EVALUASI KESUBURAN BEBERAPA JENIS TANAH DI LOKASI PERKEBUNAN TEBU PABRIK GULA PT. TERSANA BARU KABUPATEN CIREBON
Oleh:
Amran Jaenudin1 ABSTRACT
"The decline in sugar cane production and sugar cane fields in the last ten years has been volatile. That is, not every year in that period has decreased, "Muhidin said. Sugar cane farmers do tend to shift from sugar cane cultivation to other types of crops which are considered more profitable. Another opinion on the transition of cultivation is due to the low sugar cane randeman. The reduced rendering resulted in many farmers switching from sugar cane to more profitable crops of rice, corn, shallots and secondary crops.
The causes of the lower rendering value include conditions of high rainfall and lack of nutrients in the soil. This lack of nutrients is because the soil has been used too long for sugarcane cultivation, this causes a reduction in soil fertility. Basically, soil testing or soil analysis has two functions: 1) showing nutrient status in the soil (management history, potential and management) and 2) can serve as a basis for monitoring production systems and measuring trends or changes in fertilization programs. By knowing the availability of nutrients, it can do the right fertilization and can increase soil fertility, so that the rendeman yield increases. Therefore, a Land Analysis Study in the Sugarcane Plantation Area was conducted.
The purpose of this research study is to identify the amount of nutrients to provide accurate information about the conditions of soil fertility in sugarcane plantation areas in Cirebon. The objectives of this research study are: 1) to determine the fertility value of sugarcane plantation areas in Cirebon and 2) to find out the factors that cause reduced nutrient content in the soil. In general, the method used in this study is by using laboratory analysis methods and qualitative descriptive methods. The results of the study are 1) in general the soil fertility status (SKT) for the 10 regions taken from soil samples is low both from the top soil and sub soil soil layers; 2) the nutrient content of Nitrogen in the soil for these 10 regions is low so it is necessary to fertilize the appropriate ZA and NPK to improve the soil fertility status of each location; 3) fertilizer recommendations made for the 10 regions are by adding Nitrogen, lime (dolomite) and manure as basic fertilizer at the beginning of planting; and 4) factors that cause reduced nutrient content are declining soil fertility status due to excessive inorganic fertilization, pesticide use, and the absence of crop rotation.
Keywords: Soil Fertility, Sugar Cane Plantation, and The area in Tersana Baru Cirebon PG
1 Dr. Amran Jaenudin, Ir.,M.S : Dosen Program Studi Agronomi Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung
541
A. PENDAHULUAN
Letak geografis Kabupaten Cirebon yang strategis merupakan hal yang menguntungkan bagi Kabupaten Cirebon untuk meningkatkan perekonomian daerahnya, terutama di bidang pertanian maupun perkebunan. Wilayah Cirebon memiliki ketinggian 5 m s.d 3.078 m dpl, beriklim tropis dan mempunyai kandungan tanah jenis Litosol, Aluvial, Mediteran, Latosol, Potsolik, Regosol, Gleihumus, Podsonik dan Grumosol yang sangat mendukung untuk pembudidayaan tanaman tebu.
Perkebunan tebu yang ada di Jawa sudah berlangsung semenjak kolonial Belanda hingga saat ini. Dalam kurun waktu kolonial, industri gula di Jawa telah mengalami tiga periode perkembangan. Periode pertama adalah pendirian industri gula pada abad ke-17 sampai dengan abad ke-18 di sekitar selatan Batavia (Ommelanden). Periode kedua berkisar antara 1830 hingga 1870 atau yang dikenal dengan kurun Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel), dan yang terakhir adalah periode perkembangan ketiga setelah 1870. Di Kabupaten Cirebon perkebunan tebu diolah oleh perusahaan BUMN PT Rajawali, Tbk.
Menurut sekretaris Dinas Pertanian Perkebunan Peternakan dan Kehutanan (Distanbunakhut) Kabupaten Cirebon, Muhidin menyebutkan, pada masa tanam 2004-2005, luas areal tanaman tebu masih mencapai 7.287 hektare. Dari lahan itu, dihasilkan produksi tebu sebanyak 594.239 ton, produksi hablur (gula sukrosa yang dikristalkan) sebanyak 43.795 ton dan rendemen mencapai 7, 37 %. Namun, di masa tanam 2014-2015, luas lahan tanaman tebu menjadi 7.236 hektare. Dari luas lahan tebu itu, produksi tebu yang dihasilkan mencapai 475.730 ton, produksi hablur sebanyak 29.914 ton serta rendemen sebanyak 6, 29 %.
“Penurunan produksi tebu maupun lahan tanaman tebu dalam sepuluh tahun terakhir itu terjadi secara fluktuatif. Artinya,
tidak setiap tahun dalam kurun waktu tersebut mengalami penurunan,” kata Muhidin. Para petani tebu memang cenderung mulai beralih dari budidaya tebu ke tanaman jenis lain yang dinilai lebih menguntungkan. Seperti misalnya, jagung, padi dan kedelai. Petani beralih ke budidaya lain karean hasil panen tebu minim atau bahkan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Republika Cirebon, 2016).
Pendapat lain peralihan budidaya ini dikarenakan rendahnya randeman tebu. Berkurangnya rendeman mengakibatkan petani banyak yang beralih jenis tanaman dari tanam tebu menjadi tanam padi, jagung, bawang merah dan palawija yang lebih menguntungkan. Penyebab dari semakin rendahnya nilai rendeman diantaranya adalah kondisi curah hujan yang tinggi dan kurangnya unsur hara dalam tanah. Kurangnya unsur hara ini karena tanah sudah terlalu lama digunakan untuk budidaya tebu, hal ini menyebabkan berkurangnya kesuburan tanah.
Tanah itu sendiri adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni : bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan selama kurun eaktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari ciri-ciri bahan induk asalnya baik secara fisik, kimia, biologi, maupun morfologinya. Tanah bersama air dan udara merupakan sumberdaya alam utama yang sangat mempengaruhi kehidupan. Kesetimbangan ketiganya sangat tergantung pada bagaimana kita mengelola tanahnya (Sugeng Winarso, 2005).
