• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konvensional adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konvensional adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Bank

Bank diklasifikasikan menjadi bank konvensional dan bank syariah. Bank konvensional adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya. (Kasmir,2008)

Bank syariah didefinisikan sebagai bank dengan pola bagi hasil yang merupakan landasan utama dalam segala operasinya, baik dalam produk pendanaan, pembiayaan, maupun dalam produk lainnya dimana produk-produk pendanaan dan pembiayaan pada bank syariah harus menghindari unsur riba,

gharar, dan maysir. (Ascarya,2006:2)

Pengertian bank juga dapat didefinisikan sebagai berikut. Sistem perbankan konvensional yaitu sistem perbankan yang menggunakan sistem bunga (interest) sebagai balas jasa atas penyertaan modal baik simpanan maupun pinjaman. Sedangkan sistem perbankan syariah yaitu sistem perbankan yang pelaksanaan operasinya berdasarkan syariat Islam dan dari segi balas jasa dilakukan dengan sistem bagi hasil. (Antonio,2001)

Tujuan Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya

(2)

menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. (Yunus dan Aziz,2009)

Fungsi pembiayaan bukan hanya untuk mencari keuntungan dan meramaikan bisnis perbankan di Indonesia, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan bisnis yang aman, diantaranya:

a. Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan sistem bagi hasil yang tidak memberatkan debitur.

b. Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank konvensional karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank konvensional.

c. Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu dipermainkan oleh

rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang

dilakukan. (Yunus dan Aziz,2009)

2.1.2 Sejarah Perbankan di Indonesia

Sejarah dikenalnya asal mula kegiatan perbankan dimulai dari jasa penukaran uang. Oleh karena itu, bank dikenal sebagai tempat menukar uang atau sebagai meja tempat menukarkan uang. Kegiatan penukaran uang ini sekarang dikenal dengan pedagang valuta asing (money changer). (Kasmir,2008:15)

Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan operasional perbankan menjadi tempat penitipan uang atau yang sekarang disebut sebagai kegiatan simpanan. Kemudian berkembang dengan kegiatan peminjaman uang, yaitu

(3)

dengan cara yang semula disimpan masyarakat, oleh perbankan dipinjamkan kembali ke masyarakat yang membutuhkannya.

Sejarah perbankan yang dikenal oleh dunia berawal dari daratan benua Eropa mulai dari zaman Babylonia yang kemudian dilanjutkan ke zaman Yunani kuno dan Romawi. Bank-bank yang sudah terkenal pada saat itu di benua Eropa adalah Bank Vanesia tahun 1171, kemudian menyusul Bank of Genoa dan Bank of Barcelona tahun 1320. (Kasmir,2008:16)

Perkembangan perbankan di dataran Inggris dimulai pada abad ke-16. Namun, karena Inggris yang begitu aktif mencari daerah penjajahan, perkembangan perbankan pun ikut dibawa ke negara jajahannya sepert Benua Amerika, Afrika, Asia yang memang sudah dikenal pada saat itu memegang peran penting dalam bidang perdagangan.

Seiring dengan perkembangan perdagangan dunia, perkembangan perbankan pun semakin pesat karena perkembangan dunia perbankan tidak terlepas dari perkembangan perdagangan. Perkembangan perdagangan yang semula hanya berkembang dan maju di daratan Eropa akhirnya menyebar ke seluruh benua Asia, Amerika, dan Afrika.

Dalam perjalanannya, perkembangan perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda-lah yang memperkenalkan dunia perbankan kepada masyarakat Indonesia. Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda terdapat beberapa bank yang memegang peranan penting, seperti:

(4)

2. De Escompto Bank NV 3. De Post Paar Bank 4. De javasche NV

5. Nationale Handles Bank (NHB)

6. Nederland Handles Maatscappij (NHM)

Di samping bank-bank yang dimiliki oleh Pemerintah Hindia Belanda terdapat pula bank-bank yang dimiliki oleh warga pribumi, China, Jepang, dan Eropa lainnya. Bank-bank tersebut antara lain:

a. Bank Abuan Saudagar b. Batavia Bank

c. Bank Nasional Indonesia d. NV Bank Boemi

e. The Bank of Cina

f. The Chartered Bank of India g. The Matsui Bank

h. The Yokohama Species Bank

Di zaman kemerdekaan perkembangan perbankan di Indonesia bertambah maju dan berkembang lagi. Beberapa bank milik Belanda dinasionalisir oleh Pemerintah Indonesia menjadi bank milik pemerintah Indonesia sehingga menambah deretan bank yang memang sudah ada sebelumnya. Oleh Belanda, bank digunakan sebagai alat untuk memperlancar transaksi perdagangan, baik untuk negerinya sendiri maupun untuk negara lain. Beberapa yang ada di zaman awal kemerdekaan antara lain sebagai berikut.

