9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Interprofessional Education
(IPE)2.1.1 Definisi
Interprofessional Education
(IPE)Interprofessional Education (IPE) adalah salah satu konsep pendidikan untuk peningkatan kolaborasi. Interprofessional Education dapat terjadi ketika dua atau lebih mahasiswa dari program studi kesehatan yang berbeda melakukan belajar bersama bertujuan untuk meningkatkan kerja sama dan kualitas pelayanan kesehatan.
Interprofessional Education (IPE) adalah terjadi ketika dua atau lebih profesi yang belajar dengan satu sama lain untuk melakukan kolaborasi yang efektif dan meningkatkan hasil kesehatan (WHO, 2010).
Interprofessional Education (IPE) merupakan pembelajaran bersama yang digunakan oleh universitas dan mempunyai efek positif dalam pencapaian pembelajaran mahasiswa. Pendidikan dan pembelajaran kolaboratif menjadi elemen penting dalam pendidikan keilmuan kedokteran termasuk pendidikan keperawatan saat ini. Menurut Noohi et al (2013) dalam (Visser et al., 2017).
Interprofessional Education (IPE) merupakan langkah penting dalam mengembangkan pendidikan professional kesehatan selama bertahun-tahun dan telah disahkan oleh Institute of Medicine sebagai mekanisme untuk meningkatkan kualitas keseluruhan dari perawatan kesehatan (Buring et al., 2009).
Interprofessional Education (IPE) merupakan dua atau lebih anggota perawatan kesehatan yang berpartipasi dalam menangani pasien untuk melakukan belajar bersama mengenai tugas masing-masing dan juga belajar tentang profesi lain diharapkan mencapai hasil kesehatan yang optimal. (Olenick et al., 2019).
Interprofessional Education (IPE) merupakan pendidikan kesehatan untuk mengurangi hambatan antar profesi, hal ini bisa menjadi panduan untuk mempromosikan kerja interprofessional yang positip (Joseph et al., 2012).
Interprofessional Education (IPE) merupakan bagian integral pembelajaran professional kesehatan yang berfokus belajar tentang sesama tenaga kesehatan untuk meningkatkan kerjasama dan meningkatkan kualitas pelayanan pada pasien. Peserta dari beberapa profesi kesehatan belajar bersama dalam meningkatkan pelayanan kepada pasien secara bersama-sama (kolaborasi) dalam lingkup interprofessional. Model ini berfungsi untuk mempersiapkan tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lain dalam sistem kesehatan yang kompleks (Becker et al., 2014)
2.1.2 Tujuan
Interprofessional Education
(IPE)Pembelajaran ini dibuat agar mahasiswa berkolaborasi lebih awal antara interprofesi kesehatan satu dan yang lainnya untuk memahami tentang profesi yang lain. Selain itu, menciptakan team work yang solid yang bertujuan percepatan proses kesembuhan pasien, baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal lain yang dicapai adalah ada kolaborasi yang baik antar mahasiswa interprofesi di tempat kerja sehingga mengurangi misskomunikasi serta malpraktek (Febriana, 2019).
(WHO, 2010) menekankan pentingnya penerapan kurikulum Interprofessional Education dalam meningkatkan hasil perawatan. Hal ini langkah yang sangat penting untuk menciptakan kolaborasi yang efektif antara tenaga kesehatan professional sehingga dapat meningkatkan hasil perawatan pasien.
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi
Interprofessional Education
(IPE)Menurut Sedyowinarso dkk (2011) dalam (Yuniawan et al., 2015) pendidikan interprofesi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, persepsi, kesiapan, dan peran dosen.
a. Persepsi
Persepsi dapat menjadikan modal awal yang baik untuk mahasiswa dalam mengikuti tahap pembelajaran akademik. Karena persepsi sangat berpengaruh pada motivasi mahasiswa untuk belajar dan keinginantahuan yang besar. Dimulai dari persepsi seseorang individu akan menetapkan apa yang ingin dia lakukan (Febriana, 2019). b. Kesiapan
Kesiapan adalah sifat maupun kekuatan yang membuat seseorang dapat beraksi dengan cara tertentu (Maharajan et al., 2017). Kesiapan dapat dilihat dengan tiga domain umum yang saling berhubungan, diantaranya adanya identitas professional, teamwork, peran dan tanggung jawab.