Produktivitas tanah merupakan kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tertentu suatu tanaman di bawah suatu sistem pengelolaan tanah tertentu. Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah atau kualitas tanah untuk menyediakan unsur-unsur hara tanaman
542 dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan
tanaman, dalam bentuk senyawa yang bisa dimafaatkan tanaman, dan dalam perimbangan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tertentu. Tanah produktif harus mempunyai kesuburan yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Akan tetapi tanah subur tidak selalu berarti produktif. Tanah yang subur akan produktif jika dikelola dengan tepat, menggunakan teknik pengelolaan dan jenis tanaman yang sesuai (Sugeng Winarso, 2005).
Untuk mengetahui nilai kesuburan tanah tersebut maka dibutuhkan analisis tanah yang didalamnya menghitung ketersediaan unsur hara dalam tanah. Uji tanah merupakan praktek pengelolaan tanah paling baik dan akan menjadi andalan pengelolaan lahan jangka panjang dan ramah lingkungan. hal ini disebabkan karena dalam aspek agronomi bisa diandalkan, secara ekonomi sangat menguntungkan dan secara lingkungan dapat dipertanggungjawabkan.
Statistik penggunaan pupuk dan produksi tanaman menunjukkan bahwa kesuburan tanah pada banyak lahan pertanian akan menurun karena defisiensi unsur hara, sehingga pengelolaan hara menjadi sangat penting. Pada tanah yang diberikan bahan organik dan pupuk anorganik menunjukkan peningkatan kadar bahan organik tanah, sedangkan pengelolaan secara konvensional justru menurunkan kadar bahan organik.
Secara mendasar, uji tanah atau analisis tanah mempunyai dua fungsi: 1) menunjukkan status hara di dalam tanah (sejarah pengelolaan, potensi dan pengelolaan) dan 2) dapat berfungsi sebagai dasar untuk memonitori sistem produksi dan mengukur kecenderungan atau perubuhan dari program pemupukan. Dengan mengetahui ketersediaan unsur hara maka dapat melakukan pemupukan yang tepat dan dapat meningkatkan kesuburan tanah, sehingga hasil rendeman pun meningkat. Oleh sebab itu maka dilakukan Penelitian
Analisis Tanah Pada Area Perkebunan Tebu.
Maksud dari studi penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jumlah unsur hara untuk memberikan informasi yang akurat mengenai kondisi kesuburan tanah area perkebunan tebu di Cirebon.
Tujuan dari studi penelitian ini adalah: 1. Menetapkan nilai kesuburan area
perkebunan tebu di Cirebon.
2. Mengetahui faktor‐faktor yang menyebabkan berkurangnya unsur hara dalam tanah.
B. METODE PENELITIAN
Secara umum metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni dengan menggunakan metode analisis laboratorium dan metode deskriptif kualitatif. Metode ini akan menjelaskan secara terperinci hasil dari analisis laboratorium yang dilakukan, kemudian dikaitkan dengan keadaan fisik wilayah, demografis, sosio ekonomi, kelembagaan, dan aspek lingkungan di Kabupaten Cirebon.
Sumber Data
Sumber data berasal dari data sekunder. Data sekunder meliputi data-data statistik dari BPS, Laporan Dinas dan Instansi yang terkait dalam pembangunan Kabupaten Cirebon, kebijakan-kebijakan pemerintah Kabupaten Cirebon, program pemerintah Kabupaten Cirebon, data dari hasil analisis laboratorium, serta kajian-kajian yang telah dilakukan terdahulu. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2016 dari bulan Mei hingga Juli atau selama 60 hari kalender. Metode penelitian yang dilakukan bersifat survei, dengan analisis sampel tanah dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika, UNPAD Bandung. Pengambilan sampel dilakukan di wilayah perkebuna PG Tersana Baru yang tersebar di Kabupaten Cirebon bagian timur yaitu, daerah Ciledug, Pabuaran, Waled, Pasaleman dan sekitarnya.
543 Survey Lapangan dan Pengambilan Data
Survey lapangan dan pengambilan data umum pada dasarnya meliputi seluruh wilayah Kabupaten Cirebon, sedangkan pengambilan data fisik lingkungan serta pengambilan sampel akan diambil dari kawasan-kawasan yang dipandang perlu dilakukan analisis tanah atau telah ditentukan oleh Distanbunakhut Kabupaten Cirebon sebagai pusat pertumbuhan perkebunan tebu.
Jenis Data yang Diolah
Keseluruhan data selanjutnya diklasifikasikan ke dalam aspek fisik wilayah, demografis, sosio ekonomi, kelembagaan, dan aspek lingkungan. Rekapitulasi dilakukan terhadap data-data kuantitatif seperti data-data statistik baik yang bersumber dari laporan dinas instansi terkait maupun data dari hasil analisis laboratorium yang diperoleh dari pengkajian di lapangan dan di laboratorium.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang dijadikan sampel tanah adalah tanah bagian atas dan bawah dengan masing-masing jumlah sampel 10 sampel. Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel tanah yaitu pengebor tanah yang difungsikan untuk mengambil tanah, sekop penggali tanah, pembungkus sampel, label, spidol, dll.
Sampel diambil secara acak pada sebaran lahan perkebunan yang telah ditentukan oleh PG Tersana Baru dan Distanbunakhut, masing-masing jumlah titik pada setiap satu lahan perkebunan adalah 10 titik yang kemudian akan dijadikan dua sampel yaitu tanah bagian atas dan bawah. Tanah bagian atas diambil dengan ke dalam 0-30 cm dan tanah bagian bawah dengan kedalaman 60 cm. Sehingga jumlah sampel
yang akan dianalisis adalah 20 sampel dari 5 daerah perkebunan milik PG Tersana Baru di Kabupaten Cirebon bagian timur.