(5)

a. Bank Surakarta MAI (Maskapai Adil Makmur) tahun 1945 di Solo. b. Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. c. Bank Negara Indonesia yang didirikan tanggal 5 Juli 1946

kemudian menjadi BNI 1946.

d. Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.

e. Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan. f. NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.

g. Indonesian Bank Corporate tahun 1947 di Yogyakarta, kemudian menjadi Bank Amerta.

h. Bank Dagang Indonesia NV di Banjarmasin tahun 1949.

i. Bank Timur NV di Semarang berganti nama menjadi Bank Gemari, kemudian merger dengan Bank Central Asia (BCA) tahun 1949.

j. Kalimantan Corporation Trading di Samarinda tahun 1950 kemudian merger dengan Bank Pasifik.

Saat itu terdapat juga beberapa bank pemerintah yang bukan berasal dari bank milik Belanda baik untuk bank Penerintah maupun bank swasta nasional. Berikut ini akan diuraikan sejarah singkat perkembangan bank-bank milik pemerintah di Indonesia, yaitu:

a. Bank Negara Indonesia 1946 (BNI)

Bank ini menjalankan fungsi BNI unit III dengan UU Nomor 17 Tahun 1968 dan berubah menjadi Bank Negara Indonesia 1946.

(6)

b. Bank Tabungan Negara (BTN)

BTN berasal dari De Post Paar Bank yang kemudian menjadi Bank Tabungan Pos tahun 1950. Selanjutnya menjadi Bank Negara Indonesia unit V dan terakhir menjadi Bank Tabungan Negara dengan UU No.20 tahun 1968.

Bank Sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia (BI) berdasarkan UU No. 13 Tahun 1968. Kemudian ditegaskan lagi dengan UU No. 13 Tahun 1999. Bank ini sebelumnya berasal dari De Javasche Bank yang dinasionalisir tahun 1951.

c. Bank Sentral

BDN berasal dari Escompto Bank yang dinasionalisir dengan PP Nomor 13 tahun 1960, namun PP ini dicabut dan diganti dengan UU No. 18 tahun 1968 menjadi Bank Dagang Negara. BDN satu-satunya bank pemerintah yang berada di luar Bank Negara Indonesia Unit.

d. Bank Dagang Negara (BDN)

BAPINDO didirikan dengan UU No. 21 Tahun 1960 yang merupakan kelajutan dari Bank Industri Negara (BIN) tahun 1951.

e. Bank Pembangunan Indonesia (BAPINDO)

BAPINDO didirikan dengan UU No. 21 Tahun 1960 yang merupakan kelanjutan dari Bank Industri Negara (BIN) tahun 1951.

f. Bank Bumi Daya (BBD)

BBD semula beradal dari Nederlandsch Indische Bandles Bank kemudian menjadi Nationale Handles Bank, selanjutnya bank ini menjadi Bank

(7)

Negara Indonesia Unit IV dan berdasarkan UU No.19 Tahun 1968 menjadi Bank Bumi Daya.

g. Bank Rakyat Indonesia (BRI)

Bank ini berasal dari De Algemenevolk Crediet Bank, kemudian dilebur setelah menjadi Bank Tunggal dengan nama Bank Nasional Indonesia (BNI) Unit II selanjutnya yang membidangi rural menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan UU No. 21 tahun 1968.

h. Bank Ekspor Impor (Bank Eksim)

Sama seperti halnya BRI, Bank Eksim berasal dari De Algemenevolk Crediet Bank, kemudian dilebur setelah menjadi Bank Tunggal dengan nama Bank nasional Indonesia (BNI) Unit II dan yang bergerak di bidang eksim dipisahkan menjadi: Bank Ekspor Impor Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1968.

i. Bank Pembangunan daerah (BPD)

Bank ini didirikan di daerah-daerah tingkat I. Dasar hukum pendiriannya adalah UU No. 13 Tahun 1962.

j. Bank Mandiri

Bank ini merupakan hasil merger antara Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Pembangunan Indonesia (BAPIN-DO) dan Bank Ekspor Impor (Bank Eksim). Hasil merger keempat bank ini dilaksanakan pada tahun 1999 akibat bank tersebut terus-menerus dilanda kerugian.

(8)

Sampai dengan Desember 2010 telah terdapat 122 bank umum dengan jumlah kantor sebanyak 13.837 kantor.

