• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Perlu diketahui bahwa seseorang yang banyak membaca karya sastra,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Perlu diketahui bahwa seseorang yang banyak membaca karya sastra,"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perlu diketahui bahwa seseorang yang banyak membaca karya sastra, maka dia akan sangat memahami kehidupan dirinya karena karya sastra mewadahi semua aspek kehidupan yang dipikirkan, dikerjakan, dan yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupannya (bdk Minderop, 2013:56). Sastra adalah bagian dari masyarakat. Sifat-sifat suatu masyarakat akan muncul dalam sastra. Sifat atau watak masyarakat menjadi ilham penting bagi pengarang (Sangidu, 2004:26). Sastra lahir dari luapan psikologi pengarang. Jiwa pengarang berupaya menangkap gejala di dunia sekitarnya, lalu di resepsi, dan diekspresikan lewat gagasan. Gagasan dirangkai melalui kata-kata indah. Kata adalah pembungkus jiwa (Endraswara, 2013:129). Menurut (Lodge dalam Endraswara, 2013:129) sastra itu ekpresi jiwa lewat kata. Di balik kata, ada pengalaman psikoanalisis yang dalam. Pengalaman itu lembut berada pada tataran ketaksadaran bahasa sastra. Bahasa sastra dan pengolahan bahan lewat sastra dapat membuka batin kita bagi pengalaman-pengalaman baru atau mengajak kita untuk mengatur pengalaman tersebut dengan suatu cara baru (Hartoko, 1989:12).

Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan (Minderop, 2013:54). Ilmu jiwa meliputi segala pemikiran, pengetahuan, tanggapan, tetapi juga segala khayalan dan spekulasi jiwa itu (Walgito, 1983:7). Psikologi merupakan ilmu yang membicarakan tentang jiwa. Akan tetapi, oleh karena jiwa itu sendiri tidak menampak, maka yang dapat

(2)

dilihat atau dapat diobservasi ialah peristiwa-peristiwanya atau aktivitas-aktivitasnya (Walgito, 1983:13). Secara definitif, tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan seorang tokoh atau para tokoh yang terkandung di dalam suatu karya. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa analisis psikologi sastra sama sekali terlepas dengan kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan hakikatnya, karya sastra memberikan pemahaman terhadap masyarakat secara tidak langsung. Melalui pemahaman terhadap para tokoh, misalnya, masyarakat dapat memahami perubahan, kontradiksi dan penyimpangan-penyimpangan lain yang terjadi di masyarakat, khususnya yang terkait dengan psike. Ada tiga cara yang dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra, yaitu memahami unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, memahami unsur kejiwaan para tokoh fiksional dalam karya sastra, dan memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca (Ratna, 2013:343). Dalam penelitian ini hanya akan fokus pada unsur-unsur kejiwaan para tokoh fiksional dalam karya sastra.

Psikolgi sastra dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, karya sastra merupakan kreasi dari suatu proses kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar (subconscious) yang selanjutnya dituangkan ke dalam bentuk conscious (Endraswara dalam Minderop 2013:55). Kedua, telaah psikologi sastra adalah kajian yang menelaah cerminan psikologi dalam diri para tokoh yang disajikan sedemikian rupa oleh pengarang sehingga pembaca merasa terbuai oleh problema psikologis kisahan yang kadang kala merasakan dirinya terlibat dalam cerita (Minderop, 2013:55)

(3)

John Keble berpendapat kedekatan antara karya sastra dan psikologi dapat dicermati melalui karya-karya sastra yang merupakan ungkapan pemuasan motif konflik-desakan keinginan dan nafsu yang ditampilkan para tokoh untuk mencari kepuasan imajinatif yang dibarengi dengan upaya menyembunyikan dan menekan perasaan-dengan menggunakan „cadar‟ atau „penyamar‟ dari lubuk hati yang paling dalam (Abrams dalam Minderop, 2013:57). Psikologi sastra erat sekali kaitannya dengan kehidupan masyarakat terlebih lagi dengan kejiwaan manusia. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang keadaan kejiwaan tokoh utama dalam novel ʻĀʹidun Ilā Ḥaifā yang mengalami tekanan-tekanan akibat perang yang membuatnya terpisah dengan anaknya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah kondisi psikologis tokoh utama yang terdapat dalam novel ʻĀʹidun Ilā Ḥaifā dan bagaimana cara mengatasi persoalan psikologis yang dihadapinya.

