• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. dikonseptualkan untuk membantu mendeskripsikan dan menganalisa data penelitian.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. dikonseptualkan untuk membantu mendeskripsikan dan menganalisa data penelitian."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

12

BAB II

LANDASAN TEORI

Bagian kedua dalam penelitian ini merupakan landasan teoritik yang akan dikemukan dan digunakan sebagai pendukung dalam menganalisa data. Teori-teori yang ada akan dikonseptualkan untuk membantu mendeskripsikan dan menganalisa data penelitian.

A. Konseling masyarakat

Konseling menjadi penting untuk membantu masyarakat dalam mengembangkan potensi dan pengetahuan masyarakat dalam menyelesaikan masalah. Keterbatasan masyarakat untuk memperoleh pengetahuan dan memanfaatkan konseling, menimbulkan berbagai fenomena masalah masyarakat. Konseling memungkinkan masyarakat mengembangkan bakat dan

minat, serta memperoleh kesempatan untuk mengentaskan permasalahan yang dihadapi.1

Konseling berasal dari Bahasa Inggris to counsel yang berarti memberi arahan dan memberi nasehat. Tokoh yang melakukan proses konseling disebut konselor. Dalam pemahaman ini maka dalam proses konseling menempatkan konselor ke dalam relasi bersama dengan konseli. Selanjutnya proses konseling hanya dapat dibangun jika konselor menganggap konseli itu sangat berharga bukan sekedar dikasihani tetapi dicintai. Sehingga dalam proses konseling dimana terciptanya relasi atau hubungan yang harmonis orang dimungkinkan dapat

mengalami kedamaian dan kebahagaiaan.2 Kedamaian dan kebahagiaan yang tercipta, akan

menumbuhkan rasa saling menghargai terhadap diri sendiri tetapi juga kepada orang lain. Dengan demikian akan terbuka hubungan atau relasi yang luas dan mendalam dengan orang lain yakni dengan menempatkan diri kita pada perasaan orang lain kita dapat mengetahui apa yang sedang digumuli. Dalam proses konseling yang dibangun oleh konselor dan konseli

1 J.D.Engel, Konseling Masalah Masyarakat ( Yogyakarta:Kanisius, 2018),2 2

(2)

13

harus berdasarkan kasih agar dapat tercipta komunikasi yang baik dan juga menumbuhkan nilai spiritual.3

Keefektifan konseling bergantung pada banyak faktor yang terpenting adalah relasi satu sama lain, dan saling mengerti antara konselor dan klien. Membangun hubungan yang baik saat proses konseling berlangsung agar konselor dapat memahami budaya yang dimiliki kliennya salah satu sikap kunci yang ada dalam diri konsleor adalah empati. Konselor yang memiliki sikap empati akan dapat memahami cara pandang dunia melalui perspektif klien.4

Engel mengemukakan bahwa konseling merupakan suatu upaya untuk memanusiakan sesama manusia. Dalam upaya memanusikan itulah, terkandung makna pemberdayaan yang menjadi tujuan utama suatu proses pendampingan dan konseling yang dilakukan. Dengan itu, konseling adalah suatu proses pertolongan yang membuat orang diberdayakan untuk hidup yang menghidupkan dan memanusiakan sesama manusia. Itu berarti konseling tidak sekadar membawa orang keluar dari keterpurukan dan penderitaan hidup, tetapi mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki untuk memberdayakan dirinya dan orang lain, bahkan

masyarakat.5 Dari pemahaman tersebut dapat disimpulkan bahwa konseling menjadi wadah

pengembangan dan pemberdayaan terhadap potensi-potensi yang dimiliki oleh individu maupun kelompok untuk dapat melakukan perubahan baik untuk diri sendiri, orang lain maupun masyarakat. Perubahan yang dipromosikan untuk klien dapat menjadikan klien diberdayakan dan memberikan kontribusi yang baik dalam masyarakat. Asumsi dasar yang mendasari masyarakat memimpin konseling bertolak pada berbagai bentuk pertolongan. Konseling masyarakat adalah bentuk pertolongan secara komprehensif, yang didasarkan pada kompetensi multicultural dan berorientasi keadilan sosial masyarakat. Karena perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan, maka konselor masyarakat menggunakan strategi yang

3 J. D. Engel, Konseling suatu Fungsi Pastoral( Salatiga: Tisara Grafika, 2007)2

4

Nuzliah, Counseling Multikultural. Jurnal Edukasi Vol 2, Nomor 2, July 2016

(3)

14

memfasilitasi perkembangan yang sehat dari klien dan masyarakat.6 Konseling masyarakat seperti yang dikemukan oleh Lewis didalam Engel memberikan sebuah pemahaman bahwa sebagai konselor masyarakat harus memiliki ketrampilan dan strategis yang tepat dalam rangka memfasilitasi dan mendukung perkembangan klien yang sehat. Proses mendukung dan memfasilitasi klien bukan saja berdampak sehat bagi klien itu sendiri tetapi juga berdampak sehat pada masyarakat. Hal ini dikarenakan klien selalu dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat dimana klien itu berada dan berinteraksi.

Kata masyarakat dipahamai secara berbeda, tergantung pada cara pandang orang bagaimana memahaminya. Lewis et al. didalam Engel menyadur pendapat Paisley yang merujuk defenisi masyarakat sebagai sistem yang memiliki kesatuan, kontinuitas, dan prediktabilitas. Individu, kelompok dan organisasi merupakan link bagi masyarakat. Masayarakat juga link individu untuk masyarakat lain, termasuk masyarakat yang lebih besar. Dengan demikian, masyarakat berfungsi sebagai media dimana individu dapat bertindak dan mentransformasikan norma. Dengan demikian, seorang individu menjadi milik lebih dari satu komunitas pada suatu waktu. Dengan itu, individu sebagai anggota masyarakat saling mempengaruhi secara langsung dan tidak langsung secara positif maupun negative. Asumsi berpikir seperti ini menjadi alasan mengapa pendampingan dan konseling masyarakat itu

perlu.7 Dari pemahaman tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat merupakan bagian

yang tak terpisahkan dari relasi dan interaksi sosial yang dibangun oleh individu maupun kelompok. Penerapan norma-norma dalam masyarakat akan mempengaruhi pola pikir dan tindakan baik dari individu maupun kelompok. Individu maupun kelompok merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam masyarakat yang saling berhubungan erat.