Sampel tanah yang diambil dari beberapa lokasi tersebut diperlakukan secara seragam. Sampel yang diambil masing-masing sampel beratnya 500 gram. Masing-masing sampel dimasukan ke dalam plastik steril dan diikat dengan tali karet dan diberi label tiap sampelnya. Kemudian dimasukkan ke dalam container box.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Tanah
Pada gambar 1 dijelaskan jenis tanah kawasan perkebunan tebu PG Tersana Baru. Kemudian berdasarkan hasil analisis jenis tanah untuk masing-masing lokasi pengambilan sampel, sebagai berikut:
1. Lokasi Kecamatan Pabedilan jenis tanah aluvial kelabu tua
2. Lokasi Desa Pakusamben Kecamatan Babakan jenis tanah aluvial kelabu tua 3. Lokasi Desa Karangwangun Kecamatan
Babakan jenis tanah aluvial kelabu tua 4. Lokasi Desa Gebang Kecamatan
Gebang, jenis tanah asosiasi aluvial kelabu dan gleihumus rendah
5. Lokasi Desa Sukadana Kecamatan Pabuaran, jenis tanah aluvial kelabu tua 6. Lokasi Desa Cilengkrang Kecamatan
Pasaleman, jenis tanah aluvial kelabu 7. Lokasi Desa Pasaleman, Kecamatan
Pasaleman, jenis tanah aluvial kelabu 8. Lokasi Desa Cigobang, Kecamatan
Pasaleman, jenis tanah aluvial kelabu tua
9. Lokasi Desa Waled Asem, Kecamatan Waled, jenis tanah aluvial kelabu
10. Lokasi Desa Cikulak, Kecamatan Waled, jenis tanah aluvial kelabu tua
544 Gambar 1. Sebaran Jenis Tanah PG Tersana Baru
Jenis tanah aluvial merupakan tanah yang berasal dari endapan alluvial atau koluvial muda dengan perkembangan profil tanah lemah sampai tidak ada. Sifat tanah beragam tergantung dari bahan induk yang diendapkannya serta penyebarannya tidak dipengaruhi oleh ketinggian maupun iklim. Sedangkan jenis tanah aluvial kelabuan mempunyai bahan induk endapan liat, terdapat di daerah yang datar yang sering digenangi air, sehingga warna tanah kelabu tua atau kehitam-hitaman, sifat tanah lekat tanpa struktur.
Nama lain dari jenis tanah aluvial adalah entisols, sifat ciri utama tanah ordo Entisol solum dangkal yaitu hanya lapisan A dan diikuti lapisan C atau R, sehingga merupakan tanah yang masih sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada horison penciri lain kecuali epipedon ochrik, albik atau histik. Entisol terjadi di daerah dengan bahan induk dari pengendapan material baru atau di daerah-daerah tempat laju erosi atau pengendapan lebih cepat dibandingkan
dengan laju pembentukan tanah. Kata Ent berarti recent atau baru. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial atau Regosol.
Pengelolaan lahan dilakukan dengan cara memperbanyak tanaman penutup tanah seperti rumput atau alang-alang. Pembuatan terasering pada lereng miring agar tidak mudah tererosi. Pemberian mulsa (plastik atau organik) dan bedengan untuk mengurangi penguapan dan memperbaiki drainase. Membiarkan apa adanya tanaman yang sudah ada disitu yang tumbuh alami atau melakukan penanaman pohon-pohon untuk jadi hutan lindung, karena kurang baik untuk budidaya. Melakukan rotasi tanaman untuk menjaga ketersediaan unsur hara. Pada daerah berlereng memanfaatkan dengan sistem agroforestri.
Jenis tanah asosiasi aluvial kelabu dan glei humus rendah adalah jenis tanah yang mempunyai bahan induk endapan liat, terdapat di daerah yang datar yang merupakan tanah yang cukup banyak mengandung hara tanaman. Daerah dengan
545 jenis tanah ini diperlukan sekali pengaturan
terhadap tata air termasuk perlindungan terhadap banjir, drainase dan irigasi.
Rekomendasi pemupukan berdasarkan jenis tanah dapat disesuaikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Rekomendasi Pemupukan Berdasarkan Jenis Tanah
Jenis Tanah Kwintal pe ha
N (Nitrogen) P (Phospor) K (Kalium) Tanaman Baru Aluvial 2,30 – 3,22 0 – 0,72 0 – 0,60 Regusol/Litosol/Kambisol 2,30 – 3,68 0,36 –0,72 0,60 – 1,20 Latusol 2,76 – 3,68 0,36 – 1,08 0,60 – 0,72 Grumosol 3,22 – 4,14 0,72 – 1,08 0,60 – 1,80 Mediteran 3,22– 4,14 0,36– 1,08 0,60 – 1,20
Podzolik merah kuning 2,30 – 3,22 1,44 – 2,16 1,20 – 2,40 Tanaman Keprasan Aluvial 2,76 – 3,22 0 – 0,36 0 – 0,6 Regusol/Litosol/Kambisol 3,22 – 3,68 0 – 0,36 0,60 – 1,20 Latusol 3,22 – 3,68 0 – 0,72 0,60 – 1,80 Grumosol 3,68 – 4,14 0,36 – 0,72 0,60 – 1,80 Mediteran 3,68 – 4,14 0,72 – 1,08 0,60 – 1,20
Podzolik merah kuning 2,76 – 3,22 0,72 – 1,08 1,20 – 2,40 Sumber : Candra Indrawanto dkk, 2010
Berdasarkan hasil pengamatan bahwa jenis tanah sampel adalah tanah aluvial. Tanah aluvial pada tanaman baru membutuhkan pupuk nitorgen 2,30 – 3,22 kwintal/ha, phosposor 0 – 7,2 kwintal/ha dan kalium 0 – 0,60 kwintal/ha atau setara dengan ZA 7,52 kwintal/ha dan NPK 16:16:16 sebanyak 4 kwintal/ha. Sedangkan tanah aluvial untuk tanaman keprasan membutuhkan pupuk nitrogen 2,76 – 3,22 kwintal/ha, phospor 0 – 0,36 kwintal/ha dan kalium 0 – 0,60 kwintal/ha atau setara dengan pupuk NPK 16:16:16 sebanyak 3 kwintal/ha dan ZA sebanyak 10,52 kwintal/ha.
Status Kesuburan Tanah
Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah atau kualitas tanah untuk menyediakan unsur-unsur hara tanaman dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan tanaman, dalam bentuk senyawa yang bisa dimafaatkan tanaman, dan dalam perimbangan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tertentu apabila suhu dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya mendukung pertumbuhan normal
tanaman. Defenisi ini dapat dinyatakan bahwa kesuburan tanah mencakup tiga aspek, yaitu:
a) Kuantitas, yang mencakup jumlah/konsentrasi dan macam unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
b) Kualitas, yang merupakan perbandingan konsentrasi antara unsur hara satu dengan unsur hara yang lainnya, dan
c) Waktu, yaitu ketersediaan unsur hara tersebut ada secara terus menerus sesuai dengan kebutuhan tanaman selama pertumbuhannya.
