i DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 9 1.2 Rumusan Masaah ... 10 1.3 Tujuan Penelitian ... 11 1.4 Manfaat Penelitian ... 12 1.4.1 Manfaat teoritis ... 12 1.4.2 Manfaat praktis ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1 Teori Keagenan ... 13
2.2 Anggaran ... 17
2.2.1 Anggaran sektor publik... 17
2.2.2 Anggaran pendapatan dan belanja daerah . 15 2.2.3 Penyerapan anggaran ... 18 2.2.4 Belanja Modal ... 18 2.4 Kompetensi ... 20 2.5 Komitmen Organisasi ... 21 2.6 Motivasi ... 23 Penelitian Sebelumnya ... 25
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS ... 30
3.1 Kerangka Berpikir ... 30
3.2 Konsep Penelitian ... 31
3.3 Hipotesis Penelitian ... 32
BAB IV METODE PENELITIAN ... 37
4.1 Rancangan Penelitian ... 37
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39
4.3 Penentuan Sumber Data ... 39
4.3.1 Sumber data... 39
4.3.2 Populasi dan sampel penelitian ... 40
4.4 Variabel Penelitian ... 41
4.4.1 Identifikasi Variabel ... 41
4.4.2 Definisi operasional variabel ... 41
ii
4.5.1 Pengujian Instrumen ... 45
4.5.2 Pretest ... 46
4.6 Prosedur Penelitian ... 46
4.7 Analisis Data... 47
4.7.1 Uji asumsi klasik ... 47
4.7.1.1 uji normalitas ... 47
4.7.1.2 uji multikolinearitas ... 48
4.7.1.3 uji heteroskedastisitas ... 48
4.7.2 Analisis regresi berganda ... 48
4.7.3 Uji kelayakan model ... 49
4.7.3.1 uji koefisien determinasi ... 49
4.7.3.2 uji F ... 50
4.7.3.3 uji t ... 50
4.7.4 Moderated regression analysis ... 51
4.7.5 Pengujian hipotesis ... 52
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57
5.1 Gambaran Umum Responden ... 58
5.2 Uji Instrumen Penelitian... 60
5.3 Deskripsi Variabel Penelitian ... 62
5.4 Teknik Analisis Data ... 64
5.5 Analisis Regresi ... 66
5.6 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN 1 ... LAMPIRAN 2 ...
iii
DAFTAR TABEL
1.1 Data Penyerapan Anggaran APBD Semester I Provinsi Se Indonesia ... 2
1.2 Target dan realisasi APBD Kabupaten Timor Tengah Utara Triwulan I,I .. 6
1.3 Penyerapan Anggaran APBD kabupaten TTU ... 6
1.4 Target dan Realisasi Anggaran Belanja Modal ... 8
5.1 Penyebaran dan Pengembalian Kuesioner ... 58
5.2 Profil Responden ... 59
5.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 61
5.4 Hasil Statistik Deskriptif ... 63
5.5 Uji Normalitas ... 65
5.6 Uji Multikolinearitas ... 65
5.7 Uji Heteroskedastisitas ... 66
5.8 Analisis Regresi Berganda ... 68
5.9 Analisis Regresi Moderasi ... 69
5.10 Statistik Deskriptif Kompetensi ... 71
iv
DAFTAR GAMBAR
3.1 Kerangka Berpikir ... 30 3.2 Konsep Penelitian ... 31 4.1 Rancangan Penelitian ... 38
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner ... Lampiran 2 Daftar penelitian sebelumnya ... Lampiran 3 Uji Instrumen ... Lampiran 4 Uji Asumsi Klasik ... Lampiran 5 Regresi berganda ... LAmpiran 6 Regresi Moderasi ... Lampiran 7 Deskriptif Statistik ...
vi
PENGARUH KOMPETENSI DAN MOTIVASI PADA PENYERAPAN ANGGARAN BELANJA MODAL DENGAN KOMITMEN ORGANISASI
PEJABAT PENGELOLA KEUANGAN SEBAGAI PEMODERASI
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh kompetensi dan motivasi pejabat pengelola keuangan pada kinerja penyerapan anggaran belanja modal di pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara dengan komitmen organisasi sebagai pemoderasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara yang berjumlah 31 OPD. Metode pengambilan sampel menggunakan non probability sampling dengan teknik sampel jenuh. Jumlah responden sebanyak 93 responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah regresi berganda dan moderated regression analysis (MRA).
