia dan belum termanfaatkan (Hambali dkk., 2008).
Untuk mengatasi masalah ini, perlu adanya sumber energi alternatif yang dapat menggantikan peran bahan bakar fosil di masa depan. Sumber energi alternatif yang baru juga di harapkan dapat mengurangi polusi udara
yang sebelumnya ditimbulkan oleh
penggunaan bahan bakar fosil. Limbah buah jeruk yang sudah membusuk tersusun atas bahan organik seperti glukosa 6,84%; fruktosa 5,12%; dan sukrosa 1,05%. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan limbah buah jeruk untuk dikonversi menjadi sumber energi alternatif yaitu etanol.
Pembuatan etanol dilakukan melalui proses fermentasi. Fermentasi adalah peruraian senyawa organik menjadi senyawa sederhana dengan bantuan mikroorganisme sehingga
menghasilkan energi (Fardiaz, 1987).
Fermentasi etanol skala komersial sebagian besar dilakukan oleh jamur, salah satunya
Saccharomyces cerevisiae yang menghasilkan
etanol (Yudoamijoyo dkk., 1992). Namun
Saccharomyces cerevisiae ternyata memiliki
beberapa kekurangan, diantaranya adalah tidak tahan dengan konsentrasi tinggi dari etanol yang dihasilkan. Zymomonas mobilis memiliki
beberapa kelebihan dibandingkan
Saccharomyces cerevisiae, diantaranya lebih
toleran terhadap suhu, pH rendah, serta tahan terhadap etanol konsentrasi tinggi (Zhang et
al., 2010). pH yang efektif untuk pertumbuhan Zymomonas mobilis adalah 4- 6,5 dan Zymomonas mobilis dapat menguraikan
glukosa, fruktosa, dan sukrosa untuk
memproduksi etanol (Nowak, 2000).
2. Metodologi
2.1
Waktu dan Tempat penelitianPenelitian dilakukan pada Januari sampai Juni 2011 di Laboratorium Jurusan Teknik Lingkungan ITS Surabaya. Sampah buah jeruk diperoleh dari jeruk yang telah dibusukkan oleh penulis.
2.2 Persiapan Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang diperlukan dalam penelitian ini berbeda-beda, hal ini sesuai dengan cara kerja yang sedang digunakan. Bahan yang dibutuhkan, antara lain: sampah buah jeruk, isolat Zymomonas mobilis, HCl, NaOH, dan aquades. Sedangkan alat-alat yang dibutuhkan, antara lain: tabung fermentor,
electric stove, panci, gelas ukur, erlenmeyer,
kapas lemak, bunsen, korek api, alat destilasi, piknometer, tabung reaksi, spektrofotometer, dan jarum ose.
2.3 Pretreatment
Pretreatment adalah proses yang harus
dilakukan sebelum penelitian inti yang melibatkan variabel bebas dilakukan, proses
pretreatment dalam penelitian ini meliputi:
1. Pembuatan Ekstrak Sampah Buah Jeruk
Sampel sampah buah jeruk dicuci dengan air untuk membersihkan dari kotoran, kemudian ditimbang dan ditambahkan aquades dengan perbandingan aquades: sampah buah jeruk (3 : 1) v/v, dihaluskan dengan diblender, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL
(Zhang
et al., 2010). Selanjutnya ekstrak
sampah buah jeruk digunakan untuk proses pembuatan kurva pertumbuhan, hidrolisis,
pembuatan starter dan proses fermentasi (Lampiran A.1).
2. Pembuatan Kultur Stok dan Kultur Kerja
Isolat Zymomonas mobilis disubkultur dalam tabung reaksi yang berisi medium nutrien agar miring dan diinkubasi pada suhu 30°C selama 24 jam. Untuk memperkaya jumlah sel, maka medium ditambahkan 20 g/L glukosa, 10 g/L yeast extract, 1 g/L
(NH4)2SO4, 1 g/L K2HPO4, 0.5 g/L
MgSO4.7H2O (Struch et al., 1990).
3. Kurva Pertumbuhan Zymomonas mobilis
Zymomonas mobilis diambil 1 ose dan
diinokulasi ke dalam erlenmeyer 50 mL yang berisi 5 mL ekstrak sampah buah jeruk steril. Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30°C selama 24 jam (Aktivasi I). Sebanyak 1 mL dari aktivasi I (10 %) dipipet dan diinokulasi kembali ke dalam erlenmeyer 50 mL yang berisi 9 mL ekstrak sampah buah jeruk, diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30°C selama 24 jam (Aktivasi II). Sebanyak 5 mL dari aktivasi II (10 %) dipipet dan diinokulasi kembali ke dalam erlenmeyer 100 mL yang berisi 45 ml ekstrak sampah buah jeruk, diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30°C selama 24 jam yang disebut sebagai kultur fermentasi (Cazetta et al., 2007; Zhang
et al
., 2010).Pengenceran dilakukan dari 10-1
sampai dengan 10-9. Medium kultur diambil 1
mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL aquades steril. Tabung reaksi yang berisi campuran tersebut divortex dengan vortex mixer, dipipet sebanyak 1 mL dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi
berikutnya. Perlakuan diulangi sampai
pengeceran ke 10-9.Kurva pertumbuhan dibuat
dengan mengukur absorbansi kultur
Zymomonas mobilis pada ekstrak sampah buah
jeruk. Pengukuran absorbansi Zymomonas
mobilis diukur pada panjang gelombang 600
nm dengan interval tiap 1 jam sekali selama 24 jam. Dibuat grafik kurva pertumbuhan dari nilai absorbansi dan waktu fermentasi (Obire, 2005).
4. Pembuatan Starter Zymomonas mobilis
Zymomonas mobilis diambil 1 ose dan
diinokulasi ke dalam erlenmeyer 50 mL yang berisi 5 mL ekstrak sampah buah jeruk.
Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30°C selama 24 jam (Aktivasi I). Sebanyak 1 mL dari aktivasi I (10 %) dipipet dan diinokulasi kembali ke dalam erlenmeyer 50 mL yang berisi 9 mL ekstrak sampah buah jeruk, diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30°C selama 24 jam (Aktivasi II). Sebanyak 5 mL dari aktivasi II (10 %) dipipet dan diinokulasi kembali ke dalam erlenmeyer 100 mL yang berisi 45 mL ekstrak sampah buah jeruk, diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30°C sampai jam dimana fase log Zymomonas
mobilis terjadi (sesuai dengan kurva
pertumbuhan) (Aktivasi III) (Cazetta
et al.,
2007; Zhang et al., 2010).
2.4 Treatment
Treatment adalah proses penelitian inti
yang melibatkan variable bebas dilakukan, proses treatment dalam penelitian ini meliputi:
1. Pembuatan Medium Fermentasi
Ekstrak sampah jeruk diatur pH dengan penambahan HCl atau NaOH sehingga diperoleh medium dengan pH sesuai dengan rancangan penelitian (pH 3,5; pH 4; dan pH 6). Ekstrak sampah buah jeruk kemudian disterilisasi.
