• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra menurut Teeuw (2003:135) merupakan sebuah struktur yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra menurut Teeuw (2003:135) merupakan sebuah struktur yang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

1.1 Latar Belakang

Sastra menurut Wellek dan Werren (1990:11) merupakan segala sesuatu yang tertulis atau tercetak dan merupakan karya imajinatif dan dipandang lebih luas pengertiannya daripada karya fiksi. Adapun kategori fiksi secara formal dapat merupakan novel, cerpen, dan novella (Stanton, 2012:110). Dengan demikian, karya fiksi adalah bagian dari karya sastra.

Karya sastra menurut Teeuw (2003:135) merupakan sebuah struktur yang terdiri atas unsur-unsur yang masing-masing mempunyai fungsi dan saling berkaitan untuk membentuk makna yang menyeluruh. Sugihastuti dan Septiawan (2007:81) mengungkapkan bahwa karya sastra merupakan media yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasannya. Sebagai media, karya sastra menjadi jembatan yang menghubungkan pikiran pikiran pengarang yang disampaikan kepada pembaca. Dalam hubungan antara pengarang dan pembaca, karya sastra menduduki peran-peran berbeda. Selain berperan dalam proses transfer informasi atau gagasan-gagasan dari pengarang ke pembaca, karya sastra juga berperan sebagai teks yang diciptakan pengarang dan sebagai teks yang diresepsi oleh pembaca.

Salah satu karya sastra yang berbentuk prosa fiksi adalah cerita pendek atau sering disebut dengan cerpen. Nurgiyantoro (2013:11) mengatakan bahwa cerita pendek (disingkat: cerpen; Inggris: short story) merupakan bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Menurut Stanton (2012:75) lazimnya, cerpen terdiri

(2)

atas lima belas ribu kata atau sekitar lima puluh ribu kata atau sekitar lima puluhan halaman. Selanjutnya, Sayuti (2000:9) mengatakan bahwa cerpen merupakan karya prosa fiksi yang dapat selesai dibaca dalam sekali duduk dan ceritanya cukup dapat membangkitkan efek tertentu dalam diri pembaca.

Cerpen tersusun atas berbagai macam tingkatan; ia menggugah kepekaan realisme pembaca, pemahamannya, emosinya dan kepekaan moralnya secara simultan. Cerpen memiliki efek mikrokosmis karena mampu mengungkapkan satu makna yang demikian besar melalui sepotong kejadian saja (Stanton, 2012:88). Oleh karena itu, untuk dapat memahami struktur karya sastra dan dapat mendapatkan makna dengan setepat-tepatnya maka seorang pembaca perlu mengenal dan memahami bagian-bagian atau unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah karya sastra dalam hal ini adalah cerpen.

Salah satu penulis cerpen terkenal dari Mesir adalah Maḥmūd Taimūr. Dia telah menghasilkan banyak karya sastra berupa cerpen. Di antara karyanya adalah cerpen “Ḍarbul-Ḥabībi” dalam antologi cerpen Syabābun wa Gāniyātun. Cerpen ini menceritakan tentang kehidupan seorang gadis miskin bernama Badriyyah yang bekerja sebagai seorang pembantu di sebuah apartemen di lingkungan kerajaan bernama al-Hamzawiyyu. Badriyyah disukai oleh seorang pemuda bernama Yūsuf yang merupakan putra dari pemilik apartemen tersebut. Kemudian suatu hari Badriyyah dilecehkan dengan hampir dicium oleh Yūsuf. Hal itu membuat Badriyyah merasa tidak nyaman bekerja disana, terlebih lagi Badriyyah mendapat ancaman untuk tidak mendekati Yūsuf dari penghuni apartemen lainnya yaitu seorang janda kaya bernama Ummu Ḥasan.