6

Lewis, Judith A, et.al, Community Counseling: A Multicultural-Social Justice Perspektive (USA,2011),10

(4)

15

King didalam Engel menegaskan, sebagai anggota komunitas dalam lingkup nasional dan dunia, setiap individu harus mengembangkan hubungan yang sehat dan perasaan yang saling hormat menghormati. Konselor masyarakat diharapkan menemukan model konseling komunitas untuk membina kesehatan mental klien, dan mempromosikan masyarakat untuk lebih toleran, responsive, dan penuh perhatian. Untuk melakukan hal ini konselor masyarakat harus memiliki kompetensi multicultural agar bisa bekerja secara efektif dan etis, bersama orang-orang yang berasal dari kelompok yang beragam kompetensi dan latar belakang

budaya. 8 Dalam proses untuk mengembangkan hubungan yang sehat dan saling

menghormati antara konselor dank lien diperlukan kompetensi multicultural yang harus dimiliki oleh seorang klien. Dengan berbagai latar belakang yang beragam dari klien, konselor harus mampu membangun kerja sama dan mampu mengenali konteks budaya dari klien sehingga proses konseling yang terjadi akan berjalan dan menghasilkan sesuatu yang baik untuk perubahan klien itu sendiri maupun perubahan lingkungan masyarakat.

Menurut Sue ada 3 hal yang harus dimiliki konselor sesuai dengan The professional Standards Committee of the Association for Multicultural Counseling and Development (AMCD) yang dimana sebagai dasar yang telah menghasilkan kompetensi dasar dan standar multikultural yaitu: Attitudes dan Belief, Knowledge. dan Skills. Adapun tujuan yang ingin dicapai dengan konselor memiliki kompetensi dasar tersebut adalah:

1. Counselor awareness of own cultural values and beliefs. Jika Anda memiliki rasa empati dengan orang-orang yang berbeda latar belakang, namun ada tetap harus memiliki kesadaran sendiri terhadap nilai dan kepercayaan yang ada pada diri sendiri (konselor) yaitu pada nilai-nilai kebenaran

(5)

16

2. Counselor awareness of client worldview. Untuk bisa melihat dan memahami dunia klien adalah banyak membaca dan belajar tentang berbagai budaya agar bisa memahami apa yang dipahami klien tentang dunianya.

3. Culturally appropriate intervention strategies. Konselor juga perlu banyak membaca, belajar, dan berlatih dari berbagai buku dan teknik serta strategu bagaimana

menginterensi budaya dengan cara yang sesuai.9

Patterson10 menyebutkan lima kualitas dasar yang harus dimiliki oleh seorang konselor yaitu :

1. Respect. Menghargai klien merupakan hal yang paling penting bagi konselor. Hal ini termasuk memiliki kepercayaan kepada klien dan memiliki asumsi bahwa klien memiliki kemampuan untuk mengambil tanggung jawab untuk dirinya sendiri (termasuk selama proses konseling berlangsung), klien memilki kemampuan untuk menentukan pilihan dan memutuskan dan memecahkan masalah.

2. Genuinenes. Konseling merupakan hubungan yang nyata. Konselor perlu untuk memiliki kesungguhan dalam memberikan konseling dan juga adalah sosok yang nyata. Selain itu konselor harus sesuai dengan diri sesungguhnya (kongruensi) ini berarti bahwa konselor betul-betul menjadi dirinya tanpa kepalsuan

3. Emphathic understanding. Pemahaman yang empati lebih dari sekedar pengetahuan tentang klien. Akan tetapi pemahaman yang melibatkan dunia dan budaya klien secara mendalam. Patterson mengemukakan bahwa kemampuan untuk menunjukkan empati pada budaya secara konsisten dalam hal-hal yang memiliki makna merupakan variabel penting untuk melibatkan klien.

9 Sue, D. W., Arredoude, P., & MCdaris, R. J (Multucultural Counseling Competencies and Standards:

A call to the Proffesion. Journal of Multicultural Counseling & Devolopment., 20 (2), hlm 64

10 Patterson, CH. (2004). Do We Need Multicultural Counseling Competencies?. Journal of Mental

(6)

17

4. Communication of empathic, respect and genuiness to the client. Kondisi ini penting untuk di persepsi, diakui, dan dirasakan oleh klien. Persepsi tersebut akan mengalami kesulitan jika klien berbeda dengan konselor baik dari budaya, ras, sosial ekonomi, umur, dan jender. Oleh karena itu penting bagi konselor untuk memahami perbedaan tersebut. Sue (Patterson) menyatakan bahwa pemahaman terhadap perbedaan budaya baik secara verbal maupun nonverbal akan sangat membantu dalam proses konseling.

Berdasarkan atas kompetensi-kompetensi tersebut maka konselor harus melihat dan memperhatikan hubungan yang harus dibangun bersama dengan klien dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh klien atau individu. Hubungan yang dibangun harus bersifat jangka panjang dan konselor harus dengan skill yang dimiliki dapat melihat perbedaan-perbedaan yang ada sebagai bagian dari proses penyelesaian sebuah masalah yang dihadapi oleh klien. Dari pemahaman yang dikemukan oleh Sue dan Patterson dapat disimpulkan bahwa ketrampilan dan kompetensi multicultural yang harus dimiliki oleh konselor memiliki tujuan dasar untuk dapat mengenali nilai-nilai budaya yang ada pada diri klien dan mampu membangun hubungan yang nyaman dalam proses konseling. Kemampuan yang dimiliki oleh konselor harus mampu memberikan perubahan dan mengenali permasalahan secara tepat.

