• Tidak ada hasil yang ditemukan

Siauw Giok Tjhan. Soe Tjen Marching 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Siauw Giok Tjhan. Soe Tjen Marching 1"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

Siauw Giok Tjhan

Soe Tjen Marching

1

Siapakah Siauw Giok Tjhan? Berpuluh tahun lamanya saya tidak tahu sama sekali. Mendengar namanya pun saya belum pernah. Karena saya adalah anak Orde Baru. Lahir pada awal tahun tujuh puluhan, saya mengalami pendidikan tempaan Suharto, yang menghilangkan nama berbagai tokoh komunis dan kiri. Kita mengenal nama Aidit dan Njoto sebagai pengkhianat besar yang harus ditakuti. Bahkan nama mereka seolah lebih menakutkan daripada Westerling atau Daendels. Nama Siauw Giok Tjhan, yang lahir pada tahun 1914 dan dipenjara tanpa pengadilan sebagai tahanan politik, selama 12 tahun dari 1965 sampai 1978, tentu tak dapat ditemukan dalam sejarah Orde Baru.

Hanya setelah saya berada di Australia, setelah saya memulai disertasi saya, nama Siauw Giok Tjhan saya kenal. Saat bertemu dengan anak bungsunya: Siauw Tiong Djin di Melbourne, pada pertengahan tahun 1998, saat kami sedang menggarap disertasi kami di Monash University. Dari tulisan-tulisan Tiong Djin, saya mulai tahu siapa Siauw Giok Tjhan.

Saat itu, mungkin ia hanya sebagai bayangan bagi saya. Sebagai salah satu tokoh yang disembunyikan keberadaannya oleh Orde Baru, lalu samar-samar mulai muncul setelah Orde Baru ambruk. Namun, setelah bertahun lamanya, barulah saya mengenal Giok Tjhan lebih jauh lagi. Giok Tjhan yang mempunyai banyak kedekatan dengan saya dan keluarga. Giok Tjhan, yang ayahnya lahir dan besar di Kapasan – Surabaya, sebuah daerah yang tidak jauh dari tempat saya dibesarkan di Surabaya. Dan tak jauh dari tempat tinggal orang tua saya sewaktu baru menikah.

Kapasan, di jaman penjajahan Belanda, di mana rasisme ditumbuhkan oleh pemerintah kolonial antara mereka yang diklasifikasikan sebagai Tionghoa, dan mereka yang digolongkan sebagai pribumi. Politik Wijkenstelsel yang mengharuskan pemisahan antara mereka yang Tionghoa dan pribumi. Dan mereka yang diklasifikasi sebagai Tionghoa diharuskan tinggal di sebuah daerah tertentu. Banyak manusia Tionghoa Indonesia yang akhirnya hidup terpencil karena kebijakan Belanda ini.

1Soe Tjen Marching adalah seorang akademisi, aktifis dan pengubah musik. Ia pendiri Majalah Bhinneka

dan banyak menulis tentang Perempuan, Politik Indonesia dan Agama dalam bahasa Indonesia, Inggris dan Jerman

(2)

2

Kapasan, adalah salah satu daerah Tionghoa peninggalan pemerintah Belanda itu. Namun, rakyat mempunyai cara tersendiri (walau mungkin tidak mereka sadari) untuk melawan politik adu-domba pemerintah kolonial ini. Di Kapasan, pembauran ternyata tak dapat dihindari. Kelenteng Konghucu Boen Bio terletak cukup dekat dari Cungkup, sebuah makam tokoh agama Islam. Pada hari-hari Raya Islam, Cungkup tidak saja ramai dikunjungi penganut agama Islam, tapi juga kaum ibu Tionghoa. Dan tidak kalah aneh, ibu Giok Tjhan, seorang Tionghoa totok beragama Konghucu yang mahir membuat berbagai obat ramuan Tionghoa, mempunyai kebiasaan membakar kemenyan dan pergi ziarah ke makam tokoh-tokoh Islam. Pada hari-hari Raya Islam, ibu Giok Tjhan juga mengajak anak-anaknya berziarah ke berbagai makam Islam seperti Ngampel di Kampung Arab – Surabaya, hingga ke Gresik dan Gunung Giri. Dan justru sang ibu tidak pernah mengajak anak-anaknya ke Boen Bio. Uniknya, sang ibu tetap berpaku pada berbagai ajaran Konghucu juga.

