ABSTRAK
POLA KOMUNIKASI SISWA TUNANETRA DENGAN SISWA TUNARUNGU DI SLBN-A CITEUREUP KOTA CIMAHI
Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau gambaran sederhana dari proses pengiriman dan penerimaan antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Bentuk atau gambaran tersebut secara sederhana dapat dilihat dari bentuk komunikasi yaitu komunikasi verbal, nonverbal dan komunikasi total. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai pola komunikasi siswa tunanetra dengan siswa tunarungu. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji masalah dan upaya yang dilakukan diantara tunanetra dengan tunarungu sehingga proses komunikasi diantara keduanya dapat berlangsung. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriftif, dimana proses pengambilan data dilakukan dilingkungan sekolah pada saat diluar jam pembelajaran dalam kondisi bermain dan berbincang. Subjek penelitian terdiri dari tiga siswa tunanetra dengan tiga siswa tunarungu. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan studi dokumen. Teknik pengujian keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber. Analisa data yang dilakukan menggunakan tiga tahapan, yaitu reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Hasil temuan menunjukan subjek menggunakan betuk komunikasi verbal, nonverbal dan komunikasi verbal. Komunikasi verbal terjadi diantara tunanetra dengan tunarungu yg masih memiliki sisa pendengaran dan penggunaan komunikasi nonverbal terjadi diantara tunarungu dan tunanetra yang masih memiliki sisa penglihatan. Hasil penelitian menujukan komunikasi nonverbal berfungsi untuk mengulang atau meneguhkan pesan verbal, sehingga komunikasi total dapat belanggsung diantara subjek penelitian.
ABSTRACT
PATTERNS OF COMMUNICATION STUDENTS BLIND WITH STUDENT DEAF IN SLBN-A CITEUREUP KOTA CIMAHI
Communication pattern is defined as a form or a simple description of sending process and receiving between two or more people with a proper way so that the message is understood. Shape or simply the picture can be seen from this form of communication which verbal communication, nonverbal communication and total. This study aimed to get a picture of the pattern of blind students communication with deaf students. This study was conducted to assess the problem and the efforts made between the visually impaired with hearing impairment so that the process of communication between them can take place. The study was conducted using qualitative approach with descriptive method, where the process of data collection is done outside the school environment during learning hours in a condition to play and chat. Subjects consisted of three blind students by three deaf students. Technique data collecting by observation, interviews and document study. Mechanical testing of the validity of the data using triangulation techniques. Data analysis was performed using three stages, namely data reduction, data display and conclusion. The findings indicate the subject using betuk verbal communication, nonverbal and verbal communication. Verbal communication occurs between the visually impaired with hearing impairment who still have residual hearing and use nonverbal communication going on between the deaf and the blind who still has residual vision. Results of research addressing nonverbal communication function to repeat or confirm the verbal message, so the total can belanggsung communication among research subjects.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap anak berhak atas pendidikan tanpa terkecuali, dari pendidikan setiap
anak akan mampu mengetahui, menggali, dan memaksimalkan potensi yang ada
di dalam dirinya. Sebagaimana menurut Hayat (dalam Tim Pengembang Ilmu
Pendidikan , 2007, hlm. xi) bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis
yang dilakukan tidak hanya untuk memanusiakan manusia tetapi juga agar
manusia menyadari posisinya sebagai khalifatullah fil ardhi”. Pengertian tersebut
dapat juga diartikan sebagai pembentukan kepribadian dan kemampuan anak
menuju dalam kedewasaan. Definisi tersebut mengisyaratkan bahwa pendidikan
sangatlah penting dan merupakan bagian dari hak setiap orang dalam
memperolehnya, sebagaimana ayat 1 pasal 31 Undang Undang Dasar 1945,
menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Pasal
tersebut diperjelas secara rinci pula pada ayat 1 No. 20 tahun 2003 pasal 5 UU
tentang sistem pendidikan nasional, menyatakan bahwa setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, dan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) diatur pada ayat 1 pasal 23,
yang menyatakan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta
didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran
karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa.