Tabel 2.1

Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor Umum Bank Konvensional

Kelompok Bank 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Bank Persero Jumlah Bank Jumlah Kantor 5 2.171 5 2.548 5 2.765 5 3.134 4 3.854 4 4.189 BUSN Devisa Jumlah Bank Jumlah Kantor 34 4.113 35 4.395 35 4.694 32 5.196 34 6.181 36 6.608

BUSN Non Devisa

Jumlah Bank Jumlah Kantor 37 709 36 759 36 778 36 875 31 976 31 1.131 BPD Jumlah Bank Jumlah Kantor 26 1.107 26 1.217 26 1.205 26 1.310 26 1.358 26 1.413 Bank Campuran Jumlah Bank Jumlah Kantor 18 64 17 77 17 96 15 168 16 238 15 263 Bank Asing Jumlah Bank Jumlah Kantor 11 72 11 114 11 142 10 185 10 230 10 233 Total Jumlah Bank Jumlah Kantor 131 8.236 130 9.110 130 9.680 124 10.868 121 12.837 122 13.837 Sumber: www.bi.go.id

2.1.3 Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia

Lahirnya perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaissance Islam modern, yaitu neorevivalis dan modernis. Tujuan dari pendirian lembaga keuangan yang berlandaskan etika ini adalah sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Upaya penerapan sistem profit and loss sharing awalnya di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu dengan adanya upaya mengelola dana zaman haji secara nonkonvensional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic

(9)

Rural Bank di desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir. Setelah dua

rintisan yang sederhana itu, bank Islam tumbuh dengan sangat pesat. Sesuai dengan analisa Prof. Khursid Ahmad dan laporan International Association of Islamic Bank, hingga akhir 1999 tercatat lebih dari dua ratus lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia baik di negara-negara berpenduduk muslim maupun di Eropa, Australia, maupun Amerika.

Saat ini banyak nama besar dalam dunia keuangan internasional seperti Citibank, Jardine Flemming, ANZ, Chase Chemical Bank, Goldman Sach, dan lain-lain telah membuka cabang dan subsidiories yang berdasarkan syariah. Dalam dunia pasar modal pun, Islamic fund kini ramai diperdagangkan, suatu hal yang mendorong Dow Jones untuk menerbitkan Islamic Dow Jones Index. Oleh karena itu, tidak heran jika Scharf, mantan direktur utama Bank Islam Denmark yang Kristen menyatakan bahwa bank Islam adalah partner baru pembangunan.

Pada tahun 1975 diadakan sidang Menteri Keuangan OKI di Jeddah. Pada sidang itu disetujui rancangan pendirian Bank Pembangunan Islami (Islamic

Development Bank atau IBD) dimana anggota IBD adalah semua anggota OKI.

Pada tahun-tahun awal beroperasinya, IDB mengalami banyak hambatan karena masalah politik. Meskipun demikian, jumlah anggotanya makin meningkat dari 22 menjadi 57 negara (berdasarkan Portal Proyek Pengembangan IAIN Sunan Kalijaga,http://www.uin-suka.info/projectportal). IDB juga terbukti mampu memainkan peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan negara-negara Islam untuk pembangunan. Bank ini memberikan pinjaman bebas bunga untuk proyek infrastruktur dan pembiayaan kepada negara anggota

(10)

berdasarkan partisipasi modal negara tersebut. Dana yang tidak dibutuhkan dengan segera diguakan bagi perdagangan luar negeri jangka panjang dengan menggunakan sistem murabahah dan ijarah.

Berdirinya IDB telah memotivasi banyak negara Islam untuk mendirikan lembaga keuanga syariah. Untuk itu, komite ahli IDB menyiapkan panduan tentang pendirian, peraturan, dan pengawasan bank syariah. Pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an, bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki.

Secara garis besar, lembaga-lembaga tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori. Pertama, bank Islam komersial (Islamic Comercial Bank) dan kedua, lembaga investasi dalam bentuk international holding companies.

Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Tokoh-tokoh yang terlibat adalah Karnaen A. Pertaatmadja, M. Dawam Raharjo, A.M. Saefuddin, M. Amien Azis, dan lain-lain. Diantaranya adalah Baitul Tamwil-Salman, Bandung, yang sempat tumbuh mengesankan. Di jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk Koperasi Ridho Gusti.

Prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990. Pada tanggal 18-20 Agustus 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya

(11)

Jakarta, 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia.

1. Bank Muamalat Indonesia (BMI)

Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI yang bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait. Akte Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Pada saat penandatanganan akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp 84 miliar. (Antonio,2001:25)

Pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi dengan modal awal disetor sebanyak Rp 106.126.382.000,00. Hingga September 1999, Bank Muamalat Indonesia telah memiliki lebih 45 outlet yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan Makasar. (Antonio,2001:25)

Pada awal pendirian Bank Muamalat Indonesia, keberadaan bank syariah ini belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industri perbankan nasional. Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah ini hanya dikategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil” tidak terdapat rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan. Hal ini tercermin dari UU No. 7 tahun 1992, dimana pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil diuraikan secara tidak detail dan hanya sisipan belaka (Antonio,2001:26)

(12)

2. Era Reformasi dan Perbankan Syariah

Perkembangan Perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.