2. Proses Hidrolisis
Sampel dengan pH 3,5 menggunakan variabel hidolisis sampel dengan pemanasan dan penambahan enzim α-amilase dan tanpa pemanasan maupun penambahan enzim α-amilase, kecuali pada sampel konsentrasi inokulum 0 %. Seluruh sampel dengan pH 4 dan pH 6 dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase.
a. Pemanasan dan penambahan enzim α-amilase
Ekstrak sampah buah jeruk sebanyak 50 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer dipanaskan di atas hot plate, sesekali corong dibuka sambil diaduk-aduk. Proses pemanasan berlangsung ±2 jam dengan suhu pemanasan ±100°C (Mosier et al., 2006), didinginkan sampai suhu mencapai ±45°C, ditambah enzim α-amilase sebanyak 0,12%. Diinkubasi pada suhu kamar selama 80 menit (Bascar et al., 2008; Sulfahri dkk., 2010).
b. Tanpa Pemanasan dan tanpa
Setelah proses sterilisasi, sampel ekstrak sampah buah jeruk sebanyak 50 mL didiginkan dan diletakkan pada tempat yang steril.
3. Proses Fermentasi
Starter ditambahkan dengan
konsentrasi sesuai dengan rancangan
penelitian (0%; 5 %; dan 10%) ke dalam botol fermentor 100 mL yang berisi 50 mL ekstrak sampah buah jeruk, diinkubasi dengan lama sesuai dengan rancangan penelitian (0 hari; 2 hari; 4 hari; 6 hari; dan 8 hari) pada suhu kamar. Proses fermentasi dilakukan pada kondisi anaerob menggunakan penutup sumbat karet dan dilubangi tengahnya untuk dipasangi selang yang ujungnya dimasukkan dalam air. Setelah proses fermentasi selesai, tutup botol dilepas, ditutup dengan kapas lemak dan dipasteurisasi pada suhu ±80°C selama 10 menit (Puspita dkk., 2010) (lampiran A.6).
4. Pengukuran Kadar Etanol
Tabung distilasi dan labu gondok 250 mL disiapkan, selanjutnya 50 mL sampel cairan hasil fermentasi menggunakan labu ukur 50 mL, dan dimasukkan ke dalam tabung destilasi. Dididihkan dengan hati-hati untuk menghindari buih yang berlebihan, destilasi campuran alkohol dan air sampai dapat dikumpulkan tepat 5 mL distilat (Purwanto, 2004).
Sementara dilakukan destilasi,
piknometer dikalibrasi. Piknometer diisi
akuades destilasi dan ditutup. Piknometer dan akuades ditimbang, berat yang didapat adalah W2. Kemudian piknometer dikosongkan, akuades yang tersisa diabsorbsi dengan aseton. Tabung piknometer dikeringkan dengan oven. Piknometer yang telah kering ditimbang, berat yang didapatkan adalah W1. Berat akuades (W) dihitung dengan cara W2-W1 (Purwanto, 2004).
Distilat dipindahkan ke dalam gelas
beaker kering. Distilat diaduk supaya
homogen sebelum diisikan ke piknometer. Piknometer kering diisi dengan distilat, permukaan luar piknometer dikeringkan dan ditimbang. Hasil yang didapat adalah W3.
Berat distilat adalah W3-W1=L. Berat air (L) dihitung dengan “specific gravity” atau spg = L/W. Nilai spg ditentukan dengan menggunakan Tabel AOAC (Analysis of the
Association of Official Analitical Chemists)
dan selanjutnya persentase etanol dihitung (Purwanto, 2004) (lampiran A.7).
Pemilihan variabel pH adalah
berdasarkan studi literatur yang menyebutkan bahwa pH yang efektif untuk pertumbuhan
Zymomonas mobilis adalah 4-6,5 dan
Zymomonas mobilis dapat menguraikan
glukosa, fruktosa,dan sukrosa untuk
memproduksi etanol (Nowak, 2000).
Berdasarkan penelitian awal yang dilakukan oleh penulis kisaran pH 4 adalah pH awal sampah jeruk, maka pH 4 dijadikan variasi bebas, sedangkan pH 3,5 adalah kondisi keasaman medium yang dapat menimbulkan terjadinya proses hidrolisis dan 6 adalah range pH untuk fermentasi (Cazetta et al., 2007).
Pemilihan variabel konsentrasi
inokulum adalah berdasarkan studi literatur yang berbeda menyebutkan bahwa konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis yang optimum adalah 5% (Chaudhary et al., 2006) dan ada juga yang menyebutkan bahwa konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis yang optimum adalah 10% (Onsoy et al., 2007). Sedangkan konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis 0% adalah sebagai kontrol.
Pemilihan varibel hidrolisis sampel dengan pemanasan dan penambahan enzim
α-amilase dan tanpa pemanasan maupun
penambahan enzim α-amilase hanya
digunakan pada sampel dengan pH 3,5 atau pada sampel dengan menggunakan pH awal jeruk dan pada sampel dengan penambahan konsentrasi inokulum 5% dan 10%. pH 3,5 termasuk nilai pH yang diklasifikasikan dalam proses hidrolis asam dalam produksi etanol (Taherzadeh et al., 2007). Oleh karena itu, perlu diketahui perbandingan nilai efektifitas sampel untuk produksi etanol dengan proses hidrolisis asam saja, sampel yang melalui proses hidrolisis dengan asam, pemanasan, dan penambahan enzim α-amilase, dan sampel
yang melalui proses hidrolisis dengan
pemanasan, dan penambahan enzim α-amilase. Sedangkan, konsentrasi inokulum 0 % tidak diberikan perlakuan proses hidrolisis karena inokulum 0 % hanya merupakan variabel kontrol.
Pemilihan variabel lama waktu
fermentasi adalah berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh penulis. Dilakukan fermentasi buah jeruk 50 ml dengan
menggunakan pH 3,5 dan konsentrasi
inokulum fermentasi menggunakan 10% dan didapatkan hasil kadar etanol sebanyak 6,34%
pada hari ke-2 dan kadar etanol sebanyak 9,82% pada hari ke-4. Berdasarkan hipotesis penulis pada hari ke-8 sudah akan terjadi penurunan kadar etanol yang dihasilkan karena
fermentasi menggunakan Saccharomyces
cerevisiae menghasilkan kadar optimum selama 10 hari (Sulfahri et al., 2011)
sedangkan fermentasi menggunakan
Zymomonas mobilis adalah lebih cepat dari
fermentasi menggunakan Saccharomyces
cerevisiae (Zhang et al., 2010). Oleh karena
itu, digunakan lama fermentasi 0 sampai 8 hari dengan interval 2 hari. Variasi lama waktu fermentasi 0 hari hanya dilakukan pada konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis 0% saja karena digunakan sebagai variabel kontrol. Pada waktu fermentasi 0 hari, konsentrasi inokulum tidak akan memberikan pengaruh pada kadar etanol yang dihasilkan karena bakteri Zymomonas mobilis tidak memiliki waktu untuk melakukan proses fermentasi.