Status kesuburan tanah (SKT) merupakan kesimpulan dari nilai atau kondisi tanah yang dianalisis. SKT terdiri dari Sangat Rendah (SR), Rendah (R), Sedang (S), Tinggi (T) dan Sangat Tinggi (ST). Penentuan nilai atau status tersebut berdasarkan dari kondisi atau kuantitas unsur hara, fisika, kimi dan biologi tanah tersebut.
Berdasarkan hasil analisis status kesuburan tanah (SKT) untuk masing – masing lokasi pengambilan sampel adalah sebagai berikut:
546 Lokasi Pabedilan, Kecamatan Pabedilan
Tabel 2. Hasil Laboratorium Sampel Kecamatan Pabedilan 1-a dan 1-b
No Parameter Satuan Hasil Kriteria Hasil Kriteria
Lapisan Top Soil Lapisan Sub Soil
1. KTK me/100g 27,89 Tinggi 28,61 Tinggi
2. KB me/100g 9,40 Rendah 8,91 Rendah
3. C total % 2,47 Sedang 1,43 Rendah
4. N total % 0,14 Rendah 0,11 Rendah
5. C/N 18 Tinggi 13 Sedang
6. P2O5 mg/100g 67,31 Sangat Tinggi 67,88 Sangat Tinggi
7. K2O mg/100g 26,75 Sedang 28,18 Sedang
8. K me/100g 0,11 Rendah 0,12 Rendah
9. Na me/100g 0,40 Sedang 0,45 Sedang
10. Ca me/100g 6,56 Sedang 7,76 Sedang
11. Mg me/100g 2,33 Tinggi 0,58 Rendah
12. Al me/100g tt tt
13. Tekstur Liat Liat
14. pH H2O 5,78 Agak Masam 6,17 Agak Masam
15. Status Kesuburan Tanah (SKT) Rendah Rendah
Sumber: Hasil Pengujian Laboratorium, 2016 Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa status kesuburan tanah top soil dan sub soil di wilayah Kecamatan
Pabedilan rendah yaitu nilai N total rendah, tekstur tanah liat dan pH tanah agak masam. Lokasi Desa Pakusamben Kecamatan Babakan
Tabel 3. Hasil Laboratorium Sampel Desa Pakusambe 1-a dan 1-b
No Parameter Satuan Hasil Kriteria Hasil Kriteria
Lapisan Top Soil Lapisan Sub Soil
1. KTK me/100g 29,17 Tinggi 32,22 Tinggi
2. KB me/100g 6,49 Rendah 8,35 Rendah
3. C total % 1,78 Rendah 1,41 Rendah
4. N total % 0,14 Rendah 0,10 Rendah
5. C/N 13 Sedang 14 Sedang
6. P2O5 mg/100g 67,37 Sangat Tinggi 53,26 Sangat Tinggi
7. K2O mg/100g 24,10 Sedang 26,17 Sedang
8. K me/100g 0,12 Rendah 0,12 Rendah
9. Na me/100g 0,42 Sedang 0,48 Sedang
10. Ca me/100g 5,37 Sedang 7,46 Sedang
11. Mg me/100g 0,58 Rendah 0,29 S rendah
12. Al me/100g tt Tt
13. Tekstur Liat Liat
14. pH H2O 5,98 Agak Masam 6,15 Agak Masam
15. Status Kesuburan Tanah (SKT) Rendah Rendah
547 Hasil pengujian laboratorium
menunjukkan bahwa status kesuburan tanah top soil dan sub soil di Desa Pakusamben
Kecamatan Babakan rendah yaitu nilai N total rendah, tekstur tanah liat dan pH tanah agak masam.
Lokasi Desa Karangwangun Kecamatan Babakan
Tabel 4. Hasil Laboratorium Sampel Desa Karangwangun 2-a dan 2-b
No Parameter Satuan Hasil Kriteria Hasil Kriteria
Lapisan Top Soil Lapisan Sub Soil
1. KTK me/100g 24,53 Tinggi 23,72 Tinggi
2. KB me/100g 7,06 Rendah 6,48 Rendah
3. C total % 1,96 Rendah 1,48 Rendah
4. N total % 0,14 Rendah 0,08 Rendah
5. C/N 14 Sedang 19 Tinggi
6. P2O5 mg/100g 100,46 Sangat Tinggi 82,90 Sangat Tinggi
7. K2O mg/100g 20,82 Sedang 20,75 Sedang
8. K me/100g 0,12 Rendah 0,12 Rendah
9. Na me/100g 0,40 Sedang 0,40 Sedang
10. Ca me/100g 5,37 Sedang 5,67 Sedang
11. Mg me/100g 1,17 Sedang 0,29 S. Rendah
12. Al me/100g Tt Tt
13. Tekstur Liat Liat
14. pH H2O 5,24 Masam 5,10 Masam
15. Status Kesuburan Tanah (SKT) Rendah Rendah
Sumber: Hasil Pengujian Laboratorium, 2016 Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa status kesuburan tanah top soil dan sub soil di Desa Karangwangun
Kecamatan Babakan rendah yaitu nilai N total rendah, tekstur tanah liat dan pH tanah masam.
Lokasi Desa Gebang Kecamatan Gebang
Tabel 5. Hasil Laboratorium Sampel Desa Gebang 1-a dan 1-b
No Parameter Satuan Hasil Kriteria Hasil Kriteria
Lapisan Top Soil Lapisan Sub Soil
1. KTK me/100g 30,62 Tinggi 30,59 Tinggi
2. KB me/100g 7,43 Rendah 9,83 Rendah
3. C total % 1,49 Rendah 1,50 Rendah
4. N total % 0,11 Rendah 0,11 Rendah
5. C/N 14 Sedang 14 Sedang
6. P2O5 mg/100g 99,74 Sangat Tinggi 86,20 Sangat Tinggi
7. K2O mg/100g 24,18 Sedang 28,17 Sedang
8. K me/100g 0,14 Rendah 0,14 Rendah
9. Na me/100g 0,45 Sedang 0,45 Sedang
10. Ca me/100g 5,97 Sedang 8,95 Sedang
11. Mg me/100g 0,87 Rendah 0,29 S. Rendah
12. Al me/100g Tt Tt
13. Tekstur Liat Liat
14. pH H2O 5,65 Agak Masam 5,85 Agak Masam
15. Status Kesuburan Tanah (SKT) Rendah Rendah
548 Hasil pengujian laboratorium
menunjukkan bahwa status kesuburan tanah top soil dan sub soil di Desa Gebang rendah
yaitu nilai N total rendah, tekstur tanah liat dan pH tanah agak masam.