Kompetensi dan motivasi pejabat pengelola keuangan terbukti berpengaruh positif pada kinerja penyerapan anggaran belanja modal berdasarkan hasil uji data yang dilakukan. Sedangkan komitmen organisasi tidak memperkuat pengaruh kompetensi dan motivasi pada penyerapan anggaran belanja modal.
Kata kunci: Kompetensi, motivasi, komitmen organisasi,penyerapan anggaran belanja modal
vii
THE EFFECT OF COMPETENCE AND MOTIVATION IN THE CAPITAL EXPENDITURE ABSORPTION WITH ORGANIZATION COMMITMENT OF FINANCIAL MANAGER AS A MODERATING VARIABLE
ABSTRACT
The purpose of this study is to examine the influence of competence and motivation of financial management officials on the performance of capital expenditure absorption in local government of Timor Tengah Utara with organizational commitment as moderating variable.
The population in this study is the work units (OPD) in Timor Tengah Utara regency government environment as much as 31 SKPD. The sampling method using a nonprobability sampling technique saturated samples. The number of respondents was 93 respondents. Data used in the form of primary data using questionnaires. The analysis technique used are multiple regression and moderated analysis regression (MRA)
The result of multiple regression analysis shows that competence and motivation of financial management officials proved have a positive effect on the performance of capital expenditure absorption, and moderated regression analysis shows that organizational commitment had no strengthen the influence of competence and motivation on capital expenditure absorption.
Keywords: Competence, motivation, organizational commitment, capital expenditure absorption
1 BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Dalam bab ini terbagi menjadi empat sub bab yaitu 1.1 latar belakang, 1.2 rumusan masalah, 1.3 tujuan penelitian dan 1.4 manfaat penelitian. Secara rinci penjelasan dari masing-masing sub bab tersebut dijelaskan sebagai berikut.
1.1 LATAR BELAKANG
Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyatakan bahwa perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dengan adanya perimbangan keuangan antara pusat dan daerah maka, pemerintah daerah baik itu provinsi maupun kabupaten diberikan wewenang untuk mengelola anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) masing-masing.
Kenyataan yang terjadi di daerah baik itu provinsi dan kabupaten, penyerapan anggaran selalu tidak mencapai target yang telah direncanakan dalam anggaran pendapatan dan belanda daerah (APBD). Penyerapan anggaran secara umum
2
hanya memiliki akselesari tinggi pada saat akhir tahun, sedangkan di awal tahun, umumnya sulit direalisasikan sebagaimana yang diharapkan publik, bahkan tidak sedikit institusi yang kurang memiliki daya serap anggaran pada awal hingga pertengahan tahun anggaran.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kementrian Dalam Negeri pada triwulan dua atau semester satu tahun 2015, realisasi anggaran untuk APBD masing-masing provinsi rata-rata hanya 27,40 persen, seharusnya pada semester satu atau triwulan dua setiap tahun anggaran penyerapan anggaran sudah mencapai lima puluh persen. Tabel 1.1 menunjukkan bahwa tingkat penyerapan anggaran semua provinsi di Indonesia tidak mencapai 50 persen pada akhir triwulan dua atau semester I. Provinsi dengan tingkat penyerapan anggaran tertinggi adalah Provinsi Jambi yang mencapai 48,63 persen dan Provinsi Riau adalah provinsi yang paling rendah tingkat penyerapan anggarannya yaitu hanya sebesar 13,21 persen. Ada empat provinsi yang tercatat memiliki tingkat penyerapan anggaran di bawah 20 persen yaitu Maluku Utara 19,47, DKI Jakarta 19,23, Kalimantan Utara 16,39 dan Jambi sebesar 13,21 persen. Rincian realisasi anggaran masing-masing provinsi pada semester satu tahun 2015 dapat dilihat di Tabel 1.1 di bawah ini.