Konseling masyarakat mempromosikan perubahan dan pertumbuhan, memberikan pedoman yang efektif untuk merencanakan dan melaksanakan program konseling masyarakat yang produktif. Dengan itu asumsi yang mendasari konseling masyarakat abad ke-21 yaitu bahwa pembangunan manusia (individu) dan perilaku berlangsung dalam lingkungan masyarakat yang berpotensi memelihara, membatasi atau menghancurkan, pembangunan individu bersifat multicultural sebagai pusat konseling masyarakat,

(7)

18

pengembangan individu dan masyarakat berhubungan erat.11 Jordan didalam Engel, dalam

rangka meningkatkan hubungan dan memperbaiki perilaku klien yang bermasalah dalam masyarakat, diperlukan konseling budaya. Upaya ini bertujuan untuk menumbuhkan kekuatan, memulihkan dan menyehatkan, serta membebaskan dan memberdayakan klien yang bermasalah. Teori-teori konseling budaya lebih menekankan hubungan antara manusia dan lingkungan, dan telah menjadi prinsip utama konseling pada abad ke-21. Hal ini disebabkan oleh kekuatan lingkungan yang menjadi sumber belajar dan dukungan, untuk memenuhi kebutuahan terutama interaksi dengan orang lain. Di sisi lain, lingkungan juga dapat mempengaruhi dan mengerdilkan pertumbuhan dan membatasi perkembangan manusia.12

Konseling masyarakat menjelaskan praktik konseling dengan membahas isu-isu kontemporer dan mendeskripsikan peran konselor masyarakat sebagai agen perubahan. Konselor masyarakat memainkan peran penting dalam membantu klien untuk menjembatani kesenjangan antara kehidupan klien dengan perkembangan masyarakat. Kesenjangan tersbut merupakan hasil interaksi klien dengan lingkungan. Interaksi ini mempengaruhi perkembangan mereka secara negatif. Konselor berusaha memenuhi kebutuhan klien yang

rentan dengan masalah-masalah masyarakat.13 Tugas konselor adalah melakukan negosiasi

perubahan lingkungan terhadap korban kemiskinan, rasisme, seksisme, dan stigmatisasi politik, ekonomi, dan sistem sosial yang menyebabkan masyarakat tidak berdaya. Dalam menghadapi kenyataan ini, konselor tidak punya pilihan selain mempromosikan perubahan positif dalam system masyarakat yang mempengaruhi kesejahteraan klien. Peran konselor sebagai agen perubahan sosial mencerminkan hubungan antara individu dengan

11

Lewis, Judith A, et.al, Community Counseling: A Multicultural-Social Justice Perspektive (USA:Brooks ,2011),9

12 J,V.Jordan. Relational-Cultural therapy, ( Washingtong, DC: American Psychological Association,

2010), 99

13

(8)

19

pengembangan masyarakat. Dengan itu, konselor bekerja untuk memfasilitasi pembangunan

manusia dengan pengembangan masyarakat yang sehat. 14

Berdasarkan pemikiran beberapa ahli diatas mengenai pengertian konseling dan konseling masyarakat maka, dapat disimpulkan bahwa konseling merupakan sebuah percakapan mendalam yang terjadi antara seorang konselor dengan klien. Proses percakapan tersebut didasari dengan rasa saling menghormati antara konselor dan klien yang mengarah pada proses kedamaian dan kebahagian hidup. Konseling yang berbasis masyarakat merupakan suatu proses pertolongan yang membuat orang atau kelompok diberdayakan untuk memberikan kontribusi baik untuk diri sendiri, orang lain maupun masyarakat. Konselor masyarakat berperan sebagai agen perubahan yang mempromosikan pengembangan dan pembangunan manusia yang mengarah pada proses pemberdayaan hidup sehingga tercipta individu atau kelompok yang sehat, merata dan memiliki ketrampilan serta potensi diri yang dapat dijadikan sebagai modal untuk mempertahankan hidup ditengah arus realita sosial masyarakat yang beragam dan memiliki perbedaan.

A.1. STRATEGI KONSELING MASYARAKAT

Strategi konseling masyarakat berdasarkan asumsi bahwa perkembangan individu dan masyarakat terkait erat. Konselor masyarakat menyadari bahwa tanggungjawab professional mereka termasuk melayani klien untuk membangun lingkungan masyarakat yang sehat dan kondusif. Peran konselor, mendesain strategi yang memfasilitasi pengembangan klien dan strategi konseling yang memfasilitasi pengembangan masyarakat. Dari kedua pengembangan tersebut, konselor menggunakan strategi terfokus dan strategi berbasis luas yang memenuhi

14 Lewis, Judith A, et.al, Community Counseling: A Multicultural-Social Justice Perspektive

(9)

20

kebutuhan individu dan kelompok untuk mempengaruhi masyarakat umum15. Strategi

tersebut dipakai dan dibangun untuk mengelola potensi diri yang dimiliki klien dan melakukan upaya dalam rangka proses pemberdayaan hidup. Kedua strategi ini juga dipakai dengan upaya membangun jejaring sosial dengan berbagai profesional yang berperan sebagai konselor masyarakat yang memberi perubahan baik perubahan individu maupun perubahan masyarakat.

Sifat sari model konseling masyarakat secara komprehensif, mempengaruhi baik program yang dirancang dan peran konselor individual untuk membantu klien mereka. Program konseling masyarakat mempergunakan intervensi atau treatment (perlakuan) yang ditawarkan disetiap aspek model. Peran konselor masyarakat, menunjukkan karakteristik optimism, aktivisme, dan visi yang memberdayakan klien dalam model konseling masyarakat. Model dalam konseling masyarakat berorientasi pada proses pengembangan

individu maupun masyarakat.16

1. Memfasilitasi pengembangan manusia melalui strategi terfokus

Fakta bahwa konselor pada abad ke-21 mempedulikan lingkungan masyarakat, tidak berarti mengabaikan kemampuan dan peran setiap individu dalam memberikan bantuan kepada mereka. Hal tersebut didasari oleh kesadaran konselor dalam konteks lingkungan. Konseling yang menjangkau lingkungan akan melibatkan partisipasi mitra kerja dalam menginterpretasi fenomena psikis klien dan fenomena sosial masyarakat melalui observasi dan interview. Menurut Lewis, Toporek, Ratts didalam Engel mengemukakan bahwa strategi terfokus, memfasilitasi pengembangan manusia tidak hanya mencakup konseling konvensional tetapi juga hasil mengjangkau lingkungan yang kontekstual dan berbasis masyarakat. Secara ideal metode pengjangkauan lapangan/lingkungan merupakan upaya

15 J.D Engel, Konseling Masalah Masyarakat (Yogyakarta: Kanisius, 2018),8 16

(10)

21

pendidikan bagi individu dan masyarakat. Tujuannya, individu dan masyarakat memahami tantangan baru dan belajar meningkatkan ketrampilan dan kemampuan untuk menangani depresi dan marjinalisasi.17

