S U R AT P E R IN T AH K E R J A :
TIM PENYUSUN:
1.
Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, SH, M.Hum
2.
Dr. I Nyoman Suyatna, SH,MH
3. Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH,MH
DAFTAR I SI
TI M PENYUSUN
KATA PENGANTAR
DAFTAR I SI
BAB I . PENDAHULUAN
A. URGENSI NASKAH AKADEMI K DALAM PERANCANGAN PRODUK HUKUM
DAERAH
1
B. LATAR BELAKANG MASALAH 11
C. I DENTI FI KASI MASALAH 53
D. TUJUAN DAN KEGUNAAN NASKAH AKADEMI K 54
E. METODE 55
1. Tipe Penelitian 55
2. Pendekatan Masalah 59
3. Bahan Penelitian 60
4. Langkah Penelitian 61
5. Analisis Hasil Penelitian 66
6. Desain Penelitian
BAB I I . KAJI AN TEORITI S DAN PRAKTI K EMPI RIS 67
A. KERANGKA TEORI TI K PERUBAHAN PERDA PENDIRI AN PDAM
1. Teori Validitas Norma
2. Teori Badan Hukum
3. Teori Legislasi, Fungsi, dan Tujuan Hukum
4. Teori Koherensi dan Norma Sebagai Suatu Sistem
5. Teori Perancangan Norma Produk Legislasi
B. KARAKTERI STI K PDAM KLUNGKUNG
1. Karaktersitik Pasar PDAM
2. Karakteristik Sumberdaya PDAM
3. Karakteristik Kelembagaan PDAM
5. Karakteristik Pengelolaan PDAM
C. KARAKTERI STI K MASALAH PDAM
1. Masalah Kebutuhan dan Daya Beli Pasar PDAM
2. Masalah Sumber Daya PDAM
3. Masalah Kelembagaan PDAM
4. Karakteristik Masalah Produk PDAM
5. Karakteristik Masalah Pengelolaan PDAM
6. Karakteristik Masalah Konstruksi Norma Pengaturan PDAM
D. KARAKTERI STI K KEBUTUHAN PEMECAHAN MASALAH PDAM
E. KARAKTERI STI K KONSEP PENGATURAN PDAM
F. KARAKTERI STI K KONSTRUKSI NORMA YANG DI BUTUHKAN UNTUK
MEMECAHKAN MASALAH PDAM
BAB I I I . DASAR, RUANG LINGKUP, DAN MATERI KEWENANGAN PEMERINTAH
KABUPATEN KLUNGKUNG DALAM PENGATURAN PDAM
75
A. KARAKTERI STI K PENGATURAN PDAM
1. Landasan Konstitusional
2. Pengaturan oleh Pemerintah
3. Pengaturan oleh Pemerintah Daerah
4. Pelingkupan Materi Pengaturan
B. KARAKTERI STI K DASAR, RUANG LI NGKUP, DAN MATERI KEWENANGAN
PEMERI NTAH KABUPATEN KLUNGKUNG DALAM MENGATUR PDAM
1. Undang-Undang Nomor [ ] Tentang Pemerintahan Daerah
2. Undang-Undang BUMD
BAB I V. LANDASAN FI LOSOFIS, SOSI OLOGI S, DAN YURI DI S 86
A. LANDASAN FI LOSOFI S
1. Landasan Filosofis Hukum
2. Landasan Filosofis Keilmuan I lmu Hukum
C. LANDASAN YURI DI S
D. KONSTRUKSI JUDUL
E. KONSTRUKSI KONSI DERANS MENI MBANG
F. KONSTRUKSI KONSI DERANS MENGINGAT
G. KONSTRUKSI MATERI DAN NORMA PENGATURAN PDAM
1. Konstruksi Azas Pengaturan
2. Konstruksi Materi Pengaturan
BAB V. KESI MPULAN DAN SARAN 86
A. SI MPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPI RAN
LAMPI RAN 1: RANPERDA PDAM
LAMPI RAN 2: SPK
BAB I
PENDAHULUAN
F.
URGENSI NASKAH AKADEMIK DALAM PERANCANGAN PRODUK HUKUM
DAERAH
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan mendefinisikan Naskah Akademik (NA) sebagai naskah hasil
penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu
masalah tertentu yang dapat dipertanggungjaw abkan secara ilmiah mengenai
pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi, Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota, sebagai
solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
Naskah Akademik dalam perancangan produk legislasi diperlukan untuk
dua alasan:
pertama, untuk memenuhi persyaratan epistemelogi dalam perancangan
norma; dan
kedua, untuk mencegah berbagai masalah fungsi dan pew ujudan tujuan
norma yang timbul akibat kekosongan landasan tersebut.
perancang produk legislasi dan intervensi kepentingan legislator atau pihak lainnya
terhadap produk legislasi yang dirancang.
Problem rasionalitas norma adalah problem valid-tidaknya norma
berdasarkan uji keberdasaran, uji kebersumberan, dan uji konsistensi antara norma
produk legilasi dengan norma peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
yang menjadi dasar atau sumber dari norma produk yang dibentuk. Problem
rasionalitas norma juga menyangkut w ajar/ tidaknya dan adil/ tidaknya norma
suatu produk legislasi diukur dari persyaratan moral, nilai sosial budaya,
kemanusiaan, dan nilai-nilai historis politik, sosial, dan ekonomi yang dianut
Negara (ideologi) dan masyarakat. Problem kontekstual norma adalah problem
sesuai/ tidaknya norma dengan ekspektasi masyarakat, yaitu harapan masyarakat
yang merupakan hasil dari proses atau interaksi komunitas. Landasan teoritik
mencakup konstruksi teori, konsep, dan persyaratan landasan lainnya yang
dipersyaratkan sebagai landasan dalam perancangan struktur dan rumusan norma.
Hakekat naskah akademik dalam perancangan produk legislasi adalah landasan
teoritik perancangan produk tersebut.
rangka pengaturan masalah tersebut melalui Undang-Undang atau Peraturan
Daerah sebagai solusi terhadap masalah tersebut dan bentuk upaya untuk
memenuhi kebutuhan hukum masyarakat. Pengertian ini melahirkan konsep,
bahw a naskah akademik merupakan:
a.
naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum;
b.
penelitian terhadap masalah tertentu dan solusinya;
c.
hasil penelitian dan pengkonstruksian masalah dan pemecahannya merupakan
bahan untuk mengkonstruksikan norma hukum untuk mengatur masalah dan
pemecahan masalah tersebut; dan
d.
dapat dipertanggungjaw abkan secara ilmiah.
Definisi tersebut mengandung konsep bahw a suatu penelitian hukum dalam
penyusunan naskah akademik merupakan penelitian yang diselenggarakan karena
ada suatu masalah yang memerlukan pemecahan dan pemecahan masalah itu hanya
dapat dilakukan melalui pengaturan (hukum). Karena itu, suatu penelitian hukum
yang diselenggarakan dalam rangka penyusunan naskah akademik haruslah
dimulai dengan eksplorasi dan pendeskripsian masalah yang sedang dihadapi
masyarakat, untuk kemudian diidentifikasi dan didefinisikan, selanjutnya dicarikan
konstruksi teoritik pemecahannya. Hasil pemecahan masalah ini digunakan sebagai
bahan dan dasar pengkonstruksian norma untuk mengendalikan potensi dan
mengatur penyelenggaraan pemecahan masalah tersebut.
sangat pesat belakangan ini. Penelitian hukum dalam penyusunan naskah ini
difokuskan pada obyek-obyek berikut:
a.
Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung No. 11 Tahun 1990 Pendirian
PDAM dengan peraturan perundang-undangan yang baru.
b.
Dampak penyelenggaraan tugas dan w ew enang PDAM apabila Peraturan
Daerah Kabupaten Klungkung No. 11 Tahun 1990 Pendirian PDAM tidak
direvisi.
Konstruksi korelasi obyek penelitian dengan hasil dan kegunaan hasil
penelitian dalam penyusunan naskah akademik ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
KONSTRUKSI KORELASI OBYEK PENELITIAN DENGAN HASIL DAN
KEGUNAAN HASIL PENELITIAN
NO OBYEK PENELITIAN HASIL YANG DIHARAPKAN
KEGUNAAN HASIL PENELITIAN 1 PERATURAN DAERAH
KABUPATEN KLUNGKUNG
TENTANG PENDIRIAN PDAM
Deskripsi tentang urgensi perubahan PDAM
Memberikan
penjelasan perlunya perubahan Peraturan Daerah
2 DAMPAK
PENYELENGGARAAN
TUGAS DAN
WEWENANG PDAM APABILA PERATURAN DAERAH NO. 11 TAHUN 1990 TIDAK DIREVISI.
Deskripsi tentang dampak negatif pelayanan PDAM dengan tidak dirubahnya Peraturan Daerah No. 11 Tahun 1990.
Dasar Argumentasi masalah-masalah dalam
penyelenggaraan pelayanan PDAM yang belum optimal di Kab. Klungkung.
(
structural normative approach),
1hukum fungsional (
functional approach)
2dan
pendekatan
hukum
dengan
orientasi
kebijakan
(
policy-orientedapproach
).
3Penggunaan pendekatan ini mencakup penggunaan teori, konsep, metode
penelitian, dan model analisis yang dibangun berdasarkan pendekatan tersebut.
Lampiran I angka 2.1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menentukan
bahw a bagian Pendahuluan suatu naskah akademik memuat latar belakang, sasaran
yang akan diw ujudkan, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan, serta metode
penelitian. Berdasarkan ketentuan tersebut, bagian Pendahuluan dari Naskah
Akademik ini secara berturut-turut menyajikan:
a.
latar belakang masalah dan sasaran yang akan diw ujudkan;
b.
identifikasi masalah;
c.
tujuan dan kegunaan penyusunan landasan teoritik; serta
d.
metode penelitian.
Lampiran I angka 2.1.A. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menentukan
bahw a latar belakang memuat pemikiran dan alasan-alasan perlunya penyusunan
naskah akademik sebagai acuan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah
tertentu. Latar belakang menjelaskan mengapa pembentukan Peraturan Daerah
memerlukan suatu kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai
teori atau pemikiran ilmiahyang berkaitan dengan
materi muatanRancangan Peraturan
1 Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Transaction Publishers, New Brunswick, 2006,
h. 29.
Daerah yang akan dibentuk. Pemikiran ilmiah tersebut mengarah kepada
penyusunan
argumentasi filosofis, sosiologisserta
yuridisguna mendukung perlu
atau tidak perlunya penyusunan Rancangan Peraturan Daerah.
Lampiran I angka 1.B. menentukan bahwa identifikasi masalah memuat
rumusan mengenai masalah apa yang akan ditemukan dan diuraikan dalam naskah
akademik. Pada dasarnya identifikasi masalah dalam suatu naskah akademik
mencakup 4 (empat) elemen pokok masalah, yaitu:
a.
Permasalahan apa yang dihadapi dalam pelaksanaantugas dan kew enangan dari
PDAM selama ini.
b.
Mengapa perlu Rancangan Peraturan Daerah Perubahan Atas Pendirian PDAM
sebagai dasar pemecahan masalah tersebut.
c.
Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis
pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah,
dalam hal ini Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1990 tentang Pendirian
Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Daerah Tingkat II Klungkung.
Lampiran I angka 1.C. menentukan bahw a tujuan dan kegunaan penyusunan
naskah akademik sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang
dirumuskan sebagai berikut:
a.
Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas dan fungsi
PDAM Kabupaten Klungkung selama ini.
b.
Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan pembentukan
Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar
hukum penyelesaian atau solusi permasalahan dalam kehidupan berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat, dalam hal ini permasalahan hukum yang
dihadapi sebagai alasan pembentuk Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Klungkung tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1990
tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Daerah Tingkat II
Klungkung.
c.
Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis
pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah,
dalam hal ini Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1990 tentang Pendirian
Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Daerah Tingkat II Klungkung.
Daerah Nomor 11 Tahun 1990 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air Minum
Kabupaten Daerah Tingkat II Klungkung.
Kegunaan penyusunan naskah akademik adalah sebagai acuan atau referensi
penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah, dalam hal ini
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1990 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air
Minum Kabupaten Daerah Tingkat II Klungkung.
digunakan di dalam penyusunan buku ini adalah penelitian hukum normatif
dengan menggunakan pendekatan hukum normatif struktural, pendekatan hukum
normatif fungsional, dan pendekatan hukum dengan orientasi kebijakan.
Berdasarkan standar normatif itu, bagian Pendahuluan dari Naskah
Akademik ini menyajikan:
a.
latar belakang masalah;
b.
identifikasi masalah;
c.
tujuan dan kegunaan penyusunan landasan teoritik; dan
d.
metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan landasan teoritik.
G.
LATAR BELAKANG MASALAH
Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Klungkung adalah perusahaan
daerah milik Pemerintah Daerah Kabupaten Klungkung yang didirikan berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 11 Tahun 1990 tentang Pendirian
Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Daerah Tingkat II Klungkung
(selanjutnya: Perda PDAM 1990). Perusahaan daerah ini menyelenggarakan
pelayanan air bersih di Kabupaten Klungkung dengan menggunakan sumber daya
air yang
dimilikioleh Pemerintah Kabupaten Klungkung. Total pelanggan yang
dilayani Perusahaan Daerah Air Minum Klungkung (selanjutnya: PDAM), data
pelanggan per 2013, adalah 23.176 pelanggan, tersebar di empat kecamatan.
Produksi air bersih per tahun 2013 adalah 9.567.350 m
3dengan jumlah tersalur ke
kecamatan Banjarangkan 782.316 m3, kecamatan Klungkung 3.056.026 m3 dan
kecamatan Daw an 671.841 m3.