c. Peran dosen
Keberhasilan proses pendidikan interprofessional di perguruan tinggi tidak terlepas dari peran dosen/fasilitator. Inisiatif mahasiswa untuk belajar bersama dapat terjadi jika tidak terfasilitasi oleh tenaga dosen (Yuniawan et al., 2015).
2.1.4 Faktor Pendukung Kesiapan IPE
Menurut (Judge et al., 2015) predictor kesiapan Interprofessional Education ada 3 yaitu sikap, demografik karakteristik dan pengalaman sebelumnya.
a. Sikap
Sikap merupakan keteraturan perasaan, pemikiran perilaku seseorang dalam berinteraksi sosial. Sikap merupakan evaluasi terhadap berbagai aspek dalam dunia sosial. Para peneliti psikologi sosial menempatkan sikap sebagai hal yang penting dalam interaksi sosial, karena sikap dapat mempengaruhi banyak hal tentang perilaku dan sebagai isu sentral yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang (Elisa, 2017). Menurut (Lindqvist et al., 2005) untuk meneliti sikap sendiri bisa menggunakan kuesioner AHPQ yang membandingkan antara caring dan subservient.
Sikap sendiri mempunyai 3 komponen pokok yang saling menunjang yaitu : 1. Komponen Kognitif
Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotip yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan dengan penanganan (opini) terutama dalam menyangkut masalah isu atau yang controversial.
2. Komponen Afektif
Komponen afektif (emosional) berisi tentang perasaan yang melibatkan emosi, bisa perasaan bahagia, perasaan sedih, dan perasaan terkejut. Komponen satu ini bersifat subjektif, terbentuknya komponen emosional ini banyak dipengaruhi oleh persepsi diri yang melibatkan emosional.
3. Komponen Konatif
Merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki oleh seseorang. Aspek ini berisi tendansi atau kecenderungan untuk bertindak atau beraksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.
b. Karakteristik demografik
Definisi karakteristik demografi yaitu cirri yang menggambarkan perbedaan masyarakat berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, pendapatan, jenis keluarga, status pernikahan, lokasi geografi, dan kelas sosial (Sarwono & Soeroso, 2001). Demografi adalah memperhatikan berbagai karakteristik individu maupun kelompok, yang meliputi tingkat social, budaya, dan ekonomi.
Berikut penjabaran mengenai karakteristik demografi:
1. Usia menurut Smith (1997) dalam sutanto (2011) pegawai yang semakin bertambah, mengakibatkan kinerja yang meningkat sehingga lebih merasa puas dengan pekerjannya.
2. Jenis kelamin berdasarkan pernyataan Macionis (1991) dalam Sarwono (2011) merupakan sebuah variabel yang mengekspreksikan kategori biologis. Sehingga seringkali jenis kelamin dijadikan sebagai pertimbangan untuk pencapaian kinerja.
3. Status perkawinan pada umumnya membuat seseorang memiliki kebutuhan lebih banyak dibandingkan sebelum menikah
4. Pendidikan menurut Popenoe (1997) dalam Sarwono (2011) menyatakan bahwa yang berpendidikan tinggi akan mudah mengantisipasi kesalahan.
5. Masa kerja menentukan seseorang mengenali pekerjaanya seberapa lama. Tujuan penggunaan demografi
1. Mempelajari kuantitas pada suatu kelompok
2. Menjelaskan persebaran dengan sebaik-baiknya dengan data yang tersedia 3. Mengembangkan sebab akibat antara perkembangan berbagai
4. Mencoba meramalkan pertumbuhan di masa yang akan dating dan kemungkinan-kemungkinan konsekwensinya.
c. Pengalaman sebelumnya
Apa yang telah dan sedang dialami seseorang, akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan seseorang terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Pengalaman dapat didapatkan dari pendidikan dari suatu instansi, pernah mengalami suatu kejadian, dan pernah melihat dari orang lain. Pengalaman sangat mempengaruhi seseorang dalam bersikap.