(3)

Sebagai sebuah karya sastra, cerpen “Ḍarbul-Ḥabībi” karya Maḥmūd Taimūr ini juga merupakan sebuah struktur yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berkaitan dalam membentuk sebuah makna. Oleh karena itu, diperlukan analisis struktural untuk mengungkapkan unsur-unsur intrinsik dan keterkaitan antar unsur yang terdapat dalam cerpen tersebut agar bisa dipahami dengan baik

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah apa saja unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam cerpen “Ḍarbul-Ḥabībi” karya Maḥmūd Taimūr dan bagaimana keterkaitan antarunsur yang membangun cerpen tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian terhadap cerpen “Ḍarbul-Ḥabībi” karya Maḥmūd Taimūr ini mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan teoretis dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan unsur-unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen tersebut dan menjelaskan keterkaitan antarunsur yang membangun cerpen tersebut.

Tujuan praktis dari hasil penelitian ini adalah untuk memberikan kesadaran kepada pembaca bahwa kesenjangan sosial masih terjadi di lingkungan masyarakat antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin. Selayaknya, orang-orang kaya memperlakukan orang-orang miskin dengan baik dan tidak menghinakan mereka. Adapun orang-orang miskin tetap berusaha untuk menaikkan derajat hidupnya. Dengan demikian, kesenjangan sosial di lingkungan masyarakat sedikit demi sedikit bisa dikurangi.

(4)

1.4 Tinjauan Pustaka

Antologi cerpen Syabābun wa Gāniyātun terdiri dari tujuh judul cerpen yaitu “Syabābun wa Gāniyātun”, “Syaikhuz-Zāwiyati”, “Kabsyul-Fidā’i”, “Ḍarbul-Ḥabībi”, “Janāzatun Ḥarratun”, “Ṭarīqun Ilal-Ḥubbi”, dan “Misṭaratu Mabrūk Afandiy”. Penelitian terhadap karya-karya Maḥmūd Taimūr berupa antologi cerpen telah banyak dilakukan, antara lain Kullu ‘Āmin wa Antum bi Khairin, Zaujun fil-Mazād, dan Syabābun wa Gāniyātun. Salah satu penelitian terhadap antologi cerpen Kullu ‘Āmin wa Antum bi Khairin yang telah dilakukan adalah penelitian dengan judul “Analisis Unsur-unsur Intrinsik Cerpen “Waraqatun-Nasīb” dalam Antologi Cerpen Kullu ‘Āmin wa Antum bi Khairin: Analisis Struktural” (Burhanuddin, 2003). Adapun penelitian terhadap antologi cerpen Zaujun fil-Mazād salah satu di antaranya adalah penelitian dengan judul “Cerpen Yuḥfaẓu bi Syubbākil-Barīd dalam Antologi Cerpen Zaujun fil-Mazād Karya Maḥmūd Taimūr: Analisis Struktural” (Pramudita, 2009).

Pada antologi cerpen Syabābun wa Gāniyātun setidaknya telah dilakukan tiga penelitian pada dua cerpen, yaitu cerpen dengan judul “Syabābun wa Gāniyātun” dan “Misṭaratu Mabrūk Afandiy”.

Penelitian terhadap cerpen “Syabābun wa Gāniyātun” pernah dilakukan di Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dengan judul “Qiṣṣah Qaṣīrah “Syabābun wa Gāniyātun” li Maḥmūd Taimūr (Dirāsah Taḥlīliyyah)” (Supriyadi, 2009). Penelitian ini menggunakan analisis struktural model Stanton untuk mengungkapkan unsur-unsur intrinsik pada cerpen tersebut dengan pembahasan yang ditekankan pada unsur tema, fakta cerita,

(5)

dan hubungan antarunsurnya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa: (1) tema pokok dalam cerpen tersebut adalah tentang cinta segitiga dan pengkhianatan. (2) unsur-unsur intrinsik pada cerpen tersebut memiliki keterkaitan sehingga membangun sebuah cerita yang utuh.