4Perda PDAM 1990 mengatur tentang: pendirian, tempat kedudukan, organ
perusahaan, tugas dan wew enang organ perusahaan, pengangkatan dan
pemberhentian, dan kepegaw aian [Pasal 2, Pasal 4, Pasal 9, Pasal 16, Pasal 25 dari
Peraturan Daerah No. 11 Tahun 1990 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air
Minum Kabupaten Daerah Tingkat II Klungkung). Perda ini telah berlaku selama 25
(dua puluh lima) tahun, sementara itu kehidupan sosial masyarakat telah berubah,
demikian juga berbagai aspek dari kehidupan itu, sehingga keberadaan Perda ini
perlu disesuaikan dengan perubahan itu. Alasan perubahan ini juga berasal dari
kehadiran berbagai produk peraturan perundang-undangan yang baru, seperti:
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1998 tentang banetuk Hukum
Badan Usaha Milik Daerah, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air yang bahkan telah dibatalkan dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor
85/ PUU-XI/ 2013,
5Peraturan Menteri BUMN Nomor: Per-01/ MBU/ 2011 tentang
Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik
(Good Corporate Governance)Pada
Badan Usaha Milik Negara, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun
2007 tentang Organ dan Kepegaw aian PDAM, yang mengakibat Perda PDAM 1990
memerlukan penyesuaian terutama karena: (a) alasan validitas Perda, yang lebih
jauh berpengaruh terhadap validitas tindakan perusahaan; dan (b) kinerja
4Ibid
5 Pembatalan ini memberlakukan kembali Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang
perusahaan dalam mw ujudkan tujuan-tujuan pengelolaan air minum berdasarkan
berbagai regulasi yang baru.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 tahun 2007 tentang Organ dan
Kepegaw aian PDAM mengatur berbagai ketentuan baru tentang organ perusahaan
dan kepegaw aian, seperti: komponen organ perusahaan; dasar penentuan jumlah
Direksi dan Dew an Pengaw as, yang sekaligus mengubah nomenklatur Badan
Pengaw as menjadi Dew an Pengaw as; persyaratan, pengangkatan, masa jabatan, dan
pemberhentian Direksi dan Dew an Pengaw as; tugas w ew enang Direksi dan Dew an
Pengaw as; kepegaw aian; persyaratan, mengangkatan, dan pensiun pegaw ai;
penghasilan dan tunjangan Direksi, Dew an Pengaw as, dan Pegawai; dan materi
lainnya yang jauh berbeda dengan komponen, tugas, dan kew enangan organ
perusahaan sebagaimana diatur di dalam Perda PDAM 1990.
Untuk alasan demikian itu, Dew an Perw akilan Rakyat Daerah Klungkung
memandang perlu melakukan perubahan terhadap Perda PDAM 1990, mencakup 5
(lima) alasan:
pertama, pelayanan pengadaan air minum merupakan salah satu
upaya pemenuhan kebutuhan dasar rakyat yang perlu diselenggarakan dengan baik
agar kebutuhan rakyat demikian itu dapat terpenuhi dengan baik;
kedua,
pemenuhan kebutuhan rakyat terhadap air minum dan pelayanan pengadaan air
minum merupakan bagian dari kew ajiban konstitusional Pemerintah Daerah dalam
menyelenggarakan pelayanan public dalam pemenuhan hak-hak konstitusional
rakyat atas pemenuhan kebutuhan dasar;
ketiga, Perda PDAM 1990 ditetapkan pada
sosial dan perubahan kebutuhan masyarakat yang berkembang sangat pesat dan
bersifat multidimensional;
keempat, selama dua puluh lima tahun itu telah terbit
berbagai produk regulasi yang berpengaruh terhadap validitas Perda PDAM 1990,
yang lebih jauh berpengaruh terhadap validitas tindakan PDAM sebagai perusahaan
daerah, yang potensial menimbulkan berbagai masalah hukum yang dapat
mempenagruhi kinerja dan akuntabilitas perusahaan;
kelima, PDAM sebagai
satu-satunya perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan pengadaan air
bersih harus mampu menyelenggarakan pelayanan publik dalam bidang pengadaan
air bersih sesuai dengan harapan masyarakat berdasarkan kinerja yang memenuhi
syarat tata kelola perusahaan yang baik (
good coprporate governance), sehingga
pelayanan pengadaan air minum dapat menyeimbangkan kepentingan antara
perlindungan dan ketersediaan sumber daya air dalam rangka penyelenggaraan
pelayanan yang berkelanjutan dengan kebutuhan air minum masyarakat pada sisi
lainnya. Lima alasan itu merupakan alasan mendasar yang mendorong Dew an
Perw akilan Rakyat Daerah Kabupaten Klungkung mengusulkan perubahan Perda
PDAM 1990.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan menentukan berbagai persyaratan dalam pembentukan dan
perubahan peraturan perundang-undangan, antara lain:
(d)
syarat jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan
undang-undang, peraturan daerah provinsi, atau peraturan daerah.
Pemenuhan syarat-syarat itu bertujuan untuk:
(a)
pencegahan problem epistemelogis perancangan produk hukum daerah;
(b)
mencagah masalah validitas, kekosongan dan tumpang tindih kew enangan;
(c)
mencegah masalah legitimasi dan validitas produk hukum daerah; dan
(d)
mencegah problem fungsi dan pew ujudan tujuan produk hukum daerah yang
dibentuk.
Berdasarkan persyaratan dan tujuan pemenuhan persyaratan itu, maka
penelitian dalam penyusunan naskah kademik ini diarahkan pada penelitian
terhadap empat masalah, yaitu:
(a)
landasan teoritik dan praktik empiris sebagai landasan perubahan Perda PDAM
1990;
(b)
dasar kew enangan, lingkup materi kew enangan, dan materi kew enangan
Pemerintah Kabupaten Klungkung dalam melakukan perubahan terhadap Perda
PDAM 1990 berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(c)
landasan filosofis, sosilogis, dan yuridis perubahan Perda PDAM 1990; dan
(d)
jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan Perda PDAM
yang akan dibentuk.
H.
IDENTIFIKASI MASALAH
a.
Bagaimanakah landasan teoritik dan praktik empiris sebagai landasan
perubahan Perda PDAM 1990?
b.
Bagaimanakah dasar kew enangan, lingkup materi kew enangan, dan materi
kew enangan Pemerintah Kabupaten Klungkung dalam melakukan perubahan
terhadap Perda PDAM 1990 berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku?
c.
Bagaimanakah landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis perubahan Perda
PDAM 1990?
d.
Bagaimanakah jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan
Perda PDAM yang akan dibentuk?
I.
TUJUAN DAN KEGUNAAN NASKAH AKADEMIK
Penyusunan naskah akademik ini bertujuan untuk memberikan landasan ontologis,
epistemelogis dan aksiologis terhadap Perda yang akan dirancang. Karena itu,
tujuan penelitian dalam penyusunan naskah akademik ini mencakup:
(1)
Merumuskan landasan teoritik dan praktik empiris sebagai landasan perubahan
Perda PDAM 1990.
(2)
Merumuskan dasar kew enangan, lingkup materi kew enangan, dan materi
kew enangan Pemerintah Kabupaten Klungkung dalam melakukan perubahan
terhadap Perda PDAM 1990 berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(4)
Merumuskan jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan
Perda PDAM yang akan dibentuk.
Kegunaan hasil penelitian ini adalah ketersediaan informasi dan bahan-bahan
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang
Perusahaan Daerah Air Minum.
J.
METODE
1.
Tipe Penelitian
Penelitian ini merupakan tipe penelitian hukum normatif, yaitu suatu
penelitian yang memfokuskan penelitian terhadap masalah hukum dalam sifat
tektualnya. Penelitian ini mencakup penelitian terhadap masalah norma hukum,
baik asal-usul, konstruksi normanya, validitas, keberadaannya dalam korelasi
dengan norma lainnya, maupun penerapan dan penegakannya. Penelitian ini
memfokuskan penelusuran terhadap beberapa aspek norma, yaitu:
a.
dasar pengkonstruksian norma, konsep pengkonstruksian norma;
b.
aspek dasar kew enangan; dan
c.
aspek pengkonstruksian norma.
tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Daerah Tingkat II
Klungkung.
Penelitian ini berinduk pada penelitian hukum fungsional (
functional research of law) atau penelitian hukum normatif fungsional (
normative functional)-nya
Roscoe Pound
6dan McDougal dalam kombinasi dengan model penelitian
hukum normatif strukturalnya Kelsen. Esensi model penelitian Pound dan
McDougal adalah korelasi antara obyek pengaturan dengan konsep dan
konstruksi norma pengaturan sebagai aspek-aspek norma yang satu sama lain
saling mempengaruhi dan menentukan fungsi dan capaian tujuan hukum.