3
Tabel 1.1
Data Penyerapan Anggaran APBD Semester I Provinsi SeIndonesia Tahun 2015
Sumber: Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementrian Dalam Negeri 2016
Lambatnya penyerapan anggaran hingga pertengahan tahun akan berakibat anggaran yang ada dalam APBD tidak akan habis terserap pada akhir tahun mengingat salah satu faktor penyebab penyerapan anggaran adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk proses pelelangan maupun tender khusus untuk belanja modal atau barang dan jasa (Manafe: 2015)
Fenomena lambatnya penyerapan anggaran diawal tahun anggaran ini membuat Presiden mengambil suatu langka evaluasi dan monitoring dengan mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 20 Tahun 2015 tentang tentang Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi APBN dan APBD. Tim ini bertugas menerima, memonitor, mengevaluasi, dan mengkonsolidasikan laporan
No Provinsi % No Provinsi %
1 Jambi 48,63 18 Kalimantan Timur 30,38
2 Kalimantan Tengah 45,33 19 Sumatera Barat 28,95 3 Kepulauan Riau 38,89 20 Papua Barat 28,86
4 Jawa Timur 38,34 21 Bengkulu 28,13
5 Jawa Tengah 37,96 22 Bali 27,85
6 Kalimantan Selatan 37,54 23 Sulawesi Barat 27,70 7 Gorontalo 37,31 24 Kepulauan Babel 27,43
8 NTB 37,00 25 Sumatera Utara 27,31
9 Sulawesi Utara 36,61 26 Banten 26,29
10 NTT 36,55 27 Sumatera Selatan 25,65
11 Sulawesi Tenggara 34,03 28 Nangroe Aceh Darusalam 23,32 12 Sulawesi Selatan 33,99 29 Jawa Barat 22,82 13 Sulawesi Tengah 33,84 30 Papua Barat 21,78 14 DI Yogyakarta 32,22 31 Maluku Utara 19,47
15 Maluku 32,08 32 DKI Jakarta 19,23
16 Kalimantan Barat 31,18 33 Kalimantan Utara 16,39
4
realisasi anggaran dan program pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selain itu, juga memfasilitasi penyelesaian terhadap hambatan-hambatan yang terjadi dalam realisasi anggaran dan program pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Persoalan rendahnya penyerapan anggaran pada awal tahun menurut kementrian keuangan terjadi akibat beberapa faktor. Pertama, adanya ketakutan yang berlebihan dari masing-masing aparatur di berbagai institusi terkait dengan penggunaan anggaran. Ketakutan ini terjadi akibat maraknya kasus-kasus korupsi dalam bidang penggunaan anggaran yang berhasil diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedua, lambatnya penyerapan anggaran juga mengindikasikan bahwa memang sejumlah institusi tidak punya konsep perencanaan yang matang, jelas dan terukur. Tidak adanya konsep perencanaan penggunaan anggaran secara riil tentu akan berdampak pada munculnya sejumlah kesulitan dalam mengarahkan penggunaan anggaran dengan tepat sasaran. Ketiga, kurangnya pemahaman sejumlah aparatur di berbagai institusi terkait dengan mekanisme penggunaan anggaran dan model pertanggungjawabannya. Atas dasar ini, maka kemudian lahirlah sikap ketakutan yang berlebihan karena tidak memahami secara utuh akan dasar hukum penggunaan anggaran yang berada dalam wilayah kewenangannya (Akbarwati, www.selasar.com)
Faktor lain yang mempengaruhi penyerapan anggaran antara lain faktor administrasi dan sumber daya manusia, faktor geografis dan kondisi alam serta lemahnya perencanaan, dan juga sistem tender/pengadaan barang dan jasa yang memakan waktu lama (Manafe: 2015). Selain itu faktor komitmen organisasi, pengendalian dan pengawasan internal, kompetensi sumber daya manusia
5
pengadaan barang/jasa, kompetensi sumber daya manusia pengelolaan keuangan, dan regulasi juga turut mempengaruhi proses penyerapan anggaran di suatu daerah (Ridani: 2015).
Penyerapan anggaran tetap menjadi indikator penting bagi kinerja birokrasi karena peranannya pada pertumbuhan ekonomi. Seharusnya dengan sudah terpolanya persoalan-persoalan yang mengakibatkan rendahnya penyerapan, bisa diperoleh solusi yang memuaskan sehingga tingkat penyerapan anggaran lebih meningkat lagi dan tepat sasaran. Oleh karena itu Peningkatan kapasitas teknis aparat sangat diperlukan agar dapat memanfaatkan belanja modal dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pengeluaran publik (Ogujiuba dan Ehigiamusoe: 2014).