2.5 Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian dibuat
dalam sebuah grafik untuk kemudian
dibandingkaan. Dari grafik perbandingan tersebut akan dapat diketahui nilai pH, jumlah konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis, cara hidrolisis yang paling efektif, dan lama
waktu fermentasi yang paling optimal
menghasilkan etanol. Selain itu, data yang diperoleh dianalisis dengan literatur yang dimiliki oleh penulis. Data yang diperoleh
dianalisis dengan analysis of variance
(ANOVA) dilanjutkan dengan uji tukey pada taraf kepercayaan 95% (α=0,05) untuk mengetahui perbedaan nyata antara kombinasi perlakuan konsentrasi inokulum dan lama fermentasi (Walpole, 1992).
2.6 Simpulan
Dari analisis dan pembahasan yang dilakukan dapat ditarik suatu kesimpulan. Kesimpulan ditulis secara singkat dan jelas guna menjawab tujuan dari penelitian yang dilakukan.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Penentuan Umur Starter Zymomonas Mobilis pada Medium Fermentasi
Setiap mikroorganisme memiliki
bentuk kurva pertumbuhan yang spesifik. Hal
ini juga terlihat pada kurva pertumbuhan
Zymomonas Mobilis pada Gambar 4.1. Pada
gambar tersebut dapat dilihat bahwa
Zymomonas Mobilis memiliki beberapa fase
diantaranya fase lag yaitu pada jam ke-0 sampai jam ke-3. Menurut Hogg (2005), Fase
lag merupakan fase adaptasi untuk
menyesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Pada fase lag tidak ada pertambahan jumlah sel yang banyak, meskipun metabolit sel dalam keadaan aktif. Hal ini menunjukkan
bahwa Zymomonas mobilis melakukan
adaptasi yang cukup singkat. Hal ini disebabkan karena media untuk starter sama
dengan media fermentasi sebelumnya.
Selanjutnya fase eksponensial pada jam ke-3
sampai jam ke-14. Fase eksponensial
merupakan fase perbanyakan jumlah sel, aktivitas sel meningkat, dan merupakan fase yang penting dalam pertumbuhan Zymomonas
Mobilis. Setelah fase eksponensial, terdapat
fase stasioner, dimana jumlah sel cenderung tidak berubah, yaitu pada jam ke-14 sampai jam ke-24.
Starter merupakan kumpulan
mikroorganisme yang siap diinokulasikan ke dalam medium fermentasi. Pada dasarnya pertumbuhan sel mikroba berlangsung tanpa
batas. Tetapi, karena pertumbuhan
berlangsung dengan mengkonsumsi nutrien sekaligus mengeluarkan (eksresi) produk-produk metabolisme yang terbentuk, maka setelah waktu tertentu laju pertumbuhan akan menurun dan akhirnya berhenti sama sekali.
Pertumbuhan berhenti dapat disebabkan
karena beberapa nutrien esensial dalam medium atau karena terjadinya akumulasi autotoksin dalam medium atau kombinasi keduanya (Hutkins, 2006).
Menurut Hogg (2005) umur stater yang digunakan sebagai inokulum, ditentukan dengan menghitung laju pertumbuhan spesifik
(μ) dan waktu doubling time (tg). Berdasarkan
perhitungan dengan menggunakan rumus Hogg untuk laju pertumbahan dan waktu
doubling time yang mengacu pada kurva
pertumbuhan Gambar 2.1 yang merupakan
umur stater Zymomonas mobilis yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu jam ke-6,5, pada μ= 0,592 generasi/jam dengan waktu
doubling time (waktu lipat dua) tercepat 70
menit. Umur starter yang baik digunakan sebagai inokulum medium fermentasi adalah di sepanjang fase eksponensial, karena pada
fase ini sel mikroorganisme memiliki kemampuan membelah yang maksimum.
Gambar 2.1. Kurva Pertumbuhan Zymomonas Mobilis Pada Medium Sampah Buah Jeruk
Umumnya umur kultur yang
digunakan diambil pada pertengahan fase
eksponensial. Hogg (2005) menjelaskan
bahwa pada fase eksponensial sel
mikroorganisme dalam keadaan stabil, sel-sel baru terbentuk dengan laju konstan dan sel mikroorganisme membelah secara optimum pada saat doubling time (waktu lipat dua), yang biasanya tercapai di tengah-tengah fase logaritma.
3.2 Fermentasi Etanol
Fermentasi etanol dari sampah buah
jeruk menggunakan bakteri Zymomonas
mobilis dilakukan dengan berbagai variasi,
yaitu: variasi hidrolisis, variasi konsentrasi inokulum, dan variasi pH. Fermentasi etanol dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu kondisi fermentasi. Kondisi yang dimaksud adalah kondisi nilai pH. Kondisi fermentasi merupakan salah satu faktor penting dalam proses fermentasi, karena kondisi tersebut memungkinkan kerja enzim secara tepat. Selain kondisi fermentasi, faktor lain yang mempengaruhi proses fermentasi
adalah konsentrasi inokulum. Inokulum
merupakan mikroorganisme yang
diinokulasikan ke dalam medium fermentasi. Inokulum memiliki peran yang paling penting
dalam menunjang keberhasilan proses
fermentasi. Pada fermentasi sampah buah jeruk ini digunakan inokulum Zymomonas
mobilis. Pada penelitian ini digunakan bakteri Zymomonas mobilis, karena memiliki banyak
kelebihan, diantaranya adalah lebih toleran terhadap suhu, pH rendah (Nowak, 2000), serta tahan terhadap etanol konsentrasi tinggi (Busche et al., 1992).
Fermentasi sampah buah jeruk
dilakukan selama 8 hari dengan variasi konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis yang ditambahkan yaitu 0% (kontrol); 5 %; dan 10% pada kondisi pH 3,5; 4; dan 6, serta digunakan variasi perlakuan cara hidrolisis dengan pemanasan dan penambahan enzim
α-amilase dan tanpa pemanasan maupun
penambahan enzim α-amilase.