Konsistensi antara keseluruhan aspek itu merupakan dasar untuk menghasilkan
produk hukum yang berkualitas dan mengemban fungsi–fungsinya, dan fungsi
hukum yang berkualitas merupakan dasar pew ujudan tujuan hukum secara
baik. Sementara esensi model penelitian Kelsen adalah model uji validitas, yaitu
uji terhadap keberdasaran pada dan kebersumberan norma kepada norma yang
lebih tinggi yang akan menentukan validitas norma yang dibentuk.
Bentuk penelitian ini, dengan demikian, adalah:
a.
uji konsistensi konsep pengaturan, konstruksi struktur dan substansi norma
pengaturan dengan karakteristik obyek pengaturan dan karakteristik
kebutuhan pengaturan; dan
b.
konstruksian dasar dan substansi kew enangan pengaturan sebagai instrumen
uji validitas terhadap konstruksi norma dalam pengaturan Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang Perusahaan Daerah Air
Minum;
2.
Pendekatan Masalah
Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif fungsional
(
functional normative approach), normatif struktural (
structural normative approach),
dan normatif konstruktif dan kontekstual (
policy-oriented research).
7Pendekatan
ini merupakan pendekatan penelitian hukum yang seharusnya digunakan
dalam proses legislasi di Indonesia mengingat kultur hukum Indonesia (
civil lawsystem
) dan kebutuhan-kebutuhan pengaturan yang lebih obeyktif dan
kontekstual.
Fungsi pendekatan tersebut dalam pelaksanaan penelitian ini adalah:
a.
Pendekatan hukum kontekstual digunakan dalam penelitian terhadap
karakteristik obyek penelitian, karakteristik masalah pengelolaan obyek,
karakteristik kebutuhan pemecahan masalah pengelolaan obyek, dan
karakteristik konsep pengaturan obyek;
b.
Pendekatan hukum normatif struktural digunakan sebagai dasar untuk
menjelaskan dasar, ruang lingkup dan substansi kew enangan Pemerintah
7 Pendekatan hukum dengan orientasi kebijakan melihat hukum sebagai bagian proses
otoritatif pengambilan kebijakan yang berkelanjutan (continuing otoritative process of decision making) dimana substansi hukum dipandang sebagai bentuk transformasi substansi kebijakan yang ada dan diciptakan mendahului hukum, yang pada gilirannya akan menjadi sumber dari hukum dan kebijakan organik dan teknis yang akan dilahirkannya. Penguatan fungsi hukum, menurut pendekatan ini, dapat dilakukan melalui pengendalian substansi kebijakan atau hukum dalam proses kebijakan atau proses hukum. Pengendalian ini dilakukan dengan cara melakukan analisis konstruktif
dan kontekstual terhadap bahan-bahan substansi kebijakan. Hubungan hukum dengan kebijakan dipandang sebagai suatu bentuk korelasi berkesinambungan dari tahap input, proses, output, dan
Daerah dalam melakukan pengaturan terhadap perubahan atas Peraturan
Daerah Nomor 11 Tahun 1990 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air
Minum Kabupaten Daerah Tingkat II Klungkung.
c.
Pendekatan hukum normatif konstruktif dan fungsional digunakan sebagai
dasar untuk menjelaskan korelasi konstruksi struktur dan substansi norma
dengan konstruksi konsep pengaturan, korelasi konstruksi konsep
pengaturan dengan karakteristik kebutuhan pengaturan, dan korelasi
kebutuhan pengaturan dengan karakterisitik obyek pengaturan dan
karakteristik masalah pengelolaan obyek pengaturan.
3.
Bahan Penelitian
Penelitian ini menggunakan ketiga jenis bahan hukum, yaitu: bahan hukum
primer (
primary legal source), bahan hukum sekunder (
secondary legal materials).
Bahan hukum primer (domestik) yang digunakan mencakup:
undang-undang (
statutes passed by legislatures); peraturan atau keputusan-keputusan
pemerintah (
decrees and orders of executives); kebijakan atau keputusan
administratif yang dibuat oleh lembaga-lembaga administratif (
regulations and rulings of administrative agencies).
Penelitian pendahuluan telah dilakukan pada perpustakaan umum dan
perpustakaan hukum, seperti: Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas
Udayana dan ekplorasi melalui internet.
4.
Langkah Penelitian
Penelitian hukum dengan orientasi kebijakan (
configurative approach) memiliki
beberapa ciri-ciri sebagai berikut:
(1)
bahw a penelitian pertama-tama harus menentukan titik pijak penelitian
dalam perspektif manusia sebagai suatu keseluruhan, memisahkan titik pijak
antara penelitian yang dilakukan oleh akademisi dan pembuat kebijakan, dan
untuk tujuan penyadaran, termasuk juga proses pengambilan kebijakan,
mengembangkan teori tentang hukum (
theory about law), dan tidak
semata-mata teori hukum (
not merely theory of law);
(2)
harus membuat peta penelitian, baik yang sifatnya menyeluruh maupun
khusus, berkenaan dengan suatu kebijakan otoritatif yang efektif untuk suatu
proses komunitas dan masyarakat yang lebih luas yang mendapat pengaruh
dari kebijakan tersebut atau sebaliknya mempengaruhi kebijakan tersebut;
(3)
harus merumuskan seperangkat nilai tujuan yang komprehensif dari
ketentuan hukum, yang dapat diw ujudkan dalam konteks proses sosial,
dalam tingkatan abstraksi dan ketepatan apapun yang mungkin diperlukan
dalam penelitian maupun perumusan kebijakan;
internasional, dan harus menentukan prosedur-prosedur ekonomi yang
bersifat khusus dan efektif untuk setiap kerja tersebut.
8Penentuan titik pijak penelitian sangat penting untuk memudahkan
perumusan masalah, perumusan tujuan, dan pelaksanaan tugas-tugas
keintelektualan, untuk menjaga keutuhan penelitian. Pembuatan peta
penelitian yang komprehensif namun tetap memperhatikan detail, sangat
penting untuk memudahkan peneliti merumuskan fokus utama penelitian,
cara memandang hukum dan cara menempatkannya dalam konteks proses
sosial, karena akan sangat mempengaruhi cara merumuskan masalah,
penentuan prioritas masalah yang akan diteliti, dan menentukan tugas
intelektualitas yang hendak dipikul dalam kaitan dengan pengembangan
keilmuan dan pemecahan suatu masalah. Perumusan tujuan pengaturan
publik yang bersifat mendasar dan mempunyai sifat nyata sangat penting
untuk menentukan bahw a suatu penelitian kebijakan dan hukum dilakukan
untuk kepentingan bersama dan keadilan bagi masyarakat sebagai suatu
keseluruhan, bukan untuk kepentingan komunitas yang lebih besar atau yang
lebih kecil, komunitas yang lebih kuat atau lebih lemah. Penentuan
tanggungjaw ab intelektual sangat penting untuk efek praktis dan pemecahan
masalah dari hasil penelitian tersebut dalam rangka perlakuan kebijakan dan
hukum yang lebih efektif dalam proses sosial.