1.3 Tujuan Penelitian

Pentian terhadap novel ʻĀʹidun Ilā Ḥaifā karya Gassān Kanafānī dengan fokus pembahasan tentang analisis psikologi tokoh utama di dalam novel mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan secara teoretis dari hasil penelitian yang telah dilakukan ini dapat dikemukakan bahwa seseorang tidak boleh menyalahkan dirinya sendiri. Sehingga apapun yang terjadi, baik yang menimpa dirinya, istri, dan anaknya itu semua sudah merupakan takdir dari Allah SWT. Sebagai manusia Sa‟īd sebaiknya bersikap sabar dan tawakkal

(4)

ketika menghadapi hambatan atau cobaan hidup, yaitu meninggalkan anaknya yang masih kecil secara sengaja karena dia terjebak di antara pasukan perang. Di sisi lain, Sa‟īd juga harus bersyukur karena telah dipertemukan dengan anaknya setelah sekian lama berpisah.

Tujuan praktis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi psikologis tokoh utama dalam novel, untuk mengetahui sikap tokoh dalam menyelesaikan masalahnya. Hal-hal tersebut akan dianalisis menggunakan teori psikologi sastra. Tujuan praktis lain dari penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur novel ʻĀʹidun Ilā Ḥaifā serta hubungan antar unsurnya dalam membangun keseluruhan makna. Tujuan praktis yang terakhir adalah untuk menambah pengetahuan dalam kegiatan apresiasi karya sastra pada umumnya dan apresiasi karya sastra Arab pada khusunya, memperkaya dan mendorong penelitian selanjutnya yang lebih sempurna, serta mengajak masyarakat untuk melihat sisi lain dari pengkajian sebuah karya sastra.

1.4 Tinjauan Pustaka

Sejauh pengamatan penulis sudah banyak penilitan yang dilakukan terhadap Gassān Kanafānī dan karya-karyanya. Salah satunya novel ini pernah dijadikan bahan skripsi yang berjudul “Fenomena sosial dalam novel ʻĀʹidun Ilā Ḥaifā” oleh Tika Musfita (2013). Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa peperangan menghasilkan suatu dampak yang tidak baik bagi negara itu sendiri seperti kesengsaraan dan kesusahan. Selain itu, peperangan juga menghasilkan fenomena sosial, seperti adanya dua kelas sosial yaitu kelas

(5)

penjajah dan kelas yang dijajah, kedua adanya hubungan relasional antar dua kelas sosial, ketiga adanya konflik yang terjadi antar dua kelas sosial.

Tidak hanya sebagai penelitian skripsi, karya Gassān Kanafānī juga mendapatkan perhatian dari Negara di luar Arab sebagai ulasan artikel. Tidak terkecuali dari Amerika dan Israel. Leon T.Hadar menulis artikel yang berjudul “Return to Haifa : Whose Narrative Is It Anyway?” dalam Huffington Post yang terbit pada tanggal 19 Januari 2011. Dalam tulisannya, Leon menilai novel Ā’idun ilā Ḥaifā sebagai sastra perlawanan. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai perlawanan dalam cerpen tersebut bisa membangkitkan kesadaran maysarakat penjajah atas kondisi Palestina yang mengalami pengusiran (www.huffingtonpost.com).

Selain itu, Peter Marks juga menulis artikel yang berjudul “Return to Haifa : Crosses Borders of War” dalam Koran Washington Post yang terbit pada tanggal 22 Januari 2012. Dalam tulisannya tersebut dapat disimpulkan bahwa Peter Marks mengakui novel tersebut memperlihatkan keberanian Gassān Kanafānī dalam mengungkapkan tragedi Palestina tanpa harus melupakan tragedi Holocoust yang pernah dialami oleh kaum Yahudi (www.washingtonpost.com).

Sementara itu, penelitian tentang psikologi belum pernah dilakukan. Belum adanya karya Gassān Kanafānī yang diteliti secara psikologi sastra menjadi salah satu faktor pendukung untuk penulis meneliti novel yang berjudul ʻĀʹidun Ilā Ḥaifā karya Gassān Kanafānī dengan menggunakan analisis psikologi sastra.