Peluang tersebut ternyata disambut antusias oleh masyarakat perbankan. Sejumlah bank mulai memberikan pelatihan dalam bidang perbankan syariah kepada para stafnya. Sebagian bank tersebut ingin menjajaki untuk membuka divisi atau cabang syariah dalam institusinya. Sebagian lainnya bahkan berencana mengkonversi diri sepenuhnya menjadi bank syariah. Hal demikian diantisipasi oleh bank Indonesia dengan mengadakan “Pelatihan Perbankan Syariah” bagi para pejabat bank Indonesia dari segenap bagian, terutama aparat yang berkaitan langsung seperti DPNP ( Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan), kredit, pengawasan, akuntansi, riset, dan moneter

Bila pada periode tahun 1992-1998 hanya ada satu unit Bank Syariah, maka pada tahun 2005, jumlah bank syariah di Indonesia telah bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah. Sedangkan sampai dengan Desember 2010, jumlah bank umum syariah telah mencapai 11 bank dengan jumlah kantor 1.215 kantor bank umum syariah dan 23 unit usaha syariah dengan jumlah kantor sebanyak 162 kantor unit usaha syariah.

(13)

Tabel 2.2

Perkembangan Jumlah Bank dan Unit Usaha Syariah

Indikator 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Bank Umum Syariah (BUS) Jumlah Bank Jumlah Kantor 3 301 3 346 3 398 5 576 6 711 11 1.215 Unit Usaha Syariah (UUS) Jumlah Bank Jumlah Kantor 19 133 20 163 26 170 27 214 25 287 23 162 Sumber: www.bi.go.id

2.1.4 Perbedaan antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah

Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan. Akan tetapi, terdapat banyak perbedaan mendasar di antara keduanya yang meliputi aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja. (Antonio,2001:29).

1. Akad dan Aspek Legalitas

Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tetapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti.

Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, seperti hal-hal berikut:

(14)

b. Syarat, seperti (1) barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas baran tempat penyerahan g dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah, (2) harga barang dan jasa harus jelas, (3) tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi, dan (4) barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan.

2. Lembaga Penyelesai Sengketa

Berbeda dengan perbankan konvensional yang jika terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya maka akan diselesaikan di peradilan negeri, sedangkan pada perbankan syariah akan diselesaikan sesuai tata cara dan hukum materi syariah.

Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.

3. Stuktur Organisasi

Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.

Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini menjamin efektivitas dari setiap opini

(15)

yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.

a. Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah. Hal ini karena transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika dibanding bank konvensional. Karena itu, diperlukan garis panduan (guidelines) yang mengaturnya. Garis panduan ini disusun dan ditentukan oleh Dewan Syariah nasional.

Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala biasanya setiap tahun bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bank yang bersangkutan.

Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya. Dengan demikian, Dewan pengawas Syariah bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional.

b. Dewan Syariah Nasional (DSN)

Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam. Dewan ini bukan hanya mengawasi bank syariah, tetapi juga lembaga-lembaga lain. Untuk

(16)

keperluan pengawasan tersebut, Dewan Syariah Nasional membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum islam. Garis panduan ini menjadi dasar pengawasan bagi Dewan Pengawas syariah pada lembaga-lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar pengembangan produk-produknya.

Fungsi lain dari Dewan Syariah Nasional adalah meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah. Produk-produk baru tersebut harus diajukan oleh manajemen setelah direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan.

Selain itu, Dewan Syariah Nasional bertugas memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah.

Dewan Syariah Nasional dapat memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan.

4. Bisnis dan Usaha yang Dibiayai

Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan.

Dalam perbankan syariah, suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok, diantaranya sebagai berikut.

i. Apakah objek pembiayaan halal atau haram?

(17)

iii. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan asusila? iv. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian?

v. Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata yang ilegal atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh masal?

vi. Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung?

5. Lingkungan kerja dan Corporate Culture

Sebuah bank syariah selayaknya meiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq, harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Di samping itu, karyawan bank syariah harus skillful dan profesional (fathanah), dn mampu melakukan tugas secara team work di mana informasi merata di seluruh fungsional organisasi (tabligh). Demikian pula dalam reward dan punishment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah.

Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam, sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan tingkah laku yang kasar. Demikian pula dalam menghadapi nasabah, akhlak harus senantiasa terjaga. Nabi saw mengatakan bahwa senyun adalah sedekah.

6. Perbandingan antara bank Syariah dan Bank Konvensional

Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional dapat dilihat pada tabel berikut.