Lokasi Desa Sukadana Kecamatan Pabuaran
Tabel 6. Hasil Laboratorium Sampel Desa Sukadana 1-a dan 1-b
No Parameter Satuan Hasil Kriteria Hasil Kriteria
Lapisan Top Soil Lapisan Sub Soil
1. KTK me/100g 17,95 Sedang 14,03 Rendah
2. KB me/100g 5,55 Rendah 3,95 Rendah
3. C total % 3,07 Sedang 2,86 Sedang
4. N total % 0,16 Rendah 0,18 Rendah
5. C/N 19 Tinggi 16 Sedang
6. P2O5 mg/100g 180,94 Sangat Tinggi 190,72 Sangat Tinggi
7. K2O mg/100g 26,82 Sedang 30,18 Sedang
8. K me/100g 0,14 Rendah 0,15 Rendah
9. Na me/100g 0,48 Sedang 0,52 Sedang
10. Ca me/100g 4,47 Rendah 2,99 Rendah
11. Mg me/100g 0,46 Rendah 0,29 S. Rendah
12. Al me/100g Tt Tt
13. Tekstur Lempung Liat Berdebu Lempung Liat Berdebu
14. pH H2O 5,78 Agak Masam 5,83 Agak Masam
15. Status Kesuburan Tanah (SKT) Rendah Rendah Sumber: Hasil Pengujian Laboratorium, 2016
Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa status kesuburan tanah top soil dan sub soil di Desa Sukadana
rendah yaitu nilai N total rendah, tekstur tanah lempung liat berdebu dan pH tanah agak masam.
Lokasi Desa Cilengkrang Kecamatan Pasaleman
Tabel 7. Hasil Laboratorium Sampel Desa Cilengkrang 1-a dan 1-b
No Parameter Satuan Hasil Kriteria Hasil Kriteria
Lapisan Top Soil Lapisan Sub Soil
1. KTK me/100g 25,49 Tinggi 28,21 Tinggi
2. KB me/100g 10,01 Rendah 8,86 Rendah
3. C total % 2,80 Sedang 2,17 Sedang
4. N total % 0,15 Rendah 0,15 Rendah
5. C/N 19 Tinggi 14 Sedang
6. P2O5 mg/100g 70,35 Sangat Tinggi 61,91 Sangat Tinggi
7. K2O mg/100g 28,80 Sedang 28,75 Sedang
8. K me/100g 0,15 Rendah 0,14 Rendah
9. Na me/100g 0,42 Sedang 0,45 Sedang
10. Ca me/100g 5,07 Rendah 5,07 Sedang
11. Mg me/100g 4,37 Tinggi 3,20 Tinggi
12. Al me/100g Tt Tt
13. Tekstur Liat Liat
549 No Parameter Satuan Hasil Kriteria Hasil Kriteria
Lapisan Top Soil Lapisan Sub Soil
15. Status Kesuburan Tanah (SKT) Rendah Rendah
Sumber: Hasil Pengujian Laboratorium, 2016 Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa status kesuburan tanah top soil dan sub soil di Desa Cilengkrang
rendah yaitu nilai N total rendah, tekstur tanah liat dan pH tanah agak masam.
Lokasi Desa Pasaleman, Kecamatan Pasaleman
Tabel 8. Hasil Laboratorium Sampel Desa Pasaleman 2-a dan 2-b
No Parameter Satuan Hasil Kriteria Hasil Kriteria
Lapisan Top Soil Lapisan Sub Soil
1. KTK me/100g 30,62 Tinggi 29,57 Tinggi
2. KB me/100g 9,17 Rendah 8,29 Rendah
3. C total % 1,57 Rendah 1,57 Rendah
4. N total % 0,13 Rendah 0,10 Rendah
5. C/N 12 Sedang 16 Tinggi
6. P2O5 mg/100g 99,74 Sangat Tinggi 103,96 Sangat Tinggi
7. K2O mg/100g 20,75 Sedang 22,05 Sedang
8. K me/100g 0,12 Rendah 0,12 Rendah
9. Na me/100g 0,41 Sedang 0,42 Sedang
10. Ca me/100g 8,06 Sedang 7,46 Sedang
11. Mg me/100g 0,58 Rendah 0,29 S. Rendah
12. Al me/100g Tt Tt
13. Tekstur Liat Berdebu Liat Berdebu
14. pH H2O 5,13 Masam 5,00 Masam
15. Status Kesuburan Tanah (SKT) Rendah Rendah
Sumber: Hasil Pengujian Laboratorium, 2016 Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa status kesuburan tanah top soil dan sub soil di Desa Pasaleman
rendah yaitu nilai N total rendah, tekstur tanah liat berdebu dan pH tanah masam. Lokasi Desa Cigobang, Kecamatan Pasaleman
Tabel 9. Hasil Laboratorium Sampel Desa Cigobang 3-a dan 3-b
No Parameter Satuan Hasil Kriteria Hasil Kriteria
Lapisan Top Soil Lapisan Sub Soil
1. KTK me/100g 27,09 Tinggi 26,99 Tinggi
2. KB me/100g 5,92 Rendah 6,82 Rendah
3. C total % 1,66 Rendah 1,62 Rendah
4. N total % 0,11 Rendah 0,10 Rendah
5. C/N 15 Sedang 16 Tinggi
6. P2O5 mg/100g 46,74 Sedang 59,85 Sangat Tinggi
7. K2O mg/100g 27,28 Sedang 28,18 Sedang
8. K me/100g 0,14 Rendah 0,14 Rendah
550 No Parameter Satuan Hasil Kriteria Hasil Kriteria
Lapisan Top Soil Lapisan Sub Soil
10. Ca me/100g 4,47 Rendah 5,97 Sedang
11. Mg me/100g 0,87 Rendah 0,29 S. Rendah
12. Al me/100g Tt Tt
13. Tekstur Liat Berdebu Liat Berdebu
14. pH H2O 4,92 Masam 4,91 Masam
15. Status Kesuburan Tanah (SKT) Rendah Rendah Sumber: Hasil Pengujian Laboratorium, 2016
Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa status kesuburan tanah top soil dan sub soil di Desa Cigobang
rendah yaitu nilai N total rendah, tekstur tanah liat berdebu dan pH tanah masam. Lokasi Desa Waled Asem, Kecamatan Waled