2. Memfasilitasi pengembangan manusia melalui strategi berbasis luas

Pengembangan/intervensi pencegahan memungkinkan konselor masyarakat untuk mendidik atau melatih anggota masyarakat pada umunya. Anggota masyarakat dilatih untuk mengatasi masalah dan bagaimana memenuhi kebutuhan, ketika diperhadapkan pada masalah yang ada di masyarakat secara mendadak. Intervensi pencegahan merupakan suatu proses pendidikan bagi pengembangan mental anggota masyarakat dalam rangka pencegahan dini masalah-masalah dalam masyarakat. Salah satu tujuan dari strategi yang berbasis luas ini adalah meningkatkan kesadaran anggota masyarakat tentang tantangan hidup potensial dan mengembangkan ketrampilan yang dapat membantu mereka mengatasi tantangan dini. Penekanan pada pencegahan, dapat membuat kerangka model konseling masyarakat yang

lebih layak dan relevan untuk orang-orang yang merasa tidak nyaman. 18

3. Memfasilitasi pengembangan masyarakat melalui strategi terfokus

Peran mitra kerja sangat signifikan ketika individu atau kelompok rentan dan kekurangan akses ke layanan konseling. Peran konselor, mengidentifikasi sumber daya yang dibutuhkan untuk jasa layanan, dan faktor-faktor hambatan yang dipengaruhi sejumlah individu atau kelompok. Dalam peran memfasilitasi pengembangan masyarakat, konselor, mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh negative terhadap perkembangan klien

17 A .Lewis, L.Toporek, M.Ratts. Advocacy and Social justice: Entering the Mainstream of the

Counseling Profession. ( Alexandria: VA : American Counseling Association, 2010), 241

18

(11)

22

mereka dan mengambil partisipasi mitra kerja dalam pengertian bekerja sama dengan orang

lain untuk membawa perubahan yang diperlukan.19

4. Memfasilitasi pengembangan masyarakat melalui strategi berbasis luas

Konselor sebagai agen perubahan dalam sistem akan mempengaruhi klien dan orang lain dalam jumlah yang besar. Konselor masyarakat perlu mengetahui beberapa hal sebagai berikut: pertama, praktik konseling membuat konselor peka terhadap masalah lingkungan yang mempengaruhi pengembangan manusia. Kedua, profesi konseling mengharuskan konselor memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk berkomunikasi tentang perlunya perubahan dan tindakan kolaboratif (partisipasi mitra kerja). Konselor dapat mengembangkan potensi klien untuk diberdayakan melalui berbagai peran partisipasi mitra kerja. Strategi berbasis luas, memfasilitasi pengembangan manusia tidak hanya mencakup konseling kovensional tetapi juga treatment/ perlakuan melalui tindakan kolaboratif. Tindakan ini untuk tujuan pendidikan, dan melakukan perubahan sosial, politik, dan ekonomi, yang cenderung melawan penindasan dalam segala bentuknya.

Asumsi dasar yang mendasari praktik konseling masyarakat abad ke-21 meliputi: pertama, pengembangan dan perilaku manusia berlangsung dalam konteks lingkungan yang memiliki potensi untuk memelihara atau membatasi, kedua, dalam mengahadapi stress yang menghancurkan, tindakan kolaboratif diperlukan sebagai layanan tambahan, ketiga, pengembangan individu dan masyarakat terkait erat, kempat, konseling masyarakat didasarkan pada kompetensi multicultural dan berorientasi pada keadilan sosial.

Perilaku manusia kuat dipengaruhi oleh konteks. Oleh karena itu diperlukan program, konseling berbasis masyarakat, baik untuk memfasilitasi pengembangan manusia dan pengembangan masyarakat. Model konseling masyarakat tidak hanya menyangkut implikasi

19 Ibid, 12

(12)

23

program tetapi juga implikasi professional untuk praktik konseling yang kompeten. Kompetensi yang dibutuhkan untuk konseling masyarakat yang efektif yaitu ketrampilan dan kolaborasi.20

Berdasarkan pemahaman diatas dapat disimpulkan bahwa dalam proses konseling masyarakat, terdapat strategi yang dipakai oleh konselor masyarakat sebagai upaya pengembangan potensi yang ada pada diri klien. Proses pengembangan terhadap potensi diri klien berorientasi pada pemberdayaan hidup klien maupun masyarakat. Dalam rangka untuk mempromosikan perubahan baik untuk klien maupun untuk masyarakat perlu dibangun relasi kerja sama dengan berbagai professional dalam masyarakat. Tujuan dibangunnya jejaring sosial yaitu sebagai upaya untuk memberdayakan hidup klien sehingga dapat memberikan kontribusi baik untuk klien maupun masyarakat. Konteks budaya dari seorang klien juga turut mempengaruhi relasi yang akan dibangun dengan konselor. Konselor masyarakat harus memiliki kompetensi multicultural sebagai upaya untuk mengenali budaya yang beragam dari seorang klien. Proses untuk mengenali budaya dari klien akan mampu menciptakan suasana yang saling menghormati, empati dan saling menerima satu sama lain.

B. PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT

Pemberdayaan menurut arti secara bahasa adalah proses, cara, perbuatan membuat berdaya, yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak yang berupa

akal, ikhtiar atau upaya.21Pemberdayaan menurut bahasa berasal dari kata daya yang berarti

tenaga/ kekuatan, proses, cara, perbuatan memberdayakan. Pemberdayaan adalah upaya yang membangun daya masyarakat dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya.

20

Ibid, 14

(13)

24

Pemberdayaan diarahkan guna meningkatkan ekonomi masyarakat secara produktif sehingga mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan pendapatan yang lebih besar.

Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk memulihkan atau meningkatkan keberdayaan suatu komunitas agar mampu berbuat sesuai dengan harkat dan martabat mereka dalam melaksanakan hak-hak dan tanggung jawab mereka sebagai komunitas manusia dan warga negara. Tujuan akhir pemberdayaan masyarakat adalah pulihnya nilai-nilai manusia sesuai harkat dan martabatnya sebagai pribadi yang unik, merdeka, dan mandiri. Unik dalam konteks kemajemukan manusia; merdeka dari segala belenggu internal maupun eksternal termasuk belenggu keduniawian dan kemiskinan; serta mandiri untuk mampu menjadi programmer bagi dirinya dan bertanggungjawab terhadap diri sendiri dan sesama.22

Makna pemberdayaan masyarakat sebagai upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional maupun dalam bidang politik, ekonomi, psikologi dan lain-lain. Memberdayakan masyarakat mengandung makna mengembangkan, memandirikan, men-swadayakan dan memperkuat posisi tawar-menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Upaya menjadikan suasana kemanusian adil dan merata merupakan bagian dari mengatasi kesenjangan dalam masyarakat. Kesenjangan merupakan kenyataan yang ada dalam pembangunan yang memerlukan pemecahan dengan pemihakan dan pemberdayaan bagi pelaku ekonomi lemah secara nyata.