(18)

Tabel 2.3

Perbandingan antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah Parameter Bank Konvensional Bank Syariah

Landasan Hukum UU Perbankan UU Perbankan dan Landasan Syariah

Return Bunga, Komisi/fee Bagi hasil, margin pendapatan sewa, komisi/fee

Hubungan dengan Nasabah Debitur-Kreditur Kemitraan, manajer investasi, investor, sosial, jasa keuangan Fungsi dan Kegiatan Bank

Mekanisme dan Objek Usaha

Intermediasi, Jasa Keuangan Intermediasi, manajer investasi, investor, sosial, jasa

keuangan Prinsip Dasar Operasi Tidak Anti Riba dan Anti

Maysir

Anti riba dan anti maysir Prioritas Pelayanan Bebas Nilai (prinsip

Materialis)

Uang sebagai komoditi Bunga

- Tidak bebas nilai (prisip syariah Islam) - Uang sebagai alat

tukar dan bukan komoditi

- Bagi hasil, jual beli, sewa

Orientasi Kepentingan pribadi Kepentingan publik

Bentuk Usaha Keuntungan Tujuan sosial - ekonomi Islam, keuntungan

Evaluasi Nasabah Bank komersial Bank komersial, bank pembangunan, bank universal atau multi-purpose

Hubungan Nasabah Kepastian pengembalian pokok dan bunga (creditworthiness dan collateral)

Lebih hati-hati karena partisipasi dalam risiko

Sumber Likuiditas Jangka Pendek

Terbatas debitur-kreditor Erat sebagai mitra usaha Pinjaman yang diberikan Pasar uang, Bank Sentral Terbatas

Prinsip Usaha Komersial dan nonkomersial, berorientasi laba

Komersial dan nonkomersial, berorientasi laba dan nirlaba Pengelolaan Dana Aktiva ke pasiva Pasiva ke aktiva

Lembaga Penyelesaian Sengketa

Pengadilan, arbitrase Pengadilan, Badan Arbitrase Syariah Nasional

Risiko Investasi - Risiko bank tidak terkait langsung dengan debitur , risiko debitur tidak terkait langsung dengan bank

- Kemungkinan terjadi negative spread

- Dihadapi bersama antara bank dam nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran

- Tidak mungkin terjadi negative spread

Monitoring Pembiayaan Terbatas pada adminitrasi Memungkinkan bank itu ikut dalam manajemen nasabah Struktur Organisasi Pengawas Dewan Komisaris Dewan Komisaris, Dewan

Pengawas Syariah, Dewan Syariah Nasional

Kriteria Pembiayaan Bankable Halal atau haram

Bankable Halal Sumber: Rivai, Veithzal, Idroes(2007:766)

(19)

2.1.5 Perbedaan Kredit dan Pembiayaan

Pembiayaan dan kredit memiliki perbadaan yang mendasar. Menurut UU No. 7 Tahun 1992 yang telah dirubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Sedangkan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Menurut sifat penggunaanya, kredit dapat pembiayaan dapat dibagi menjadi:

1. Kredit dan Pembiayaan Produktif

Kredit dan pembiayaan yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit dan pembiayaan ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. Artinya, kredit ini digunakan untuk diusahakan sehingga menghasilkan sesuatu baik berupa barang maupun jasa.

Menurut keperluannya, kredit produktif dapat dibagi menjadi: a. Kredit dan Pembiayaan Modal Kerja

Unsur-unsur modal kerja terdiri atas komponen-komponen alat likuid, pitang dagang, dan persediaan yang umumnya terdiri atas

(20)

persediaan bahan baku, persedian barang dalam proses, dan persediaan barang jadi.

Bank konvensional memberikan kredit modal kerja dengan cara memberikan pinjaman sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendanai seluruh kebutuhan dengan imbalan berupa bunga. Sedangkan bank syariah dapat membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja bukan dengan meminjamkan uang, melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan nasabah. Bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang telah disepakati.

b. Kredit dan Pembiayaan Investasi

Kredit dan pembiayaan investasi adalah kredit dan pembiayaan jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal yang diperlukan untuk pendirian proyek baru, rehabilitasi, modernisasi, ekspansi, dan relokasi proyek yang sudah ada.

2. Kredit dan Pembiayaan konsumtif

Kredit dan pembiayaan konsumtif adalah jenis kreditr dan pembiayaan yang diberikan untuk tujuan diluar usaha dan umumnya bersifat perorangan. Pada umumnya, bank konvensional membatasi pemberian kredit untuk pemenuhan barang tertentu yang dapat disertai dengan bukti kepemilikan yang sah, seperti rumah dan kendaraan bermotor, yang kemudian mejadi barang jaminan utama. Sumber pembayaraan kembali atas kredit tersebut berasal dari sumber pendapatan lain dan bukan dari ekploitasi barang yang dibiayai dari fasilitas ini.