Berdasarkan perundang-undangan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan dapat diakses oleh semua anak tanpa terkecuali ABK yang salah
satunya tunanetra dan tunarungu. Istilah tunanetra ditujukan pada mereka yang
mengalami hambatan dalam penglihatan, yang mana hambatan yang dialaminya
berdampak pada proses pendidikan dan kehidupannya. Keterbatasan penglihatan
yang dialami tunanetra berdampak pada beberapa aspek perkembangan,
diantaranya aspek keterampilan sosial, sebagaimana hasil kajian yang dilakukan
McGaha & Farran (dalam Tarsidi, 2009, hlm. 29) menunjukkan bahwa anak
memiliki keterampilan-keterampilan tertentu, termasuk kemampuan untuk
membaca dan menafsirkan sinyal sosial dari orang lain dan untuk bertindak
dengan tepat dalam merespon sinyal tertentu, sedangkan tunarungu ialah mereka
yang memiliki hambatan pendengaran sehingga berdampak pada proses bicara,
seperti yang diungkapkan oleh Salim (1984, hlm. 8) bahwa anak tunarungu
adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan
mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian
atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam
perkembangan bahasanya.
Hambatan yang dialami siswa tunanetra dan tunarungu berdampak pada
aspek perkembangan sosial yang melibatkan komunikasi dengan lingkungan
sekitarnya. Perkembangan sosial akan sangat bergantung dengan adanya
sosialisasi diantara individu. Keberhasilan sosialisasi tersebut akan dipengaruhi
oleh cara seseorang melakukan komunikasi. Komunikasi menurut Widjaja (2010,
hlm. 8) adalah “penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada
orang lain”. Menurut Depari (dalam Widjaja, 2010, hlm. 1) mengemukakan
bahwa:
Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu yang mengandung arti, dilakukan oleh panyampai pesan (source, communication, sender) ditujukan kepada penerima pesan (receiver, communicator atau audience) dengan maksud mencapai kebersamaan (commonnees).
Berdasarkan pengertian di atas bahwa komunikasi dapat dikemukan bahwa
berjalan dengan baik apabila kedua belah pihak baik pengirim maupun penerima
pesan dapat saling memahami isi pesan. Hardjana (2003, hlm. 23) mengemukakan
komunikasi yang disampaikan oleh pengirim kepada penerima dapat dibagi
menjadi dua yaitu verbal dan non-verbal. Komunikasi yang paling banyak dipakai
dalam hubungan antar manusia yaitu verbal, namun pada kenyataannya
komunikasi non verbal ternyata jauh lebih banyak dipakai daripada komunikasi
verbal. Berkomunikasi hampir secara otomatis menggunakan komunikasi non
verbal, karena itu komunikasi non-verbal bersifat tetap dan selalu ada.
Komunikasi non verbal lebih jujur mengungkapkan hal yang ingin diungkap
3
tindakan/perbuatan (action) atau objek (object). Komunikasi non verbal ini
memerlukan keadaan dimana penerima dan pengirim pesan saling bertatapan.
Sejalan dengan pernyataan tersebut Mulyana (2013, hlm. 81) menyatakan bahwa
kenyataan komunikasi tatap muka membuat manusia merasa lebih akrab dengan
sesamanya, berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar
dan televisi atau lewat teknologi komunikasi tercanggih sekalipun seperti telepon
genggam, email, atau telekonferensi, yang membuat manusia merasa terasing.
Kesulitan keterampilan sosial yang dihadapi anak tunanetra dalam
berkomunikasi yaitu mempersepsikan isyarat-isyarat komunikasi nonverbal,
sedangkan kesulitan pada anak tunarungu yang mengalami kelambatan
perkembangan bahasa menyebabkan mereka sulit untuk menyampaikan pesan
secara verbal. Kedua hambatan yang berbeda diantara tunanetra dan tunarungu
tersebut menyebabkan sulit terjalinnya komunikasi diantara mereka, sedangkan
secara fisik mereka sering bertemu dan bersentuhan baik dalam kegiatan
pembelajaran maupun dalam bermain. Hal ini memaksa mereka untuk melakukan
komunikasi. Permasalahannya adalah bagaimana cara mereka berkomunikasi dan
bagaimana pola komunikasi yang mereka lakukan
Berdasarkan studi terdahulu yang dilakukan peneliti di SLBN-A Citeureup
Kota Cimahi, sekolah tersebut menyelenggaraan pendidikan bagi siswa dengan
berbagai jenis hambatan. Sekolah ini akan dihadapkan pada permasalah
komunikasi di antara siswanya. Keterampilan sosial setiap siswa harus dapat
dikembangkan dengan adanya komunikasi antara siswa satu dengan lainnya,
namun dengan hambatan antara siswa tunanetra dengan tunarungu menjadi
persoalan yang berbeda saat terlibat di satu lingkungan yang sama. Adanya
potensi berkomunikasi tersebut menimbulkan tantangan tersendiri dalam
menyampaikan pesan yang dapat saling dipahami diantara mereka.