(6)

1.5 Landasan Teori

Secara definitif, tujuan psikologi sastra adalah untuk memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya sastra (Ratna, 2013:342). Dalam kaitannya dengan penelitian novel ʻĀʹidun Ilā Ḥaifā dari aspek psikologi sastra, peneliti memanfaatkan teori kepribadian psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud. Karena secara spesifik ilmu psikologi yang berhubungan dengan karya sastra adalah teori tersebut.

Menurut psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Feud, ada tiga hal yang menjadi komponen dari teori tersebut, yaitu Id, Ego, dan Superego. Id merupakan energi psikis dan naluri yang menekan manusia agar memenuhi kebutuhan dasar. Menurut Freud, id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit (Alwisol, 2014:14). Pleasure principle diproses dengan dua cara, melalui tindak refleks (reflex actions). Tindak refleks adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejapkan mata. Proses primer (primary process) adalah reaksi membayangkan atau mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan seperti misalnya orang lapar membayangkan makanan (Alwisol, 2014:14-15). Bagi id, Freud meyakini bahwa perilaku manusia dilandasi oleh dua energi mendasar yaitu, pertama naluri kehidupan (life instincts – Eros) yang dimanifestasikan dalam perilaku seksual, menunang kehidupan, serta pertumbuhan. Kedua, naluri kematian (death instinct-Thanatos) yang mendasari tindakan agresif dan eksklusif (Alwisol, 2014:19).

(7)

Ego berkembang dari id agar seseorang mampu menangani realita sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita (reality primciple). Ego berada di antara alam sadar dan alam bawah sadar. Tugas ego adalah memberi tempat pada fungsi mental utama (Minderop, 2011:22). Dalam ego terdapat beberapa cara ekstrim untuk menjalankan tugasnya yang disebut mekanisme pertahanan, yaitu represi (repression), sublimasi, proyeksi (projection), pengalihan (displacement), rasionalisasi (rationalization), reaksi formasi (reaction formation), dan regresi (regression), agresi dan apatis, fantasi dan stereotype (Minderop, 2011:32-39).

Struktur yang ketiga adalah superego yang mengacu dalam moralitas dalam kepribadian. Superego sama halnya dengan “hati nurani” yang mengenali nilai baik dan buruk (conscience) (Minderop, 2011:22). Superego beroperasi memakai prinsip idealistik (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik dari ego (Alwisol, 2014:16). Sebagaimana id,

superego tidak mempertimbangkan realitas karena tidak bergumul dengan hal-hal

realistik, kecuali ketika impuls seksual dan agresivitas id dapat terpuaskan dalam pertimbangan moral (Minderop, 2011:22). Psikologi berasal dari kata Yunani psyche, yang berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi pskologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia (Atkinson dalam Minderop, 2013:3).

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis struktural yang dilanjutkan dengan metode psikologi sastra untuk menganalisis

(8)

dan mengetahui kondisi kejiwaan tokoh utama yan merupakan tujuan utama dalam penelitian ini.

Penggunaan metode analisi struktural dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tokoh utama dan penokohan dalam novel ʻĀʹidun Ilā Ḥaifā. Adapun metode psikologi sastra yang dapat dimanfaatkan untuk menganalisis suatu karya sastra ada tiga macam. Pertama, menguraikan hubungan ketidaksengajaan antara pengarang dan pembaca. Kedua, menguraikan kehidupan pengarang untuk memahami karyanya. Ketiga, menguraikan karakter para tokoh yang ada dalam karya yang diteliti (Scott dalam Sangidu, 2004:30). Akan tetapi, berdasarkan pertimbangan bahwasannya berbagai karakter para tokoh yang ada dalam cerita adalah sebuah penyampai pesan yang ingin disampaikan oleh penulis, maka metode ketiga saja yang akan digunakan dalam menganalisis novel ʻĀʹidun Ilā Ḥaifā ini.