Penyerapan anggaran yang rendah pada awal tahun atau semester satu akan menyebabkan anggaran secara keseluruhan dalam APBD tidak habis terserap pada akhir tahun. Fenomena ini tidak terjadi hampir di seluruh daerah baik provinsi maupun Kabupaten/kota seperti pada Tabel 1.1 dimana salah satu pemerintah daerah yang penyerapan anggarannya tidak habis terserap selama tiga tahun terakhir ini adalah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada triwulan satu tahun 2015 serapan anggaran APBD untuk belanja langsung hanya mencapai 16.192.147milyar rupiah dari target 97.956.124 milyar rupiah atau 16.53 persen hal ini sangat jauh dari target seharusnya yaitu 25 persen, demikian pula pada pada triwulan dua yaitu pada angka 58.462.948 milyar rupiah atau 32,53 dari target 50 persen. sedangkan khusus belanja modal pada triwulan satu penyerapan anggaran hanya mencapai 2.923.116 milyar rupiah dari
6
target 22.572.326 milyar rupiah atau 12,95 persen dari target 25 persen dan pada triwulan dua tidak mengalami peningkatan atau hanya sebesar 14.161.103 atau hanya 33,54 persen dari seharusnya 50 persen. Rincian target dan realisasi anggaran APBD Kabupaten Timor Tengah Utara selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 1.2
Tabel. 1.2 Target dan Realisasi Belanja Modal Kabupaten Timor Tengah UtaraTriwulan I dan II
Tahun 2015 (Ribuan Rupiah)
Jenis Belanja
Serapan Anggaran Belanja Modal
Triwulan I Triwulan II
Target Realisasi % Target Realisasi %
1 2 3 4 5 6
Belanja
Langsung 97.956.124 16.192.147 16.53 179.720.101 58.462.948
32.53 Belanja Modal 22.572.326 2.923.116 12.95 42.221.536 14.161.103 33.54 Sumber: Survei Triwulanan Kegiatan Usaha Keuangan Badan Pusat Statistik 2015 Penyerapan anggaran secara umum di pemerintah daerah Kabupaten Timor Tengah Utara selama empat tahun terakhir tidak mencapai seratus persen, dan ada kecenderungan bahwa serapan anggaran selalu menurun selama rentang waktu tahun 2012–2015 misalnya pada tahun 2012 mencapai 99,41 persen dan turun pada tahun 2013 menjadi 89,81 dan kembali naik pada tahun 2014 tetapi tidak kenaikan ini tidak mencapai seratus persen. Perkembangan penyerapan anggaran APBD di Kabupaten Timor Tengah Utara sejak tahun 2012-2015 dapat digambarkan dalam Tabel 1.3
7
Tabel 1.3
Penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten TTU Tahun 2012–2015 (Ribuan Rupiah)
Sumber: TTU dalam Angka 2013–2016
Dari Tabel 1.3 di atas dapat dijelaskan bahwa penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pemerintah daerah Kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2012 mencapai Rp 545.827.276 dari total Rp 549.015.092 atau sebesar 99,41 persen, namun pada tahun berikutnya menurun hingga 89 persen, atau hanya sebesar Rp 546.435.860 dari total 608.393.454 dan mengalami sedikit peningkatan di tahun 2014 sebesar 93,48 persen.
Penyerapan anggaran khususnya belanja modal di pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara pada tahun 2012 sebesar Rp 111.754.169 dari total anggaran Rp 133.804.855 atau hanya mencapai 83,52 persen dengan selisih sebesar Rp 22.050.686. Tingkat penyerapan anggaran belanja modal ini terus mengalami penurunan pada tahun berikutnya yaitu sebesar Rp 107.974.375 dari total anggaran sebesar Rp 173.493.792 atau hanya sebesar 62,23 persen dengan selisihnya mencapai Rp 65.519.417 dan pada tahun 2015 hanya mencapai 53,58 persen yaitu dari total anggaran Rp 135.900.426 yang terserap hanya sebesar Rp 72.822.558 atau terjadi selisih sebesar Rp 63.077.868. Perkembangan rinci tentang target dan realisasi anggaran belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Timor Tengah Utara antara Tahun 2012–2015 dapat dilihat pada Tabel 1.4
No Tahun Pendapatan Pengeluaran Selisih % 1 2012 549.015.092 545.827.276 3.187.816 99,41 2 2013 608.393.454 546.435.860 61.957.594 89,81 3 2014 688.661.451 643.791.663 44.869.788 93,48 4 2015 783 648 995 725 723 544 57 925 451 92.60
8
Tabel 1.4
Penyerapan Anggaran Belanja Modal Kabupaten Timor Tengah Utara Tahun 2012–2015 (Ribuan Rupiah)
Sumber: TTU dalam Angka 2013 - 2016
Dari fakta dan fenomena tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh lagi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penyerapan anggaran khususnya belanja modal di pemerintah daerah Kabupaten Timor Tengah Utara, dengan judul: pengaruh kompetensi dan motivasi pada penyerapan anggaran belanja modal dengan komitmen organisasi pejabat pengelola keuangan sebagai pemoderasi.