3.2.1 Pengaruh Proses Hidrolisis terhadap Kadar Etanol
Hidrolisis adalah proses konversi pati
menjadi glukosa. Pati merupakan
homopolimer glukosa dengan ikatan α- glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi, yaitu: fraksi terlarut dan tidak terlarut. Fraksi teralut pati berupa amilosa yang memiliki ikatan lurus (1,4)-D-Glikosidik yang dapat dipecah dengan pemanasan. Sedangkan fraksi pati tidak terlarut berupa amilopektin yang memiliki ikatan bercabang (1,6)-D-Glikosidik (Bascar et
al., 2008). Sampel dihidrolisis dengan berbagai cara, yaitu: Pengasaman, pemanasan, dan penambahan ezim α-amilase (Zhang et al., 2010). pH 3,5 termasuk nilai pH yang diklasifikasikan dalam proses hidrolis asam dalam produksi etanol (Taherzadeh et al., 2007). Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain adalah asam
pekat (H2SO4), asam perklorat dan HCl
(Taherzadeh et al., 2007). Oleh karena itu, sampel dengan pH 3,5 menggunakan variabel hidolisis sampel dengan pemanasan dan penambahan enzim α-amilase dan tanpa pemanasan maupun penambahan enzim α-amilase. pH 3,5 dalam sampel dibuat dengan menambahkan HCl dalam sampel. HCl yang dibutuhakan dalam pembuatan sampel ini relatif sedikit, karena pH awal sampel sekitar 4. Fermentasi dilakukan selama 8 hari, dan dengan pengukuran kadar etanol setiap 2 hari
sekali. Kadar etanol yang dihasilkan
berdasarkan variasi hidrolisis dengan pH awal 3,5 dapat dilihat pada Tabel 3.1.
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 O p ti ca l d en si ty (O D )
Waktu fermentasi (jam) 0 2 4 6 8 10 12
Tabel 3.1 Perbandingan Kadar Etanol (%) Berdasarkan Variasi Hidrolisis dengan pH Awal 3,5
Pada hari ke-8 kadar etanol dengan sampel pH 3,5 konsentrasi inokulum 5% yang dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase mengalami kenaikan 0,08 % (v/v) dari hari ke-6 sedangkan kadar etanol dengan sampel
konsentrasi inokulum 5% yang tanpa
dipanaskan dan tanpa ditambahi enzim α-amilase mengalami kenaikan 0,15 % (v/v). Pada hari ke-8 kadar etanol dengan sampel pH 3,5 konsentrasi inokulum 10% yang dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase mengalami penurunan 0,08 % (v/v) dari hari ke-6 sedangkan kadar etanol dengan sampel
konsentrasi inokulum 10% yang tanpa
dipanaskan dan tanpa ditambahi enzim α-amilase mengalami penurunan 0,12 % (v/v).
Berdasarkan uji anova yang
dilanjutkan dengan uji tukey dengan selang kepercayaan 95%, dapat diketahui bahwa sampel dengan pH 3,5 untuk konsentrasi inokulum 5% dan 10% dengan perlakuan dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase dengan sampel yang tanpa dipanaskan dan
tanpa ditambahi enzim α-amilase,
menghasilkan kadar etanol dengan nilai yang berbeda nyata. Kadar etanol sampel dengan perlakuan dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase lebih banyak dibandingkan kadar
etanol sampel dengan perlakuan tanpa
dipanaskan dan tanpa ditambahi enzim α-amilase. Sehingga dapat diketahui bahwa
untuk mendapatkan kadar etanol yang
optimum diperlukan proses pemanasan dan penambahan enzimα-amilase.
Berdasarkan uji anova yang
dilanjutkan dengan uji tukey dengan selang
kepercayaan 95% dengan dua variasi
hidrolisis, Lama waktu fermentasinya untuk 2 hari, 4 hari, 6 hari menghasilkan kadar etanol yang berbeda nyata, tetapi pada pada fermentasi 6 hari dan 8 hari kadar etanol yang dihasilkan memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Sehingga dapat diketahui
bahwa untuk mendapatkan kadar etanol yang optimum diperlukan fermentasi sampah buah jeruk selama 6 hari. Meskipun lama waktu fermentasi 8 hari untuk konsentrasi 5% memberikan kadar etanol yang lebih banyak dibanding hari ke-6, lama waktu fermentasi 8 hari tidak memberikan perbedaan hasil yang lebih menguntungkan dalam proses produksi karena selisih kadar etanolnya tidak banyak tetapi waktu yang diperlukan untuk fermentasi lebih lama.
Pada konsentrasi inokulum 5% maupun 10% perlakuan sampel yang dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase menghasilkan etanol yang lebih tinggi meskipun sampel memiliki pH yang sama yaitu 3,5. pH 3,5
merupakan salah satu cara untuk
menghidrolisis sampel, akan tetapi hanya ikatan bercabang yang mampu dipecah oleh
proses pengasaman tersebut. Sedangkan
pemanasan dan penambahan ezim α-amilase juga merupakan proses hidrolisis yang mampu memecah ikatan lurus dan bercabang. Proses pemanasan dan penambahan enzim α-amilase pada sampel dengan pH 3,5 menghasilkan etanol yang lebih tinggi dari sampel yang tidak
melaui proses pemanasan maupun
penambahan enzim α-amilase karena proses pemanasan dan penambahan enzim α-amilase
pada sampel mengakibatkan semakin
banyaknya rantai amilum yang terpecah dan dapat diuraikan oleh Zymomonas mobilis.
3.2.2 Pengaruh Konsentrasi Inokulum terhadap Kadar Etanol Berdasarkan Lama Waktu Fermentasi
Fermentasi etanol pada kondisi anaerob ini dilakukan pada berbagai konsentrasi inokulum yang berbeda yaitu 0% (kontrol); 5%; dan 10%. Seluruh sampel dengan pH 3,5; pH 4; dan pH 6 dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase. pH 3,5 dalam sampel dibuat dengan menambahkan HCl dalam sampel. pH 4 merupakan nilai kisaran pH awal sampel yang digunakan tanpa penambahan HCl dan
untuk membuat sampel dalam kondisi
keasaman yang tepat maka sampel ditambahi sedikit HCl atau NaOH sehinga didapatkan sampel dengan pH 4. pH 6 adalah pH sampel
yang didapatkan dengan menambahkan
NaOH. Fermentasi dilakukan selama 8 hari, dan dengan pengukuran kadar etanol setiap 2 hari sekali. Kadar etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi selama 8 hari dengan
Konsentrasi
Inokulum 2 4 6 8
Pemanasan+penambahan enzim α-amilase 3,48 8,09 9,08 9,16
Tanpa (Pemanasan+penambahan enzim α-amilase) 2,51 7,25 8,55 8,70 Pemanasan+penambahan enzim α-amilase 7,25 8,10 10,79 10,71
Tanpa (Pemanasan+penambahan enzim α-amilase) 7,10 8,77 10,29 10,17 Lama Waktu Fermentasi (Hari)
5% 10%
berbagai konsentrasi inokulum dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Kadar Etanol Hasil Fermentasi Ekstrak Sampah Buah Jeruk (%)
Berdasarkan Tabel 3.2 dapat diketahui bahwa seluruh sampel pada konsentrasi inokulum 0% pada hari ke-0 sampai hari ke-8 tidak terdapat etanol, kecuali pada hari ke-8
dengan pH sampel 3,5. Hal ini
mengindikasikan tidak adanya proses
fermentasi karena tidak adanya Zymomonas
mobilis. Pada konsentrasi 0% hari ke-8
terdapat kadar etanol sebesar 0,49% (v/v). Hal ini disebabkan karena sampah buah jeruk mengandung gula reduksi dan air yang mendukung terjadinya peristiwa fermentasi secara enzimatis yang dihasilkan dalam sampah buah jeruk. Pada umunya buah-buahan masak mengandung etanol secara alami (sudah terdapat sejak bahan pangan tersebut baru dipanen dari pohon). Semakin masak buah maka kadar etanolnya semakin tinggi tetapi kadarnya masih dibawah 1 % (Yudoamijoyo dkk., 1992).