Tabel 10. Hasil Laboratorium Desa Sampel Waled Asem 1-a dan 1-b
No Parameter Satuan Hasil Kriteria Hasil Kriteria
Lapisan Top Soil Lapisan Sub Soil
1. KTK me/100g 21,48 Sedang 19,40 Sedang
2. KB me/100g 5,92 Rendah 5,61 Rendah
3. C total % 1,64 Rendah 2,13 Sedang
4. N total % 0,10 Rendah 0,11 Rendah
5. C/N 16 Tinggi 19 Tinggi
6. P2O5 mg/100g 84,55 Sangat Tinggi 85,22 Sangat Tinggi
7. K2O mg/100g 27,80 Sedang 26,25 Sedang
8. K me/100g 0,13 Rendah 0,14 Rendah
9. Na me/100g 0,43 Sedang 0,42 Sedang
10. Ca me/100g 5,07 Sedang 4,47 Sedang
11. Mg me/100g 0,29 S. Rendah 0,58 Rendah
12. Al me/100g Tt Tt
13. Tekstur Liat Liat
14. pH H2O 4,32 Sangat Masam 5,05 Masam
15. Status Kesuburan Tanah (SKT) Rendah Rendah Sumber: Hasil Pengujian Laboratorium, 2016
Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa status kesuburan tanah top soil dan sub soil di Desa Waled
Asem rendah yaitu nilai N total rendah, tekstur tanah liat dan pH tanah masam. Lokasi Desa Cikulak, Kecamatan Waled
Tabel 11. Hasil Laboratorium Sampel Desa Cikulak 2-a dan 2-b
No Parameter Satuan Hasil Kriteria Hasil Kriteria
Lapisan Top Soil Lapisan Sub Soil
1. KTK me/100g 22,16 Sedang 23,08 Sedang
2. KB me/100g 5,65 Rendah 5,25 Rendah
3. C total % 2,11 Sedang 1,85 Rendah
4. N total % 0,11 Rendah 0,11 Rendah
5. C/N 19 Tinggi 17 Tinggi
551 No Parameter Satuan Hasil Kriteria Hasil Kriteria
Lapisan Top Soil Lapisan Sub Soil
7. K2O mg/100g 28,18 Sedang 24,17 Sedang
8. K me/100g 0,14 Rendah 0,12 Rendah
9. Na me/100g 0,45 Sedang 0,44 Sedang
10. Ca me/100g 4,77 Sedang 4,47 Sedang
11. Mg me/100g 0,29 S. Rendah 0,29 Rendah
12. Al me/100g Tt Tt
13. Tekstur Liat Liat
14. pH H2O 5,34 Masam 5,37 Masam
15. Status Kesuburan Tanah (SKT) Rendah Rendah Sumber: Hasil Pengujian Laboratorium, 2016
Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa status kesuburan tanah top soil dan sub soil di Desa Cikulak rendah
yaitu nilai N total rendah, tekstur tanah liat dan pH tanah masam.
Tabel 12. Status Kesuburan Tanah (SKT) Di Wilayah Perkebunan PG Tersana Baru Kabupaten Cirebon
No Daerah Nilai SKT
Lapisan Top Soil Lapisan Sub Soil
1. Kecamatan Pabedilan Rendah Rendah
2. Desa Pakusamben, Kec. Babakan Rendah Rendah 3. Desa Karangwangun, Kec.
Babakan
Rendah Rendah
4. Desa Gebang, Kec. Gebang Rendah Rendah
5. Desa Sukadana, Kec. Pabuaran Rendah Rendah 6. Desa Cilengkrang, Kec. Pasaleman Rendah Rendah 7. Desa Pasaleman, Kec. Pasaleman Rendah Rendah 8. Desa Cigobang, Kec. Pasaleman Rendah Rendah 9. Desa Waled asem, Kec. Waled Rendah Rendah
10. Desa Cikulak, Kec. Waled Rendah Rendah
Sumber : Data Olahan Hasil Analisis Tanah, 2016 Berdasarkan hasil pengujian laboratorium kondisi SKT di kawasan perkebunan PG Tersana Baru adalah rendah. Kondisi SKT yang rendah dikarena jumlah unsur hara Nitrogen pada semua titik sampel tidak tersedia (rendah). Sehingga untuk menaikan SKT dibutuhkan pemupukan Nitrogen.
Sedangkan untuk tekstur tanah pada setiap sampel bertekstur liat dan liat berdebu. Tanah – tanah bertekstur halus (liat) mudah mengalami pemadatan. Hal ini akan mengurangi pori tanah yang juga akan mengurangi pergerakan air dan udara di
dalam tanah. Sehingga air hujan tidak banyak masuk kedalam tanah tetapi justru mengalir melalui aliran permukaan (run off) yang akhirnya dapat menyebabkan erosi. Sehingga untuk memperbaiki struktur tanah dibutuhkan penambahan bahan organik berupa pemberian pupuk organik pada awal budidaya.
Kapasitas Tukar Kation (KTK) adalah kapasitas atau kemampuan tanah menjerap atau melepaskan kation yang dinyatakan sebagai total kation yang dapat dipertukarkan per 100 gram tanah yang dinyatakan dalam miliequevalen disingkat
552 m.e (m.e./100 g). Tanah-tanah yang
mempunyai kadar liat/koloid lebih tinggi dan/atau kadar bahan organik tinggi mempunyai KTK lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang mempunyai kadar liat rendah (tanah pasiran) dan kadar bahan organik rendah. Proses pertukaran kation ini sangat penting karena terkait dengan pengelolaan tanah dalam hubungannya dengan pemupukan dan pengapuran serta proses serapan unsur hara oleh akar.
