iv ABSTRAK
UJI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN TUBEX-TF DAN WIDAL TERHADAP BAKU EMAS KULTUR Salmonella typhi PADA PENDERITA TERSANGKA DEMAM TIFOID
Melisa, 2010, Pembimbing I : Penny S.M., dr., Sp.PK., M.Kes Pembimbing II : Indahwaty., dr., Sp.PK., M.Kes
Demam tifoid merupakan masalah kesehatan di dunia terutama di negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia. Gejala klinik demam tifoid tidak spesifik sehingga pencegahan diagnosis demam tifoid berdasarkan gejala klinik sulit, maka dibutuhkan sarana penunjang diagnosis yang cepat dan tepat untuk diagnosis demam tifoid. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pemeriksaan Tubex-TF dan Widal sebagai sarana penunjang diagnosis serologis demam tifoid. Penelitian ini bersifat retrospektif dengan metode deskriptif analitik dan rancangan cross sectional terhadap data sekunder hasil pemeriksaan kultur, Widal, dan Tubex-TF penderita tersangka demam tifoid di RS Immanuel Bandung periode Februari-Juli 2010. Data dianalisis dengan uji diagnostik chi square McNemar.
Subjek penelitian berjumlah lima puluh dua orang penderita tersangka demam tifoid berdasarkan rekam medis. Pada pemeriksaan Widal dengan nilai cut off 1/160 didapatkan sensitivitas 36,4%, spesifisitas 87,8%, dan akurasi 76,9% (p>0,05). Pada pemeriksaan Tubex-TF didapatkan sensitivitas 92%, spesifisitas 53,7%, dan akurasi 63,5% (p<0,05).
Pemeriksaan Tubex-TF memiliki validitas yang lebih baik dibandingkan pemeriksaan Widal.
v ABSTRACT
DIAGNOSTIC TEST BETWEEN TUBEX-TF EXAMINATION AND WIDAL TOWARDS GOLD STANDARD Salmonella typhi CULTURE
IN PATIENTS SUSPECTED TYPHOID FEVER
Melisa, 2010, Tutor I : Penny S.M., dr., Sp.PK., M.Kes Tutor II : Indahwaty., dr., Sp.PK., M.Kes
Typhoid fever remains a global health issue especially in developing countries, in Indonesia. Clinical manifestation of typhoid fever are not specific. Due to the lack of spesific symptoms, the clinical diagnosis is difficult. Therefore it needs a fast laboratory testing to diagnosed typhoid fever. The aim of this research is to evaluate Tubex-TF and Widal as one of examination facilities to diagnose typhoid fever.
This research is a retrospective with analytical descriptive method and using cross sectional study of secondary data from Widal, Tubex-TF, and culture of who diagnosed suspected typhoid fever in Immanuel hospital Bandung from February to July 2010. Data were analyzed using McNemar chi square diagnostic tests. There are 52 patients who are suspected typhoid fever based on medical records. On Widal examination with cut-off value of 1 / 160 is obtained sensitivity of 36.4%, specificity 87.8%, and accuracy 76.9% (p> 0.05). On Tubex-TF obtained 92% sensitivity, specificity 53.7%, and accuracy 63.5% (p <0.05). Tubex-TF examination has a better validity than the Widal examination.
