• Tidak ada hasil yang ditemukan

RAN CAN GAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO MOR T AHUN TENT ANG PENATAAN RUANG ARSIP DPR RI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RAN CAN GAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO MOR T AHUN TENT ANG PENATAAN RUANG ARSIP DPR RI"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NO MOR •••• T AHUN ••••

TENT ANG

PENATAAN RUANG

Desember 2005

ARSIP

DPR

RI

(2)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ...

Menimbang

TENT ANG PENATAAN RUANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional baik sebagai wadah maupun sebagai sumber daya alam perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna dan berhasil guna, sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya secara selaras, serasi, dan seimbang demi terwujudnya kesej ahteraan rakyat;

b. bahwa perkembangan situasi nasional dan internasional menuntut penegakan prinsip-prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik dengan memperhatikan Hak Asasi Manusia;

c. bahwa sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, kewenangan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang semakin besar, sehingga pelaksanaan kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antar-daerah, serta tidak menimbulkan kesenjangan antar-daerah;

d. bahwa kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap penataan ruang telah berkembang sehingga perlu pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang yang sesuai dengan perkembangan yang

ARSIP

DPR

(3)

Mengingat

terjadi di masyarakat sehingga tercapai perencanaan tata ruang yang efektif, transparan, dan partisipatif, pemanfaatan ruang yang tertib, serta pengendalian pemanfaatan ruang yang menjamin efektivitas dan efisiensi kegiatan pembangunan secara berkelanjutan; e. bahwa penataan ruang sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang;

f. bahwa berdasarkan pertim.bangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penataan Ruang;

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENATAAN RUANG.

BABI

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksudkan dengan:

1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara

ARSIP

DPR

(4)

kelangsungan hidupnya.

2. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak.

3. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman sistem Jarmgan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.

4. Pola pemanfaatan ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.

5. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang dilaksanakan secara sekuensial.

6. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.

7. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

8. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah; 9. Pengaturan penataan ruang adalah upaya untuk memberikan landasan

normatif bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.

10. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.

11. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

12. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan

ARSIP

DPR

(5)

penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

13. Perencanaan tata ruang adalah proses penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

14. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang sesuai rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

15. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah proses perizinan, pemantauan, evaluasi, dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang berdasarkan peraturan zonasi.

16. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/ atau aspek fungsional.

18. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola pemanfaaan ruang yang mempunyaijangkauan pelayanan tingkat wilayah.

19. Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan tingkat internal perkotaan.

20. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.

21. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.

22. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

23. Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam. dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

24. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama

ARSIP

DPR

(6)

bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

25. Kawasan strategis nasional adalah kawasan yang secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan. 26. Kawasan strategis provinsi adalah . kawasan yang secara regional

mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan. 27. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah kawasan yang secara lokal

mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan. 28. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang berkaitan dengan lokasi

kegiatan, kualitas ruang, administrasi pertanahan, dan tata bangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

29. Orang adalah orang perseorangan dan/ atau badan hukum.

30. Menteri adalah menteri yang menyelenggara.kan urusan pemerintahan

di bidang penataan ruang.

BABU

ASAS,TUJUAN,DANPENGELOMPOKAN PENATAAN RUANG

Bagian Pertama Asas dan Tujuan

Pasal 2

Penataan ruang d.iselenggarakan berdasarkan asas: a. keterpaduan;

b. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; c. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan; d. keberlanjutan;

e. keterbukaan;

f. kebersamaan; dan

g. keadilan dan perlindungan hukum.

ARSIP

DPR

(7)

Pasal 3

Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan mewujudkan ruang wilayah nasional yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk:

a. mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera;

b. mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c. mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta

menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Bagi.an Kedua Pengelompokan

Pasal 4

Penataan ruang dikelompokan berdasarkan sistem, fungsi kawasan, administrasi, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.

Pasal 5

(1) Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan.

(2) Penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya.

(3) Penataan ruang berdasarkan administrasi meliputi penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

(4) Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

(5) Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas kawasan strategis nasional, kawasan strategis provinsi, kawasan strategis kabupaten, dan kawasan strategis kota.

ARSIP

DPR

(8)

Pasal 6

(1) Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan:

a. lingkungan alam dan buatan, ekonomi, sosial budaya, hukum serta pertahanan dan keamanan sebagai satu kesatuan; dan

b. sumber daya manusia, sumber daya keuangan, dan teknologi.

(2) Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dilakukan secara terpadu dan bersifat komplementer.

(3) Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan.

(4) Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sampai batas tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang lautan dan udara diatur tersendiri dengan Undang-Undang.

BAB III WEWENANG

Bagian Pertama Um um Pasal 7

(1) Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar · kemakmuran rakyat.

(2) Kewenangan penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah.

(3) Penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tetap menghormati hak yang

dimiliki

orang.

ARSIP

DPR

(9)

Bagian Kedua Wewenang Pemerintah

Pasal 8

(1) Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:

a. penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional;

b. penyelenggaraan penataan ruang kawasan strategis nasional; dan c. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan

penataan ruang wilayah provinsi dan penataan ruang wilayah kabupaten / kota.

(2) Wewenang Pemerintah dalam penataan ruang nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

b. perumusan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya; dan

c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional.

(3) Dalam penataan ruang kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pemerintah melaksanakan:

a. penetapan kawasan strategis nasional;

b. penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional;

c. pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional; dan

d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional.

(4) Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan Pemerintah Daerah melalui dekonsentrasi atau tugas pembantuan.

(5) Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang, Pemerintah berwenang menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan ruang.