MacDougal merumuskan lima tahap penelitian hukum dengan orientasi
kebijakan yaitu:
(1)
klarifikasi tujuan (
goal clrarification);
(2)
pendeskripsian kecenderungan kebijakan masa lalu (
the description of pasttrends in decision
);
(3)
pengidentifikasian faktor-faktor yang berpengaruh (
identification of conditioning factors);
(4)
analisis dan perumusan proyeksi dan prediksi (
projection and prediction);
(5)
penemuan dan evaluasi alternatif kebijakan (
the invention and evaluation ofpolicy alternatives
).
9Model tersebut mencakup 3 ciri dasar, yaitu:
(1)
klarifikasi tujuan, yang mencakup: pemetaan latar belakang masalah,
pelingkupan dan perumusan masalah, dan perumusan tujuan penelitian;
(2)
pendeskripsian kondisi kebijakan yang sedang berlaku;
(3)
analisis, perumusan hasil, dan penemuan alternatif pemecahan masalah.
Model tersebut dapat ditransformasikan kedalam model penelitian hukum
dan kebijakan, baik yang mempunyai sifat murni internasional, nasional,
maupun yang menunjukkan sifat campuran diantara keduanya. Model
penelitian hukum dengan orientasi kebijakan ini dipergunakan sebagai model
dasar penelitian ini. Alasannya adalah:
(1)
obyek penelitian ini merupakan obyek yang berada pada konteksnya,
yaitu masyarakat tempat di mana produk legislasi itu akan ditetapkan;
(2)
masalah belum dirubahnya Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1990
tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Daerah
Tingkat II Klungkung;
(3)
Perda merupakan produk hukum yang harus dibangun sesuai dengan
karakteristik obyeknya dan karakteristik kebutuhan konteksnya;
(4)
pendekatan ini tidak menutup peluang untuk menggunakan pendekatan
lain untuk menyempurnakan hasil penelitain, dalam penelitian ini
pendekatan ini dikombinasi dengan pendekatan hukum normatif
strukturalnya Kelsen.
5.
Analisis Hasil Penelitian
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EM PIRIS
Standar materi bab ini ditentukan dalam Lampiran I angka 2 UUP3. Bagian
ini memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoretis, asas, praktik,
perkembangan pemikiran, serta implikasi sosial, politik, dan ekonomi, keuangan
negara dari pengaturan dalam suatu Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi,
atau Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota. Bagian ini mencakup:
(a)
Kajian teoretis.
bidang kehidupan terkait dengan Peraturan Perundang-undangan yang akan
dibuat, yang berasal dari hasil penelitian.
(b)
Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, serta permasalahan
yang dihadapi masyarakat. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru
yang akan diatur dalam Undang-Undang atau Peraturan Daerah terhadap aspek
kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan negara.
A.
KAJIAN TEORITIS
a.
Landasan Teoritik Perubahan Perda PDAM 1990
Alinea ke - 4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945 (UUD NRI 1945), menyatakan: “ Kemudian dari pada itu untuk membentuk
suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungisegenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesiadan
untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa……….” . Frasa
melindungi seluruh tumpah darah Indonesiadan
untuk memajukan kesejahteraan umummencerminkan suatu kerangka teoritik tentang
kew ajiban konstitusional Pemerintahan Negara, termasuk Pemerintah Daerah,
untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum, termasuk penyediaan air minum
atau air besih, dengan tetap memperhatikan kelestarian sumber daya air dlam
rangka penyelenggaraan penyediaan air bersih yang berkelanjutan.
pemikiran “ negara hukum” Eropa Kontinental dimulai oleh pemikiran Imanuel
Kant, kemudian dikembangkan oleh J.F Stahl. Pemikiran negara hukum tersebut,
dipengaruhi oleh pemikiran Ekonom Adam Smith. Julius Friedrich Stahl,
mengemukakan 4 unsur sebagai ciri negara hukum, yakni:
(1)
Tindakan pemerintah berdasarkan Undang-undang (Legalitas)
(2)
Perlindungan HAM,
(3)
Pemisahan Kekuasaan,
(4)
Adanya peradilan administrasi
10.
Ciri-ciri negara hukum sebagaimana dikemukakan oleh Friedrich Julius Stahl
dalam menguraikan “ Konsep Negara Hukum” (
Rechtstaat), berbeda dengan konsep
negara hukum
Anglo Saxonyakni
TheRule of Law. Secara konseptual “
the rule of law”dalam
Dictionary of Law, diartikan sebagai
“principle of government that all persons and bodies and the government itself are equal before and answerable to the law and that noperson shall be punished without trial”
.
11Kemudian A.V Dicey mengemukakan
unsur-unsur konsep
TheRule of law, yakni;
(1)
supremacy of law,
(2)
equality before the law,
(3)
the constitution based on individual rights.
12Terlepas dari perkembangan pemikiran negara hukum yang sangat pesat,
yang melahirkan berbagai gagasan tetang penyelenggaraan kehidupan negara
berdasarkan atas hukum, terdapat kesamaan pada kedua sistem hukum itu
10 Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Liberty, Jogjakarta, 1993, h.28 11 PH. Collin, Dictionary of Law, Fourth Edition, Bloomsbury Publishing Plc, London. 2004,
P.266
12 A.V Dicey, Introduction To The Study Of The Law Of The Constitution, Fifth edition, London,
berkenaan dengan penempatan hukum dalam penyelenggaraan negara, yaitu
bahw a hukum harus diletakkan sebagai dasar seluruh perilaku negara. Pemikiran
negara hukum ini menjadi jastifikasi teoritis dalam pembentukan Peraturan Daerah
dalam mengatur tentang perubahan Perda PDAM 1990
.Eksistensi peraturan daerah
ini akan menjamin dan melindungi hak rakyat atas ketersediaan air bersih di satu
sisi dan perlindungan serta penyelamatan sumber daya air pada sisi lainnya, sebagai
bentuk pemenuhan syarat terhadap asas legalitas dalam negara hukum “
rechtstaat” ,
yang mensyaratkan bahw a bentuk perlindungan itu harus diatur dalam instrumen
hukum, yaitu undang-undang, dan untuk di daerah berupa Peraturan Daerah.
Peraturan daerah itu merupakan legitimasi hukum bagi pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang akutabel, yaitu pelayanan publik
berdasarkan atas hukum.
A. Hamid S. Attamimi
13menyatakan bahw a teori perundang-undangan
berorientasi pada tujuan untuk menjelaskan dan menjernihkan pemahaman
pembentuk, pelaksana, penegak, serta masyarakat terhadap materi undang-undang
dalam sifat kognitif. Pemikiran ini menekankan pada pemahaman terhadap hal-hal
yang mendasar. Oleh sebab itu dalam membuat peraturan daerah, perlu dipahami
kharakter norma dan fungsi peraturan daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Peraturan daerah merupakan peraturan
perundang-undangan. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (selanjutnya: UP3) menentukan
bahw a Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat
norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berw enang melalui prosedur yang ditetapkan
dalam Peraturan Perundang-undangan.
Peraturan daerah merupakan penjabaran Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang
Dasar NRI 1945, yang menggunakan frasa “ dibagi atas” , lebih lanjut diatur sebagai
berikut:
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan
kota itu mempunyai pemerintahan aerah, yang diatur dengan undang-undang
.
Frasa “ dibagi atas” ini menunjukkan bahw a kekuasaan negara terdistribusi
ke daerah-daerah, sehingga memberikan kekuasaan kepada daerah untuk mengatur
rumah tangganya. Karenanya hal ini menunjukkan pemerintah daerah memiliki
fungsi
regeling(mengatur). Dengan fungsi tersebut, dilihat dari sudut pandang “
asas legalitas” (tindak tanduk pemerintah berdasarkan hukum) memperlihatkan adanya
kew enangan pemerintah daerah untuk membentuk peraturan daerah. Pasal 1 angka
7 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
undangan, mengartikan Peraturan Daerah Kabupaten adalah Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dew an Perw akilan Rakyat Daerah Kabupaten dengan
persetujuan bersama Bupati.
istilah ”
executive acts” ,
delegated legislationsatau
subordinate legislations.