ix
x
4.5 Hubungan antara hasil pemeriksaan Widal dengan kultur Bactec pada penderita tersangka demam tifoid ... 44
4.6 Hubungan antara hasil pemeriksaan Tubex-TF dengan kultur
Bactec pada penderita tersangka demam tifoid... 47
4.7 Perbandingan hasil pemeriksaan Widal dengan Tubex-TF ... 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 50
5.2 Saran ... 50
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella spp. ... 13
Tabel 2.2 Faktor antigen O spesifik pada Salmonella typhi dan paratyphi ... 25
Tabel 2.3 Antigen H spesifik pada Salmonella typhi ... 26
Tabel 4.1 Hubungan lama demam dengan hasil pemeriksaan kultur ... 40
Tabel 4.2 Hubungan lama demam dengan hasil pemeriksaan Widal ... 41
Tabel 4.3 Hubungan lama demam dengan hasil pemeriksaan Tubex TF ... 43
Tabel 4.4 Tabel 2x2 pemeriksan Widal terhadap kultur ... 44
Tabel 4.5 Tabel 2x2 pemeriksan Tubex-TF terhadap kultur ... 47
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur antigenik bakteri Enterobacteriaceae ... 10
Gambar 2.2 Potongan melintang ileum dengan plague peyeri. Pewarnaan HE ... 15
Gambar 2.3 Patogenesis dan patofisiologi demam tifoid ... 17
Gambar 2.4 Prinsip Bactec ... 23
Gambar 2.5 Alat incubator Bactec ... 24
Gambar 2.6 Vial Bactec ... 24
Gambar 2.7 Prosedur pemeriksaan Bactec ... 25
Gambar 2.8 Reaksi aglutinasi ... 28
Gambar 2.9 Cara pemeriksaan Widal dengan metode Slide agglutination test ... 28
Gambar 2.10 V-well shape dan magnetic color scale ... 30
Gambar 2.11 Reagen Tubex-TF ... 30
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Perhitungan sampel minimal ... 54
Lampiran 2 Perhitungan tabel kontingensi 2x2 ... 55
Lampiran 3 Distribusi umur penderita tersangka demam tifoid ... 56
Lampiran 4 Distribusi jenis kelamin penderita tersangka demam tifoid ... 57
Lampiran 5 Hubungan lama demam dengan hasil pemeriksaan kultur ... 58
Lampiran 6 Hubungan lama demam dengan hasil pemeriksaan Widal ... 59
Lampiran 7 Hubungan lama demam dengan hasil pemeriksaan Tubex-TF ... 60
Lampiran 8 Hasil pemeriksaan Widal terhadap kultur ... 61
Lampiran 9 Hasil pemeriksaan Tubex-TF terhadap kultur ... 62
Lampiran 10 Prosedur pemeriksaan kultur Bactec Salmonella typhi ... 63
Lampiran 11 Prosedur pemeriksaan Widal ... 64
Lampiran 12 Prosedur pemeriksaan Tubex-TF ... 66
Lampiran 13 Surat izin pengambilan data ... 68
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella enterica
serotipe typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang timbul secara sporadik endemik dan ditemukan sepanjang tahun. Insidensi
demam tifoid di Indonesia cukup tinggi akibat tingginya urbanisasi, kontaminasi
sumber air, resistensi antibiotik, penegakkan diagnosis terlambat, serta belum ada
vaksin tifoid yang efektif.
WHO menyatakan bahwa secara global pada tahun 2003 terdapat ± 17 juta
kasus. Insidensi demam tifoid di Indonesia per tahun antara 354-810 per 100.000
penduduk, dengan mortalitas 2-3,5% (Sudarmono dkk., 2000; WHO, 2001).
Demam tifoid dalam Undang-undang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah
termasuk penyakit menular. Hasil Surveilans Departemen Kesehatan RI
melaporkan bahwa terdapat peningkatan prevalensi demam tifoid dari tahun 1990
yaitu 9,2 menjadi 15,4 per 10.000 penduduk pada tahun 1994, dan di akhir tahun
2005 tercatat ada 25.270 kasus. Insidensi demam tifoid di tiap daerah bervariasi
sesuai dengan keadaan sanitasi lingkungan, di daerah rural Jawa Barat ada 157
kasus dan urban 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insidensi demam
tifoid di daerah urban berhubungan dengan penyediaan air bersih yang belum
memadai serta sanitasi lingkungan yang kurang memenuhi syarat kesehatan antara
lain sistem pembuangan sampah. Penularan demam tifoid adalah secara oral-fecal
yaitu melalui makanan dan minuman tercemar tinja yang mengandung Salmonella
sp. (Djoko Widodo, 2006).
Demam tifoid sekilas seperti penyakit ringan dengan gejala klinik tidak khas.
Gejala klinik demam tifoid yang timbul bervariasi, dari ringan sampai dengan
berat, asimtomatik hingga disertai komplikasi. Gejala klinik demam tifoid pada
minggu pertama sakit yaitu berupa keluhan demam, nyeri kepala, pusing, nyeri
otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, serta perasaan tidak enak di
2
klinik demam tifoid pada minggu kedua akan tampak semakin jelas. Demam
tifoid bila tidak ditangani dengan baik, dapat mengakibatkan komplikasi seperti
perdarahan intestinal, perforasi usus, trombositopenia, koagulasi vaskular
diseminata, hepatitis tifosa, miokarditis, pankreatitis tifosa, hingga kematian
(Djoko Widodo, 2006).