Pasal 9

(1) Presiden menunjuk seorang menteri yang bertugas menyelenggarakan

ARSIP

DPR

(10)

penataan ruang wilayah nasional.

(2) Pelaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang pada semua tingkatan

wilayah; dan

b. fasilitasi penyelesaian perselisihan dalam penyelenggaraan penataan ruang antar-provinsi dan/atau antara provinsi dengan kabupaten/kota.

Bagian Ketiga

Wewenang Pemerintah Provinsi Pasal 10

(1) Wewenang Pemerintah Provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:

a. penyelenggaraan penataan ruang wilayah provinsi;

b. penyelengaraan penataan ruang kawasan strategis provinsi;

c. mengkoordinasikan pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten dan penataan ruang wilayah kota -pada wilayah provinsi; dan

d. pembinaan dan pengawasan pelaksanaan penataan ruang pada wilayah kabupaten dan wilayah kota pada wilayah provinsi.

(2) Wewenang Pemerintah Provinsi dalam penataan ruang provinsi sebagaimana dim.aksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;

b. perumusan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya; dan

c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.

(3) Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi sebagaimana dim.aksud pada ayat (1) huruf b, Pemerintah Provinsi melaksanakan:

a. penetapan kawasan strategis provinsi;

b. penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi;

c.. pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dan

d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi.

ARSIP

DPR

(11)

(4) Dalam mengkoordinasikan pelaksanaan penataan ruang provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Gubemur dapat membentuk lembaga koordinasi penataan ruang di daerah provinsi.

(5) Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang wilayah provinsi, Pemerintah Provinsi dapat menyusun pedoman pelaksanaan norma, standar, p~doman, dan manual_ bidang penataan ruang.

(6) Dalam hal Pemerintah Provinsi tidak dapat memenuhi standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, Pemerintah dapat mengambil alih kewenangan sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 11

Pelaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)

mencakup:

a. koordinasi penyelenggaraan penataan iuang wilayah kabupaten/kota; dan

b. fasilitasi penyelesaian perselisihan dalam penyelenggaraan penataan ruang antar-kabupaten/kota.

Bagi.an Keempat

Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota Pasal 12

(1) Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:

a. penyelenggaraan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; dan

b. penataan ruang kawasan strategis kabupaten dan ruang kawasan strategis kota.

(2) Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penataan ruang kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;

b. perumusan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya;

dan

c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

ARSIP

DPR

(12)

(3) Dalam penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pemerintah Kabupaten/Kota melaksanakan:

a. penetapan kawasan strategis kabupaten/kota;

b. penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabu paten/ Kota;

c. pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan

d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota. (4) Dalam melaksanakan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang wilayah kabupaten/kota, Pemerintah Kabupaten/Kota wajib melaksanakan norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan ruang dan pedoman pelaksanaannya.

(5) Dalam hal Pemerintah Kabupaten/Kota tidak dapat memenuhi standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, Pemerintah Provinsi dapat mengambil alih kewenangan sesuai peraturan perundang-undangan.

BAB IV

PENGATURAN DAN PEMBINAAN PENATMN RUANG

Pasal 13

Pengaturan penataan ruang dilakukan melalui penetapan norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan ruang.

Pasal 14

(1) Pemerintah melakukan pembinaan penataan ruang kepada Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan masyarakat.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang;

b. sosialisasi norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan ruang;

c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan penataan ruang;

ARSIP

DPR

(13)

d. pendidikan dan pelatihan; e. penelitian dan pengembangan;

f. pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang; g. penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat; dan h. pengembangan kesadaran dan tanggungjawab masyarakat.

(3) Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota menyelenggarakan pembinaan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

menurut kewenangannya masing-masing.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BABV

PELAKSANAAN PENATMN RUANG Bagian Pertama

Perencanaan Tata Ruang Paragraf 1

Umum Pasal 15

(1) Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan: a. rencana umum tata ruang; dan

b. rencana detail tata ruang.

(2) Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a secara berhirarki terdiri atas:

a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; clan

c. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota.

(3) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun sebagai perangkat operasionalisasi rencana umum tata ruang. (4) Rencana detail tata ruang sebagaiman.a dimaksud pada ayat (1) huruf b

ARSIP

DPR

(14)

disusun dalam hal:

a. rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan / atau

b. rencana umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana umum tata ruang dimaksud memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana tata ruang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota mencakup ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara.

Pasal 17 (1) Rencana tata ruang dapat ditinjau kembali.

(2) Peninjauan kembali rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menghasilkan rekomendasi berupa:

a. rencana tata ruang yang ada dapat tetap berlaku sesuru dengan masa berlakunya; atau

b. rencana tata ruang yang ada perlu direvisi.

(3) Apabila penmJauan kembali rencana tata ruang menghasilkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, revisi rencana tata ruang dilaksanakan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang.

(4) Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara peninjauan kembali rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18

(1) Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan

ARSIP

DPR

(15)

rencana pola pemanfaatan ruang.

(2) Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana.

(3) Rencana pola pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya.

(4) Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial-budaya, ekonomi, serta pertahanan dan keam.anan.

(5) Rencana tata ruang disusun dengan memperhatikan keterkaitan antar-wilayah dan antar-fungsi kawasan.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana tata ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan dan keam.anan sebagai subsistem rencana tata ruang wilayah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Paragraf 2

Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional Pasal 19

Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dilakukan dengan mengacu kepada rencana pembangunan jangka panjang nasional dan memperhatikan:

a. Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;

b. perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang nasional;

c. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi;

d. keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah; dan

e. daya dukung dan daya tampung lingkungan.