Berdasarkan Tabel 3.2 konsentrasi
inokulum 5% dan 10% untuk pH 3,5, dapat diketahui bahwa kadar etanol terus meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Kadar etanol tertinggi untuk pH 3,5 dan 4 yaitu pada konsentrasi inokulum 10% dengan lama waktu fermentasi 6 hari. Kadar etanol tertinggi untuk pH 3,5 sebesar 10,79% (v/v), sedangkan kadar etanol tertinggi untuk pH 4 sebesar 11,36% (v/v). Kondisi medium dengan pH awal 3,5 dan 4 sesuai dengan habitat Zymomonas
mobilis sehingga Zymomonas mobilis mampu
hidup dalam medium. Konsentrasi inokulum yang lebih tinggi mengindikasikan semakin banyaknya jumlah Zymomonas mobilis yang melakukan proses fermentasi dan akibatnya kadar etanol yang dihasilkan akan semakin banyak. Kadar etanol tertinggi untuk pH 6 yaitu pada konsentrasi inokulum 5% dengan lama waktu fermentasi 6 hari, yaitu sebesar
11,64% (v/v). Menurut Gibbson et al. (1986) penggunaan konsentrasi inokulum yang terlalu tinggi dengan kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan habitat Zymomonas mobilis menyebabkan pengurangan viabilty sel. pH 4 adalah kondisi medium yang ideal untuk
Zymomonas mobilis, sedangkan sampel yang
menunjukkan kadar etanol tertinggi dengan konsentrasi inokulum 5% adalah dengan pH awal 6. pH semakin menurun seiring dengan berjalannya waktu fermentasi, sehingga pH awal 6, pada proses fermentasi kondisinya
berubah menjadi kondisi ideal yang
dibutuhkan oleh Zymomonas mobilis yaitu dengan kondisi keasaman berada pada kisaran pH 4 (Zhang et al., 2010).
Kadar etanol dengan sampel pH 3,5 konsentrasi inokulum 5% pada fermentasi hari ke-8 mengalami kenaikan 0,08 % (v/v) dari hari ke-6. Sampel pH 4 konsentrasi inokulum 5% pada hari ke-8 mengalami penurunan kadar etanol 0,07 % (v/v) dari hari ke-6. Sampel dengan pH 6 konsentrasi inokulum 5% juga mengalami penurunan kadar etanol, yakni sebesar 0,08 % (v/v) pada hari terakhir pengukuran sampel.
Pada hari fermentasi hari ke-8 kadar etanol dengan sampel pH 3,5 konsentrasi inokulum 10% mengalami penurunan 0,08 % (v/v) dari hari ke-6. Sampel pH 4 konsentrasi inokulum 10% pada hari ke-8 mengalami penurunan kadar etanol 0,07 % (v/v) dari hari ke-6. Sampel dengan pH 6 konsentrasi inokulum 10% memiliki kadar etanol yang sama dengan hari ke-6 yakni sebesar 9,79 % (v/v) pada hari terakhir pengukuran sampel.
Berdasarkan uji anova yang
dilanjutkan dengan uji tukey dengan selang kepercayaan 95%, dapat diketahui bahwa sampel untuk 2 Hari, 4 hari, 6 hari menghasilkan kadar etanol yang berbeda nyata, tetapi pada pada fermentasi 6 hari dan 8 hari kadar etanol yang dihasilkan memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Hal ini berarti, jumlah etanol yang dihasilkan pada lama waktu fermentasi 2 hari, 4 hari, dan 6 hari selalu mengalami peningkatan kadar etanol yang signifikan, sedangkan lama waktu fermentasi 6 hari dan 8 hari tidak mengalami peningkatan atau penurunan dalam jumlah yang signifikan seperti halnya perubahan pada hari-hari sebelumnya. Meskipun lama waktu fermentasi 8 hari untuk konsentrasi 5% dengan pH 3,5 memberikan kadar etanol yang lebih banyak dibanding hari ke-6, lama waktu Konsentrasi Inokulum 0 2 4 6 8 3,5 0,00 0,00 0,00 0,00 0,49 4 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 6 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 3,5 3,48 8,09 9,08 9,16 4 4,10 7,25 10,36 10,29 6 5,89 8,69 11,64 11,56 3,5 7,25 8,10 10,79 10,71 4 6,01 8,62 11,36 11,29 6 6,01 7,78 9,70 9,70 5% 10% 0%
fermentasi 8 hari tidak memberikan perbedaan hasil yang lebih menguntungkan dalam proses produksi karena selisih kadar etanolnya tidak banyak tetapi waktu yang diperlukan untuk fermentasi lebih lama.
Tidak adanya perbedaan nilai kadar etanol pada hari ke-6 dan hari ke-8 terjadi akibat kemampuan sel-sel Zymomonas mobilis dibatasi oleh toleransi terhadap etanol. Ketika etanol terakumulasi cukup banyak didalam medium, maka pertumbuhan sel Zymomonas
mobilis akan terhambat, sehingga sel
Zymomonas mobilis akan mati. Meningkatnya
konsentrasi etanol di dalam medium juga menyebabkan struktur membran berubah. Toksisitas terhadap etanol mempengaruhi sel melalui perubahan pada membran fosfolipid dan melemahkan struktur membran (Sturch et
al., 1991). Selain itu etanol berkurang akibat
teroksidasi menjadi asam asetat (Li et al., 2007).
Proses fermentasi akan terus
berlangsung dan akan terhenti jika kadar etanol sudah meningkat, tingginya kadar
etanol akan menghambat pertumbuhan
Zymomonas mobilis. Etanol dalam metabolisme Zymomonas mobilis merupakan produk buangan utama hasil fermentasi yang dapat membahayakan kelangsungan hidupnya karena dapat mengganggu permeabilitas dan fluiditas membran. Fluiditas membran bakteri meningkat dengan meningkatnya kadar etanol. Membran menjadi permeabel terhadap proton, akibatnya interseluler sitoplasma mempunyai pH terlalu asam, sehingga secara langsung ataupun tidak langsung akan menyebabkan kerja enzim tidak tepat (Sturch et al.,1991).
Penurunan konsentrasi etanol pada
fermentasi sampel dengan konsentrasi
inokulum 10% pada hari ke-8 juga disebabkan adanya peristiwa substrat inhibitor selama proses fermentasi. Penurunan kadar etanol pada konsentrasi gula yang berlebih terjadi sebagai akibat efek inhibisi dari substrat (Widjaja dkk., 2010).