Penelitian terhadap cerpen “Syabābun wa Gāniyātun” juga pernah dilakukan di Jurusan Sastra Asia Barat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada dengan judul “Kondisi Psikologis Tokoh Utama Novel Syabābun wa Gāniyātun Karya Maḥmūd Taimūr: Analisis Psikologi Sastra” (Taarufi, 2012). Penelitian ini menyimpulkan bahwa : (1) tokoh utama dalam cerpen ini adalah Sāmī yang hidup di Ḥāmzawī pada abad ke-19, (2) masalah psikologis dalam diri Sāmī terbagi dalam lima fase, yaitu renggangnya hubungan antara Sāmī dengan Ḥammādah, jatuh cinta pada Fatḥiyyah, cinta yang ditentang oleh Ḥammādah, berselingkuh dengan Tahānī dan meninggalnya orang-orang tersayang.

Selanjutnya adalah penelitian terhadap cerpen yang berjudul “Misṭaratu Mabrūk Afandiy” dalam “Unsur-Unsur Intrinsik pada Cerpen “Misṭaratu Mabrūk Afandiy” Dalam Antologi Cerpen Syabābun wa Gāniyātun Karya Maḥmūd Taimūr: Analisis Struktural Stanton” (Ruhyanto, 2014). Penelitian ini menyimpulkan bahwa : (1) tokoh utama dalam cerpen ini adalah Di’bis al-Kūmīy yang didukung oleh beberapa tokoh tambahan, yaitu Mabrūk Afandīy, paman ‘Aṣfūr, siswa 1, siswa 2, dan siswa 3, (2) latar tempat dalam cerpen “Misṭaratu Mabrūk Afandiy” bertempat di desa Kufruṭ-Ṭama’īn, di sekolah, dan kelas. Sementara itu, latar waktu dalam cerpen ini terjadi pada pagi sampai siang hari di hari Rabu, (3) pesan moral yang ingin disampaikan berkesinambungan dengan tema

(6)

yang ada dalam cerpen ini, yaitu penegakan kedisiplinan tidak harus dengan kekerasan fisik, (4) cerpen ini menggunakan sudut pandang orang ketiga tidak terbatas, (5) unsur-unsur intrinsik cerpen ini memiliki keterkaitan yang kuat satu sama lain dalam menghasilkan makna yang padu.

Sejauh pengamatan penulis, cerpen “Ḍarbul-Ḥabībi” dalam antologi cerpen Syabābun wa Gāniyātun karya Maḥmūd Taimūr belum pernah diteliti di perguruan tinggi Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan bahasa dan sastra Arab, khususnya penelitian dengan pendekatan struktural. Oleh karena itu, penulisan terhadap cerpen ini layak untuk dilakukan.

1.5 Landasan Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural. Menurut Teeuw (2003:105) teori struktural adalah suatu disiplin atau sebuah teori yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan antara satu dengan unsur yang lainnya tanpa ada pengaruh dari faktor-faktor di luar karya tersebut. Selain itu Teeuw (2003:130) juga menambahkan bahwa dalam strukturalisme, makna karya sastra tidak terletak pada unsur-unsur yang berdiri sendiri, tetapi dalam jalinan unsur-unsur lain secara keseluruhan sebagai satu kesatuan.

Penelitian ini menggunakan teori struktural yang dipaparkan oleh Robert Stanton dalam bukunya An Introduction to Fiction (1965). Di dalam bukunya Stanton membagi unsur-unsur pembangun fiksi menjadi tiga bagian, yaitu fakta cerita (facts), tema (theme), dan sarana-sarana sastra (literary devices) (Stanton, 1965:11).

(7)

Fakta cerita merupakan bagian dari pembangun sebuah cerita yang berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita yang terdiri dari karakter (characters), alur (plot), dan latar (setting). Apabila dirangkum menjadi satu, ketiga elemen ini disebut ‘struktur faktual’ atau ‘tingkatan faktual’ cerita (Stanton, 1965:12). Karakter biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita. Konteks kedua, karakter merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi dan prinsip moral dari individu-individu tersebut (Stanton, 1965:17). Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kasual saja. Peristiwa kasual merupakan peristiwa yang menjadi dampak dari peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena berpengaruh pada keseluruhan karya (Stanton, 1965:14). Adapun latar merupakan lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung (Stanton, 1965:18).

Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ‘makna’ dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Tema merupakan elemen yang relevan dengan setiap peristiwa dan detail sebuah cerita (Stanton, 1965:19). Selain itu, Nurgiyantoro (2013:122) berpendapat bahwa tema dalam sebuah karya sastra, fiksi, hanyalah merupakan salah satu dari sejumlah unsur pembangun cerita yang lain, yang secara bersama membentuk sebuah kemenyeluruhan. Bahkan sebenarnya, eksistensi tema itu sendiri amat bergantung dari berbagai unsur yang lain.

(8)

Sarana-sarana sastra terdiri atas judul (title), sudut pandang (point of view), gaya bahasa dan nada (style and tone), simbolisme (symbolism), dan ironi (irony) (Stanton, 1965:25-36). Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang) memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna (Stanton 2012:46). Metode ini membantu pembaca untuk melihat berbagai fakta melalui kacamata pengarang.

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode struktural. Teeuw (2003:112) mengemukakan bahwa prinsip analisis struktural adalah membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Fananie (2002:116) mengungkapkan dalam kaitan ini, karya sastra harus dipandang sebagai sebuah struktur yang berfungsi. Sebagai sebuah karya yang bersifat imajinatif bisa saja hubungan antara penanda dan petanda merupakan suatu hubungan yang kompleks. Dalam karya yang lebih luas seperti novel, struktur tidak hanya hadir melalui kata dan bahasa, melainkan dapat dikaji berdasarkan unsur-unsur pembentuknya seperti tema, plot, karakter, setting, point of view. Untuk mengetahui keseluruhan makna, maka unsur-unsur tersebut harus dihubungkan satu sama lain. Apakah struktur tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh, saling mengikat, saling menopang yang kesemuanya memberikan nilai kesastraan yang tinggi. Telaah semacam inilah yang ditekankan oleh kaum strukturalisme.

(9)

Dengan demikian untuk mengetahui dan memahami cerpen “Ḍarbul-Ḥabībi” karya Maḥmūd Taimūr ini secara utuh, maka penelitian ini dilakukan secara struktural yaitu dengan cara mengumpulkan data, menganalisis data, dan menyajikan data. Pengumpulan data dilakukan dengan cara membaca cerpen “Ḍarbul-Ḥabībi” secara berulang-ulang untuk menemukan unsur-unsur intrinsik yang meliputi fakta cerita, tema, dan sarana-sarana sastra. Elemen fakta cerita yang akan dijelaskan dalam cerpen ini adalah karakter, alur, dan latar. Adapun pada sarana-sarana sastra, penelitian akan dibatasi pada judul dan sudut pandang saja sebagai unsur yang lebih dominan di antara unsur sarana-sarana sastra lainnya. Data tersebut kemudian dituliskan dalam kartu data. Pada tahap analisis data, unsur-unsur intrinsik tersebut akan diuraikan secara struktural, diidentifikasi, dikaji dan dideskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsiknya. Pada tahap penyajian data, hasil penelitian ini akan ditulis dalam pelaporan sesuai dengan sistematika penulisan.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan pada penelitian cerpen “Ḍarbul-Ḥabībi” karya Maḥmūd Taimūr ini akan disusun sebagai berikut. Bab I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan, dan pedoman transliterasi. Bab II berisi biografi singkat Maḥmūd Taimūr dan sinopsis cerpen “Ḍarbul-Ḥabībi” dalam antologi cerpen Syabābun wa Gāniyātun. Bab III berisi analisis struktural terhadap cerpen “Ḍarbul-Ḥabībi”. Bab IV berisi penutup yang meliputi kesimpulan dan saran dari pembahasan, daftar pustaka dan daftar lampiran.

(10)

1.8 Pedoman Transliterasi

Pedoman transliterasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan & Kebudayaan RI no. 158/1987 dan No. 0543 b/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988 tentang sistem Transliterasi Arab-Latin.

1. Konsonan

Fonem konsosnan bahasa Arab dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian yang lain dengan huruf dan tanda sekaligus.