14Peraturan
daerah merupakan karakter dari legislative acts, sama halnya dengan
undang-undang. Oleh sebab itu hanya peraturan daerah dan undang-undang saja yang
dapat memuat sanksi.
Teori penjenjangan norma (
Stufenbau des rechts), menurut Hans Kelsen
15bahw a norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu
hierarki tata susunan, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber,
dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku,
bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya
sampai pada norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis
dan fiktif, yaitu norma dasar (
Grundnorm).
Selain Hans Kelsen, Hans Nawiasky juga mengklasifikasikan norma hukum
negara dalam 4 (empat) kategori pokok, yaitu
Staatsfundamentalnorms(Norma
fundamental negara),
Staatsgrundgesetz(aturan dasar/ pokok negara),
Formell Gesetz(undang-undang formal) dan
Verordnung & Autonoe Satzung(Aturan pelaksana dan
Aturan otonom).
16Sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia dipengaruhi oleh
pemikiran Hans Kelsen, sebagaimana tercermin dalam Pasal 7 ayat (1) UUP3, yang
menentukan bahw a jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
14 Jimly Asshidiqqie, Perihal Undang-Undang, Cetakan Ke II, RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2011, h. 10
15 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Penerbit Kanisius, Jogjakarta,
1998, h.25
b.
Ketetapan Majelis Permusyaw aratan Rakyat;
c.
Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d.
Peraturan Pemerintah;
e.
Peraturan Presiden;
f.
Peraturan Daerah Provinsi; dan
g.
Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.
Pengaturan demikian menunjukkan bahw a peraturan yang dibentuk atau
berada dibaw ah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi atau dengan kata lain peraturan dibaw ah bersumber pada aturan
yang lebih tinggi. Melihat ketentuan diatas Peraturan Daerah Provinsi pada huruf f,
sehingga pembentukannya harus mengacu pada peraturan perundang-undangan
sebagaimana tercantum pada huruf a sampai dengan e.
Teori dan metode legislasi, dari perspektif substansial hukum, menurut
Seidmann, mencakup 2 tujuan yaitu: pertama, untuk memberikan jastifikasi
terhadap produk yang dibuat; dan kedua, untuk mendapatkan panduan dalam
penyusunan laporan penelitian dari sisi fakta dan logika (
facts and logic), yaitu untuk
menyusun jastifikasi rasio berdasarkan pengalaman (
reason informed by experience),
yang mengakibatkan detail substansi suatu rancangan undang-undang menjadi
sebagaimana ditampilkan dalam rancangan.
17Teori Seidmann ini merupakan dasar
untuk memberikan jastifikasi teoritik terhadap suatu produk legislasi dan panduan
teoritik berkenaan dengan kegiatan perancangan produk legislatif.
Teori legislasi dalam kategori sebagai panduan penelitian hukum (
legislative theory’ s categories as a guide to research) adalah teori tentang cara melakukan
identifikasi dan cara menjelaskan masalah perilaku (
identifies and explain problematicbehaviors
) berkenaan dengan: (a) ketentuan yang dibuat dan akan diberlakukan
terhadap masyarakat yang akan terkena aturan (
the rule addressed to the role occupant);
(b) perilaku masyarakat yang terkena aturan yang diharapkan oleh para pelaksana
aturan (
the implementing agenciy’ s expected behaviors); (c) seluruh sumber dan faktor
non-hukum yang bersifat menghambat dari keadaan lingkungan dan lokasi
pemberlakuan hukum yang bersifat khas (
all non-legal constraints and resources of theactors’ location-specific environment
) yang menghambat bekerjanya aturan.
18Teori
legislasi kategori kedua dari Seidman berkenaan dengan posisi aturan dalam
korelasi dengan perilaku masyarakat.
Kategori tersebut dapat digunakan untuk menyusun HIPOTESIS SEBAB
(
causal hypotheses), sesuatu yang sangat diperlukan dalam perancangan produk
legislasi yang efektif (
necessary to design effective legislative measures). Teori legislasi
merumuskan kategori tersebut dalam kategori yang lebih sempit, yaitu:
Rule,
Opportunity,
Capacity,
Communication,
Interest,
Process, dan
Ideology(ROCCIPI).
19Kategori itu diklasifikasikan atas dua kelompok, yaitu; (a) faktor subyektif;
dan (b) faktor obyektif. Faktor subyektif adalah faktor subyek hukumnya. Faktor ini
mencakup kepentingan (
interests atau incentives), yaitu persepsi masyarakat terhadap
18 Ibid., h. 4.15.
19 Susunan huruf ROCCIPI bersifat tidak mutlak. Susunan ini hanya digunakan untuk
siapa ketentuan itu dibuat dan diberlakukan (
role occupants) berkenaan dengan
tindakan yang mereka lakukan berdasarkan pertimbangan biaya dan kemanfaatan
yang akan diperoleh (
costs and benefits), baik insentif material maupun non-material,
seperti penghargaan terhadap seseorang di dalam kelompoknya (
power and reference-group esteem). Ideologi (
Ideology:
values and attitude) merupakan kategori kedua dari
kategori perilaku subyektif seseorang, yang menjadi motivasi seseorang melakukan
atau tidak melakukan tindakan tertentu. Motivasi ini merupakan motivasi yang
tidak bertolak dari kepentingan.
20Analisis terhadap faktor ini merupakan analisis
terhadap perilaku orang-perorang dalam struktur institusi yang sudah ada.
Faktor obyektif adalah faktor ketentuannya. Faktor ini
mencakup: (a)
ketentuan (
Rules); (b) peluang (
Opportunity); (c) kemampuan (
Capacity); (d)
komunikasi (
Communication); dan (e) proses (
Process). Komponen
Rulesmerupakan
komponen yang berkaitan dengan pertanyaan: mengapa orang berperilaku tertentu
dibaw ah suatu ketentuan hukum, tidak hanya berkenaan dengan satu ketentuan (
a single rule), melainkan ketentuan dalam arti perangkat atau keseluruhan (
a whole cage of laws).
21Faktor
Opportunityberkenaan dengan peluang seseorang untuk
berperilaku sesuai dengan perintah ketentuan yang dibuat. Apakah lingkungan
tempat ketentuan itu akan diberlakukan memungkinan perlaku yang diperintahkan.
Ketidaksesuaian antara perilaku yang diperintahkan dengan lingkungan tempat
20 Ibid., 4.16.
21 Lima faktor yang menentukan perlaku seseorang di bawah skema hukum: (a) rumusan
perilaku itu dilakukan merupakan pemicu korupsi. Faktor
Capacityberkenaan
dengan kemampuan
role occupantuntuk bertindak sesuai perintah undang-undang.
Communication
merupakan faktor komunikasi antara pelaksana aturan dengan
role occupantdalam hal
role occupantberperilaku menyimpang dengan ketentuan yang
berlaku. Komunikasi ini bertujuan mencari sebab-sebab ketidaktaatan itu.
Processmerupakan faktor yang berkaitan dengan kriteria dan prosedur standar yang
ditetapkan ketentuan yang berlaku. Dalam hal terjadi penyimpangan perilaku,
pelaksana hukum harus memeriksa ketepatan kriteria dan prosedur standar yang
ditetapkan.