Upaya yang dapat dilakukan dalam menunjang keberhasilan dalam
berkomunikasi diantara mereka yaitu, memanfaatkan berbagai cara dengan atau
tanpa menggunakan alat dan media sebagai fasilitator untuk menyampaiakan
Latar belakang tersebut membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “pola komunikasi siswa tunanetra dengan siswa tunarungu di
SLBN-A Citeureup Kota Cimahi”.
B. Fokus Masalah
Pada penelitian ini, masalah berfokus pada bagaimana pola komunikasi
antara siswa tunanetra dengan siswa tunarungu di SLBN-A Citeureup Kota
Cimahi, yang secara rinci dijabarkan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana komunikasi siswa tunanetra di SLBN-A Citeureup Kota Cimahi?
2. Bagaimana komunikasi siswa tunarungu di SLBN-A Citeureup Kota Cimahi?
3. Bagaimana pola komunikasi yang digunakan siswa tunanetra dengan siswa
tunarungu di SLBN-A Citeureup Kota Cimahi?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pola
komunikasi siswa tunanetra dengan siswa tunarungu di SLBN-A Citeureup
Kota Cimahi.
b. Tujuan khusus penelitian ini yaitu untuk memperoleh data :
1) Pemahaman dan wawasan mengenai komunikasi yang digunakan siswa
tunanetra di SLBN-A Citeureup Kota Cimahi.
2) Pemahaman dan wawasan mengenai komunikasi yang digunakan siswa
tunarungu di SLBN-A Citeureup Kota Cimahi.
3) Pemahaman dan wawasan mengenai pola komunikasi yang digunakan siswa
tunanetra dengan siswa tunarungu di SLBN-A Citeureup Kota Cimahi.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat peneitian ini dibagi secara teoritis dan praktis.
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kajian dan informasi terhadap
pengetahuan mengenai bagaimana komunikasi siswa tunanetra dengan siswa
5
b. Manfaat Praktis
1) Bagi Penulis sebagai sumber untuk menambah pengetahuan, wawasan dan
pemahaman mengenai pola komunikasi yang digunakan siswa tunanetra
dengan siswa tunarungu di SLBN-A Citeureup Kota Cimahi.
2) Bagi Guru sebagai sumber untuk menambah pengetahuan, wawasan dan
pemahaman mengenai pola komunikasi yang digunakan siswa tunanetra
dengan siswa tunarungu di SLBN-A Citeureup Kota Cimahi.
3) Bagi Sekolah sebagai pertimbangan untuk memperhatikan pelayanan dan
fasilitas dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan lingkungan sosial di
sekolah.
D. Struktur Organisasi Skripsi
Adapun sistematika penulisan di dalam penelitian ini yaitu terdapat lima bab,
sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini mencakup latar belakang masalah yang menjadikan dasar
dilakukan penelitian. Fokus penelitian berguna untuk menunjukkan aspek apa saja
yang ingin diungkap dalam penelitian. Selain itu, adapula tujuan dan manfaat
penelitian untuk menjelaskan apa yang dimaksud dan mengapa penelitian ini
dilakukan., selanjutnya, struktur organisasi skripsi berisi tentang urutan penulisan
dari setiap bab, dimulai dari bab pertama hingga bab terakhir.
Bab II Kajian Pustaka
Bab kedua yaitu kajian pustaka yang mencakup beberapa poin yang berkaitan
dengan rinci konsep ketunanetraan, konsep ketunarunguan, pendidikan, dan
komunikasi., selanjutnya analisis tentang pola komunikasi siswa tunanetra dengan
siswa tunarungu.
Bab III Metode Penelitian
Bab ketiga merupakan metode penelitian yang mencakup definisi metode
penelitian, lokasi dimana peneliti melakukan penelitian dan subjek penelitian yang
menjelaskan siapa saja yang menjadi informan dalam penelitian. Selain itu teknik
pengumpulan data disajikan pada bab tiga ini yakni sebagai cara yang digunakan
untuk pengumpulan data yaitu melalui wawancara, observasi, studi dokumen, dan
keabsahan data meliputi triangulasi dan membercheck., setelah itu, jika data yang
sudah dinyatakan valid disusun secara sistematis melalui data reduction (reduksi
data) dan data display (penyajian data).
Bab IV Hasil Dan Pembahasan Penelitian
Bab keempat mencakup hasil dari penelitian dan pembahasan penelitian yang
telah dilaksanakan, yaitu pembahasan mengenai pola komunikasi siswa tunanetra
dengan siswa tunarungu.