Berdasarkan uji anova yang
dilanjutkan dengan uji tukey dengan selang kepercayaan 95%, dapat diketahui bahwa sampel pH 3,5; pH 4; dan 6 dengan
konsentrasi inokulum 5%, dan 10%
menghasilkan kadar etanol dengan nilai yang berbeda nyata. Hal ini berarti, kadar etanol seluruh perlakuan sampel sesuai dengan Tabel 4.2 dengan lama waktu fermentasi 2 hari sampai 6 hari memberikan perbedaan hasil
produksi etanol yang signifikan, sehingga
untuk mengetahui jumlah konsentrasi
inokulum bakteri Zymomonas mobilis dan pH awal medium yang tepat agar mendapatkan
produksi etanol yang optimum dapat
ditentukan dengan melihat kadar etanol tertinggi pada Tabel 4.2. Kadar etanol tertinggi yang dihasilkan adalah 11,64 % (v/v) dengan konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis dan kondisi keasaman medium dengan pH awal 6.
4.2.3 pH medium Selama Fermentasi
Proses fermentasi etanol dipengaruhi oleh pH medium. Hal ini dilaporkan Gandjar dkk. (2003), bahwa pH medium fermentasi
penting untuk pertumbuhan Zymomonas
mobilis, karena enzim-enzim tertentu hanya
akan mengurai substrat sesuai dengan
aktivitasnya pada pH tertentu. Hal tersebut diperkuat oleh Reibstein et al. (1986) bahwa pH awal media fermentasi mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan. Proton-proton mempengaruhi kinerja enzim-enzim dalam jalur Entner-Doudoroff, diantaranya enzim
fosfofruktokinase yang berperan dalam
glikolisis pada tahap konversi fruktosa-6- fosfat menjadi fruktosa-1,6- difosfat. Oleh karena itu, pengaturan pH sangat penting dalam proses fermentasi. Keasaman medium awal fermentasi diatur sebagai variabel penelitian yaitu pH 3,5; pH 4; dan pH 6. Kecenderungan penurunan dan kenaikan pH yang dihasilkan oleh fermentasi Zymomonas
mobilis sesuai dengan konsentrasi inokulum
sampel dan lama waktu fermentasi disajikan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Perubahan Keasaman Medium Fermentasi Sampah Buah Jeruk oleh Bakteri Zymomonas mobilis Konsentrasi
Inokulum 2 4 6 8
3,5 3,47 3,46 3,46 3,40
4 3,98 3,97 3,96 3,95
6 5,98 5,98 5,96 5,95
Pemanasan+penambahan enzim α-amilase 3,41 3,20 2,98 2,96
Tanpa (Pemanasan+penambahan enzim α-amilase) 3,46 3,24 2,98 2,95
4 3,84 3,71 3,49 3,50
6 5,86 5,06 4,18 4,20
Pemanasan+penambahan enzim α-amilase 3,30 3,12 2,80 2,93
Tanpa (Pemanasan+penambahan enzim α-amilase) 3,37 3,20 2,94 3,00
4 3,80 3,72 3,52 3,60
6 5,67 5,34 5,06 4,98
pH Hidrolisis pH setelah Fermentasi
0% Pemanasan+penambahan enzim α-amilase
5% 3,5
Pemanasan+penambahan enzim α-amilase
10% 3,5
Berdasarkan Tabel 3.3 dapat diketahui
bahwa sampel dengan konsentrasi 0%
cenderung mengalami penurunan pH dari waktu ke waktu. hari ke-0 sampai pada hari ke-6 cenderung terjadi penurunan pH pada seluruh sampel. Penurunan pH merupakan indikasi banyaknya asam organik yang
terbentuk akibat adanya aktivitas
mikroorganisme (Fardiaz,1998). Selain itu, terjadi penurunan pH dikarenakan associated,
dimana proses fermentasi etanol dan
pembentukan produk metabolit lainnya (asam organik) berjalan beriringan (Wibowa, 1990).
Asam-asam organik tersebut dapat
mengakibatkan penurunan pH.
Berdasarkan Tabel 3.3, sampel pada konsentrasi inokulum 5% untuk pH 3,5; pH 4; dan pH 6 dapat diketahui bahwa nilai pH terus menurun seiring dengan berjalannya waktu,
kecuali pada hari ke-8 untuk sampel
konsentrasi inokulum 5% dengan pH 4 dan 6 yang mengalami peningkatan pH. Sedangkan, pada konsentrasi 10% untuk pH 3,5; pH 4; dan pH 6 dapat diketahui bahwa nilai pH terus menurun hingga hari ke-6. Pada hari ke-8, keasaman seluruh sampel dengan konsentrasi inokulum 10% mengalami peningkatan.
Pada hari ke-8 kadar etanol dengan sampel pH 3,5 konsentrasi inokulum 5% yang dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase mengalami kenaikan 0,08 % (v/v) dari hari ke-6 diikuti dengan penurunan pH 0,02. Kadar etanol dengan sampel konsentrasi inokulum 5% yang tanpa dipanaskan dan tanpa
ditambahi enzim α-amilase mengalami
kenaikan 0,15 % (v/v) diikuti dengan penurunan pH 0,01. Sampel pH 4 konsentrasi inokulum 5% yang dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase pada hari ke-8 mengalami penurunan kadar etanol 0,01 % (v/v) dari hari ke-6 diikuti dengan peningkatan pH 0,01. Sampel dengan pH 6 konsentrasi inokulum 5% yang dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase juga mengalami penurunan kadar etanol, yakni sebesar 0,08 % (v/v) pada hari terakhir pengukuran sampel diikuti dengan peningkatan pH 0,02.
Pada hari ke-8 kadar etanol sampel dengan pH 3,5 konsentrasi inokulum 10% yang dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase mengalami penurunan 0,08 % (v/v) dari hari ke-6 diikuti dengan peningkatan pH 0,13. Kadar etanol dengan sampel konsentrasi inokulum 10% yang tanpa dipanaskan dan tanpa ditambahi enzim α-amilase mengalami
penurunan 0,08 % (v/v) diikuti dengan
peningkatan pH 0,06. Sampel pH 4
konsentrasi inokulum 10% yang dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase pada hari ke-8 mengalami penurunan kadar etanol 0,07 % (v/v) dari hari ke-6 diikuti dengan peningkatan pH 0,08. Sampel dengan pH 6 konsentrasi inokulum 10% yang dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase memiliki jumlah kadar etanol yang sama antara hari ke-6 dengan hari terakhir pengukuran sampel diikuti dengan penurunan pH 0,6.