Faktor yang mempengaruhi sikap menurut Utami, Hapsari, dan Widyandana (2016) yaitu diantaranya :
1. Pendidikan
2. Pengetahuan tentang kolaborasi interprofesi
3. Memahami peran masing-masing profesi kesehatan lainnya
2.1.5 Aplikasi Konsep
Interprofessional Education
(IPE)(AACP, 2011) mengatakan kurikulum Interprofessional Education tidak dapat dipisahkan dari bagian kolaborasi interprofessional. Interprofessional Education dapat meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan terhadap praktik kolaborasi. Kompetensi tersebut meliputi pengetahuan, skill, attitude, dan perilaku terhadap kolaborasi interprofesi. Hal tersebut akan membuat tenaga kesehatan lebih mengutamakan bekerjasama dalam melakukan perawatan pada pasien ditunjukan oleh gambar berikut ini :
Gambar 2. 1 Faktor Sistem 2.1.6 Kompetensi
Interprofessional Education
(IPE)Untuk mencapai tujuan pembelajaran harus ada kompetensi kolaborasi interprofessional yang efektif dan jelas. Kompetensi ini tertuang dalam (AACP, 2016) yang meliputi berbagai berbagai prinsip diantarannya berfokus pada patient-contered, orientasi komunitas dan populasi, focus hubungan, berorientasi pada proses, keterkaitan dengan kegiatan pembelajaran, strategi pendidikan, dan penilaian perilaku yang sesuai dengan perkembangan pelajar. Kompetensi ini terdiri:
a. Value/Ethics : bekerja dengan profesi lain dengan saling menghormati dan berbagai nilai
1) VE1 : menempatkan kepentingan pasien di pusat perawatan kesehatan interprofessional dan program kebijakan keehatan masyarakat untuk tujuan meningkatkan kesetaraan kesehatan di kehidupan.
2) VE2 : menjaga privasi pasien dalam perawatan kesehatan
3) VE3 : merangkul perbedaan budaya dan individu yang menjadi cirri pasien, populasi, dan tim kesehatan.
4) VE4 : menghormati budaya, nilai, peran/tanggung jawab pada profesi kesehatan lain untuk mendapatkan hasil kesehatan.
5) VE5 : bekerjasama untuk pasien, memberikan perawatan untuk pemberian layanan dan program pencegahan kesehatan.
6) VE6 : menjalin hubungan saling percaya dengan pasien, keluarga, dan anggota tim lainnya.
7) VE7 : menunjukan perilaku etis dan kualitas perawatan dalam perawatan berbasis tim.
8) VE8 : mengelola dilema etik untuk situasi perawatan pasien secara interprofessional.
9) VE9 : berperilaku jujur dalam hubungan dengan pasien, keluarga, komunitas, dan anggota tim lainnya.
10) VE10 : pertahankan profesi sesuai dengan ruang lingkup praktik.
b. Roles/Responsibilities: menggunakan pengetahuan peran profesi sendiri dan profesi lain dengan penilaian yang tepat, menangani kebutuhan perawatan keehatan pasien, dan untuk mepromosikan serta memajukan kesehatan masyarakat.
1) RR1 : komunikasikan pera dan tanggung jawab seseorang dengan jelas kepada pasien, keluarga, anggota komunitas, dan professional lainnya. 2) RR2 : pahami keterbatasan seseorang dalam keterampilan pengetahuan dan
kemampuan.
3) RR3 : melibatkan professional lainnya untuk melengkapi keahlian professional sendiri, serta sumber daya terkait untuk meningkatkan strategi dalam memenuhi kebutuhan kesehatan dan perawatan pasien.