ARSIP

DPR

(16)

Pasal 20

(1) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat: a. tujuan pemanfaatan ruang nasional;

b. kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional;

c. struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem pusat permukiman yang merupakan susunan fungsional kawasan perkotaan dan jaringan prasarana utama;

d. pola pemanfaatan ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung nasional dan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis nasional;

e. strategi nasional pengembangan perkotaan; f. penetapan kawasan strategis nasional;

g. indikasi program strategis pemanfaatan ruang lima tahunan; dan h. kriteria pemanfaatan ruang dan mekanisme pengendalian

pemanfaatan ruang.

(2) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi pedoman untuk:

a. penataan ruang wilayah provinsi dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; dan

b. penetapan lokasi investasi.

(3) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun.

(4) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dapat ditinjau kembali paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(5) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 21

(1) Rencana detail tata ruang untuk Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dapat berupa Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional.

(2) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ARSIP

DPR

(17)

ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman, tata cara, dan lain-lain yang diperlukan bagi penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.

Paragraf 3

Perencanaan Tata Ruang Wilayah Provinsi Pasal 22

(1) Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dilakukan dengan mengacu kepada:

a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

b. norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan ruang; dan c. rencana pembangunan jangka panjang daerah.

(2) Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dilaksanakan dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang berbatasan.

Pasal 23

(1) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi memuat: a. tujuan pemanfaatan ruang wilayah provinsi;

b. rencana struktur ruang yang meliputi sistem pusat permukiman dan sistem j aringan prasarana wilayah provinsi;

c. rencana pola pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung provinsi dan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis provinsi;

d. strategi pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi;

e. penetapan kawasan strategis provinsi;

f. indikasi program strategis pemanfaatan ruang lima tahunan;

g. arahan pengelolaan dan pengembangan kawasan lindung provinsi dan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis provinsi;

h. arahan pengembangan sistem pusat permukiman dan sistem

ARSIP

DPR

(18)

jaringan prasarana wilayah; dan

1. arahan kebijakan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya dengan memperhatikan keterpaduan dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan.

(2) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi menjadi pedoman untuk: a. pemanfaatan ruang di wilayah provinsi;

b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar-wilayah kabupaten/kota serta keserasian antar-sektor;

c. penetapan lokasi investasi;

d. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan e. penataan ruang wilayah kabupaten/kota;

(3) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun.

(4) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(5) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pasal 24

(1) Rencana detail tata ruang untuk Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dapat berupa Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi.

(2) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman dan tata cara penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Gubernur.

ARSIP

DPR

(19)

Paragraf 4

Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota Pasal 25

(1) Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dilakukan dengan mengacu kepada:

a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;

b. norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan ruang; dan c. rencana pembangunan jangka panjang daerah.

(2) Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dilaksanakan dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota: yang berbatasan.

Pasal 26

(1) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten memuat: a. tujuan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten;

b. rencana struktur ruang yang meliputi sistem pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten;

c. rencana pola pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis kabupaten;

d. strategi pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten;

e. penetapan kawasan strategis kabupaten;

f. indikasi program pemanfaatan ruang lima tahunan;

g. rencana pengelolaan kawasan lindung, kawasan budidaya, dan kawasan strategis kabupaten;

h. rencana pengembangan sistem permukiman dan sistem Janngan prasarana wilayah; dan

1. penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya, serta memperhatikan keterpaduan dengan sumber daya manusia dan sumber daya

ARSIP

DPR

(20)

buatan.

(2) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten menjadi pedoman untuk: a. pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;

b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar-sektor;

c. penetapan lokasi investasi; dan

d. penyusunan rencana detail tata ruang di kabupaten;

(3) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten .menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan. (4) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten adalah 20 (dua

puluh) tahun.

(5) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(6) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pasal 27

(1) Rencana detail tata ruang untuk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dapat berupa Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten.

(2) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman dan tata cara penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Bupati.

Paragraf 5

Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota Pasal 28

Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 berlaku pula untuk

ARSIP

DPR

(21)

perencanaan tata ruang wilayah kota.

Pasal 29

Selain ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota memuat pula: a. penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;

b. penyediaan dan pemanfaatan ruang terbangun publik; dan

c. penyediaan prasarana dan sarana yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.

Pasal 30

(1) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf a terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.

(2) Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota.

(3) Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 10 (sepuluh) persen dari luas wilayah kota.

Pasal 31

Proporsi ruang publik ditetapkan paling sedikit 40 (empat puluh) persen dari luas wilayah kota yang diperuntukan bagi ruang terbuka hijau publik dan ruang terbangun publik.

Pasal 32

Ketentuan lebih lanjut mengenai standar luas ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan persyaratan minimal ruang publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 diatur dengan peraturan Menteri.

ARSIP

DPR

(22)

Bagian Kedua Pemanfaatan Ruang

Paragraf 1

Um um Pasal 33

(1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya.

(2) Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu indikasi program pemanfaatan ruang yang ditetapkan

dalam rencana tata ruang.

(3) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan sarana dan prasarana.

Pasal 34

(1) Dalam pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya.

(2) Dalam rangka pengembangan penatagunaan tanah, penatagunaan arr, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan kegiatan penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca penatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan sumber daya alam lainnya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

ARSIP

DPR

(23)

Paragraf 2

Pemanfaatan Ruang Wilayah Pasal 35

( 1) Dalam pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dilakukan:

a. perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis;

b. perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan strategis; dan

c. pelaksanaan pembangunan sesuai program pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan strategis.

(2) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan:

a. standar pelayanan minimal bidang penataan ruang; dan b. standar kualitas lingkungan.