Menurut Dudi (2001), setelah
melewati masa fermentasi pH mulai naik karena selama kondisi pH asam terjadi
dekomposisi senyawa organik yang
membentuk gas yang didominasi oleh CO2,
dan sebagian kecil H2, CH4. Gas-gas tersebut
menyebabkan nilai pH menjadi naik. Pada hari
ke-8 seluruh sampel yang mengalami
penurunan kadar etanol atau tidak adanya penambahan etanol dari hari sebelumnya yang diiringi dengan kenaikan pH, kecuali sampel dengan pH awal 3,5 konsentrasi inokulum 5%. Penurunan kadar etanol yang diikuti dengan kenaikan pH merupakan idikasi selesainya proses fermentasi, sedangkan pada hari ke-8 sampel dengan pH awal 3,5 konsentrasi inokulum 5% masih berpotensi melakukan proses fermentasi jika kadar gula reduksinya lebih dari 1%.
4.3. Analisis Gula Reduksi Sampah Buah Jeruk
Penurunan konsentrasi etanol pada fermentasi juga disebabkan peristiwa substrat inhibitor selama proses fermentasi. Penurunan kadar etanol pada konsentrasi gula yang berlebih terjadi sebagai akibat efek inhibisi dari substrat (Widjaja dkk., 2010).
Semakin banyak gula reduksi yang dapat dimanfaatkan oleh sel Zymomonas
mobilis, makin tinggi pula kadar etanol yang
dihasilkan (Yang et al., 2009). Akan tetapi, jika konsentrasi gula reduksi terlalu tinggi atau terlalu rendah juga akan berpengaruh terhadap kadar etanol yang dihasilkan. Yudoamidjoyo
dkk. (1990) mengatakan bahwa jika
konsentrasi gula reduksi dalam medium terlalu pekat menyebabkan terjadinya perbedaan konsentrasi dan tekanan osmosa yang besar antara lingkungan dan cairan sel, sehingga terjadi peristiwa plasmolisis dan akibatnya metabolisme sel terhambat. Sebaliknya, jika konsentrasi gula reduksi dalam medium
bersifat hipotonis bagi sel, maka aktivitas fermentasinya juga terhambat, dan akan mengalami lisis. Kadar gula reduksi sampah buah jeruk dengan berbagi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Kadar Gula Reduksi dari Sampah Buah Jeruk
Berdasarkan Tabel 3.4, dapat
diketahui bahwa secara umum terjadi
penurunan kadar gula reduksi selama proses fermentasi. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi, terjadi konversi gula reduksi menjadi etanol dan karbon dioksida. Pada konsentrasi inokulum 0% gula reduksi tidak menurun secara signifikan, yaitu untuk pH 4 terjadi penurunan gula reduksi dari 13,20% menjadi 12,56% dengan nilai konversi 6,82%. Untuk pH 6 terjadi penurunan gula reduksi dari 13,20% menjadi 12,30% dengan nilai konversi 4,85%. Hal ini diiringi dengan hasil akhir etanol 0% pada inokulum 0%, hal
ini disebabkan tidak dilakukannya
penambahan bakteri, sehingga tidak terjadi proses fermentasi yang mengakibatkan tidak adanya konversi gula reduksi menjadi etanol dan karbon dioksida. Selain itu, menurut Yang et al., (2009) pada kondisi alami tanpa penambahan bakteri, gula reduksi cenderung terkonversi menjadi asetaldehid dan beberapa metabolit lain. Sedangkan untuk konsentrasi inokulum 0% dengan pH 3,5 terjadi konversi gula reduksi yang lebih besar 24,24% dan diiringi dengan adanya etanol sebanyak 0,49%. Hal ini disebabkan pada pH 3,5 terjadi proses hidrolisis yang lebih baik karena berada dalam kondisi asam. Etanol dari sampah buah jeruk tanpa penambahan bakteri Zymomonas
mobilis dengan pH 3,5 merupakan penggunaan
konversi gula reduksi dan air yang mendukung
terjadinya peristiwa fermentasi secara
enzimatis yang dihasilkan dalam sampah buah jeruk (Yudoamijoyo dkk., 1992).
Pada konsentrasi inokulum 5% dan 10%, menunjukkan nilai konversi rata-rata di atas 78%. Hal ini menunjukkan terjadinya proses fermentasi, karena gula reduksi telah terkonversi menjadi etanol dan karbon dioksida. Konversi gula tertinggi yaitu pada sampel dengan konsentrasi inokulum 5% dengan pH 6 yaitu sebesar 92, 73% yang diiringi dengan hasil etanol tertinggi yaitu sebesar 11,56%. Konversi gula terendah yaitu pada sampel dengan konsentrasi inokulum 5% dengan pH 3,5 tanpa pemanasan dan
penambahan enzim α-amilase yaitu
sebesar78,79% yang diiringi dengan hasil etanol terendah yaitu sebesar 8,70%. Hasil tersebut membuktikan bahwa konversi gula reduksi digunakan oleh Zymomonas mobilis dan semakin banyak gula reduksi yang terkonversi selama proses fermentasi maka semakin banyak pula etanol yang dihasilkan.
4. Simpulan
Jumlah konsentrasi inokulum bakteri
Zymomonas mobilis yang efektif untuk
fermentasi sampah buah jeruk menjadi etanol adalah 5%. pH 6 adalah pH optimum untuk fermentasi sampah buah jeruk menjadi etanol menggunakan bakteri Zymomonas mobilis. Lama waktu fermentasi yang paling optimum untuk menghasilkan etanol dari sampah buah jeruk adalah 6 hari.
Daftar Pustaka
Arasyid, G. 2010. Pembuatan Etanol dari
Sampah Pasar Melalui Proses Pemanasan dan Fermentasi Bakteri. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS. Bascar, G., Muthukumaran, C., Renganathan,
S. 2008. Optimization of
Enzymatic Hydrolysis of Manihot
Esculenta Root Starch by
Immobilize α-Amylase Using Response Surface Methodology.
International Journal of Natural Sciences and Engineering. 1. 3.
156-160.
Busche R. M., Scott C. D., Davison B. H., Lynd L. R.1992. Ethanol, the Konsentrasi
Inokulum Awal (%) Akhir (%) Konversi (%)
3,5 13,20 10,00 24,24 0,49
4 13,20 12,30 6,82 0,00
6 13,20 12,56 4,85 0,00
Pemanasan+penambahan enzim α-amilase 13,20 2,40 81,82 9,16 Tanpa (Pemanasan+penambahan enzim α-amilase) 13,20 2,80 78,79 8,70
4 13,20 1,54 88,33 10,29
6 13,20 0,96 92,73 11,56
Pemanasan+penambahan enzim α-amilase 13,20 1,44 89,09 10,71 Tanpa (Pemanasan+penambahan enzim α-amilase) 13,20 1,63 87,65 10,17
4 13,20 0,67 94,92 11,29
6 13,20 2,02 84,70 9,70
Etanol Akhir (%)
0% Pemanasan+penambahan enzim α-amilase
5% 3,5
Pemanasan+penambahan enzim α-amilase
10% 3,5
Pemanasan+penambahan enzim α-amilase
Ultimate Feedstock. A Technoeconomic Evaluation of Ethanol Manufacture in Fluidized Bed Bioreactors Operating with Immobilized Cells. Journal Application of Biochemistry and Biotechnology. 34. 35. 395-415.