Berdasarkan beberapa pemahaman yang telah dijelaskan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, untuk menciptakan masyarakat yang adil dan merata dalam seluruh aspek kehidupan

22

Harahap, Erni.F. Pemberdayaan Masyarakat dalam Bidang ekonomi untuk Mewujudkan Ekonomi Nasional yang Tangguh dan Mandiri, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 3, Nomor 2, Mei 2012, 78-79

(14)

25

maka diperlukan pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada kesejahteraan hidup yang berkualitas. Kesenjangan sosial yang terjadi dalam masyarakat diakibatkan karena berbagai faktor maupun tingkat perbedaan yang ada baik dari segi budaya, strata sosial, dan ekonomi. Pemberdayaan ekonomi sebuah komunitas sangat penting dalam rangka untuk memperoleh dan menciptakan potensi diri, kemandirian dan kesejahteraan serta kesetaraan hidup dalam masyarakat. Proses pemberdayaan ekonomi menjadikan individu maupun kelompok dapat memberikan kontribusi baik untuk diri sendiri, orang lain maupun masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat memiliki tujuan dan arah yang berorientasi pada kesejahteraan dan kesetaraan hidup dalam masyarakat. Pemberdayaan memiliki tujuan dua arah, yaitu melepaskan belenggu kemiskinan dan keterbelakangan dan memperkuat posisi lapisan masyarakat dalam struktur kekuasaan. Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan.

Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat keku asaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan me rujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahu an dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepecayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri

dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. 23 Dari pemahaman tersebut dapat

disimpulkan bahwa pemberdayaan merupakan sebuah proses yang memiliki tujuan untuk

23

Sipahelut, Michel. Analisis Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Di Kecamatan Tobelo Kabupaten

(15)

26

memperoleh hasil yang baik. Hasil tersebut berupa perubahan sosial bagi individu maupun kelompok dalam masyarakat dan hasil yang mengarah pada proses kemandirian dan pengembangan hidup baik fisik, maupun ekonomi.

Konsep pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh ketrampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Pearson et al, 1994 dalam Sukmaniar, 2007). Pemahaman mengenai konsep pemberdayaan tidak bisa dilepaskan dari pemahaman mengenai siklus pemberdayaan itu sendiri, karena pada hakikatnya pemberdayaan adalah sebuah usaha berkesinambungan untuk menempatkan masyarakat menjadi lebih proaktif

dalam menentukan arah kemajuan dalam komunitasnya sendiri.24

Berdasarkan pemahaman diatas dapat disimpulkan bahwa konsep pemberdayaan bersumber dari individu maupun kelompok itu sendiri untuk lebih proaktif dalam meningkatkan dan mengembangkan kualitas diri sebagai upaya memperoleh kesejahteraan dan kesetaraan dalam masyarakat. Ketrampilan dan potensi yang dimiliki baik individu maupun kelompok dapat mempengaruh kehidupan mereka dalam lingkungan sosial.

C. KONSELING SOCIAL JUSTICE

Konseling masyarakat berorientasi pada keadilan sosial. Hal ini didasarkan pada asumsi, bahwa konselor masyarakat menggunakan sudut pandang yang luas untuk melihat klien dalam konteks lingkungan yang sehat, adil dan masyarakat yang merata.25 Ratts et al. mengklasifikasikan konseling social justice sebagai kekuatan kelima setelah multikultural

24 Sukmaniar. Efektivitas Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Program Pengembangan

Kecamatan (Ppk) Pasca Tsunami Dikecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Tesis. UNDIP. Semarang,

2007

(16)

27

dalam paradigma Konseling yang dianggap sebagai bentuk revolusioner dari pendekatan konseling. Pendekatan ini didasarkan pada keyakinan bahwa kondisi lingkungan

mempengaruhi perkembangan manusia.26 Menurut American Association of Counseling (

ACA) Konseling social justice merupakan pendekatan konseling multifaset di mana para praktisi berusaha untuk secara bersamaan mempromosikan pembangunan manusia dan kebaikan bersama dengan mengatasi tantangan yang berkaitan dengan keadilan individu Konseling keadilan sosial mencakup pemberdayaan individu serta menentang ketidakadilan dan ketidaksetaraan di masyarakat karena berdampak pada klien dan juga masalah dalam konteks sistemik mereka.Pekerjaan ini dilakukan dengan fokus pada kebutuhan budaya, kontekstual, dan individual yang dilayani.27

Ratts Manivong.J dan Paul B. Pedersen juga menyinggung tentang konseling sosial justice yang juga mengandung aspek pemberdayaan baik seorang klien atau individu. Menurutnya, Tujuan social justice adalah memberdayakan semua individu, terlepas dari latar belakang mereka sehingga mereka dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan untuk mencapai potensi penuh mereka. Konselor social justice menyadari bahwa masalah klien dapat dikaitkan dengan struktur yang menindas. Dengan demikian, baik konselor maupun klien secara aktif terlibat dalam proses mengeksplorasi dan mendapatkan

pengetahuan tentang bagaimana struktur sosial mempengaruhi perkembangan klien.28 Dari

pemahaman tersebut maka tujuan konseling sosial justice menginginkan sebuah upaya untuk bagaimana klien dapat diterima dalam lingkungan masyarkat dengan baik dan tidak lagi mengalami ketidaksetaraan dalam masyarakat. Klien memiliki kedamaian dan kebahagian hidup yang bebas dari penindasan dan diskriminasi. Kedamaian dan kebahagiaan yang

26 Manivong J. Ratts, Paul B Pedersen, Counseling for Multiculturalism and Social Justice,28 27https://counseling-csj.org, diunduh pada tanggal 23 agustus 2018 pada pukul 12.00 WIB 28 Manivong J. Ratts, Paul B Pedersen, Counseling for Multiculturalism and Social Justice,28

(17)

28

tercipta, akan menumbuhkan rasa saling menghargai terhadap diri sendiri tetapi juga kepada orang lain. Dengan demikian akan terbuka hubungan atau relasi yang luas dan mendalam dengan orang lain yakni dengan menempatkan diri kita pada perasaan orang lain kita dapat mengetahui apa yang sedang digumuli.