Percampuran antara mistik, kepercayaan dan agama inilah yang disaksikan oleh Giok Tjhan kecil: seorang pria dengan ikat kepala khas Jawa bersembahyang menggunakan hio (dupa panjang yang biasa dipakai orang Tionghoa). Sebaliknya, di sebelah pria ini, seorang perempuan Tionghoa memakai celana hitam, menyekar dengan menggunakan kemenyan.

Selain percampuran berbagai agama, kepercayaan dan kebudayaan yang mengesankan Giok Tjhan kecil, ia mengalami hal pahit juga: rasisme. Giok Tjhan pertama kali belajar di sekolah Tionghoa, karena kakeknya yang mengharuskan. Setelah sang kakek pindah ke Tiongkok, ayah Giok Tjhan mengirimnya ke sekolah Belanda. Di Sekolah Belanda inilah, Giok Tjhan mendapat sebutan “Cina loleng”, ejekan dari anak-anak Belanda dan indo terhadap mereka yang Cina.

Namun, ada hal lain yang jauh lebih pedih, yang harus dihadapi Siauw Giok Tjhan: wafatnya sang papa dan mama dalam usia belia pada tahun yang sama, tahun 1932, sehingga Giok Tjhan harus menghidupi dirinya dan adiknya. Dengan menggeluti berbagai bisnis dan pekerjaan, Siauw akhirnya menjabat sebagai pemimpin redaksi harian Mata Hari (1939 – 1942), dan tidak segan mengritik ambisi pemerintah Jepang di kawasan Asia. Sebuah wawasan yang luar biasa, walaupun saat itu, Jepang belum menjajah Indonesia, tapi Siauw tidak terkecoh dengan mulut manis dan tipu daya pemerintah Negara Matahari terbit ini. Karena hal ini, Siauw sempat dikejar-kejar Jepang, dan dengan terpaksa ia pindah ke Malang dan berganti profesi. Namun, Siauw yang cerdik tidak menghentikan perjuangannya dengan melakukan berbagai penyamaran, termasuk dengan menjadi anggota organisasi bentukan Jepang, Kakyo Shokai.

(3)

3

Masalah diskriminasi Tionghoa harus ditanggulangi setelah Indonesia merdeka. Sukarno, karena berbagai hal, termasuk keberadaan Maklumat Pemerintah November 1945 dan UUDS 1950, tidak memiliki kekuasaan memerintah hingga tahun 1959 (setelah Indonesia kembali ke UUD 1945). Dan Giok Tjhan ikut andil dalam beberapa kebijakan sang Presiden. Giok Tjhan, yang telah ditempa perpaduan pengalaman masa kecilnya di Kapasan, menentang adanya sebutan ras Indonesia, dan mempromosikan adanya Nasion Indonesia yang terdiri dari berbagai suku. Baginya, orang Tionghoa bisa dianggap sebagai salah satu suku ini, karena banyak dari mereka yang sudah bergenerasi-generasi lahir dan tinggal di Indonesia. Giok Tjhan menentang adanya asimilasi yang kemudian meniadakan identitas budaya seseorang, seperti misalnya mereka yang Tionghoa diharuskan mengganti nama Indonesia (atau nama non-Tionghoa). Justru Giok Tjhan merasa kesatuan Indonesia bisa berhasil bila identitas budaya seseorang diberi kebebasan, namun tetap bersatu dalam nasion Indonesia, yang beraneka ragam. Mungkin inilah wujud dari indahnya percampuran hio dan kemenyan, dan perpaduan antara makam Islam dan kelenteng, yang disaksikan pada masa kecilnya.