Bagian Ketiga

Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pasal 36

Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui peraturan zonasi, perizinan, pemantauan, evaluasi, dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang.

Pasal 37

(1) Peraturan zonas1 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.

(2) Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.

(3) Peraturan zonasi ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

ARSIP

DPR

(24)

Pasal 38

( 1) Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 diberikan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota menurut kewenangannya masing-masing sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dapat dibatalkan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota menurut kewenangannya masing-masing sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Apabila izin sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dapat dibuktikan telah diperoleh dengan iktikad baik, terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat dimintakan penggantian yang layak kepada lembaga pemberi izin.

Pasal 39

(1) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang.

(2) Dalam hal hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) terdapat indikasi pelanggaran terhadap rencana tata ruang, Bupati/Walikota mengambil langkah-langkah penyelesaiannya.

(3) Dalam hal Bupati/Walikota tidak melaksanakan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur mengambil langkah-langkah penyelesaiannya.

(4) Dalam hal Gubernur tidak melaksanakan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri mengambil langkah-langkah penyelesaiannya.

Pasal 40

(1) Dalam hal indikasi pelanggaran terhadap rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dapat dibuktikan, aparat penegak hukum melakukan penertiban.

ARSIP

DPR

(25)

(2) Penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tindakan nyata pengenaan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 41

Dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang dikembangkan perangkat yang bersifat insentif dan disinsentif dengan menghormati hak penduduk sebagai warga negara.

Pasal 42

Dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat membentuk lembaga yang bertugas melaksanakan pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 43

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang diatur dengan peraturan Menteri.

Bagi.an Keempat

Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Paragraf 1

Um um Pasal 44

(1) Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan pada:

a. kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari wilayah kabupaten; atau

b. kawasan yang secara fungsional berciri perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota.

(2) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berbentuk kawasan metropolitan.

ARSIP

DPR

(26)

Paragraf2

Perencanaan Tata Ruang Kawasan Perkotaan Pasal 45

Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari wilayah kabupaten adalah rencana detail dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten.

Pasal 46

(1) Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota merupakan alat koordinasi dalam pelaksanaan pembangunan yang bersifat lintas wilayah.

(2) Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi arahan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang yang bersifat lintas wilayah administratif.

Pasal 47

(1) Rencana Tata Ruang Kawasan Metropolitan merupakan alat koordinasi pelaksanaan pembangunan lintas wilayah.

(2) Rencana Tata Ruang Kawasan Metropolitan berisi:

a. struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang yang merupakan sinkronisasi dari struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang wilayah administratif di dalam kawasan;

b. arahan pengelolaan kawasan metropolitan; dan

c. indikasi program pemanfaatan ruang kawasan metropolitan.

Pasal 48

Dalam perencanaan tata ruang kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 berlaku ketentuan Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32.

Pasal 49

Ketentuan lebih lanjut mengenai standar luas ruang terbuka hijau dan

ARSIP

DPR

(27)

persyaratan minimal ruang publik bfilk untuk wilayah kota maupun kawasan perkotaan diatur dengan peraturan Menteri.

Paragraf 3

Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan Pasal 50

(1) Pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari wilayah kabupaten merupakan bagian dari pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.

(2) Pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota dilaksanakan melalui penyusunan program pembangunan beserta pembiayaannya secara terkoordinasi antar-wilayah kabupaten/kota terkait.

Paragraf 4

Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan Pasal 51

(1) Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari wilayah kabupaten merupakan bagian dari pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.

(2) Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota dilaksanakan oleh masing-masing kabupaten/kota.

(3) Untuk kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota yang mempunyai lembaga pengelolaan tersendiri pengendaliannya dapat dilaksanakan oleh lembaga dimaksud.

Paragraf 5

Kerjasama Pengelolaan Kawasan Perkotaan Pasal 52

(1) Pengelolaan kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota dilaksanakan melalui kerjasama antar-daerah.

ARSIP

DPR

(28)

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenru pengelolaan kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI

PENGAWASAN PENATAAN RUANG

Pasal 53

(1) Untuk menjamin tercapainya tujuan penataan ruang dilakukan pengawasan terhadap penataan ruang pada setiap tingkat wilayah.

(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan wewenangnya melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 54

(1) Pengawasan terhadap penataan ruang pada setiap tingkat wilayah dilakukan dengan menggunakan norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan ruang.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan pada seluruh proses penataan ruang.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan terhadap penataan ruang diatur dengan peraturan Menteri.

BAB VII

HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 55

Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk: a. mengetahui rencana tata ruang;

b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat

pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;

d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap

ARSIP

DPR

(29)

pembangunan di wilayahnya yang tidak sesuru dengan rencana tata ruang;

e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan

f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/ atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.

Pasal 56

Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang berkewajiban untuk: a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

b. memanfaatkan ruang sesuai izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;

c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan· izin pemanfaatan ruang;

d. memberikan akses terhadap sumber air, pesisir pantai, serta kawasan-kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milikumum.

Pasal 57

(1) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat.

(2) Bentuk dan tata cara peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui konsultasi pu blik.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerin tah.

Pasal 58

(1) Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan penataan ruang dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan.

(2) Dalam hal masyarakat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud ayat

ARSIP

DPR

(30)

(1) tergugat dapat membuktikan bahwa tidak terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang.

BAB VIII

PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 59

(1) Penyelesaian sengketa penataan ruang pada tahap pertama diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.

(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan, para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan.

(3) Upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB IX

SANKS! ADMINISTRATIF

Pasal 60

Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 56, dikenai sanksi administratif.