Bab V Penutup
Bab terakhir adalah bab ke lima yang mencakup keseluruhan pembahasan
dari penelitian dan dirangkum dengan kesimpulan, saran, dan rekomendasi dan
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, diperoleh bahwa pola komunikasi
siswa tunanetra dengan siswa tunarungu menggunakan komunikasi verbal baik
secara lisan ataupun tulisan tidak jauh berbeda dengan komunikasi verbal pada
umumnya. Sisa pendengaran yang dimiliki siswa tunarungu memungkinkan
adanya kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan yang lebih
baik jika dibandingkan dengan siswa tunarungu yang tidak memiliki sisa
pendengaran. Selain bahasa lisan, mereka menggunakan bahasa tulisan untuk
saling bertukar informasi. Sisa pendengaran yang dimiliki siswa tunarungu
memungkinkan adanya kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
lisan yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa tunarungu yang tidak
memiliki sisa pendengaran. Selain bahasa lisan, mereka menggunakan bahasa
tulisan untuk saling bertukar informasi. Sama halnya dengan pola komunikasi
secara verbal, pola komunikasi dengan menggunakan komunikasi total tidak jauh
berbeda dengan komunikasi pada umumnya. Pola komunikasi pada komunikasi
total dapat terjalin apabila dilakukan oleh siswa tunanetra yang masih memiliki
sisa penglihatan dengan siswa tunarungu yang masih memiliki sisa pendengaran.
terdapat pola komunikasi yang berbeda dengan pola komunikasi lainnya yaitu
pola komunikasi dengan menggunakan komunikasi nonverbal dengan
menggunakan bahasa isyarat, pola komunikasi ini bisa terjalin diantara siswa
tunanetra yang masih memiliki sisa penglihatan dan siswa tunarungu yang masih
memiliki sisa pendengaran ataupun tidak. Pola komunikasi siswa tunanetra
terhadap siswa tunarungu dimulai dengan siswa tunanetra menghampiri siswa
tunarungu kemudian menepuknya, dilanjutkan dengan menyampaikan pesan
dengan menggunakan bahasa isyarat. Adapun pola komunikasi siswa tunarungu
terhadap siswa tunanetra yaitu dimulai dengan menepuk siswa tunanetra
kemudian menyampaikan pesan menggunakan bahasa isyarat dengan posisi
tangan siswa tunarungu didekatkan pada bola mata siswa tunanetra.
Pola komunkasi yang terjalin tidak selalu berjalan dengan mudah, terkadang
timbul kesalahpahaman yang terjadi akibat adanya kesulitan dalam
saat berkomunikasi dengan siswa tunarungu diantaranya adalah penggunaan
bahasa tulisan siswa tunarungu tidak dapat sepenuhnya dimengerti siswa
tunanetra dikarenakan susunan kalimat yang digunakan tidak sesuai dengan aturan
pola kalimat dasar, dan penggunaan bahasa lisan yang disampaikan siswa
tunarungu tidak selalu dapat dipahami dengan baik oleh siswa tunanetra karena
terdapat beberapa pengucapan yang tidak dilafalkan dengan baik. Adapun
kesulitan yang dihadapi siswa tunarungu yaitu ketika menafsirkan pesan dengan
menggunakan bahasa tulisan yang kompleks dari siswa tunanetra, dan pada saat
mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan, siswa tunarungu
kesulitan membaca gerak bibir siswa tunanetra yang terlalu cepat.
Berkaitan dengan kesulitan tersebut, terdapat beberapa upaya yang dilakukan
siswa tunanetra dengan siswa tunarungu untuk memudahkan mereka dalam
berkomunikasi. Upaya yang dilakukan seperti, memanfaatkan layanan short
message service (SMS), memanfaatkan handphone siswa tunanetra untuk
berkomunikasi dengan cara bergantian mengetik pesan, dan menggunakan media
sosial. Terdapat pula upaya yang dilakuan siswa tunarungu yaitu dengan
mengajarkan bahasa isyarat pada siswa tunanetra yang masih memiliki sisa
penglihatan untuk memudahkan mereka dalam berkomunikasi.
B. Rekomendasi
Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan, maka rekomendasi yang
akan diberikan adalah sebagai berikut:
1. Bagi Sekolah
Dengan keberagaman siswa yang ada, sekolah disarankan untuk membuat
program khusus seperti mengadakan kegiatan yang melibatkan siswa tunanetra
dan siswa tunarungu, sehingga memungkinkan terjadinya komunikasi yang lebih
intensif lagi.
