Pikiran
Rakyat
~
o
Selasa4
5
20
o
Maro
Rabu6 7
21 22
OApr o Me,
.
Kamis 0 Jumat
8
9
10
11
23
-
24
S
---
26.
JIIII (' Jill0
Agso
Sabtu0
Minggu~
12 13 14 15 16
27 28 29 30 31
(.~S~p
0
Okt
<..) Nov (.) 9.~~
-Penyerapan
Anggaran
Oleh RENDRA
S
AIAH satu komponen
pangan keIja barn dan
mengu-dasar
pemerintahan
rangi angka kemiskinan.
daerah adalah keuangan
daerah (iocalfinance). Dalam
Latar belakang
kerangka desentralisasi, sum-
Ada beberapa hal yang
mela-ber dana keuangan daerah se-
tarbelakangi rendahnya
penye-lain dari pendapatan asli dae-
rapan dana di daerah.
Perta-rah (PAD)juga dari desentrali-
ma, persoalan teknis
adminis-sasi fiskal yang dilakukan pe-
tratif. Proses penyusunan
ang-merintah dalam bentuk dana
garan yang melibatkan
biro-perimbangan.Transfer anggar-
krasi panjang dan rumit di
an pemerintah pusat ke peme-
tingkat pemerintah pusat
da-rintah daerah sangat besar.
lam pembahasan usul
anggar-Untuk 2009 sebesar Rp 327,08
an belanja daerah yang
meng-triliun (37,72%dana APBN).
hambat realisasi belanja. Di
Ketersediaan anggaran yang
beberapa daerah kerap
dite-besar tentu saja harus diiringi
mukan adanya
ketidakmampu-dengan perencanaan, 'penggu-
an secara pengetahuan dan
ke-naan, sekaligus pengawasan
terampilan. teknisbirokrasi
anggarantersebut. Akan tetapi,
dan legislatif.
kenyataannya, banyak daerah
Kedua,persoalanpolitis.Per-gagal membelanjakan anggar-
soalan ini didasari adanya
ta-an sesuai dengta-an perencta-anata-an
rik-menarik perbedaan
kepen-dalam APBD. Daerah tidak
tingan politik dan pandangan
mampu menyerap anggaran
kebijakanantara DPRDdan
ke-yang mestinya menjadi stimu-
pala daerah. Hal ini dapat
dili-Ius untuk menggerakkan eko-
hat dari lamanya waktu untuk
nomi di daerah. Penyerapan
pengesahanAPBD.Hinggaaw-anggaran oleh daerah pada
al200<j,temyata barn dua
per-2008 rata-rata 64%. Data me-
tiga daerah yang dinyatakan
nunjukkan, besaran sisa ang-
~udah mengesahkan APBD.
garan dari seluruh daerah di
Dari 33 provinsidan
491kabu-Indonesia pada 2008 menca-
paten/kota, baru 156 APBD
pai Rp 45 triliun.
yang berbentuk perda,
162se-Tidak dipergunakannya se-
dang dibahas bersama DPRD,
jumlah dana oleh daerah untuk
dan sisanya masih draf awal,
pembangunan tentu saja akan
seperti KUAdan PPAS.
memberikan dampak buruk
Ketiga) persoalan hukum.
bagi perekonomian nasional.
Semakin aktifnya lembaga
Pasalnya, belanja negara (go-
pengawasan dan antikorupsi
vernment spending) merupa-
seperti BPKP, BPK, dan KPK
kan faktor penting bagi per-
membuat banyak pegawai di
tumbuhan ekonomi. Rendah-
daerah takut teIjerat delik
ko-nya pertumbuhan
ekonomi,
rupsi karena melanggar
Kep-pada gilirannya berpengaruh
pres No. 80/2003
tentang
pada rendahnya l2t;,nciptaan
la-:
~~ngadaan l3arang.da~J~sa.