Pasal 61

(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dapat berupa:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian kegiatan sementara;

c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi;

e. pencabutan izin;

f. penolakan atau pembatalan izin;

ARSIP

DPR

(31)

g. pembongkaran bangunan; dan/atau h. pemulihan fungsi ruang.

(2) Selain pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat

( 1), dapat dikenai denda yang nilainya ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(3) Ketentuan lebih Ian.jut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BABX

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 62

(1) Bagi pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya, diberikan masa transisi selama 2 (dua) tahun untuk penyesuru.an.

(2) Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang. (3) Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan

rencana tata ruang dan dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh dengan itikad baik, maka kepada pemegang izin diberikan penggantian yang layak.

BAB XI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 63

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.

ARSIP

DPR

(32)

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 64

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tarn.bah.an Lembaran Negara Nomor 3501) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 65

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal ... .

Disahkan di Jakarta

Pada tanggal ... .

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, ttd.

HAMID AWALUDDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ... .

ARSIP

DPR

(33)

I. UMUM

PENJELASAN ATAS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ...

TENT ANG PENATAAN RUANG

1. Dasar Pemikiran

Ruang wilayah nasional sebagai wadah atau tempat bagi manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatannya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia yang perlu disyukuri, dilindungi, dan dikelola. Dengan demikian ruang wajib dikembangkan dan dilestarikan pemanfaatannya secara optimal dan berkelanjutan demi kelangsungan hidup yang berkualitas.

Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara memberikan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup dapat tercapai jika didasarkan atas keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam, maupun hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Demikian pula Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar sumber daya alam dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang harus dapat dinikmati, baik oleh generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.

Ruang sebagai salah satu sumber daya alam tidaklah mengenal batas wilayah. Akan tetapi, kalau ruang clikaitkan dengan pengaturannya, maka haruslah jelas batas, fungsi dan sistemnya dalam satu kesatuan.

Secara geografis letak dan kedudukan negara Indonesia se bagai negara kepulauan adalah sangat strategis, baik bagi kepentingan nasional maupun internasional. Secara ekosistem, kondisi

ARSIP

DPR

(34)

alamiahnya sangat khas karena menempati posisi silang di khatulistiwa antara dua benua clan dua samudera dengan cuaca, mus1m, clan iklim tropisnya. Dengan demikian, ruang wilayah nasional merupakan aset besar bangsa Indonesia yang harus dimanfaatkan secara terkoordinasi, terpadu, clan seefektif mungkin dengan memperhatikan faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta kelestarian kemampuan lingkungan untuk menopang pembangunan nasional demi tercapainya masyarakat yang adil clan makmur. Dengan kata lain, wawasan penataan ruang wilayah nasional adalah Wawasan Nusantara.

Ruang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya bagi kehidupan dan penghidupan. Kegiatan manusia dan mahluk hidup lainnya membutuhkan ruang sebagaimana lokasi berbagai pemanfaatan ruang atau sebaliknya suatu ruang dapat mewadahi berbagai kegiatan, sesuai dengan kondisi alam setempat dan teknologi yang diterapkan. Meskipun suatu ruang tidak dihuni manusia seperti ruang ham.pa udara, lapisan di bawah kerak bumi, kawah gunung berapi, tetapi ruang tersebut mempunyru pengaruh terhadap kehidupan dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan dan kelangsungan hidup.

Disadari bahwa ketersediaan ruang itu sendiri terbatas. Bila pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik, kemungkinan besar terdapat pemborosan manfaat ruang dan penurunan kualitas ruang. Oleh karena itu, diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang, dan estetika lingkungan.

Ruang wilayah nasional sebagai suatu sumber daya alam terdiri dari berbagai ruang wilayah sebagai suatu subsistem. Masing-masing subsistem meliputi aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta kelembagaan dengan corak ragam clan daya dukung yang berbeda satu dengan yang lainnya.

ARSIP

DPR

(35)

Seluruh wilayah nasional terdiri dari wilayah nasional, wilayah provinsi, dan wilayah kabupaten/kota, yang masing-masing merupakan subsistem ruang menurut batasan administrasi. Di dalam subsistem tersebut terdapat sumber daya manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan, dan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda, yang apabila tidak ditata dengan baik dapat mendorong ke arah adanya ketidakseimbangan pembangunan antar-wilayah serta ketidaklestarian lingkungan hidup.

Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik dan daya dukungnya serta didukung oleh teknologi yang sesuai, akan meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistem yang berarti juga meningkatkan daya tampungnya. Oleh karena pengelolaan subsistem yang satu akan berpengaruh pada subsistem yang lain, yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan, pengaturan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utamanya. Ini berarti perlu adanya suatu kebijakan nasional penataan ruang yang memadukan berbagai kebijakan pemanfaatan ruang.

Seiring dengan maksud tersebut, maka pelaksanaan pembangunan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pemanfaatan ruang tidak bertentangan dengan rencana tata ruang. Penataan ruang sebagai proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu pemanfaatan ruang wilayah nasional baik sebagai wadah maupun sebagai sumber daya alam perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna dan berhasil guna, sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya secara selaras, serasi, dan seimbang demi terwujudnya kesejahteraan rakyat.