Cazetta ML, Celligoi MAPC, Buzato JB, Scarmino IS. 2007. Fermentation of
Molasses by Zymomonas mobilis: Effect of Temperature and Sugar Concentration on Ethanol Production. Journal Bioresource
and Technology. 98. 4. 2824-2828.
Chaudhary, Naureen, and Qazi, Javed I. 2006.
Microbiological Saccharification and Ethanol Production from Sugarcane Bagasse. Journal of
Biotechnology. 5. 4. 517-521.
Dudi, H., 2001. Tinjauan Proses
Pengomposan dan
Pemanfaatannya. BPPT. Tanggerang.
Faizah,U. 2005. Jeruk (Citrus sp). Jakarta:
Deputi Menegristek Bidang
Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Fardiaz, S. 1992. Fisiologi Fermentasi. Pusat
Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. IPB, Bogor.
Fessenden, R.J., Fessenden, J.S. 1986. Kimia
Organik. Jilid 1 Edisi Ketiga.Erlangga. Jakarta.
Gandjar, I., Wellyzar, S. 2006. Mikologi
Dasar dan Terapan. Yayasan Obor
Indonesia: Jakarta.
Garrity, M.G. 2005. Bergey's Manual of
Systematic Bacteriology. Dapartement of Microbiology and Molecular Genetics. Machigan State
University : USA.
Gibbson, W.R., Westby CA. 1986. Effect of
Inoculum Size on Solid-Phase Fermentation of Fodder Beets for Fuel Ethanol Production. Journal
Applied an Environmental Microbiology. 52. 960-962.
Hambali, Erliza, Siti M, Armansyah HT, Abdul WP, Roy H. 2008. Teknologi
Bioenergi. Jakarta: Agromedia.
Hogg, S. 2005. Essential Microbiology. John Wiley & Sons Ltd: England.
Hutkins, R.W. 2006. Microbiology and
Technology of Fermented Food.
Blackwell Publishing Ltd : USA. Li, X., Enrique I. 2007. Selective Oxidation
of Ethanol to Acetic Acid on Dispersed Mo-V-Nb Mixed Oxides.
Chemistry Europen Journal. 10. 13.
9324-9330.
Mosier, N.S dan Lieji, K. 2006. How Fuel
Ethanol Is Made from Corn.
Department of Agricultural and Biological Engineering : Purdue University.
Myers, Michael P., Yang, Jay., And Stamp, P. 1999. Visualization And Functional
Analysis Of A Maxi-K Channel (Mslo) Fused To Green Fluorescent Protein (GFP). Electronic Journal of
Biotechnology. 2. 3. 140-151.
Nowak, J. 2000. Ethanol Yield And
Productivity of Zymomonas Mobilis In Various Fermentation Methods.
Electronic Journal of Polish Agricultural Universities. 3. 2. #4.
Obire, O. 2005. Activity of Zymomonas
species in palm-sap obtained from three areas in Edo State, Nigeria.
Journal Application Science and Environment Management. 9. 1. 25 –
30.
Onsoy, T., Thanonkeo, P., Thanonkeo, S., dan Yamada, Mamoru. 2007. Ethanol
Production from Arthichoke by
Zymomonas mobilis Batch
Fermentation. KMITL Science Technology Journal. 7. S1.
Prasetyo, A.K., Hadi, W. 2010. Pembuatan
Etanol dari Sampah Pasar Melalui Proses Hidrolisis Asam
dan Fermentasi Bakteri Zymomonas Mobilis. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS.
Purwanto. 2004. Aktivitas Fermentasi
Alkoholik Cairan Buah. Jurnal
Universitas Widya Mandala
Madiun. No. 1 th. XXXII/ISSN 0854-1981.
Puspita EM., Silviana, H., Ismail T. 2010.
Fermentasi Etanol dari Molasses dengan Zymomonas mobilis A3 yang diamobilisasi pada к-karaginan. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN : 1411-4216.
Reibstein, D., Hollander, J.A., Pilkis, S. J., Shulman, R.G. 1986. Studies on
The Regulation of Yeast Phosphofructo-1-kinase: Its Role in Aerobic and Anaerobic Glycolosis. Journal of Biochemistry. 25. 12. 219-227.
Sari, ES. 2010. Pentingnya Pengujian
Kandungan Gula pada Jeruk Pontianak (Citrus nobilis) sebagai Jaminan Kualitas Rasa. Unit
PSMB Dinas Perindag, Pontianak. Schlegel, H.G dan K. Schmidt. 1994.
Mikrobiologi Umum. Terjemahan
oleh Baskoro. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta. Struch T, Neuss B, Bringer-Mayer S, dan
Sahm H. 1991. Osmotic
adjustment of Zymomonas mobilis to concentrated glucose solutions. Journal Application of
Microbiology and Biotechnology.
34. 518-523.
Sulfahri, Siti M., Eko S., Muhammad, Y.I. 2011. Ethanol Production from
Algae Spirogyra with Fermentation by Zymomonas
mobilis and Saccharomyces
cerevisiae. Journal of Basic and
Applied Scientific Research. 1. 7.
589-593.
Sulfahri, Siti, M., Eko S., Renia, S.U. 2010.
Pemanfaatan Algae Spirogyra sebagai Bahan Baku Bioethanol dengan Penambahan enzim α-amilase. Jurnal Purifikasi. 11. 2.
1-8.
Sutanto R. 2002. Pertanian Organik:
Menuju pertanian efektif dan Berkelanjutan. Yoyakatra: Kanisius.
Taherzadeh, M., Karimi, K. 2007. Acid Based
Hydrolisis Process for Ethanol From Lignosellulosic Material. A
review Bioresource. 2. 3.472-499.
Walpole, R.E. 1992. Ilmu Peluang dan
Statistika untuk Insinyur dan Ilmuwan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Wecker M.S.A., Zall R.R. 1987. Production
of Acetaldehyde by Zymomonas
mobilis. Journal Applied And
Environmental Microbiology. 53. 12.
2815-2820.
Wibowo.1990. Dasar-Dasar Teknologi
Fermentasi. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi.
Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.
Widjaja, T., Natalia, H., Darmawan R., Setyo, G. 2010. Teknologi Immobilisasi Sel
Ca-Alginat untuk Memproduksi Etanol Secara Fermentasi Kontinyu Dengan Zymomonas Mobilis Termutasi. Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN : 1411-4216.
Yudoamijoyo, M., A. A. Darwis dan E. G. Sa’id. 1992. Teknologi Fermentasi. Penerbit Rajawali Press dengan Pusat
Antar Universitas Bioteknologi,
Institut Pertanian Bogor. Jakarta. Zhang, K., Feng, H. 2010. Fermentation
potentials of Zymomonas mobilis and its application in ethanol production from low-cost raw sweet potato. African Journal of Biotechnology. 9. 37. 6122-6128.