2. Bagi Guru dan Pembimbing Asrama
Guru dan pembimbing asrama diharapkan mampu menjadi penengah siswa
tunanetra dengan siswa tunarungu saat terjadi kesalapahaman akibat keterbatasan
pemahaman diantara siswa tersebut.
52
Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pola komunikasi siswa tunanetra
dengan siswa tunarungu di lingkungan yang berbeda dan mengembangkan
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku dan Artikel Jurnal
Adler, R. B., & Rodman, R. (1985). Understanding Human Communication, 3rd edn. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Alwi, H. dkk. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Arsyad, A. (2010). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Media Pratama.
Cauhan. S. (1989). Education of Exceptional Children. New Delhi: Indus Publishing Company.
Dash, N. (2005). Esensial of Exceptionality and Special Children. New Delhi: Atlantic Publisher & Distributors
Djamarah, S.B. (2004). Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam
Keluarga Sebuah Perspektif Pendidikan Islam. Jakarta: Rineka Cipta
Emzir. (2011). Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Gamble, T. dan Gamble, M. (2014). Interpersonal Communication Building
Together. USA: SAGE Publications.
Gea, A. A., Wulandari, A. P. Y., & Babari, Y. (2003). Character building II,
Relasi dengan sesama. Jakarta: PT Gramedia.
Haenudin. (2013). Pendidikan Anak Kebutuhan Khusus Tunarungu (Peserta
Didik Berkebutuhan Khusus Dengan Hambatan Pendengaran). Jakarta:
PT. Luxima Metro Media
Hallahan, D. P. & Kauffman, J. M. (1988). Exceptional Children. Virginia: Prentice hall International, Inc.
Hardjana, A. (2003). Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Yogyakarta: Kanisius.
Hill, E., and Ponder, P. (1976). Orientation and Mobility Techniques, A Guide for
the Practitioner. New York: American Foundation for the Blind.
Hosni, I. (1996). Bahan Ajar Orientasi dan Mobilitas. (Diktat). Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Ihsan, F. (2010). Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Johannesen, R. L. (1996). Etika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mangal, S. K. (2012). Educating Exceptional Children: An Introduction to
Special Education. New Delhi: PHI Learning Private Limited.
Maryono, Y., dan Istiana, B. P. (2007). Teknologi Informasi dan Komunikasi 1
SMP Kelas VII. Jakarta: Yudhistira Quadra.
Meadow, K. P. (1980). Deafness and Child Development. USA: University of California Press.
Moleong, L.J. (2007). Metodologi penelitian kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Mulyana, D. (2013). Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rahardja, D. (2010). Konsep Dasar Orientasi dan Mobilitas. (Diktat). Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Reynolds, C. R. & Janzen, E. F. (2002). Concise Encyclopedia of Spesial Education Second Edition. Canada: John Wiley & Sony, Inc.
Sadiman, A. S. (1990). Media Pendidikan (Pengertian, Pengembangan dan
Pemanfaatannya). Jakarta: CV. Rajawali
Sarwono, S. W. (2002). Psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi
Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.
Somad, P. & Hernawati, T. (1995). Ortopedagogik Anak Tunarungu. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru.
Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. (2013). Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta
Sunanto, J. (2005). Mengembangkan Potensi Anak Berkelainan Penglihatan. Jakarta: Depdikbud.
Tarsidi, D. (2009) . Pendidikan Anak Tunanetra 1, Kompilasi Materi Perkuliahan. (Diktat). Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan. (2007). Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT Imtina.
Webster, A. and Roe, J. (1998). Children with Visual Impairment. USA and Canada: Routledge.
Suwarno, W. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Kependidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Widjaja, H.A.W.(2010). Komunikasi.Jakarta: PT Bumi Aksara.
Yusuf, S. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
2. Peraturan Perundangan
No Name. (2010). UUD 1945 Amandemen Pertama s/d Keempat. Yogyakarta: Jogja Bangkit
3. Internet
No Name. (t.t). Visual Impairment and Blindness. (Online). Tersedia di:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs282/en/ [20 Maret 2015]
No name. (t.t). Grades of Hearing Impairment. (Online). Tersedia:
http://www.who.int/pbd/deafness/hearing_impairment_grades/en/ [22
Maret 2015]
Somad, P. (2008). Dampak Ketunarunguan terhadap Perkembangan Individu.
(Online). Tersedia:
http://www.permanarian16.blogspot.com/2008/03/dampak-ketunarunguan-terhadap.html [23 Maret 2015]
Gunawan, H. (2013). Jenis pola komunikasi orang tua dengan anak perokok aktif
di desa Jembayan kecamatan Loa Kulu Kabupatem Kutai Kartanegara.
(Online). Tersedia di: dari