4) RR4 : menjelaskan peran dan tanggung jawab untuk memberikan perawatan, meningkatkan kesehatan, dan mencegah penyakit.
5) RR5 : menggunakan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan professional dari bidang kesehatan untuk memberikan perawatn yang aman, tepat waktu, effisien,efektif, dan adil.
6) RR6 : berkomunikasi dengan anggota tim untuk memperjelas tanggung jawab masing-masing anggota dalam rencana perawatan kesehatan masyarakat.
7) RR7 : menjalin hubungan interprofesi di dalam maupun di luar sistem kesehatan untuk meningkatkan perawatan dan memajukan pembelajaran. 8) RR8 : terlibat dalam memajukan professional dan interprofessional untuk
meningkatkan kinerja tim dan kolaborasi.
9) RR9 : menggunakan kemampuan semua anggota tim untuk mengoptimalkan perawatan kesehatan pasien.
10) RR10 :Menjelaskan bagaimana professional di bidang kesehatan dalam berkolaborasi dan tindakan kesehatan masyarakat untuk mengoptimalkan pasien.
c. Interprofessional Communication: berkomunikasi dengan pasien, keluarga, komunitas, dan professional di bidang kesehatan maupun bidang lainnya dengan cara responsif dan bertanggung jawab untuk mendukung pendekatan tim dalam promosi dan pemeliharaan kesehatan serta pencegahan dan pengobatan penyakit.
1) CC1 : pilih teknik komunikasi yang efektif untuk memfasilitasi diskusi dan interaksi yang meningkatkan fungsi tim.
2) CC2 : komunikasikan informasi dengan pasien, keluarga, anggota masyarakat, dan anggota tim kesehatan dalam bentuk bahasa yang mudah dimengerti.
3) CC3 : menggunakan pengetahuan dan pendapat kepada nggota tim yang terlibat dalam perawatan pasien dan peningkatan kesehatan pasien dengan keyakinan, kejelasan, rasa hormat, pemahaman tentang informasi, pengobatan, keputusan perawatan, serta program dan kebijakan kesehatan. 4) CC4 : dengarkan secara aktif dan dorong ide pendapat dari anggota tim
lainnya.
5) CC5 : berikan umpan balik yang tepat waktu, sensitif, dan instruktif kepada orang lain tentang kinerja mereka dalam tim, menanggapi dengan hormat sebagai anggota tim untuk umpan balik dari orang lain.
6) CC6 : gunakan bahasa hormat yang sesuai untuk situasi sulit, percakapam penting, dan konflik.
7) CC7 : kenali bagaimana kemampuan berkontribusi pada komunikasi efektif, resolusi konflik, dan hubungan kerja interprofessional yang positif.
8) CC8 : komunikasikan pentingnya kerja tim dalam program dan kebijakan kesehatan yang berpusat pada pasien.
d. Teams and Teamwork : menerapkan nilai-nilai relationship bulding dan prinsip-prinsip dinamika tim yang berfungsi efektif dalam peran tim yang berbeda untuk merencanakan, menyampaikan, dan mengevaluasi program perawatan pasien dan masyarakat, serta kebijakan yang aman, tepat waktu, efesien, efektif, dan adil.
1) TT1 : jelaskan proses peningkatan tim dan peran serta praktik tim yang efektif.
2) TT2 : mengembangkan consensus tentang prinsip-prinsip etika untuk memandu semua aspek kerja tim.
3) TT3 : melibatkan professional kesehatan lainnya dalam pemecahan masalah yang berpusat pada pasien.
4) TT4 : mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman kesehatan profesi lain untuk menginformasikan keputusan kesehatan dan perawatan sambil menghormati pasien dan nilai-nilai masyarakat serta prioritas untuk perawatan.
5) TT5 : menerapkan praktik kepemimpinan yang mendukung praktik kolaborasi dan efektivitas tim.