ARSIP

DPR

(36)

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang sebagai dasar pengaturan penataan ruang sebagaimana dimaksud di atas telah memberikan landasan bagi penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional, namun perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara menuntut perubahan pengaturan di dalam Undang-Undang tersebut. Perkembangan tersebut antara lain: (i) perkembangan situasi nasional dan internasional yang menuntut penegakan prinsip-prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik dengan memperhatikan Hak Asasi Manusia; (ii) perkembangan wilayah, baik nasional, provinsi maupun wilayah kabupaten/kota yang tidak dapat dilepaskan dari perkembangan yang terjadi dalam lingkup yang lebih luas; (iii) pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang semakin besar kepada Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang, sehingga pelaksanaan kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antar-daerah, serta tidak menimbulkan kesenjangan antar-daerah; dan (iv) perkembangan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap penataan ruang yang memerlukan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang agar sesuai dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat sehingga dapat dicapai perencanaan tata ruang yang efektif, transparan, dan partisipatif, pemanfaatan ruang yang tertib, serta pengendalian pemanfaatan ruang yang menjamin efektivitas dan efisiensi kegiatan pembangunan secara berkelanjutan.

Perubahan pengaturan tersebut ditujukan untuk menjamin tercapainya tujuan penataan ruang yang memberikan dasar yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan penataan ruang. Untuk itu, Undang-Undang tentang penataan ruang ini memiliki ciri sebagai berikut:

a. sederhana tetapi dapat mencakup kemungkinan perkembangan pemanfaatan ruang pada masa depan sesuai dengan keadaan,

ARSIP

DPR

(37)

waktu, dan tempat;

b. menjamin keterbukaan rencana tata ruang bagi masyarakat sehingga dapat lebih mendorong peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang yang berkualitas dalam segala seg1 pembangunan;

c. mencakup semua aspek di bidang penataan ruang sebagai dasar bagi pengaturan lebih lanjut yang perlu dituangkan dalam bentuk peraturan tersendiri;

d. mengandung sejumlah ketentuan proses dan prosedur perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang sebagai dasar bagi pengaturan lebih lanjut. Selain itu, Undang-Undang ini menjadi landasan untuk menilai dan menyesuaikan peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan tentang segi-segi penyelenggaraan penataan ruang yang telah berlaku yaitu peraturan perundang-undangan mengenai perfilran, pertanahan, kehutanan, pertambangan, pembangunan daerah, perdesaan, perkotaan, transmigrasi, perindustrian, perikanan, jalan, Landas Kontinen Indonesia, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, perumahan dan permukiman, kepariwisataan, perhubungan, telekomunikasi, dan sebagainya.

2. Pokok-pokok Materi Muatan

Dalam rangka mencapai tujuan pengaturan penataan ruang di atas, Undang-Undang m1 memuat ketentuan-ketentuan pokok yang mencakup:

a. pembagian kewenangan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan penataan ruang yang dimaksudkan untuk memberikan kejelasan tugas dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan dalam mewujudkan ruang wilayah nasional yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan;

b. pengaturan penataan ruang yang dilak.ukan melalui penetapan

ARSIP

DPR

(38)

norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan ruang sebagai acuan penyelenggaraan penataan ruang;

c. pembinaan penataan ruang melalui berbagai kegiatan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas seluruh pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan penataan ruang;

d. pelaksanaan penataan ruang yang mencakup perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang pada semua tingkat pemerintahan yang bersifat komplementer dan smerg1s;

e. pengawasan penataan ruang yang mencakup pengawasan terhadap proses dan hasil perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang agar tetap sesuai dengan norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan ruang dan peraturan perundang-undangan terkait;

f. hak, kewajiban, dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang untuk menJamm keterlibatan masyarakat, termasuk masyarakat adat, dalam setiap proses penyelenggaraan penataan ruang;

g. penyelesaian sengketa baik sengketa antar-daerah administrasi maupun antar-pemangku kepentingan lainnya secara bermartabat; dan

h. pengaturan sanksi administratif sebagai dasar untuk penegakan hukum dalam penyelenggaraan penataan ruang.

IL PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup Jelas.

Pasal 2 Huruf a

Yang dimaksud dengan keterpaduan adalah bahwa penataan

ARSIP

DPR

(39)

ruang dianalisis dan dirumuskan menjadi satu kesatuan dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Penataan ruang dilakukan secara terpadu dan menyeluruh mencakup antara lain pertimbangan aspek waktu, modal, optimasi, daya dukung dan daya tampung lingkungan, dan geopolitik. Dalam mempertimbangkan aspek waktu, suatu perencanaan tata ruang memperhatikan adanya aspek prakiraan, ruang lingkup wilayah yang direncanakan, persepsi yang mengungkapkan berbagai keinginan serta kebutuhan dan tujuan pemanfaatan ruang.

Hurufb

Yang dimaksud dengan keberberdayagunaan dan keberhasilgunaan adalah bahwa penataan ruang harus dapat mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan fungsi ruang.

Huruf c

Yang dimaksud dengan keserasian, keselarasan, clan keseimbangan adalah bahwa penataan ruang dapat menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang bagi persebaran penduduk antar wilayah, pertumbuhan dan perkembangan antar sektor, antar-daerah, serta antara sektor dan daerah dalam satu kesatuan Wawasan Nusantara.

Hurnf d

Yang dimaksud dengan keberlanjutan adalah bahwa penataan ruang menjamin kelestarian kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan lahir dan batin antar-generasi.

Hurufe

Yang dimaksud dengan keterbukaan adalah bahwa dalam penyelenggarakan penataan ruang masyarakat memiliki akses yang seluas-luasnya dalam mendapatkan informasi yang

ARSIP

DPR

(40)

berkaitan dengan penataan ruang.

Huruff

Yang dimaksud dengan kebersamaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Huruf g Pasal 3

Yang dimaksud dengan keadilan dan perlindungan hukum adalah bahwa penataan ruang harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil.

Yang dimaksud dengan nyaman adalah keadaan dimana masyarakat dapat mengartikulasikan nilai-nilai sosial budaya dan fungsinya sebagai manusia.