Keadilan sosial berkaitan dengan gagasan tentang masyarakat adil. Keadilan sosial adalah gagasan untuk menantang ketidakadilan dan menghargai kemanusiaan. Marsella mendefinisikan keadilan sosial sebagai "konteks sosial, terutama dalam masyarakat dan kondisi budaya yang mungkin membatasi atau menghilangkan kemungkinan adanya keadilan kolektif.29 Ada 2 hal yang menjadi dasar analisis keadilan sosial yaitu :

a) Perhatian untuk memahami kekuatan sosial dan institusi yang mendukung ketidakadilan dalam sistem sosial dan juga perilaku interpersonal, sikap individu, atau keyakinan yang mencerminkan hubungan sosial yang tidak setara;

b) Pengakuan terhadap keterkaitan antar fenomena dan latar belakang manusia

termasuk sejarah, politik, budaya, ekonomi, hukum, dll.30

Keadilan sosial berfokus pada tiga hal: Hak, Manfaat, dan Kebutuhan. Hak berfokus pada apa yang dipercaya bahwa masyarakat sebagai satu komunitas harus menyediakannya sebagai bagian dari menjadi anggota di dalam masyarakat tersebut. Manfaat berfokus pada bagaimana masyarakat memantau siapa yang harus menerima hak tersebut. Kebutuhan adalah basis atau kriteria yang digunakan untuk mendistribusikan sumber daya berdasarkan hak yang dimiliki individu.31 Proses konseling selalu mengarah pada akhir yang memiliki hasil yang baik. Mcleod menjelaskan ada tiga kategori hasil akhir konseling yakni resolusi, belajar,

29

Marsella dalam Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice Counseling, 99

30

Llewellyn J. Cornelius dan Donna Harrington, ASocial Justice Approach to Survey Design and

Analysis, ( New York : Oxford University Press, 2014) , 7

(18)

29

dan inklusi sosial. Pertama, Resolusi terhadap masalah sumber dalam hidup. Resolusi mencakup pencapaian pemahaman atau perspektif terhadap masalah tersebut, mencapai penerimaan pribadi terhadap permasalahan, dan mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang merupakan sumber permasalahan. Kedua, belajar mengikuti konseling agar mendapat pemahaman, keterampilan, dan strategi baru yang membuat diri mereka dapat menangani masalah serupa dimasa yang akan datang. Ketiga, inklusi sosial konseling memberikan energi dan kapasitas personal sebagai seorang yang dapat memberikan kontribusi terhadap makhluk lain dan kepentingan sosial.32

Berdasarkan beberapa pemahaman diatas dapat disimpulkan bahawa konseling social justice selalu menekankan aspek keadilan dan kesetaraan hidup yang akan diperoleh oleh individu maupun kelompok. Interaksi dan realita sosial yang selalu dipenuhi oleh berbagai perbedaan baik dari segi budaya, strata sosial maupun tingkat ekonomi yang berbeda selalu menjadikan individu maupun kelompok sulit untuk dapat melakukan pembangunan dan pengembangan hidup. Individu maupun kelompok merasa terpinggirkan dengan berbagai realitas sosial yang menekan dan berbeda. Untuk itu konseling sosial justice menghadirkan sebuah perubahan yang mengarah pada prose pembangunan dan pengembangan hidup yang diberdayakan sehingga dapat memberikan kontribusi baik untuk diri sendiri, orang lain maupun masyarakat selain itu, hak, manfaat dan kebutuhan hidup dapat diperoleh dengan baik.

Menurut Ibrahim, sudut pandang perlu dipahami dalam identitas budaya klien, untuk mengerti variabel perantara yang telah menciptakan prespektif terkait dengan identitas seseorang berkaitan dengan pengambilan keputusan terkait nilai agar lebih bermakna. Konsep sudut pandang ini dikonseptualisasikan dari prespektif keyakinan, nilai, dan asumsi yang

32

(19)

30

berasal dari konteks budaya dan didasarkan pada model nilai eksistensial.33 Pengembangan identitas sosial bersifat dinamis, dalam setiap tahap perkembangan, karakteristik dan kualitas dibagi antara individu dalam kelompok sosial tertentu. Setiap tahap perkembangan identitas merupakan hasil refleksi bagaimana individu melihat diri mereka dalam kaitannya dengan

dunia mereka dan juga dari pengalaman di luar dunia mereka.34

Identitas manusia menurut Sue, ada pada tiga dimensi: yaitu individu, kelompok, dan universal. Dimensi individual dari identitas mengacu pada karateristik unik masing-masing orang, seperti kepribadian, nilai, dan sistem kepercayaan. Karakteristik dan atribut ini membedakan orang pada tingkat individu dan membuat kita masing-masing unik. Dimensi identitas kelompok mengacu pada pengalaman bersama yang dimiliki orang sebagai akibat dari menjadi anggota kelompok sosial. Sebagai manusia, kita semua adalah anggota ras, jenis kelamain, orientasi seksual, religious dan kemampuan kelompok sosial. Sebagai anggota kelompok, kita berbagi hal-hal tertentu, seperti bahasa atau identitas kelompok, yang membentuk pengalaman kehidupan. Dimensi identitas universal mengacu pada aspek universal manusia. Manusia membutuhkan makanan, tempat tinggal, air, dan keamanan untuk bertahan hidup terlepas dari latar belakang budaya.35 Orang sering berfokus pada dimensi identitas individual dan universal lebih daripada dimensi identitas kelompok. Namun, dimensi identitas kelompok sama pentingnya karena mereka menggambarkan pengalaman

bersama yang dimiliki individu sebagai anggota kelompok sosial.36

33

Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice Counseling,54

34

Manivong J. Ratts, Paul B Pedersen, Counseling for Multiculturalism and Social Justice,61

35 Sue dalam Manivong J. Ratts, Paul B Pedersen, Counseling for Multiculturalism and Social

Justice,37

36 Sue dalam Manivong J. Ratts, Paul B Pedersen, Counseling for Multiculturalism and Social

(20)

31

Berdasarkan pemahaman diatas dapat disimpulkan bahwa, setiap individu memiliki identitas sosial yang beragam baik dari segi budaya maupun kepercayaan. Identitas sosial tersebut yang menjadikan individu maupun kelompok untuk bagaimana dapat menerapkan nilai-nilai pengembangan diri dalam masyarakat. Nilai-nilai pengembangan diri tesebut berasal dari individu itu sendiri yang berupaya untuk menciptakan identitas mereka dalam membangun relasi dan interaksi sosial dalam masyarakat. Konteks budaya yang beragam dan berbeda lahir dari pengalaman masing-masing individu dalam melihat realita sosial yang majemuk. Konteks budaya juga yang melahirkan pengalaman kolektif bersama sebagai bagian dari satu komunitas dalam masyarakat.