22Panduan perancangan produk legislasi ini mensyaratkan suatu eksplorasi
obyektif, analisis pada aturannya (analisis rumusan normanya, analisis lingkungan
aturannya, analisis kemampuan sasaran aturannya, analisis komunikasi sosialnya,
dan analisis kriteria dan standar prosedurnya), untuk membuat agar suatu produk
legislasi dapat berfungsi dengan baik pasca penetapannya.
Dikotomi fakta (FACTS) dengan logika (LOGIC) sebagaimana digunakan
Seidmann sebagai dasar konstruksi berfikir dalam penyusunan teorinya,
mengandung bahaya tersendiri dibandingkan dikotomi kenyataan (REALITIY)
dengan pikiran (MIND).
23 Mindand
realitymemiliki kandungan makna yang lebih
luas dari komponen Seidmann. MIND adalah konstruksi substantif yang lebih luas
dibanding LOGIC. MIND adalah rumah besar dari LOGIC. Atau, LOGIC
merupakan kandungan dari MIND. REALITIY merupakan rumah besar dari
FACTS, atau FACTS merupakan kandungan teknis/ detail dari REALITY.
Konstruksi ini melahirkan konstruksi pembahasan yang berbeda: rentang
pembahasan Mind dan Reality beranjak dari analisis FILOSOFIS, lanjut ke analisis
ILMU (TEORI), sampai pada analisis KONSEP, dan berhenti pada analisis TEKNIS
PERANCANGAN (KONSISTENSI KONSTRUKSI dan KOHERENSI SUBSTANSI
norma). Analisis Seidmann mulai dari analisis ILMU (TEORI) dan langsung ke
TEKNIS PERANCANGAN (ROCCIPI).
Perbedaan konstruksi berfikir tesebut menimbulkan akibat terhadap
penajaman arah dan hasil analisis Seidman. Teori Seidmann merupakan dasar untuk
memberikan jastifikasi teoritik terhadap suatu produk legislasi dari segi ROCCIPI
(
Rule, role Occupant, occupant Capacity, Communication, Interest, Procedure, Ideology),
sedangkan dalam korelasi Mind and Reality bermaksud memberikan landasan
teoritik terhadap perancangan produk legislasi dalam konteks KONSISTENSI
LOGIC dari NORMA dan KOHERENSI SUBSTANTIF dari NORMA.
legislasi dari soal KONSISTENSI KONSTRUKSI NORMA dan KOHERENSI
SUBSTANSI NORMA.
Teori Seidman dapat digunakan sebagai alat untuk penajaman konstruksi
berfikir
Mindand
Realitydalam menyusun teori legislasi dalam konteks pengaturan
suatu obyek yang memiliki karakter khas. Analisis teoritik ini memberikan
gambaran bahw a teori legislasi Seidmann tidak memadai untuk digunakan sebagai
dasar untuk merancang suatu produk legislasi yang obyek pengaturannya memiliki
karakteristik tertentu. Pemaksaan penggunaan teori legislasi Seidman dalam
perancangan produk legislasi dengan obyek demikian itu dapat menimbulkan
ancaman serius terhadap KONSISTENSI LOGIKA NORMA dan KOHERENSI
SUBSTANSI NORMA. Untuk mengatasi kelemahan ini, penelitian ini menggunakan
teori korelasi dan konsistensi obyek, konsep pengaturan, dengan konstruksi norma,
yang lebih jauh akan menentukan kualitas fungsi norma dan capaian tujuan
pengaturan. Teori ini mencakup:
(1)
DEFINISI dan KONSEP HUKUM berkenaan dengan OBYEK yang akan diatur
dalam suatu produk legislasi merupakan PRASYARAT MUTLAK dalam
perancangan suatu produk legislasi, terutama yang mengatur obyek yang
karakteristik;
membangun atau menyusun KONSTRUKSI STRUKTUR NORMA dan
MERUMUSKAN SUBSTANSI NORMA.
24Berdasarkan teori ini, maka perancangan suatu produk legislasi harus
dimulai dari identifikasi terhadap karakteristik obyek yang akan diatur untuk
kemudian dipergunakan sebagai dasar untuk mengkonstruksikan konsep
pengaturan dan selanjutnya pengkonstruksian norma pengaturan. Dengan model
perancangan seperti ini, berbagai persoalan inkonsistensi logika antara norma
pengaturan dengan obyeknya dapat dicegah dan dihindarkan.
2.
Kajian Asas
Secara yuridis Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan
dituangkan dalam Pasal 5 UUP3, meliputi asas:
a.
kejelasan tujuan;
b.
kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c.
kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
d.
dapat dilaksanakan;
e.
kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f.
kejelasan rumusan; dan
g.
keterbukaan.
Yang dimaksud “ asas kejelasan tujuan” adalah bahw a setiap Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak
dicapai. Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, bahw a setiap jenis
24 Konstruksi teoritik ini telah digunakan dalam beberapa penelitian terhadap bahan-bahan
Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat
Pembentuk
Peraturan
Perundang-Undangan
yang
berw enang.
Peraturan
Perundang-Undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila
dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berw enang.
Kemudian “ asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan” adalah
bahw a dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan harus benar-benar
memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki
Peraturan Perundang-Undangan. “ Asas dapat dilaksanakan” adalah bahw a setiap
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan harus memperhitungkan efektivitas
Peraturan Perundang-Undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis,
sosiologis, maupun yuridis.
masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan
masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Dari asas-asas dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tersebut jika digunakan untuk
mengkaji Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang
Perusahaan Daerah Air Minummaka dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
(1)
Asas Kejelasan Tujuan,bahw a tujuan dari Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Klungkung tentang Perusahaan Daerah Air Minum, adalah berupaya
mengharmonisasi dengan aturan yang lebih tinggi serta menciptakan iklim good
coporate governance dalam perusahaan daerah air minum.
(2) Kelembagaan atau Pejabat Pembentuk yang tepat
, bahw a Peraturan Daerah
Kabupaten Klungkung tentang
Perusahaan Daerah Air M inumdibentuk oleh
Bupati dan DPRD Kabupaten Klungkung.
(3) Kesesuaian antara jenis, hirarki, dan materi muatan,
bahw a pembentukan
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang
PerusahaanDaerah Air Minum
, memperhatikan jenis, hirarki dan materi muatan.
(4) Dapat dilaksanakan
, alasan filosofis perlunya Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Klungkung tentang
Perusahaan Daerah Air M inumini
dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan memenuhi hak
masyarakat untuk mendapatkan air yang bersih. Alasan sosiologis perlunya
Peraturan Daerah tersebut dalam rangka peningkatan pelayanan PDAM.
dan berhasilguna untuk meningkatkan pelayanan PDAM dalam rangka
memenuhi kebutuhan dasar masyarakat akan air bersih.
(6) Kejelasan rumusan
, bahw a pembentukan Peraturan Daerah ini memperhatikan
sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah
dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya.
(7) Keterbukaan
, Pembentukan Peraturan daerah ini mulai dari perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan
bersifat transparan dan partisipatif.
Sedangkan dalam Pasal 6 UUP3, menentukan bahw a materi muatan
peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas:
a.
pengayoman;
b.
kemanusiaan;
c.
kebangsaan;
d.
kekeluargaan;
e.
kenusantaraan;
f.
bhinneka tunggal ika;
g.
keadilan;
h.