Yang dimaksud dengan produktif adalah proses dimana produksi dan distribusi berjalan secara efisien, sehingga mampu memberikan nilai tam.bah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, sekaligus meningkatkan daya saing.

Yang dimaksud dengan berkelanjutan adalah kondisi dimana kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan, termasuk pula antisipasi untuk mengembangkan orientasi ekonomi kawasan setelah sumber daya alam tak terbarukan habis.

Pasal 4

Cukup Jelas.

Pasal 5 Ayat (1)

Penataan ruang berdasarkan sistem merupakan pendekatan dalam penataan ruang baik yang dilakukan berdasarkan

ARSIP

DPR

(41)

administratif maupun berdasarkan fungsi kawasan dan aspek kegiatan.

Ayat (2)

Penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan merupakan komponen dalam penataan ruang baik yang dilakukan berdasarkan administratif maupun berdasarkan fungsi kawasan dan aspek kegiatan.

Termasuk dalam kawasan lindung adalah:

a. kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya yang meliputi kawasan hutan lindung, kawasan bergambut dan kawasan resapan air;

b. kawasan perlindungan setempat yang meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk dan kawasan sekitar mata air; kawasan suaka alam yang meliputi cagar alam dan suaka margasatwa; kawasan pelestarian alam yang meliputi taman nasional, tam.an hutan raya, tam.an wisata alam; kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; c. kawasan rawan bencana alam meliputi antara lain kawasan

rawan letusan gunung berapi, gempa bumi, tanah longsor, serta gelombang pasang dan banjir; serta

d. kawasan lindung lainnya, misalnya taman buru, cagar biosfir, kawasan perlindungan plasma nuftah, kawasan pengungsian satwa, dan kawasan pantai berhutan bakau.

Termasuk dalam kawasan budidaya adalah kawasan peruntukan hutan produksi, kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan peruntukan pertanian, kawasan peruntukan pertambangan, kawasan peruntukan permukiman, kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata, kawasan tempat beribadah, kawasan pendidikan, kawasan pertahanan keamanan. Ayat (3)

Cukup Jelas.

ARSIP

DPR

(42)

Ayat (4}

Kegiatan yang menjadi ciri kawasan perdesaan meliputi tempat perrnukiman perdesaan, tempat kegiatan pertanian, kegiatan pemerintahan, kegiatan pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kegiatan yang menjadi ciri kawasan perkotaan meliputi tempat perrnukiman perkotaan, tempat pemusatan dan pendistribusian kegiatan bukan pertanian seperti kegiatan pelayanan jasa pemerintahan, kegiatan pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Ayat (5)

Kawasan strategis merupakan kawasan yang didalam.nya berlangsung kegiatan yang mempunyai:

a. pengaruh besar terhadap tata ruang di wilayah sekitarnya; b. dam.pak baik terhadap kegiatan lain di bidang yang sejenis

maupun terhadap kegiatan di bidang lainnya; dan/ atau

c. faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kawasan strategis nasional dapat berupa (termasuk di dalam.nya) kawasan khusus sebagaimana dimaksud Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.

Kegiatan dalam kawasan strategis nasional dapat berupa misalnya kegiatan pembangunan skala besar untuk kegiatan industri beserta sarana dan prasarananya, kegiatan pertahanan dan keam.anan beserta sarana dan prasarananya, kegiatan pariwisata beserta sarana dan prasarananya, geostrategis, sosial budaya, lingkungan hidup, pengembangan ekonomi, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang nilai strategisnya diukur berdasarkan aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi penanganan kawasan tersebut. Termasuk di dalam kawasan strategis adalah kawasan tertinggal mengingat sifatnya yang perlu diprioritaskan penanganannya.

ARSIP

DPR

(43)

Pasal 6 Ayat (1)

Perhatian terhadap aspek-aspek terse but dalam pasal ini mencakup juga potensi dan keanekaragaman daerah termasuk kondisi budaya lokal dan keanekaragaman hayati. Dalam hal ini penataan ruang dilakukan sebagai upaya dalam menciptakan pemanfaatan ruang yang berdayaguna dan berhasilguna serta untuk terpeliharanya kelestarian daya dukung lingkungan hid up.

Ayat (2)

Yang dimaksud bersifat komplementer adalah penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota saling melengkapi satu sama lain, bersinergi, dan tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dalam penyelenggaraannya.

Ayat (3)

Cukup Jelas. Ayat (4)

Penataan ruang wilayah provinsi dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota yang daratannya berbatasan dengan laut perlu mencakup ruang lautan dalam batas tertentu. Penataan ruang tersebut berkaitan dengan lokasi dan tempat kegiatan masyarakat di daerah seperti tempat permukiman, kegiatan nelayan, dan sebagainya.

Penataan ruang wilayah provinsi-, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota berkaitan dengan ruang udara dalam batas tertentu. Penataan ruang tersebut berkaitan dengan wadah kegiatan masyarakat di daerah seperti batas ketinggian bangunan, penggunaan jembatan penyeberangan yang diperlebar untuk pertokoan dan sebagainya.

Ayat (5)

Cukup Jelas.

ARSIP

DPR

(44)

Pasal 7 Ayat (1) Cukup Jelas. Ayat (2) Cukup Jelas. Ayat (3)

Hak yang dimiliki orang termasuk hak yang dimiliki masyarakat adat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 8 Ayat (1) Cukup Jelas. Ayat (2) Cukup Jelas. Ayat (3) Cukup Jelas. Ayat (4) Cuku p J elas. Ayat (5) Pasal 9

Yang termasuk dalam standar bidang penataan ruang antara lain adalah standar pelayanan minimal.