Sebagai masyarakat kolektif, setiap individu dalam masyarakat terhubung dengan budaya sebagai bentuk identitas. Bagi keadilan sosial, budaya merupakan merupakan salah satu bagian rentan dalam masalah ketidakadilan. Berbicara tentang identitas budaya, menurut Berry, identitas budaya digunakan sebagai kerangka teoritis untuk memahami akulturasi. Pemikiran saat ini menekankan bahwa akulturasi bukanlah proses perubahan dalam pengertian melepaskan budaya asal dan berasimilasi ke dalam budaya baru tapi lebih kepada

proses adaptasi ke budaya yang baru tanpa kehilangan budaya asli.37 Dari pemahaman diatas,

identitas budaya merupakan kerangka teoritis untuk memahami akulturasi budaya asli san budaya baru. Proses akulturasi yang terjadi tidak memberikan dampak yang negative terhadap budaya yang satu tetapi akulturasi yang dimaksudkan disini memberikan sebuah pemahaman dan pandangan bahwa antara budaya asal dan budaya baru terjadi kolaborasi dan unsure yang terpenting dalam proses kolaborasi tersebut bahwa budaya asal tidak akan pernah hilang dari seorang individu maupun kelompok dalam masyarakat. Budaya asal akan terus ada sebagai bagian dari identitas sosial yang dimiliki oleh individu maupun kelompok.

(21)

32

Konseling keadilan sosial menggabungkan responsivitas budaya dan pemahaman kekuatan budaya klien, dan berfokus pada mengembangkan kekuatan, pemberdayaan dan advokasi. Untuk memasukan asumsi yang disebutkan maka diusulkan beberapa strategi dasar yang mendasari keadilan sosial yaitu :

a. Identifikasi kekuatan dan sumber daya yang dimiliki klien b. Pengakuan terhadap tantangan budaya, sosial, dan pribadi klien

c. Mengklarifikasi fase pengembangan identitas. Hal ini berkaitan dengan jenis kelamin, budaya, orientasi seksual, dan

d. Penggabungan informasi penilaian budaya tentang identitas, worldview, dan akulturasi38

Dalam menghadapi klien, konselor keadilan sosial memakai penilaian budaya (cultural assessments) dalam kenyataan ( personal, interpersonal, dan isu-isu sosiopolitik) telah ditemui, sehingga hasil dalam konseling akan relevan dan bermakna. Oleh karena itu seorang konselor harus memiliki kemampuan:

a. Menjadi otentik

b. Berhubungan dengan klien memakai empati

c. Membangun hubungan timbal balik, dan terlibat dalam konstruksi makna d. Untuk mendekati klien dari prespektif “ tidak tahu”

e. Memahami dinamika hubungan diadik, seperti pertemuan saling mendukung, dimana hubungan itu adalah kunci kesuksesan.

f. Terlibat dalam penetapan tujuan kolaboratif g. Mengevaluasi keefektifan intervensi

h. Untuk dapat mengenali batas pengetahuan dan keterampilan sendiri berkaitan dengan

respon budaya, hak istimewa dan masalah penindasan.39

38 Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice Counseling,109 39Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice Counseling,112

(22)

33

Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat dilihat bahwa konselor keadilan sosial memakai penilaian budaya dalam konseling untuk bisa melihat dan mengenali kemampuan dalam diri konselor ketika behadapan dengan klien terkait dengan isu penindasan dalam proses intervensi bagi klien dalam bentuk pemikiran kritis dan reflektif untuk memahami kepentingan individu dalam proses sosialisasi dalam sebuah komunitas masyarakat. Setiap individu maupun klien memiliki budaya yang beragam dan berbeda. Penilaian konselor terhadap budaya dari klien menjadi sesuatu hal yang penting juga. Dengan melakukan hal tersebut konselor dapat mengetahui akar permasalahan yang sedang dihadapi oleh klien dan bersama-sama dengan klien mampu menyelesaikan permasalahan tersebut sehingga keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat dapat diperoleh oleh klien.

D. Ritual Musikal Totobuang

Couldry (2005:60) memahami ritual sebagai suatu habitual action (aksi turun-temurun), aksi formal dan juga mengandung nilai-nilai transcendental.40 Victor Turner menjelaskan ritual sebagai sarana untuk mengungkapkan nilai-nilai budaya yang dimiliki

oleh suatu kelompok masyarakat.41 Berdasarkan pemikiran yang dikemukan oleh

Couldry dan Turner, maka dapat disimpulkan bahwa, ritual sebagai bagian dari tradisi yang dilakukan oleh kelompok dalam masyarakat yang diwariskan secara turun-temurun dari leluhur sampai dengan generasi masa kini. Proses pewarisan tradisi tersebut mengandung nilai-nilai budaya yang dijadikan sebagai patokan untuk bertindak dan membangun relasi sosial dalam masyarakat.

40 Couldry Nick, Media Ritual: Beyond Functionalims dalam Media Anthropology (Sage

Publication,2005)

41 Victor Turner, The Ritual Process: Structure and Anti-Structure (New York: Cornel University Pres,

(23)

34

Menurut Turner dalam buku Ritual and Event , ritual sangat efektif sebagai wadah untuk mengekspresikan perasaan yang tertekan, cemas dan merasa terpinggirkan, dengan mengungkapkan Emosi ini sambil membiarkan perubahan terjadi, semua orang bisa kembali ke masyarakat baru. Masyarakat baru yang dimaksudkan disini adalah kehidupan masyarakat yang setara. Ritual memungkinkan ikatan dari sebuah

komunitas.42 Dari pemahaman Turner dapat disimpulkan bahwa, ritual dijadikan sebagai

wadah untuk individu maupun kelompok mengungkapkan ekspresi mereka sebagai individu yang merasa tertindas, terpinggirkan dengan berbagai realita sosial yang beragam dan berbeda. Proses pengungkapan perasaan tersebut juga merupakan bagian untuk mengembangkan dan memberdayakan potensi diri.