Ide Giok Tjhan inilah yang diterima Sukarno. Karena itu, pada massa Sukarno tidak ada pemaksaan orang-orang Tionghoa untuk mengganti nama mereka, seperti yang terjadi pada massa Orde Baru. Massa di mana nama-nama Tionghoa harus berganti dengan nama-nama Indonesia. Namun, yang disebut sebagai “nama Indonesia” sebenarnya bisa juga nama-nama Yunani seperti Helena dan Agatha atau nama Arab seperti Ahmad dan Yusron, atau nama India seperti Krishna dan Indra. Nama Indonesia yang dimaksud Orde Baru adalah nama yang tidak kedengaran TIonghoa. Politik adu-domba pemerintah kolonial Belanda berlanjut pada masa Orde Baru, sebuah ideologi wijkenstelsel

yang ditentang oleh Giok Tjhan sampai akhir hayatnya. Betapa pada masa Orde Baru, impi Giok Tjhan akan persatuan bangsa telah dikhianati oleh pemerintah Indonesia sendiri.

G30S

Sebagai ketua BAPERKI, Siauw Giok Tjhan cukup dekat dengan beberapa tokoh komunis, termasuk Aidit. Tapi hal ini tidak berarti Siauw selalu setuju dan mendukung PKI. Siauw tidak jarang terlibat konflik dengan Aidit, dan bahkan pada ulang tahun PKI yang ke 45, Siauw mengritik Aidit yang datang dengan berpakaian menteri. Siauw merasa bila Aidit ada pada acara ulang tahun tersebut, seharusnya ia tidak hadir sebagai menteri tapi sebagai bagian dari partai. Memang, Siauw merasa beberapa pimpinan PKI menjadi terlalu elitis dan lebih mementingkan posisi dalam pemerintahan.

(4)

4

Dalam bidang ekonomi, walaupun sangat terkesan dengan ide Karl Marx, Giok Tjhan mencoba mencari perpaduan antara sosialisme dan kapitalisme, karena ia merasa ekonomi Indonesia tidak akan cepat berkembang tanpa adanya perpaduan ini. Tapi ide ini mendapat banyak tentangan dari beberapa tokoh PKI, yang berkeras menerapkan sistem sosialisme.Justru Giok Tjhan, yang bukan PKI dan yang pernah ditentang idenya oleh PKI, akhirnya dituduh sebagai PKI oleh rezim Suharto setelah G30S meletus.

Peristiwa G30S digambarkan oleh Siauw sebagai kekuatan luar negeri yang ingin menggulingkan Sukarno dan menghancurkan gerakan kiri dan hal ini, membangkitkan gerakan anti Tionghoa. Berjuta manusia tak berdosa dibunuh, dipenjara dan disiksa oleh tentara Suharto, termasuk menteri-menteri dan politikus pendukung Sukarno. Siauw Giok Tjhan adalah salah satunya. Begitu juga papa saya, yang tak saya ketahui banyak aktifitasnya. Saya hanya tahu, papa saya sempat bekerja pada sebuah Koran yang dianggap kiri. Lalu, ada kisah lain: bahwa papa saya sempat membantu beberapa organisasi yang dianggap kiri. Penangkapan papa yang mempertemukan saya, anak bungsu Giok Tjhan (Tiong Djin) dan mama suatu ketika. Sayang sekali, papa saya sudah tiada, ketika saya bertemu Tiong Djin. Bila tidak, pasti akan banyak kisah yang terkuak tentang penangkapan papa & Giok Tjhan, serta massa-massa mereka di penjara Surabaya.

Giok Tjhan di Mata Mama

Dan Giok Tjhan ternyata telah dikenal oleh mama saya, sebagai pejabat yang rendah hati yang masih menyempatkan membantu orang-orang muda yang ingin melanjutkan studi mereka. Salah satu orang itu, adalah mama saya. Mereka yang Tionghoa, biasanya dikirim ke sekolah berbahasa Mandarin. Tapi, ketika lulus SMA, para siswa ini kebingungan, karena tidak ada Universitas Tionghoa. Universitas kebanyakan menggunakan bahasa Indonesia. Dalam berbagai kesibukannya dalam dunia politik, Giok Tjhan masih menyempatkan diri membantu para pelajar, untuk bisa melanjutkan studi mereka.