Diagnosis klinik demam tifoid sulit ditegakkan karena manifestasi kliniknya
tidak khas, maka diperlukan pemeriksaan laboratorium penunjang diagnosis
demam tifoid. Diagnosis pasti demam tifoid ditegakkan bila ditemukan isolat
Salmonella typhi pada media kultur bahan pemeriksaan yang berasal dari penderita. Bahan pemeriksaan untuk kultur dapat menggunakan darah, aspirat
sumsum tulang, feses, atau urine. Kultur darah masih digunakan sebagai standar
baku emas karena prosedur pengambilan bahan pemeriksaan darah relatif kurang
invasif dibandingkan dengan aspirasi sumsum tulang. Sensitivitas pemeriksaan
kultur darah penderita demam tifoid pada minggu pertama 60-80% bila prosedur
kultur memenuhi syarat, yaitu volume bahan pemeriksaan darah minimal 5-15 ml
untuk penderita dewasa dan anak 2-3 ml, penderita belum mendapat terapi
antibiotik. Sensitivitas kultur Salmonella sp. dari bahan pemeriksaan aspirat
sumsum tulang lebih tinggi yaitu 80-95%, karena hasil pemeriksaan kultur
sumsum tulang tidak tergantung pada lama penderita sakit maupun pemberian
terapi antibiotik sebelum pemeriksaan kultur, tetapi tindakan aspirasi sumsum
tulang invasif dan penuh risiko (Gillman 1975; Vallenas, 1985). Hasil
pemeriksaan kultur Salmonella typhi, umumnya baru diperoleh setelah 3-5 hari
inokulasi bahan pemeriksaan pada media kultur, sehingga penegakan diagnosis
demam tifoid sering terlambat dan hasil kultur sering negatif palsu akibat terapi
antibiotik sebelum pemeriksaan kultur.
Pemeriksaan Widal merupakan pemeriksaan serologis penunjang diagnosis
demam tifoid yang masih sering diusulkan oleh klinisi hingga saat ini. Prosedur
pemeriksaan Widal relatif mudah sehingga dapat dilakukan di berbagai sarana
kesehatan, hasilnya cepat diperoleh, dengan biaya relatif ekonomis. Selain itu
pemeriksaan Widal memiliki kelebihan lain, yaitu dapat mendeteksi infeksi
3
keterbatasan yaitu sering memberikankan hasil negatif palsu atau positif palsu
terutama pada mereka yang pernah terinfeksi kuman Salmonella sp. atau
mendapat vaksinasi tifoid. Maka pemeriksaan Widal kurang spesifik sebagai
penunjang diagnosis demam tifoid (Djoko Widodo, 2006; Tubex-TF Biotekindo,
2006).
Tubex-TF adalah sarana penunjang diagnosis demam tifoid yang relatif baru
dipasarkan, dengan prosedur pemeriksaan cukup sederhana, dan hasilnya relatif
cepat diperoleh yaitu sekitar ± 1 jam. Tubex-TF adalah pemeriksaan in vitro untuk
mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen lipopolisakarida (LPS) O9 kuman
Salmonella typhi yang terdapat dalam serum penderita, interpretasi hasil pemeriksaan secara semikuantitatif. Antigen lipopolisakasida (LPS) O9 hanya
ditemukan pada Salmonella typhi serogrup D. Lim pada tahun 1998 melaporkan
Tubex-TF memiliki sensitivitas 91,2% dan spesifitas 82,3% (Lim, 1998), sedang
Oracz mendapatkan sensitifitas Tubex-TF 92,6% dan spesifitas 94,8%.
Interpretasi pemeriksaan Tubex-TF adalah secara semikuantitatif, yaitu dengan
mambandingkan warna yang timbul pada hasil reaksi pemeriksaan dengan warna
standar kit Tubex-TF. Biaya pemeriksaan Tubex-TF masih tergolong mahal
sehingga belum terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah secara umum
(Tubex-TF Biotekindo, 2006).