Penelitian empiris tentang penyerapan anggaran belanja modal telah banyak dilakukan pada periode sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Juliani (2013) menunjukkan bahwa komitmen manajemen, pengetahuan tentang peraturan, dan lingkungan birokrasi berpengaruh positif pada penyerapan anggaran yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa. Manafe (2015) dengan hasil penelitiannya bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belanja modal terdiri dari faktor geografis dan kondisi alam dan lemahnya perencanaan, faktor administrasi dan sumber daya manusia dan yang terakhir adalah faktor sistem tender/pengadaan barang dan jasa yang memakan waktu lama. Madyaningsih (2015) menunjukkan bahwa kegiatan pengadaan barang/jasa di kantor wilayah kementerian hukum dan hak asasi No Tahun Target Realisasi Selisih Persentase
1 2012 133.804.855 111.754.169 22.050.686 83,52 2 2013 173.493.792 107.974.375 65.519.417 62,24 3 2014 135.900.426 72.822.558 63.077.868 53,59 4 2015 180.578.612 85.677.420 94.901.192 47.44
9
manusia Daerah Istimewa Yogyakarta sudah berjalan baik namun pelaksanaannya belum optimal atau belum sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, Karani (2015) keefektifan penyerapan anggaran pada kantor imigrasi kelas I Yogyakarta dikategorikan cukup atau normal dan Purtanto, (2015) menunjukkan bahwa monitoring dan evaluasi serta kompetensi tidak berpengaruh pada penyerapan anggaran belanja barang dan jasa.
Variabel dalam penelitian ini sesuai dengan judul penelitian di atas terdiri dari dua variabel bebas, satu variabel terikat dan satu variabel moderasi. Variabel bebas yang akan diteliti lebih lanjut untuk mengetahui pengaruhnya pada penyerapan anggaran belanja modal yang merupakan variabel terikat (Y) adalah, kompetensi (X1), motivasi (X2) dan komitmen organisasi pejabat pengelola keuangan sebagai
variabel pemoderasi.
Kompetensi menurut Robbins dan Judge (2008:38) adalah kemampuan (ability) atau kapasitas seseorang untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan, dimana kemampuan ini ditentukan oleh 2 (dua) faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Semakin seseorang berkompeten dalam bidang tugasnya maka kualitas atau kinerja dari suatu organisasi atau institusi akan menjadi lebih baik. Kompetensi seseorang karyawan atau pegawai dapat ditingkatkan dengan mengikuti berbagai pendidikan dan pelatihan, yang berkaitan dengan bidang tugasnya.
Hasil penelitian sebelumnya tentang kompetensi telah banyak dilakukan misalnya oleh Santoso (2011) menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit demikian juga Wardhana (2015) dengan hasil penelitiannya
10
bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja pemerintah sebaliknya, Purtanto (2015) menyatakan bahwa kompetensi SDM berpengaruh negatif terhadap penyerapan anggaran artinya semakin berkompeten seorang pengelola keuangan tidak mampu meningkatkan serapan anggaran barang dan jasa. Hasil yang sama juga diperoleh Syarifudin (2014) yang menunjukkan hasil penelitiannya bahwa kompetensi sumber daya manusia tidak berpengaruh terhadap kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Herzberg (1966) mengemukakan bahwa teori motivasi berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator. Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu pertama maintenance factors merupakan faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh kesejahteraan fisik. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Faktor yang kedua yaitu motivation factors nerupakan faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan, faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan langsung dengan pekerjaan.
Teori hygiene motivator ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja. Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat
11
otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya.
Penelitian sebelumnya tentang motivasi dilakukan oleh Sukmasari (2011) menunjukkan bahwa motivasi memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pengelola keuangan, hal ini sejalan dengan penelitian Puspasari (2014) bahwa motivasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai. Sedangkan hasil penelitian dari Lubis (2008) dan Dhermawan, dkk (2012) menunjukkan bahwa motivasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
Hasil penelitian sebelumnya yang tidak konsisten ini, mendorong peneliti untuk meneliti kembali variabel kompetensi dan motivasi dengan variabel komitmen organisasi sebagai variabel pemoderasi. Peneliti menduga bahwa ada faktor kontigensi yang memengaruhi hubungan antara kompetensi dan motivasi pada penyerapan anggaran belanja modal. Agar dapat merekonsiliasi hasil yang saling bertentangan diperlukan pendekatan kontijensi untuk mengidentifikasi variabel lain yang bertindak sebagai pemoderasi ataupun pemediasi dalam model riset.