6) TT6 : melibatkan dengan orang lain untuk mengelola perselisihan tentang nilai, peran, tujuan, dan tindakan yang muncul diantara kesehatan dan professional dengan pasien, keluarga, dan anggota masyarakat
7) TT7 : bagikan akuntabilitas dengan profesi lain, pasien, dan komunitas untuk hasil yang relevan dengan pencegahan dan perawatan kesehatan. 8) TT8 : menerapkan kinerja tim dan individu untuk meningkatkan kinerja. 9) TT9 : menggunakan peningkatan proses untuk meningkatkan efektivitas
kerja tim interprofessional program dan kebijakan berbasis tim.
10) TT10 : menggunakan bukti yang tersedia untuk mengkonfirmasi kerja tim dan praktek berbasis tim yang efektif.
11) TT11 : melakukan secara efektif pada tim dan peran yang berbeda dalam berbagai pengaturan.
No Kompetensi Komponen Kompetensi 1 Pengetahuan Strategi koordinasi
Model pembagian tugas/pengkajian situasi Kebiasaan bekerja dalam tim
Pengetahuan tentang misi tim Tanggung jawab pada tugas spesifik 2 Keahlian Memantau kinerja bersama
Fleksibilitas/adaptabilitas Perilaku saling mendukung Sifat kepemimpinan Penyelesaian konflik Timbal balik
Komunikasi
3 Sikap Orientasi tim (moral) Efektifitas kolektif Berbagi pandangan 4 Kemampuan tim Kepaduan tim
Saling percaya Orientasi kolektif Kepentingan tim
2.1.7 Kelebihan
Interprofessional Education
(IPE)Interprofessional Education memiliki banyak kelebihan, menurut (WHO, 2010) antara lain:
a. Meningkatkan kemampuan saling menukar pengetahuan dan ketrampilan sehingga tercapai kerja kolaborasi yang effisien.
b. Mendorong mahasiswa dalam bekerjasama , serta memahami keterbatasan dari profesi lain.
c. Mencegah kurikulum yang membedakan satu profesi dengan profesi lain.
d. Memahami berbagai keterampilan baru dan berbagai pengetahuan penting bagi bidang kesehatan.
f. Adanya pembagian peran, tanggung jawab, dan minat sesuai dengan kondisi sekarang.
g. Diharapkan ada penelitian interprofessional yang mencakup berbagai hal baru dan hal-hal yang jarang diteliti.
h. Adanya kolaborasi dalam petihan dan penelitian di institusi.
i. Diharapkan profesi yang berbeda mendiskusikan bersama tentang bagaimana menggunakan dan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan tertentu.
2.1.8 Manfaat
Interprofessional Education
(IPE)Sistem kesehatan negara-negara di dunia yang tidak mampu menyelesaikan masalah kesehatan di negara itu sendiri. Karena permasalahan kesehatan menyangkut banyak aspek dalam kehidupan untuk dapat memecahkan permasalahan dan untuk meningkatkan kualitas. Kesehatan itu sendiri tidak hanya dilakukan satu profesi saja melainkan dengan kolaborasi antarprofesi. Kontribusi dari berbagai ilmu member dampak positif dalam penyelesaian berbagai masalah kesehatan (WHO, 2010)
Hasil penelitian di 42 negara tentang dampak praktik kolaborasi dalam dunia kesehatan. Hasil dari penelitian ini bukan hanya bisa digunakan di negara yang terkait, melainkan bisa digunakan di negara lainnya (WHO, 2010). Penelitian ini menunjukan hasil bahwa praktik kolaborasi dapat meningkatkan:
a. Keterjangkauan koordinasi layanan kesehatanb. b. Penggunaan sumber daya yang sesuai
c. Outcome kesehatan bagi penyakit kronis d. Pelayanan serta keselamatan pasien
Praktik kolaborasi dapat menurunkan: a. Total komplikasi yang dialami pasien b. Jangka waktu rawat inap
c. Ketegangan dan konflik di antara pemberi layanan d. Biaya rumah sakit
e. Rata-rata clinical error
f. Rata-rata jumlah kematian pasien
2.1.9 Hambatan
Interprofessional Education
(IPE)Hambatan-hambatan yang muncul adalah peraturan akademik, struktur penghargaan akademik, lahan praktek klinik, masalah komunikasi, bagian kedisiplinan, bagian professional, evaluasi, pengembangan pengajar, sumber keuangan, jarak geografis, kekurangan pengajar interdisipliner, kepemimpinan dan dukungan administrasi, tingkat persiapan peserta didik, logistik, kekuatan pengaturan, promosi, perhatian dan penghargaan, resistensi perubahan, beasiswa, sistem pengkajian, dan komitmen terhadap waktu (Lee et al., 2009). Sangat penting untuk mengatasi hambatan-hambatan ini sebagai persiapan mahasiswa dan praktisi profesi kesehatan yang lebih baik demi praktik kolaborasi hingga perubahan sistem pelayanan kesehatan.