Fakta-fakta dan laporan tentang keunggulan serta keterbatasan baik
pemeriksaan Widal maupun Tubex-TF sangat bervariasi, mendorong keinginan
penulis untuk meneliti lebih lanjut validitas dan akurasi pemeriksaan Widal serta
Tubex-TF sebagai penunjang diagnosis demam tifoid, masing-masing
pemeriksaan akan diuji terhadap baku emas kultur Salmonella typhi kemudian
dibandingkan.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah penelitian ini berdasarkan latar belakang di atas adalah:
1.2.1 Bagaimana validitas pemeriksaan Widal sebagai sarana penunjang
4
1.2.2 Bagaimana validitas pemeriksaan Tubex-TF sebagai sarana penunjang
diagnosis demam tifoid terhadap kultur Salmonella typhi
1.2.3 Bagaimana validitas pemeriksaan Tubex-TF sebagai sarana penunjang
diagnosis demam tifoid dibandingkan dengan Widal.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi hasil pemeriksaan
Tubex-TF dan Widal sebagai sarana penunjang diagnostik demam tifoid dengan
melakukan pengkajian data hasil pemeriksaan Tubex-TF, Widal, dan kultur
Salmonella typhi dengan bahan pemeriksaan darah penderita tersangka demam tifoid di Rumah Sakit Immanuel Bandung. Kemudian hasil pemeriksaan
Tubex-TF dan Widal, masing-masing diuji secara statistik terhadap baku emas kultur
Salmonella typhi dengan uji diagnostik.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat akademis dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
tentang pemeriksaan serologis penunjang diagnosis demam tifoid.
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada
masyarakat umum, khususnya para klinisi tentang adanya sarana pemeriksaan
serologis penunjang diagnosis demam tifoid yang hasilnya cepat diperoleh, serta
memberi informasi mengenai keunggulan dan keterbatasannya.
1.5 Kerangka Pemikiran
Diagnosis klinik demam tifoid sulit ditegakkan karena gejalanya tidak khas,
maka perlu sarana pemeriksaan laboratorium penunjang diagnosis demam tifoid
untuk menegakkan diagnosis demam tifoid (Djoko Widodo, 2006).
Kultur Salmonella typhi hingga saat ini masih digunakan sebagai baku emas
diagnosis demam tifoid, tetapi hasil pemeriksaan kultur pada umumnya baru
diperoleh setelah 3-5 hari inokulasi bahan pemeriksaan pada media kultur,
sehingga penegakkan diagnosis demam tifoid sering terlambat. Selain itu hasil
5
pemeriksaan kultur (Tubex-TF Biotekindo, 2006). Bahan pemeriksaan kultur
dapat berasal dari darah, aspirat sumsum tulang, feses atau urine. Kultur
Salmonella typhi dengan media pengkaya Bactec dapat mendeteksi pertumbuhan kuman lebih cepat sebelum dilakukan subkultur pada media agar Mac Conkey
daripada bila bahan pemeriksaan langsung diinokulasikan pada media
konvensional gall. Koloni yang tumbuh pada media agar Mac Conkey, lalu diuji
dengan antisera untuk mengetahui serotipe kuman Salmonella tersebut (BD
Bactec, 2006).
Pemeriksaan serologis penunjang diagnosis demam tifoid telah berkembang
pesat, tidak hanya pemeriksaan Widal saja tetapi juga sudah ada Tubex-TF, IgM
rapid test Dalf, dan lain-lain dari berbagai produsen reagen (Mahubur Rahman,
2007).