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

ا

alif tidak

dilambangkan tidak dilambangkan

ب

bā` b be

ت

tā` t te

ث

ṡā` ṡ es

ج

jīm j je

ح

hā` ḥ ha (dengan titik di bawahnya)

خ

khā` kh ka dan ha

د

dal d de

ذ

żal ż zet (dengan titik di atasnya)

ر

rā` r er

ز

zai z zet

س

sīn s es

ش

syīn sy es dan ye

(11)

ض

ḍād ḍ de (dengan titik di bawahnya)

ط

ṭā` ṭ te (dengan titik di bawahnya)

ظ

ẓā` ẓ zet (dengan titik di

bawahnya)

ع

‘ain ʽ koma terbalik (di atas)

غ

gain g ge

ف

fā f ef

ق

qāf q ki

ك

kāf k ka

ل

lām l el

م

mīm m em

ن

nūn n en

و

wāwu w we

ه

hā` h ha

ء

hamzah ʹ

apostrof, tetapi tidak dipergunakan pada hamzah di

awal kata

ي

yā` y ye

2. Vokal

Vokal bahasa Arab seperti vokal bahasa Indonesia terdiri atas vokal tunggal atau monoftong, vokal rangkap atau diftong, dan vokal panjang. Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau ḥarakat, vokal rangkap lambangnya berupa gabungan antara ḥarakat dan huruf, dan vokal panjang yang lambangnya berupa ḥarakat dan huruf. Transliterasinya sebagai berikut.

(12)

Vokal Tunggal Vokal Rangkap Vokal Panjang

Arab Latin Arab Latin Arab Latin

a

ْ

ْ ي...

ai

ا...

ā

i

ْ و...

au

ي...

ī

u

وْ...

ū

3. Tā` Marbūṭah

Transliterasi untuk tā` marbūṭah ada dua: Tā` marbūṭah yang hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah, dan ḍammah, transliterasinya adalah /t/. Kalau pada kata yang terakhir dengan tā` marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang ‘al’ serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka tā` marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h).

Contoh:

ةرونلماْةنيدلما

/al-Madīnah al-Munawwarah/ /al-Madīnatul-Munawwarah/

4. Syaddah (Tasydīd)

Tanda Syaddah ditransliterasikan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu.

Contoh:

ْرْ بان

/rabbana/

5. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu “al”. Transliterasi pada kata sandang dibedakan atas kata sandang yang diikuti huruf syamsiyyah dan kata sandang yang diikuti huruf qamariyyah.

(13)

Kata sandang syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Keduanya ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sempang (-).

Contoh:

كللما

/al-maliku/

لج رلا

/ar-rajulu/

6. Hamzah

Dinyatakan di depan bahwa hamzah ditransliterasikan dengan apostrof. Namun, itu hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan di akhir kata. Bila hamzah itu terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab berupa alif.

Contoh:

نوذخأت

/taʹkhużūna/

7. Penulisan Kata

Pada dasarnya setiap kata, baik fi‘l, ism maupun ḥarf, ditulis terpisah. Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau ḥarākah yang dihilangkan, maka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya.

Contoh:

ينقزا رلاْيرخْولهْللهاْ نإو

/Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīna/

(14)

8. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam transliterasi ini huruf tersebut digunakan dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

Contoh: لوسر ّلاإ دمحم امو /Wa mā Muḥammadun illā rasūl/ Penggunaan huruf awal kapital untuk Allāh hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf kapital tidak dipergunakan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah kondisi psikologis tokoh utama yang terdapat dalam novel

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan yaitu Apakah peningkatan hasil belajar

Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian yaitu: “Apakah terdapat pengaruh persepsi

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut. “Bagaimanakah peningkatan proses dan hasil pembelajaran pemahaman aspek moral tokoh utama

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan

1.2 Rumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan berdasarkan latar belakang di atas yaitu “Bagaimana membangun aplikasi pembelajaran huruf abjad dan angka bilangan

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:Apakah ada pengaruh tingkat pengetahuan,