Nilai Kejenuhan Basah (KB) tanah merupakan persentase dari total KTK yang diduduki oleh kation-kation basa yaitu Ca, Mg, Na, dan K. Nilai KB ini sangat penting dalam penggunaannya untuk pertimbangan-[ertimbangan pemupukan dan memprediksi kemudahan unsur hara tersedia bagi tanaman. Tanah – tanah yang mempunyai pH rendah biasanya didominasi kation asam sehingga nilai KB rendah.
pH didefinisikan sebagai kemasaman atau kebasahan relatif suatu bahan. Skala pH mencakup dari nol (0) hingga empat belas (14). Nilai pH 7 dikatakan netral. Di bawah nilai pH 7 dikatakan asam, sedangkan di atas 7 dikatakan basa. Untuk pH tanah yang asam dilakukan pengapuran dan apabila pH tanah basa maka perlu dilakukan reklamasi lahan dengan menggunakan tanaman yang toleran.
Pemenuhan unsur hara sekunder juga mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman budidaya. Unsur hara sekunder
terdiri dari Magnesium (Mg), Sulfur (S), Kalsium (Ca) dan Natrium (Na).
Pemupukan
Nitrogen (N) merupakan unsur hara esensiil (keberadaanya mutlak ada untuk kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan tanaman), dan dibutuhkan dalam jumlah banyak sehingga disebut unsur hara makro. Fungsi utama nitrogen di dalam tanaman yaitu dalam proses vegetatif tanaman. Rekomendasi pemupukan berdasarkan status kesuburan tanah untuk menaikan N-total dari rendah menjadi sedang yaitu melalui penambahan unsur Nitrogen dengan pemupukan ZA. Contoh perhitunganya adalah sebagai berikut: Lokasi Pabedilan
Rata-rata N-Total pada top soil dan sub soil 0,125 % (rendah)
standar 0,20 % (sedang)
Jadi perlu ditingkatkan 0,20 – 0,125 = 0,075 %
Nitrogen yang dibutuhkan adalah 0,075 % x 2 x 1000 ton = 1,5 ton bobot tanah seputar akar efektif 10% = 0,15 ton = 150 kg
bobot tanah akar efektif 15% = 0,225 ton =225 kg
kadar N pupuk ZA = 21 %
Jadi kebutuhan pupuk ZA = 100/21 x 150 kg = 333 kg/ha = 100/21 x 225 kg = 500 kg/ha
Pada tabel di bawah ini terdapat rekomendasi pemupukan untuk tiap wilayah yang dijadikan sampel.
Tabel 13. Rekomendasi Pemupukan ZA kg/ha
No Lokasi (Desa/Kecamatan) Rata-rata N-total N yang ditamba hkan N Efekti f 10% N Efekti k 15% ZA kg/ha 10% ZA kg/ha 15% 1. Pabedilan 0,125 0,075 150 225 714 1071 2. Pakusamben 0,12 0,08 160 240 762 1143 3. Karangwangun 0,11 0,09 180 270 857 1286 4. Gebang 0,11 0,09 180 270 857 1286 5. Sukadana 0,17 0,03 60 90 286 429 6. Cilengkrang 0,15 0,05 100 150 476 714 7. Pasaleman 0,115 0,085 170 255 810 1214 8. Cigobang 0,105 0,095 190 285 905 1357
553 No Lokasi (Desa/Kecamatan) Rata-rata N-total N yang ditamba hkan N Efekti f 10% N Efekti k 15% ZA kg/ha 10% ZA kg/ha 15% 9. Waled Asem 0,105 0,095 190 285 905 1357 10. Cikulak 0,11 0,09 180 270 857 1286
Sumber: Data Olahan, 2016
Berdasarkan dari hasil analisis laboratorium nilai untuk pH tanah agak masam, masam dan sangat masam sedangkan syarat tumbuh pH tebu adalah 6
– 7, maka dibutuhkan pengapuran secara bertahap untuk meningkatkan pH tanah. Pada tabel di bawah ini digambarkan status pH pada tanah yang diujikan.
Tabel 14. Hasil Analisis Kesuburan Tanah Berdasarkan pH Tanah
No Lokasi/Desa Lapisan top soil Lapisan Sub Soil
pH Status pH Status
1. Kec. Pabedilan 5,78 Agak msm 6,17 Agak msm
2. Pakusamben, Kec. Babakan 5,98 Agak msm 6,15 Agak msm 3. Karangwangun, Kec. Babakan 5,24 Masam 5,10 Sgt Masam
4. Gebang 5,65 Agak msm 5,85 Agak msm
5. Sukadana, Kec. Pabuaran 5,78 Agak msm 5,83 Agak msm 6. Cilengkrang, Kec. Pasaleman 5,90 Agak msm 5,72 Agak msm 7. Pasaleman, Kec. Pasaleman 5,13 Sgt Masam 5,00 Sgt Masam 8. Cigobang, Kec. Pasaleman 4,92 Masam 4,91 Sgt Masam 9. Waled asem, Kec. Waled 4,32 Sgt msm 5,05 Sgt Masam 10. Cikulak, Kec. Waled 5,34 Sgt Masam 5,37 Sgt Masam
Sumber: Data Olahan, 2016
Membuat rekomendasi frekuensi pengapuran secara umum (general) adalah keputusan yang kurang bijaksana, sebab ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan frekuensi pengapuran. Dasar yang paling baik untuk menentukan frekuensi pengapuran adalah dengan berdasarkan analisis tanah. Sampel tanah seharusnya diambil paling sedikit 3 tahun sekali, dan lebih sering untuk tanah berpasir yang mendapatkan irigasi teknis. Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi frekuensi pengapuran:
a) Tekstur tanah, tanah pasir seharusnya dikapur lebih sering dibandingkan dengan tanah liat,
b) Dosis pemupukan N, dosis pupuk N yang diberikan pada tanah tinggi umumnya lebih cepat masam,
c) Besaranya serapan Ca oleh tanaman, tanaman leguminose lebih banyak mengambil Ca dan Mg dibandingkan dengan tanaman non-leguminose,
d) Jumlah kapur yang diberikan, tanah mendapatkan dosis kapur tinggi biasanya tidak memerlukan pengapuran sering, akan tetapi dihindari dosis berlebihan
e) Variasi pH atau Aldd yang diharapkan,
mempertahankan pH tinggi atau Aldd
sangat rendah biasanya memerlukan frekuensi pengapuran lebih sering dibandingkan dengan mempertahankan variasi pH sedang.
Pemilihan bahan kapur dapat dilakukan dengan pertimbangan: derajat netralitas, derajat kehalusan dan relativitasnya. Apabila tanah yang akan dikapur mengandung Mg rendah, maka pemilihan bahan kapur juga mempertimbangkan kadar Mg, yaitu bahan kapur dolomit.