Cukup Jelas. Pasal 10 Ayat (1) Cukup Jelas. Ayat (2) Cukup Jelas. Ayat (3) Cukup Jelas.

ARSIP

DPR

RI

(45)

Ayat (4)

Pembentukan lembaga koordinasi dilakukan jika sistem kelembagaan daerah tidak mendukung dilakukannya koordinasi dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten dan penataan ruang wilayah kota pada wilayah provinsi.

Lembaga koordinasi dimaksud dapat berupa penguatan terhadap lembaga koordinasi yang sudah ada yang bersifat ad-hoc. Ayat (5) Cukup Jelas. Ayat (6) Cukup Jelas. Pasal 11 Cukup Jelas. Pasal 12 Cukup Jelas. Pasal 13 Cukup Jelas. Pasal 14 Ayat (1) Cukup Jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup Jelas. Hurufb Cukup Jelas. Huruf c Cukup Jelas.

ARSIP

DPR

RI

(46)

Huruf cl

Pendidikan clan pelatihan dimaksudkan antara lain untuk meningkatkan kemampuan aparatur pemerintah clan masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, clan pengendalian pemanfaatan ruang.

Huruf e

Cukup Jelas. Huruff

Penyebarluasan informasi tentang penataan ruang kepada masyarakat dapat dilakukan melalui media elektronik clan media cetak serta media komunikasi lainnya, sebagai bentuk perwujuclan asas keterbukaan dalam penyelenggaraan penataan ruang. Dengan demikian, upaya memelihara clan meningkatkan kualitas penataan ruang dapat dilakukan secara lebih terarah. Hal ini juga dimaksudkan sebagai langkah untuk mencegah terjadinya kerugi.an pacla masyarakat sebagai akibat penyelenggaraan penataan ruang.

Huruf g

Pengembangan kesadaran clan tanggung jawab masyarakat mencakup upaya menumbuhkan serta meningkatkan kesadaran clan tanggung jawab masyarakat dalam rangka peningkatan peran serta masyarakat clalam penyelenggaraan penataan ruang. Hurufh Cukup Jelas. Ayat (3) Cukup Jelas. Ayat (4) Cukup Jelas.

ARSIP

DPR

RI

(47)

Pasal 15 Ayat (1) Hurufa Cukup Jelas. Hurufb Ayat (2)

Rencana detail tata ruang dapat berupa rencana tata ruang kawasan strategis yang penetapan kawasannya di dalam rencana tata ruang wilayah.

Rencana tata ruang dibedakan menurut administrasi pemerintahan karena kewenangan mengatur pemanfaatan ruang sesuai dengan pembagian administrasi pemerintahan. Secara administrasi pemerintahan, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten clan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota memiliki kedudukan yang setara.

Huruf a

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional merupakan kebijakan pemerintah yang menetapkan rencana struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang nasional beserta kriteria dan pola penanganan kawasan lindung, kawasan budidaya, dan kawasan lainnya. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional meliputi antara lain arahan pengembangan sistem permukiman dalam skala nasional, jaringan prasarana yang melayani kawasan produksi dan permukiman, penentuan wilayah yang akan diprioritaskan pengembangannya pada waktu yang akan datang dalam skala nasional, termasuk penetapan kawasan strategis nasional.

Hurufb Cukup Jelas. Huruf c Cukup Jelas.

ARSIP

DPR

RI

(48)

Ayat (3)

Cukup Jelas. Ayat (4)

Dalam hal rencana umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang memungkinkan penyusunan rencana dengan kedalamaan pengaturan dan skala peta yang dapat langsung dioperasionalkan untuk seluruh kegiatan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, tidak diperlukan penyusunan rencana detail tata ruang.

Ayat (5) Cukup Jelas. Pasal 16 Cukup Jelas. Pasal 17 Cukup Jelas. Pasal 18 Ayat (1)

Rencana struktur ruang dan rencana pola pemanfaatan ruang merupakan komponen dari rencana tata ruang.

Ayat (2)

Dalam sistem wilayah, pusat permukiman adalah kawasan perkotaan yang merupakan pusat kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Dalam sistem internal perkotaan, pusat permukiman adalah pusat-pusat pelayanan kegiatan perkotaan. Sistem jaringan prasarana antara lain mencakup sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya air.

ARSIP

DPR

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah Waran Yang Ditawarkan Sebanyak-banyaknya sebesar 402.781.000 lembar Waran Seri I (32,22% dari Jumlah Modal Ditempatkan dan Disetor Perseroan pada saat

Sebentar Pak, kemarin itu memang ada masalah yang Pak Djoko bilang, karena ada masalah soal swasta, bukan soal diatur soal yang statis ini bukan, tapi dalam

Meskipun telah melakukan imunisasi tidak berarti balita tersebut bebas dari stunting karena terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan stunting seperti pola asuh orang

Puji dan Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadapan Allah Swt. atas karunia dan lindungan-Nya sehingga Jurnal Teknik Vol. 2 BulanDesember 2016 dapat

Dengan kata lain, kalimat adalah satuan bahasa yang umumnya berdiri sendiri yang terdiri atas konstituen dasar yang berupa klausa, satu atau lebih klausa

: Sertifikat Rekapitulasi Hasil dan Rincian Penghitungan Perolehan Suara dari Setiap Kecamatan di Tingkat Kabupaten/Kota dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil

Prinsip ini terkait dengan karakter dominan dalam karya seni, terdapat satu atau lebih ide atau pola garis, bentuk (shape), warna yang bersifat sentral dimana

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah terbangunnya sebuah aplikasi mobile game edukasi yang bisa digunakan untuk media pembelajaran ilmu pengetahuan alam kelas