Telaah penelitian telah membuktikan faktor kondisional mampu memoderasi hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Ada empat klasifikasi faktor kondisional tersebut yaitu: kultur, organisasional, interpersonal, dan
12
individual (Brownell, 1982). Berdasarkan telaah penelitian ini maka peneliti memilih menggunakan komitmen organisasi individu sebagai variabel pemoderasi, alasan menggunakan variabel komitmen organisasi disebabkan karena semakin kompeten seseorang, namun tanpa dilandasi oleh komitmen yang kuat bisa berakibat pada menurunnya produktivitas kinerja. Menurut Mathis (2006) komitmen organisasi merupakan tingkat kepercayaan dan penerimaan kerja terhadap tujuan organisasi. Sebuah organisasi akan menjadi lebih baik apabila individu yang ada dalam organisasi tersebut mempunyai komitmen yang tinggi yang ditunjukkan dengan kepedulian akan nasib organisasi
Komitmen organisasi merupakan salah satu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka pada organisasi tempat bekerja (Robbins, 2007:41). Ada tiga komponen komitmen organisasi yaitu: affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional (emotional attachment). Continuance commitment, yaitu kemauan individu untuk tetap bertahan dalam organisasi karena tidak menemukan pekerjaan lain atau karena rewards ekonomi tertentu. Normative commitment, timbul dari nilai-nilai karyawan (Allen dan Meyer 1993). Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena ada kesadaran bahwa berkomitmen pada organisasi merupakan hal yang memang seharusnya dilakukan, komitmen yang kuat dari seorang karyawan dapat meningkatkan produktivitas kinerja (Wardhana, 2015).
Penelitian ini menjadi penting mengingat Kabupaten Timor Tengah Utara merupakan salah satu Kabupaten yang termasuk kategori daerah tertinggal, dimana salah satu indikator penetapannya sebagai daerah tertinggal adalah minimnya
13
sarana prasarana (Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015). Sarana prasarana yang merupakan salah satu akun belanja modal dalam anggaran pendapatan dan belanda daerah di Kabupaten Timor Tengah Utara masih sangat minim penyerapannya, Sehingga diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu masukan dan pertimbangan oleh pemerintah daerah Timor Tengah Utara untuk lebih meningkatkan upaya penyerapan anggaran belanja modal demi percepatan pembangunan di daerah ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan isu dan fenomena di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah kompetensi pejabat pengelola keuangan berpengaruh positif pada penyerapan anggaran belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Timor Tengah Utara?
2. Apakah motivasi pejabat pengelola keuangan berpengaruh positif pada penyerapan anggaran belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Timor Tengah Utara?
3. Apakah komitmen organisasi memperkuat pengaruh kompetensi pejabat pengelola keuangan pada penyerapan anggaran belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Timor Tengah Utara?
4. Apakah komitmen organisasi memperkuat pengaruh motivasi pejabat pengelola keuangan pada penyerapan anggaran belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Timor Tengah Utara?
14
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini meliputi:
1. Untuk memberikan bukti empiris kompetensi pejabat pengelola keuangan berpengaruh positif pada penyerapan anggaran belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Timor Tengah Utara
2. Untuk memberikan bukti empiris motivasi pejabat pengelola keuangan berpengaruh positif pada penyerapan anggaran belanja modal pemerintah daerah Kabupaten TTU.
3. Untuk memberikan bukti empiris tentang komitmen organisasi memperkuat pengaruh kompetensi pejabat pengelola keuangan pada penyerapan anggaran belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Timor Tengah Utara
4. Untuk memberikan bukti empiris komitmen organisasi memperkuat pengaruh motivasi pejabat pengelola keuangan pada penyerapan anggaran belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Timor Tengah Utara
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat teoretis
Hasil penelitian ini akan memberikan bukti empiris tentang pengembangan teori keagenan (Jensen dan Meckling 1976), teori hirarki kebutuhan Maslow dan teori hygiene motivator Herzberg, dalam hubungan variabel kompetensi, motivasi
15
dan komitmen organisasi pada kinerja penyerapan anggaran belanja modal. Selain itu hasil dari penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya khususnya di bidang anggaran belanja publik.
1.4.2 Manfaat praktis
Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai rujukan untuk bisa mengevaluasi kinerja pejabat pengelola keuangan di masing-masing satuan kerja perangkat daerah, sehingga dapat meningkatkan kinerja pejabat pengelola keuangannya guna mencapai tingkat penyerapan anggaran belanja modal secara cepat dan berkualitas.