554 Tabel 15. Nilai Netralitas Relatif Beberapa
Bahan Kapur Bahan Kapur Unsur Kapur Nilai Netralitas Relatif (%) Kalsium karbonat Ca 100 Dolomit CA dan Mg 98-108 Kalsit Ca 85-100 Marl Ca, K 50-90 Kapur bakar Ca 150-175 Kapur hidrat Ca 120-135 Basic slag Ca 50-70
Abu kayu Ca, Mg, K, Na
40-80
Gipsum Ca Tidak ada
Sumber: Sugeng Winarso, 2016
Berdasarkan dari uraian di atas bahwa penentuan rekomendasi pengapuran belum dapat dilakukan secara pasti karena dibutuhkan analisis tanah kembali setelah 3 tahun kemudian. Tetapi untuk mengurangi pH masam dapat dilakukan pengapuran secara bertahap dan peralihan dari penggunaan pupuk ZA yang mengandung belerang ke pupuk urea.
Penambahan Unsur Hara Sekunder Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan Sulfur (S) disebut unsur hara esensiil sekunder, yaitu unsuh hara yang dibuthkan dalam juga sedikit (mikro). Berdasarkan hasil analisis laboratorium rata-rata kandungan unsur hara sekunder dalam tanah sampel adalah sedang, sehingga jika ingin meningkatkan nilai status kesuburan tanah tersebut dapat dilakukan dengan penambahan kapur dalam jumlah sedikit saja. Pada Tabel di bawah ini dijelaskan beberapa sumber kalsium dan magnesium dalam kapur.
Tabel 16. Beberapa Sumber Kalsium Bahan Kadar Ca (%) Nilai Relatif Penetralisir1) Kalsit 32 85 – 100 Dolomit 22 95 – 108 Basic Slag 29 50 – 70
Gipsum 22 Tidak ada
Bahan Kadar Ca (%) Nilai Relatif Penetralisir1) Marl 24 15 – 85 Kapur Terhidrat 46 120 – 135 Kapur Bakar 60 150 – 175
1) Didasarkan pada kalsium karbonat
(CaCO3) murni 100%
Tabel 17. Sumber Umum Magnesium (Mg)
Bahan Kadar Mg (%)
Batur Kapur Dolomit (Mg Karbonat) 3-12 Magnesium (Mg oksida) 55-60 Basic Slag 3 Magnesium sulfat 9-20 Kalium-magnesium sulfat 11 Magnesium klorida (larutan) 7,5 Sumber: Sugeng Winarso, 2016 Penambahan Bahan Organik
Penambahan bahan organik ini dapat dilakukan dengan memberikan pupuk kandang pada awal budidaya atau pengelolahan tanah pertama. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah atau meningkatkan nilai C-organik. Selain itu dengan pemberian pupuk kandang merupakan salah satu tindakan untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan dan melestarikan lingkungan.
Di dalam penerapan sistem pertanian berkelanjutan ada komponen-komponen yang paling penting yang harus dikelola, yaitu: pengelolaan unsur hara tanah, rotasi tanaman, karakteristik ekologi dan agronomi sistem penanaman inovatif, pengendalian hama, penggembalaan dan peranan hewan.
D. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari laporan penelitian analisis tanah pada area
555 perkebunan tebu di PG Tersana Baru, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Secara umum status kesuburan tanah
(SKT) untuk 10 wilayah yang diambil sampel tanah adalah rendah baik dari lapisan top soil maupun sub soil tanah. 2) Kandungan unsur hara Nitrogen dalam
tanah untuk 10 wilayah tersebut rendah sehingga perlu dilakukan pemupukan ZA dan NPK yang tepat untuk meningkatkan status kesuburan tanah masing – masing lokasi.
3) Rekomendasi pemupukan yang dilakukan untuk 10 wilayah tersebut adalah dengan menambahkan Nitrogen, kapur (dolomit) dan pupuk kandang sebagai pupuk dasar pada awal tanam. 4) Faktor – faktor penyebab berkurangnya
unsur hara adalah status kesuburan tanah yang semakin menurun akibat pemupukan anorganik berlebih, penggunaan pestisida, dan tidak adanya pergiliran tanaman.
2. Saran
Berdasarkan dari kesimpulan di atas, berikut disampaikan beberapa saran, yaitu: 1) Pemupukan anorganik sebaiknya
dilakukan sesuai dengan dosis, waktu, jenis dan metode yang di rekomendasikan.
2) Perlu dilakukan pemupukan berimbang, yaitu dengan penambahan kapur dan pupuk kandang secara bertahap pada saat awal tanam, hal ini dimaksudkan agar dapat menaikan pH tanah dan kandungan C-Organik.
3) Dibutuhkan uji tanah atau analisis tanah secara berkala, agar status kesuburan tanah dapat terkontrol dengan baik.
4) Dibutuhkan adanya pembinaan dari pihak terkait akan pentingnya pemupukan berimbang dan mewujudkan pertanian berkelanjutan bagi petani tebu. DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon. 2015. Kabupaten Cirebon Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, Cirebon.
Chandra Indrawanto, dkk. 2010. Budaya dan Pasca Panen Tebu. ESKA Media. Jakarta
Distanbunakhut. 2016. Laporan Produksi Perkebunan Tebu Lima Tahun. Dinas Pertanian Perkebunan Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Cirebon, Cirebon
Distanbunakhut. 2016. Laporan Sasaran Area Perkebunan Tebu Lima Tahun. Dinas Pertanian Perkebunan Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Cirebon, Cirebon
Ditjenbun, 2004. Pedoman Teknologi Budidaya Tebu Lahan Kering. Jakarta Hakim, M. 2008. Tebu, Menuju
Swasembada Gula Dengan 4 Pilar Trobosan. Emha Training Center & Advisory, Bandung
Mulyana, W. 2001. Teori dan Praktek Cocok Tanam Tebu Dengan Segala Masalahnya. Aneka Ilmu, Semarang. PTPN VII. 1997. Vademecum Tanaman
Tebu. Bandar Lampung
Sugeng Winarso. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava Media. Yogyakarta
Supriyadi, A. 1992. Rendemen Tebu: Liku-liku Permasalahannya. Kanisius, Yogyakart