2.1.10 Kesiapan
Interprofessional Education
(IPE)Kesiapan IPE dapat dilihat dengan tiga domain umum, yaitu: a. Identitas professional, b. Teamwork, c. Peran dan tanggung jawab. Ketiga domain ini saling berhubungan dalam membangun kesiapan untuk penerapan (Lee et al., 2009).
a. Identitas Professional
Seorang mahasiswa mengalami proses tumbuhnya identitas professional. Perkembangan identitas merupakan proses dalam diri yang bersifat dinamis. Dalam proses tersebut mahasiswa memerlukan gambaran tentang professional profesinya untuk dapat mengorientasikan dirinya dalam komunitas profesi dan menentukan identitas professionalnya kelak. Sumber gambaran tersebut perlu di pahami lebih dalam. Menurut (Susani et al., 2015) Ini dapat dilakukan melalui interaksi dengan profesi lain untuk membentuk dasar pemahaman mengenai interprofesional antar tenaga kesehatan.
b. Teamwork
Teamwork dalam kolaborasi merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki mahasiswa dalam mengikuti Interprofessional Education. Kompetensi teamwork meliputi; 1) kekompakan tim, yaitu kekuatan tim yang membuat anggotanya untuk tetap setia menjadi bagian sebuah tim yang bertujuan meningkatkan efisiensi sebuah tim, 2) saling percaya, yaitu sebuah sikap positif dari anggota tim terhadap anggota yang lainnya, meliputi perasaan, mood dan lingkungan internal kelompok, 3) berorientasi kolektif, maksudnya sebuah keyakinan bahwa pendekatan secara tim merupakan cara yang lebih kondusif dari pendekatan secara personal dalam menyelesaikan persoalan, 4) mementingkan kerjasama, yaitu sikap positif yang ditunjukkan anggota tim dengan mengacu pada bekerja sebagai tim (Lee et al., 2009).
c. Peran dan tanggung jawab
Tanggung jawab mahasiswa kesehatan memelihara hubungan baik antara sesame profesi maupun profesi lainnya baik dalam suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan. Sedangkan peran
mahasiswa merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem. Hal ini dapat dipengaruhi keadaan sosial baik dari profesi yang bersifat konstan (Triana, 2018)
2.1.11 Kolaborasi
Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk melihat suatu hubungan kerjasama yang dilakukan pihak tertentu. Kolaborasi di dasari prinsip mengenai kebersamaan, kesetaraan, tanggung jawab, dan tanggung gugat. Kolaborasi menurut Ana novita adalah sebagai hubungan rekan sejati dimana masing-masing pihak menghargai kekuasaan pihak lain, dengan mengenal dan menerima lingkup kegiatan dan tanggung jawab masing-masing yang terpisah maupun bersama, saling melindungi kepentingan masing-masing dan adanya tujuan bersama yang diketahui kedua belah pihak. Kolaborasi dalam pelayanan kesehatan didefinisikan sebagai asumsi peran yang melengkapi profesionalitas pelayanan kesehatan dan bekerja bersama-sama dengan kooperatif, berbagi tanggung jawab untuk memecahkan masalah dan membuat keputusan untuk formulasi dan