Dalam penelitian ini ada tiga tahap, yaitu pembacaan novel, pencarian data, analisis data, dan penyajian data. Dalam tahap pencarian data dilakukan dengan cara membaca novel Ā’idun ila Ḥaifā baik novel asli maupun terjemahan. Setelah diketahui isi dari novel ini kemudian ditentukan teori yang sesuai untuk membahas novel ini yaitu teori Psikoanalisis Sigmund Freud. Tahap selanjutnya yaitu pencarian data yang berhubungan dengan kondisi psikologis tokoh utama dalam novel tersebut. Pada tahap analisis data dilakukan dengan cara menganalisis data yang telah ditemukan dalam novel Ā’idun ila Ḥaifā. Pada tahap penyajian data dilakukan dengan cara menyajikan laporan penelitian ini dalam bentuk tertulis.

(9)

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi empat bab. Bab I adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan, dan transliterasi Arab-Latin. Bab II meliputi biografi Gassān Kanafānī dan sinopsis novel Ā’idun ila Ḥaifā. Bab III berisi analisis psikologi sastra novel Ā’idun ila Ḥaifā. Bab IV berisi kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan.

1.8 Pedoman Transliterasi Arab-Latin

Penulisan transliterasi Arab-Latin di dalam penelitian ini bagi kata-kata yang belum terkenal di dalam bahasa Indonesia merujuk pada Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543/U/1987. Memanfaatkan pedoman yang telah disusun oleh Chamamah-Soeranto (1991) dan dengan sedikit penambahan sebagai berikut. 1. Konsonan

ا

:

a

ز

:

z

ق

:

q

ب :

b

س

:s

ك

:k

ت :

t

ش

:sy

ل

:l

ث :

ص

:ṣ

م

:m

ج

:

j

ض

:

ن

:n

ح

:

ط

:ṭ

و

:w

خ

:kh

ظ

:ẓ

ه

:h

د

:d

ع

:` ء :,

ذ

:

ż

غ

:g ي :y

(10)

ر

:

r ف :f 2. Vokal

a. Vokal Pendek b. Vokal Panjang c. Diftong _ _ _ _ : a _ _ __ ا: ā - - ---

و

: au _ _ _ _ : i - --

ي

: ī - - --

ي

: ai _ _ _ _ : u -- --

و:

ū

d

.

Syaddah (Tasydῑd)

Perangkapan (at-tasydῑd) di dalam tulisan Arab selalu ditulis di dalam bahasa Indonesia dengan pengulangan konsonan (konsonan rangkap) yang bersangkutan, seperti:

انّبر

rabbanā

لّزن

nazzala

e. Kata Sandang

Kata Sandang yang diikuti huruf syamsiyah di dalam tulisan Arab ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang mengikuti kata tersebut serta dihubungkan dengan tanda sempang (-), seperti:

لجّرلا -

ar-rajulu

ةديّسلا-

as-sayyidatu

سمّشلا

- asy-syamsu

(11)

Sementara itu, kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah ditransliterasikan sesuai bunyinya, yaitu bunyi ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sempang (-), seperti:

مدقلا

- al-qadamu

عيدبلا

-al-badῑʽu

للالجا

-al-jalal

Referensi

Dokumen terkait

Saya hanya bisa berandai: kalaupun ada yang berniat menyebut nama Siauw Giok Tjhan dalam sejarah Indonesia saat itu, tentunya akan dicatat sebagai salah satu kriminal

Seperti halnya penerapan ICT berdasarkan sarana dan prasarana (infrastruktur) yang ada di Museum Angkut, dimana penerapan ICT ini bertujuan untuk mempermudah

Pilihlah jawaban yang saudara anggap paling benar dengan cara menghitamkan salah satu huruf a, b, c atau d pada lembar jawaban dari kalimat pernyataan dibawah ini?.

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah latar belakang pendidikan komite audit, audit

Dari latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk-bentuk emosi tokoh utama pada novel Sebelas Patriot

Minyak pelumas pada suatu sistem permesinan berfungsi untuk memperkecil- gesekan-gesekan pada permukaan komponen komponen yang bergerak dan bersinggungan. selain itu minyak

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,

Jika pada putaran kedua menunjukan keberhasilan siswa maka pada putaran ketiga guru akan menggunakan alat bantuan kepada siswa dalam melakukan gerakan guling belakang dengan