K lip i n 9
Hum 0 5 Un p t) d
Ketakutan itu tentu dirasa po-sitif karena menunjukkan dampak nyata upaya pembe-rantasan korupsi pada per-ubahan perilaku birokrasi. Na-mun, di' saat yang sarna hal itu berdampak negatif karena membuat banyak aparatur bi-rokrasi menolak jadi pimpro atau PPK (pejabat pembuat ko-mitmen). Akibatnya, tidak se-dikit pemerintah daerah" me-milih menanamkan dana APBD dalam bentuk deposito di BPD, danareksa, atau SBI daripada mendanai program. Dari Rp 45 triliun dana yang ti-dak diserap daerah tahun 2008, Rp 32 triliun di anta'ra-nya atau 70% lebih disimpan di bank. '
Penerapan prinsip good
go-vernance dalam hal
pengelola-an Reupengelola-angpengelola-an daera:h adalah ke-niscayaan. Guna memastikan terselenggaranya prinsip itu, kegiatan pengawasan dan pemberantasan korupsi sangat diperlukan. Dalamkonteks ini, ketakutan aparat birokrasi bisa dianggap fobia yang berlebih-an. Namun, bila ditelusuri le-bih lanjut, ternyata ketakutan itu adajustifikasinya tersendi-ri. Banyak aturan terkait de-sentralisasi yang tidak sinkron. Akibatnya, timbul celah mul-tiinterpretasi yang kerap menggoda oknum-oknum pengawas dan penegak hukum untuk melakukan penyalahgu-naan kekuasaan (abuse
ofpo-wer). Terkait aturan mengenai
korupsi juga sering ditemukan perbedaan pemahaman delik korupsikhususnyasoalmakna korupsi dan alat bukti yang ter-kait, sehingga berkembang
opi-...ID
telah teIj~,di"k1:im~nalisasi"
dan "politisasi" perbuatan ad-ministrasi negara, ataupun
overcontrol hingga overacting
dari aparat pengawas dan pe-negak hukum.
Penyelesaian masalah
Tampaknya, harus ada pe-nyelesaian serius terkait-feno-men a ketakutan aparat biro-krasi jika tidak ingin minimnya penyerapan anggaran terus berulang di tiap daerah. Perlu ada keIja sama kelembagaan di daerah guna mengatasi perso-alan hukum yang dapat meng-hambat penyerapan dana. Tak ada salahnya, bahkan sangat dianjurkan bila lembaga peng-awasan seperti ~PKP tidak se-kadar bekeIja di hilir, namun ikut serta memberikan bantu-an di hulu yakni pada proses perencanaan pembangunan. Selain dapat mengatasi pro-blem teknis administratif, ke-simpangsiuran aturan dan in-terpretasi terhadapnya dapat dihindari, sehingga memitup peluang bagi oknum.. aparat pengawas yang "cari-cari ma-salah" dan oknum penegak hu-kum yang "cari-cari perkara".
Ke depan, penyeJesaian hu-kum permasalahan "kerugian negara" perlu dipikirkan untuk dikonstruksikan lebih jelas dan solid. Pendekatan kekuasaan saja dalam mengatasi problem hukum terbukti kurang efektif. Karena tidak semua "kerugian negara" harus diselesaikan de-ngan mengenakkan ketentuan hukum pidana, baik pidana bia-sa ataupun pidana khusus (tin-dak pidana korupsi). Masih ba-nyak mekanisme lain yang da-pat dilakukan, apakah penyele-saian atas dasar persetujuan pa-ra pihak (damai), atas dasar Hukum Administrasi Perbenda-haraan (tuntutan perbendaha-raan dan tuntutan ganti ru-gi/TP-TGR), atas dasarHukum Perdata, atas dasar Hukum Khusus (proses penagihan piu-tang macet oleh Badan Urusan Piutang Negara/BUPN), dan atas dasar Hukum Kepegawai-an. Yang pasti, bagaimana cara-nya mencegah kerugian negara. Lalu, bila telanjur ada kerugian negara, bagaimana agar kerugi-an itu kembali dkerugi-an ykerugi-ang mela-kukan perbuatan merugikan negara terkena efek jera. ***
Penulis, mahasiswa 8-2 11-mu Politik FISIP Unpad dan Pellow Researcher di IP-Public