(21)

Bank syariah dapat menyediakan pembiayaan konsumtif dengan menggunakan skema berikut:

1. Al-bai’ bi tsaman ajil atau menjual dengan angsuran.

2. Al-ijarah al-muntahia bit-tamlik atau sewa beli.

3. Al-musyarakah mutanaqhishah dimana secara bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya.

4. Ar-rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa.

Pembiayaan konsumsi tersebut lazim digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sekunder. Adapun kebutuhan primer pada umumnya tidak dapat dipenuhi dengan pembiayaan komersil. Seseorang yang belum mampu memenuhi kebutuhan pokoknya tergolong fakir atau miskin. Oleh karena itu, ia wajib diberi zakat atau sedekah, atau maksimal diberikan pinjaman kebajikan (qardh

al-hasan), yaitu pinjaman dengan kewajiban pengembalian pinjaman pokoknya saja,

tanpa imbalan apapun. (Antonio,2001:168)

2.1.6 Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil

Dalam perekonomian konvensional, sistem riba, fiat money, comodity

money, fractional reserve system dalam perbankan, dan pembolehan spekulasi

menyebabkan penciptaan uang dan tersedotnya uang di sektor moneter untuk mencari keuntungan tanpa risiko. Akibatnya, uang atau investasi yang seharusnya tersalur ke sektor riil untuk tujuan produktif , sebagian besar lari ke sektor moneter dan menghambat pertumbuhan bahkan menyusutkan sektor rill. Penciptaan uang tanpa adanya nilai tambah akan menimbulkan inflasi yang pada akhirnya akan menimbulkan inflasi. (Ascarya,2006:26)

(22)

Sebagai alternatif sistem bunga dalam ekonomi konvensional, ekonomi Islam menawarkan sistem bagi hasil (profit and loss sharing) ketika pemilik modal bekerja sama dengan pengusaha untuk melakukan kegiatan usaha. Apabila kegiatan usaha menghasilkan keuntungan dibagi berdua, dan apabila kegiatan usaha menderita kerugian, maka kerugiannya juga ditanggung bersama. Sistem bagi hasil menjamin adanya keadilan dan tidak ada pihak yang tereksploitasi (dizolimi).(Ascarya,2006:26)

Pada dasarnya, bank bagi hasil memberi keuntungan kepada deposan dengan pendekatan Loan to Deposit Ratio (LDR), sedangkan bank konvensional dengan pendekatan biaya. Artinya, dalam mengakui pendapatan, bank bagi hasil menimbang rasio antara dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan, serta pendapatan yang dihasilkan dari perpaduan dua faktor tersebut. Sedangkan bank konvensional langsung menggangap semua bunga yang diberikan adalah biaya, tanpa memperhitungkan berapa pendapatan yang dapat dihasilkan dari dana yang dihimpun tersebut. (Muhammad,2002;74)

Tabel 2.4

Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil

Bunga Bagi Hasil

1. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi usaha akan selalu menghasilkan keuntungan.

2. Besarnya persentase didasarkan pada jumlah dana/modal yang dipinjamkan.

3. Bunga dapat mengambang/ variabel dan besarnya naik turun ssuai dengan naik turunya bunga patokan atau kondisi ekonomi.

4. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah usaha yang dijalankan peminjam untung atau rugi.

5. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun keuntungan naik berlipat ganda. 6. Eksistensi bunga diragukan oleh semua

agama.

1. Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil disepakati pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.

2. Besarnya rasio bagi hasil didasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.

3. Rasio bagi hasil tetap tidak berubah selama akad masih berlaku, kecuali diubah atas kesepakatan bersama.

4. Bagi hasil bergantung pada keuntungan

usaha yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama.

5. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan.

6. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.

(23)

2.1.7 Fungsi Bank

Secara umum, fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan meyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik bak dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development, dan agent of service.

1. Agent of Trust

Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut, dan pada saat yang telah dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari bank. Pihak bank percaya bahwa debitor tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitor akan mengelola dana pinjaman dengan baik, debitor akan mempunyai kemampuan untk membayar pada saat jatuh tempo, dan debitor mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo.

2. Agent of Development

Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan sektor rill tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut selalu berinteraksi dan saling memengaruhi. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran dana sangat diperlukan bagi lancarnnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan

(24)

kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi-distribusi-konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.

3. Agent of Service

Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada msyarakat. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekpnomian masyarakat secara umum. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan.

2.1.8 Suku Bunga Kredit

Suku bunga kredit adalah bunga yang dibebankan kepada peminjam atau harga jual yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. (Kasmir,2008:136). Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004:80) adalah harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur. Suku bunga memiliki beberapa fungsi, yaitu :

1. Sebagai daya tarik bagi para penabung yang mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan.

2. Suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian. Misalnya, pemerintah mendukung pertumbuhan suatu sektor

(25)

industri tertentu apabila perusahaan-perusahaan dari industri tersebut akan meminjam dana. Maka pemerintah memberi tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan sektor lain.

3. Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah uang beredar. Ini berarti, pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat suku bunga kredit menurut Kurniawan (2004) adalah sebagai berikut:

1. Tingkat suku bunga SIBOR ( Singapore Inter Bank Offered Rate)

Dalam jangka pendek, pengaruh variabel ini bersifat inelastis terhadap tingkat bunga pinjaman. Kebijakan pemerintah Indonesia dalam mengendalikan tingkat suku bunga tergantung dengan keadaan dan kondisi perekonomian dunia. Reaksi yang cepat terhadap perubahan kondisi tingkat suku bunga internasional SIBOR akan mengulangi pelarian modal dari dalam negeri dalam jumlah yang besar. Ketika tingkat suku bunga pinjaman di luar negeri mengalami peningkatan maka para investor akan cenderung memanfaatkan dana yang ada di dalam negeri.

2. Jumlah Uang Beredar

Dalam jangka panjang, pengaruh variabel ini bersifat inelastis. Keadaan ini dapat dijelaskan dimana ketika terjadi krisis ekonomi yang melanda Indonesia yang diikuti dengan krisis perbankan telah menyebabkan penarikan dana perbankan besar-besaran (banks run) karena kepercayaan masyarakat yang rendah terhadap perbankan. Masyarakat lebih senang untuk

(26)

menggunakan uang untuk keperluan konsumsi. Keengganan masyarakat untuk menempatkan dananya dalam perbankan membuat jumlah uang beredar di masyarakat menjadi semakin meningkat yang ditandai dengan jumlah uang beredar pada tahun 1998 sebesar 101,20 miliar rupiah atau meningkat 29,18 % dari tahun sebelumnya. Untuk mengurangi jumlah uang beredar, maka otoritas moneter menetapkan kebijakan moneter uang ketat yang di tandai dengan kenaikan suku bunga SBI.

3. Inflasi

Dalam jangka panjang, pengaruh variabel ini bersifat inelastis, artinya semakin tinggi tingkat inflasi maka mengakibatkan suku bunga kredit akan naik.

4. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia

Dalam jangka pendek, pengaruh variabel ini bersifat inelastis terhadap tingkat suku bunga kredit. Hal ini sesuai dengan teori bahwa kecenderungan tingginya suku bunga SBI akan diikuti oleh naiknya tingkat suku bunga kredit. Tingkat bunga SBI merupakan referensi dari tingkat bunga deposito bank-bank umum.

5. Produk Domestik Bruto

Dalam jangka panjang, pengaruh variabel ini bersifat elastis. Peningkatan tingkat suku bunga kredit sebagai akibat peningkatan Produk Domestik Bruto karena adanya kenaikan permintaan terhadap kredit pada perbankan. Dalam teori permintaan apabila jumlah permintaan meningkat terhadap suatu barang maka harga perolehan barang tersebut akan cenderung meningkat.

(27)

Sedangkan menurut Miskhin (1995:132) terdapat beberapa faktor yang dapat meramalkan tingkat suku bunga pada lembaga keuangan, yaitu (1) sumber dana pinjaman, (2) kekuatan ekonomi, (3) peluang investasi, (4) tingkat inflasi yang diharapkan, dan (5) pinjaman dan defisit pemerintah

2.2 Penelitian Terdahulu

Setyawan (2006) melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Suku Bunga Kredit Investasi, Tingkat Inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Jumlah Kredit Investasi yang Disalurkan Bank Umum di Indonesia”. Model analisis yang digunakan dalam menganalisa data adalah model regresi linear berganda dengan bentuk fungsional dari model regresi tersebut adalah model semi log (model log-lin).

Hasil penelitian menunjukkan suku bunga kredit investasi mempunyai pengaruh negatif dan signifikan secara statistik terhadap jumlah kredit investasi yang disalurkan bank umum. Tingkat Inflasi mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap jumlah kredit investasi dan pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap jumlah kredit investasi.

Gumilar (2008) melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Suku Bunga terhadap Penyaluran berbagai Jenis Kredit UMKM di Indonesia”. Dalam penelitian ini digunakan data sekunder yang merupakan data time series secara bulanan dari periode Desember 2001 sampai dengan Desember 2006. Sumber data berasal dari Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS), dan internet. Analisis Kuantitatif dilakukan dengan menggunakan model persamaan simultan

(28)

karena diasumsikan variabel-variabel yang diamati memiliki hubungan timbal balik satu sama lain.