Pemeriksaan Widal merupakan pemeriksaan serologis untuk mendeteksi
antibodi terhadap kuman Salmonella typhi, berdasarkan reaksi aglutinasi antara
antigen kuman dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen Widal
menggunakan suspensi kuman Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan pemeriksaan Widal adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid, yaitu aglutinin O (tubuh
kuman), aglutinin H (flagela kuman), dan aglutinin Vi (simpai kuman). Deteksi
aglutinin baik O dan atau H digunakan sebagai penunjang diagnosis demam tifoid,
di mana semakin tinggi titer aglutinin O dan atau H, maka kemungkinan infeksi
kuman Salmonella makin tinggi. Pembentukan aglutinin dimulai pada minggu
pertama demam, biasanya setelah hari ke-4 yang akan terus meningkat secara
cepat dan mencapai puncak pada minggu keempat, akan tetap tinggi selama
beberapa minggu. Aglutinin O adalah aglutinin yang mula-mula timbul pada fase
akut demam tifoid, kemudian disusul dengan peningkatan aglutinin H. Aglutinin
O masih terdeteksi dalam darah penderita demam tifoid yang telah sembuh hingga
4-6 bulan pasca demam tifoid, sedangkan aglutinin H akan lebih lama menetap
dalam darah yaitu sekitar 9-12 bulan. Hasil pemeriksaan Widal dapat memberikan
hasil positif palsu ataupun negatif palsu. Beberapa faktor yang mempengaruhi
6
dipastikan diagnosis penyakit, gangguan pembentukan antibodi dalam tubuh
penderita, pemberian terapi kortikosteroid, saat pengambilan bahan pemeriksaan
darah, apakah tempat tinggal penderita daerah endemis demam tifoid atau bukan,
riwayat vaksinasi sebelum pemeriksaan Widal, reaksi anamnestik, faktor
perbedaan teknik pemeriksaan antar laboratorium, dan atau subyektivitas
interpretasi pembacaan titer Widal. Ada 2 metode pemeriksaan Widal, yaitu
metode konvensional Widal tabung dan Widal slide. Hasil Widal dianggap positif
bila titer antibodi pemeriksaan Widal tunggal 1/160 atau hasil pemeriksaan Widal
sepasang serum penderita dengan interval waktu 1 minggu menunjukkan kenaikan
titer Widal 4 x, baik titer aglutinin O dan atau H. Hasil pemeriksaan Widal yang
telah populer di kalangan masyarakat sebagai penunjang diagnosis demam tifoid
sering menunjukkan hasil positif palsu atau negatif palsu karena pada
pemeriksaan Widal menggunakan antigen poliklonal sehingga dapat
menyebabkan terjadinya reaksi silang (Indro Handojo, 2004).
Pemeriksaan Tubex-TF adalah pemeriksaan serologis semi kuantitatif in vitro
untuk mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen lipopolisakarida (LPS) O9 yang
digunakan sebagai sarana penunjang diagnosis demam tifoid yang relatif baru.
Prinsip pemeriksaan Tubex-TF adalah Inhibition Magnetic Binding Immunoassay
(IMBI), dengan prosedur pemeriksaan cukup sederhana dan hasilnya relatif cepat
diperoleh. Antigen lipopolisakarida (LPS) O9 hanya dimiliki oleh kuman
Salmonella typhi serogrup D. Lim dkk. pada penelitiannya terhadap Tubex-TF sebagai sarana penunjang diagnosis demam tifoid, mendapatkan sensitivitas
Tubex-TF sebesar 91,2% dengan spesifisitas 82,3% (Lim, 1998). Oracz
melaporkan bahwa Tubex-TF memiliki sensitifitas 92,6% dan spesifisitas 94,8%
sebagai sarana penunjang diagnosis demam tifoid (Oracz, 2003).
1.6 Hipotesis Penelitian
Validitas pemeriksaan Tubex TF sebagai penunjang diagnosis demam tifoid
7
1.7 Metode Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah deskriptif analitik yang bersifat retrospektif
dengan rancangan cross sectional terhadap hasil pemeriksaan Widal, Tubex-TF,
dan kultur Salmonella typhi sebagai baku emas pada penderita tersangka demam
tifoid.
1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian bertempat di Instalasi Laboratorium Rumah Sakit Immanuel
50 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini yaitu:
5.1.1Validitas pemeriksaan Widal sebagai sarana penunjang diagnosis
demam tifoid buruk (p > 0,05) yang diuji terhadap baku emas kultur
Salmonella typhi.
5.1.2Validitas pemeriksaan Tubex-TF sebagai sarana penunjang diagnosis
demam tifoid baik (p < 0,05) yang diuji terhadap baku emas kultur
Salmonella typhi.
5.1.3Validitas pemeriksaan Tubex-TF sebagai penunjang diagnosis demam
tifoid lebih baik daripada Widal.