Siauw Giok Tjhan dibantu oleh adiknya, Siauw Giok Bie, untuk memberi para pelajar ini pelatihan bahasa Indonesia serta mengikuti tes persamaan, agar bisa diterima di Universitas. Mama saya, adalah salah satu orang tersebut. Mama sempat bertemu Siauw Giok Bie, dan berkat bantuan Giok Bie, mama berhasil melanjutkan kuliahnya di Universitas Baperki, yang bisa berdiri atas jasa Siauw Giok Tjhan juga.

Namun, manusia luar biasa ini harus terbuang oleh negerinya sendiri. Dengan predikat ET (Eks Tapol) setelah bebas dari penjara, Giok Tjhan tidak mungkin bisa bergerak bebas lagi.Hanya berkat bantuan Adam Malik, sahabatnya yang cukup dekat, Giok Tjhan diijinkan untuk berobat ke Belanda.

(5)

5

Di Belanda, Siauw dengan aktif menyuarakan tentang pentingnya penegakan HAM dan sempat mengumpulkan dana untuk para eks-tapol dan keluarganya. Namun, kegiatan kemanusiaan ini yang justru membuat passportnya dicabut oleh KBRI, sehingga ia tak bisa pulang lagi. Ia meninggal dalam pengasingan.

Saya hanya bisa berandai: kalaupun ada yang berniat menyebut nama Siauw Giok Tjhan dalam sejarah Indonesia saat itu, tentunya akan dicatat sebagai salah satu kriminal yang hampir setara dengan Aidit atau Njoto. Karena Suharto memusuhi mereka-mereka yang sungguh-sungguh ingin berjuang demi rakyat.

Tapi, hal yang sangat menyakitkan bagi saya, ketika tahun lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menobatkan mertuanya sendiri, Sarwo Edhie, sebagai pahlawan nasional. Padahal, Sarwo Edhie terlibat dalam pembunuhan massal tahun 1965-67 di Indonesia. Dialah yang menjadi komandan para jagal di masa itu, dengan menghasut rakyat jelata untuk ikut serta membunuh mereka yang dituduh PKI.

Saya tidak begitu setuju dengan gelar kepahlawanan (karena hal ini biasanya akan mengultuskan individu), tapi kalau gelar ini masih harus dipertahankan, manusia seperti Siauw Giok Tjhan berjuta kali jauh lebih pantas mendapatkannya daripada mahluk seperti Sarwo Edhie.

Referensi

Dokumen terkait

Halaman isi makalah terdiri atas (a) judul dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, (b) abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris maksimum 200 kata yang tersusun dalam

Halaman isi makalah terdiri dari (a) judul, (b) abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris tidak lebih dari 200 kata, (c) batang tubuh naskah yang terbagi menjadi bab dan

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa masyarakat Batak biasa menuliskan buah pikirannya pada buku lipat yang disebut pustaha yang terbuat dari kulit

Dilihat dari keseluruhan bentuk-bentuk aksara yang  digunakan  dalam  penulisan  Prasasti  Raja Soritaon  ini  tidak  jauh  berbeda  dengan  bentuk- bentuk  aksara 

Hasil klasifikasi citra landsat 8 untuk mengetahui lahan yang bervegetasi dan tidak bervegetasi dapat dilihat pada tabel 2, sedangkan untuk sebaran vegetasi

 Statistik Perbankan Indonesia yang diterbitkan OJK per Oktober 2016 mencatatkan pendapatan bunga bersih bank mencapai Rp 327,61 triliun, naik 11,67% apabila dibandingkan dengan

Laporan Praktek Kerja Nyata berjudul “Mekanisme Perhitungan dan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Atas Penghasilan Tenaga Kontrak Pada Unit Pelaksana