Hasil penelitian pengaruh suku bunga SBI dan suku bunga kredit terhadap penyaluran kredit berbagai jenis UMKM yaitu:

(1) Suku bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit pada setiap jenis kredit dan jenis usaha, kecuali pada kredit investasi segmen usaha mikro. Pada segmen tersebut suku bunga Sertifikat Bank Indonesia terlihat berpengaruh positif dan signifikan. (2) Penyalur kredit modal kerja pada segmen usaha menengah dipengaruhi

secara negatif dan signifikan oleh suku bunga kredit. Namun, pada usaha mikro suku bunga kredit berpengaruh secara positif dan signifikan. Pada kredit investasi suku bunga kredit berpengaruh terhadap penyaluran kredit secara negatif signifikan dalam segmen usaha mikro, menengah, dan juga agregat kredit investasi. Pada kredit konsumsi, suku bunga kredit berpengaruh negatif signifikan pada agregat kredit investasi dan setiap segmentasi usaha baik mikro, kecil, maupun menengah.

Peneliti lain yang telah meneliti pengaruh tingkat bunga terhadap kredit dan pembiayaan adalah Sudirman (2009) dengan judul penelitian “Analisis Komparatif Pengaruh Perubahan Tingkat Suku Bunga terhadap Perkembangan Kredit dan Pembiayaan pada Bank Konvensional dan Bank Syariah di Indonesia”. Penelitian ini menelitih pengaruh tingkat suku bunga terhadap kredi dan

(29)

pembiayaan pada tahun 1992 sampai dengan 2006 dengan menggunakan data tahunan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan tingkat suku bunga perbankan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perkembangan kredit maupun pembiayaan. Perubahan negatif yang ditimbulkan akibat perubahan tingkat suku bunga lebih besar terhadap kredit dibandingkan perubahan tingkat suku bunga terhadap pembiayaan.

2.3 Kerangka Konseptual

Penentuan harga merupakan salah satu aspek penting dalam kegiatan pemasaran produk perbankan yang sangat menentukan laku tidaknya produk dan jasa perbankan. Bagi bank yang berdasarkan prinsip konvensional, pengertian harga berdasarkan bunga terdapat 3 macam, yaitu harga beli, harga jual, dan biaya yang dibebankan kepada nasabahnya. (Kasmir,2008:135)

Bunga bank dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan harga yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman), serta harga yang dibebankan kepada biaya-biaya jasa bank lainnya. (Kasmir,2008:136)

Tingkat suku bunga kredit juga dapat mempengaruhi perkembangan pembiayaan karena besarnya bagi hasil yang ditetapkan oleh bank syariah bersaing dengan tingkat suku bunga kredit. Prinsip utama yang harus dikembangkan bank syariah dalam kaitannya dengan manajemen dana adalah bahwa bank syariah harus mampu memberikan bagi hasil kepada penyimpan dana

(30)

minimal sama atau lebih besar dari suku bunga yang berlaku di bank konvensional dan mampu manarik bagi hasil dari debitur lebih rendah daripada bunga yang diberlakukan di bank konvensional. (Muhammad,2002:73)

Sumber: Kasmir (2008:136) dan Muhammad (2002:73) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Oleh karena itu, jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono,2004:51).

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Perubahan tingkat suku bunga bank berpengaruh negatif (berlawanan) terhadap jumlah kredit pada bank konvensional.

2. Perubahan tingkat suku bunga bank berpengaruh positif (searah) terhadap jumlah pembiayaan pada bank syariah.

Suku Bunga Kredit (X1)

Kredit pada Bank Konvensional (Y1)

Pembiayaan pada Bank Syariah (Y2)

Referensi

Dokumen terkait

Kementerian Perhubungan Indonesia, melalui Jurnal Proyeksi Pergerakan Pesawat Internasional dan Domestik pada tahun 2019, mengatakan bahwa prediksi laju perkembangan

Riset ini merupakan Riset pengembangan yang bertujuan membuat produk berupa role pembelajaran Aktivitas Kebugaran Jasmani melalui permainan Konservatif games in

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan mahasiswa dalam menggunakan sarana dan prasarana jurusan Pendidikan Ekonomi berada pada kategori sangat memuaskan

Proses adalah suatu kegiatan yang dilakukan sejak dimulai hingga berakhir, karena proses menyangkut keberlangsungan dan kesinambungan suatu pekerjaan. Proses

Dengan demikian maka banyak terjadi perubahan atau pergeseran kekuasaan dari yang dominan eksekutif kemudian menjadi beralih kepada legislative, yang kemudian beralih

Sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa pemberian kepercayaan sepenuhnya pada wajib pajak (dapat dibantu konsultan pajak) untuk menentukan penetapan besarnya

Sasaran yang harus dicapai melalui penelitian ini yaitu: menentukan perhitungan tarif komersil berdasarkan struktur komponen biaya pokok pada lintas Sibolga-Teluk

Bu farklılıklar ABD kuruluşunun kelimenin tam anlamıyla emperyal olan (emperyalist değil) temel ilke­ lerine yakından baktığımızda tüm çıplaklığıyla görülebilir; burada