Sebagai sebuah nilai yang dihayati, kebudayaan diwariskan secara turun-temurun, dari satu generasi ke generasi. Proses pewarisan kebudayaan disebut sebagai proses enkulturasi. Proses enkulturasi berlangsung mulai dari kesatuan yang terkecil, yakni keluarga, kerabat, masyarakat, suku bangsa, hingga kesatuan yang lebih besar lagi. Proses enkulturasi ini berlangsung dari masa kanak-kanak hingga masa tua. Melalui proses enkulturasi ini, maka dalam benak sebagian besar anggota masyarakat akan memiliki pandangan, nilai yang sama tentang persoalan-persoalan yang dianggap baik dan dianggap buruk, mengenai apa yang harus dikerjakan dalam hidup bersama dan

mengenai apa yang tidak harus dikerjakan.43

Berdasarkan pemahaman yang dikemukan oleh Abdul Aziz, dalam sebuah kebudayaan terdapat berbagai nilai yang terus dihayati baik oleh individu maupun kelompok dalam masyarakat. Proses penghayatan terhadap nilai-nilai budaya tersebut merupakan proses enkulturasi yang dilakukan secara turun-temurun. Pemikiran kolektif yang telah ada baik dalam diri masing-masing individu maupun kelompok, dalam

42 Franko Mark, Ritual and Event: Interdisclipinary Perspectives ( New York: Routledge, 2007) 43 Abdul Asis, “Nilai Budaya dalam Upacara Adat Mappogau Hanua di Karampuang, Kabupaten

(24)

35

keluarga, masyarakat, suku bangsa maupun kesatuan yang lebih besar. Pemikiran kolektif tersebut akan dijadikan sebagai sebuah patokan dan pandangan untuk bertindak dalam relasi sosial.

Rangkuman

1. Konseling merupakan proses percakapan yang mendalam yang terjadi antara konselor dan klien yang didasarkan pada sikap saling menghormati antara satu dengan yang lainnya. Proses konseling yang dilakukan terfokus pada kebutuhan, tujuan, dan orientasi sosial klien. Konselor dengan kemampuan yang dimiliki membawa klien keluar dari permasalahan yang ada sehingga klien dapat berorientasi dengan lingkungan sosial dan melakukan perubahan pada diri klien dan juga lingkungan.

2. Konseling masyarakat adalah suatu proses pertolongan yang membuat individu maupun kelompok diberdayakan untuk hidup yang menghidupkan. Artinya bahwa proses konseling yang terjadi tidak sekedar hanya membuat individu maupun kelompok keluar dari penderitaan dan keterpurukan hidup tetapi mereka dapat melakukan pembangunan dan pengembangan terhadap hidup yang berorientasi pada proses pemberdayaan berbagai potensi-potensi diri sehingga dapat memberikan kontribusi baik untuk diri sendiri, orang lain maupun masyarakat.

3. Pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan upaya pengembangan dan pemberdayaan hidup bagi individu maupun kelompok untuk mendapatkan tingkat ekonomi yang berkualitas, menciptakan kemandirian dalam diri individu maupun kelompok agar dapat memberikan kontribusi baik untuk diri sendiri, orang lain maupun masyarakat. Tujuan utama permberdayaan ekonomi yakni memperoleh kesejahteraan dan keseteraan hidup dalam masyarakat.

(25)

36

4. Konseling social justice merupakan suatu proses yang berorientasi pada proses keadilan dan kesetaraan dalam hidup. Individu maupun kelompok akan merasa betul-betul diterima dalam interaksi dan lingkungan sosial. selain itu tujuan utama dari konseling social justice adalah individu maupun kelompok diberdayakan dengan berbagai potensi diri dan melakukan perubahan bagi diri maupun lingkungan.

5. Ritual merupakan sarana untuk mengungkapkan nilai-nilai budaya yang dilakukan secara turun-temurun oleh suatu kelompok dalam masyarakat. Aksi ini dilakukan sebagai respon untuk terus menghayati nilai-nilai budaya yang masih terus ada sampai generasi masa kini. Nilai-nilai budaya ini juga dijadikan sebagai landasan filosofis untuk bagaimana dapat berperilaku dan beradaptasi dengan lingkungan sosial yang beragam dengan berbagai perbedaan yang ada baik budaya, strata sosial maupun ekonomi.

Referensi

Dokumen terkait

-> Multi – connections : dapat digabungkan dengan peralatan jaringan untuk menampilkan secara tour dari channel yang bersangkutan. Setelah memilih koneksi, anda dapat

Berdasarkan hasil penelitian, pengamatan, dan perhitungan simpang tiga tak bersinyal pada Jalan Padat Karya – Sungai Andai Kota Banjarmasin diperoleh nilai derajat kejenuhan yang

Diagnosa keperawatan pola nafas tidak efektif dijadikan diagnosa prioritas sebab pada pasien ketoaisdosis diabetik mengalami asidosis metabolik kemudian terjadi

Orang dewasa yang terkait harus mengadopsi sikap yang berpusat pada anak, dengan mendengarkan dan menghormati martabat anak usia dini, serta menunjukkan kesabaran dan

Material elektroda lawan harus memenuhi standar yang digunakan untuk DSSC, seperti bahan dengan proses katalis yang tinggi, memiliki kestabilan pada elektrolit (Thomas et

R-Square 0,345, maka koefisien determinasi pengaruh Kompetensi(X 1 ) dan Motivasi (X 2 )secara simultan terhadap peubah terikat Kepuasan Kerja (X 3 ) adalah 34,5% ,

Hal ini menunjukkan bahwa pendugaan pengeluaran per kapita di Kabupaten Sragen mendapatkan hasil yang lebih baik apabila menggunakan pendugaan tidak langsung

Bagian tanaman yang biasa digunakan untuk membuat preparat dengan metode squash adalah ujung akar yang bersifat meristematik.. Menurut Parjanto et