5.2 Saran-saran yang ingin penulis usulkan untuk peneliti-peneliti yang meneliti
akurasi sarana penunjang diagnosis demam tifoid selanjutnya yaitu:
5.2.1Agar menyertakan pemeriksaan PCR selain kultur Salmonella typhi
sebagai baku emas diagnosis demam tifoid.
5.2.2Melakukan prosedur pemeriksaan Tubex-TF lebih baik untuk
mengurangi kesalahan.
5.2.3Melakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar agar hasil
51
Daftar Pustaka
Aydin Aydinli, Abdurrahman Kiremitci, Nuri Kiraz, Yurdanur Akgu¨n, Gu¨l Durmaz, and Tercan Us. 2002. Optimum Detection Times for Bacteria and Yeast Species with the BACTEC 9120 Aerobic Blood Culture System: Evaluation for a 5-Year Period in a Turkish University Hospital. J clin microbial. 2 (41): 819-21.
BD Bactec Peds Plus. 2006. Soybean-casein digest broth with resins. United States : BD Bactec.
Christopher MP, Tran TT, Gordon D, Nicholas JW, and Jeremy JF. 2002. Typhoid fever. NEJM ; 347: 1770-82
Demam tifoid. Pustaka Medika Indo. http://cetrione.blogspot.com. 4 November 2009
Demam tifoid. http://www.medicastore.com. 7 Desember 2009.
Djoko Widodo. 2006. Demam tifoid. Dalam : Aru Sudibyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata, dan Siti Setiadi, Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia, edisi III. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. halaman 1752-7.
http://www.elsevier.com/locate/diagmicrobio Mahartini. 2004. Comparison of the diagnostic value of local widal slide test with imported widal slide test. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jurnal kedokteran Universitas Airlangga ; 2 (35).
52
John LB, 2009. Typhoid fever. http://www.emedicine.com., September 2nd, 2009.
Karnen Garna Baratawidjaja. 2004. Antigen dan antibodi. dalam: Karnen Garna Baratawidjaja, Imunologi dasar. edisi 6. Jakarta : Universitas Indonesia. halaman 82-3. detect typhoid-spesific antibodies based on particle separation in tubes. J Clin Microbiol ; 36 (8) : 2271-8.
Mahbubur R, Frankie CHT. 2007. Rapid detection of early typhoid fever in endemic community children by the TUBEX 09-antibody test. J diagmicrobio. 10 (1).
PT. Pacific Biotekindo Intralab. 2006. TUBEX TF a magnetic semi quantitative rapid immunoassay test for typhoid fever diagnostic. Jakarta: PT Pacific Biotekindo Lab.
Sudigdo Sastroasmoro. 2002. Pemilihan subyek penelitian. dalam: Sudigdo Satroasmoro dan Sofyan Ismael, Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. edisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto. halaman 67-77.
Surya H, Setiawan B, Shatri H, Sudoyo A, dan Loho T. 2007. Tubex TF test compared to Widal test in diagnostics of typhoid fever. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tam FC, Ling TK, Wong KT, Leung DT, Chan RC, Lim PL. 2008. The Tubex test detects not only typhoid-spesific antibodies but also soluble antigens and whole bacteria. J Med Microbiol. 57(3) : 316-23.
53
Tri Nur Kristina, Hendra Wahjono, Subakir, Tjahjati. 2007. Analisis realibilitas tes widal dan tubex untuk pemeriksaan serologi demam tifoid. Jurnal Kedokteran Media Medika Indonesia. 2(42) : 4.
Typhoid and paratyphoid enteric fever. http://www.who.com. 16 Desember 2009.
WHO. 2004. Communicable disease surveillance and response vaccines and biological : The diagnosis, treatment, and prevention of typhoid fever. Indonesia: WHO.
WHO. Haryanto Surya, Budi Setiawan, dkk. Perbandingan pemeriksaan uji TUBEX TF dengan widal dalam mendiagnosis demam tifoid. Indonesia.
WHO. 2008. A study of typhoid fever in five Asian countries: disease burden and implications for controls. in Bulletin of the World Health Organization. vol 86: 241-320.
WHO. 2000. Enteric Fever. in Blood Safety and Clinical Technology: Guidelines on Standard Operating Procedures for Microbiology.