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i.
ketertiban dan kepastian hukum; dan/ atau
Asas-asas itu menjadi pedoman bagi pembentukan Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Klungkung tentang Perusahaan Daerah Air Minum. Penjabaran
asas-asas Pasal 6 UUP3 adalah:
a.
Yang dimaksud dengan “ asas pengayoman” adalah bahw a setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan pelindungan
untuk menciptakan ketentraman masyarakat.
b.
Yang dimaksud dengan “ asas kemanusiaan” adalah bahw a setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan pelindungan dan
penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap w arga negara
dan penduduk Indonesia secara proporsional.
c.
Yang dimaksud dengan “ asas kebangsaan” adalah bahw a setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan w atak bangsa
Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
d.
Yang dimaksud dengan “ asas kekeluargaan” adalah bahw a setiap Materi
Muatan Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan musyaw arah
untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
f.
Yang dimaksud dengan “ asas Bhineka Tunggal Ika” adalah bahw a Materi
Muatan Peraturan Perundang-Undangan harus memperhatikan keragaman
penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g.
Yang dimaksud dengan “ asas keadilan” adalah bahw a setiap Materi Muatan
Peraturan
Perundang-undangan
harus
mencerminkan
keadilan
secara
proporsional bagi setiap w arga Negara.
h.
Yang dimaksud dengan “ asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan” adalah bahw a setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar
belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
i.
Yang dimaksud dengan “ asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahw a
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat mew ujudkan
ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
j.
Yang dimaksud dengan “ asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan”
adalah bahw a setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan
individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.
Disamping asas-asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
terdapat beberapa asas dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah yang patut dijadikan referensi, yang terdapat dalam beberapa
ketentuan, diantaranya:
“ Perusahaan umum Daerah dapat melakukan restruksturisasi untuk menyehatkan
perusahaan umum Daerah agar dapat beroperasi secara efisien, akuntabel,
transparan, dan profesional.”
Pasal 344 ayat (2) :
Pelayanan publik diselenggarakan berdasarkan pada asas:
a.
kepentingan umum;
b.
kepastian hukum;
c.
kesamaan hak;
d.
keseimbangan hak dan kew ajiban;
e.
keprofesionalan;
f.
partisipatif;
g.
persamaan perlakuan/ tidak diskriminatif;
h.
keterbukaan;
i.
akuntabilitas;
j.
fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;
k.
ketepatan w aktu; dan
l.
kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Dengan demikian dalam penyusunan Perda PDAM pengganti Perda PDAM
1990 asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut dijadikan
pedoman dalam perumusannya.
B.
KAJIAN PRAKTIK EMPIRIK
Bukit dan gunung tertinggi bernama Gunung Mundi yang terletak di
Kecamatan Nusa Penida. Sumber air adalah mata air dan sungai hanya terdapat di
w ilayah daratan Kabupaten Klungkung. Air sungai ini mengalir sepanjang tahun.
Sedangkan di Kecamatan Nusa Penida sama sekali tidak terdapat sungai. Sumber air
di Kecamatan Nusa Penida adalah mata air dan air hujan yang ditampung dalam
cubang oleh penduduk setempat. Kabupaten Klungkung termasuk beriklim tropis.
Bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering antara Kecamatan Nusa Penida dan
Kabupaten Klungkung daratan sangat berbeda.
Wilayah Kabupaten Klungkung terbagi atas 4 Kecamatan, yaitu: (1)
kecamatan Klungkung; (2) Banjarangkan; (3) Daw an; dan (4) kecamatan Nusa
Penida. Kecamatan Klungkung merupakan kecamatan terkecil dari 4 (empat)
Kecamatan yang ada di Kabupaten Klungkung, dengan batas-batas: di sebelah Utara
Kabupaten Karangasem; sebelah Timur Kecamatan Daw an; sebelah Barat
Kecamatan Banjarangkan dan sebelah Selatan dengan Selat Badung; dengan luas
2.095 Ha, secara persis semua terletak di daerah daratan pulau Bali.
Kecamatan Daw an merupakan Kecamatan yang terletak paling Timur dari 4
(empat) Kecamatan yang ada di Kabupaten Klungkung dengan batas-batas, sebelah
Utara dan Timur Kabupaten Karangasem, sebelah Barat Kecamatan Klungkung dan
sebelah Selatan Samudra Hindia dengan luas 37,38 Km ². Menurut penggunaannya
luas w ilayah Kecamatan Daw an terdiri 16,21 % lahan saw ah, 17,26 % lahan tegalan,
35,50 % lahan perkebunan, 6,93 % lahan pekarangan 0,21 % kuburan dan lainnya
23,89 %.
Kecamatan Nusa Penida terdiri dari tiga kepulauan yaitu pulau Nusa Penida,
Pulau Lembongan dan Pulau Ceningan, terdiri dari 16 Desa Dinas, Dengan Jumlah
Penduduk 46,749 Jiw a (8.543 KK). Pulau Nusa Penida bisa ditempuh dari empat
tempat yaitu lew at Benoa dengan menumpang Quiksilver/ Balihai ditempuh +1 jam
perjalanan, lew at Sanur dengan menumpang perahu jarak tempuh + 1,5 Jam
perjalanan. Lew at Kusamba dengan menumpang Jukung jerak tempuh +1,5 jam
perjalanan. sedangkan kalau lew at Padangbai dengan menumpang Kapal Boat yang
jarak tempuh + 1 jam perjalanan. Secara umum kondisi Topografi Nusa Penida
tergolong landai sampai berbukit.Desa - desa pesisir di sepanjang pantai bagian
utara berupa lahan datar dengan kemiringan 0 - 3 % dari ketinggian lahan 0 - 268 m
dpl.Semakin ke selatan kemiringan lerengnya semakin bergelombang.
6,68% tersebar pada desa-desa pesisir yaitu Suana, Batununggul, Kutampi Kaler,
Ped dan Desa Toyapakeh. Di Pulau Lembongan 16,80% penduduk bergerak
dibidang perikanan, dan Ceningan 12,88% mengingat kondisi dan topografi daerah
maka yang cocok dikembangkan adalah Sektor Pertanian, dan Sektor Pariwisata.
Kabupaten Klungkung memiliki permukaan tanah yang pada umumnya
tidak rata, bergelombang bahkan sebagian besar berupa bukit-bukit terjal yang
kering dan tandus dan hanya sebagian kecil yang berupa daratan. Tingkat
kemiringan tanah di atas 40
⁰
yang berarti terjal dengan luas 16,47 km2 atau sekitar
5,23 % dari luas kabupaten. Penggunaan lahan di Kabupaten Klungkung sebagian
besar digunakan sebagai lahan bukan saw ah yaitu seluas 27.655 Ha (terdiri atas
lahan kering seluas 27.650 Ha dan lahan lainnya 5 Ha), sedangkan lahan saw ah
seluas 3.845 Ha.
Klungkung daratan dan Kepulauan Nusa Penida mempunyai pantai
sepanjang 97,6 km yang merupakan potensi perekonomian laut dengan
pengembangan budidaya rumput laut dan penangkapan ikan laut.
Jumlah dan distribusi penduduk Kabupaten Klungkung selama 5 tahun
setiap tahunnya mengalami peningkatan.Jumlah kepala keluarga juga bertambah
setiap tahunnya. Penyebaran penduduk di empat kecamatan di Kabupaten
Klungkung tidak merata, yaitu 73,96 % berada di daratan Klungkung
(Banjarangkan, Daw an dan Klungkung) sedangkan 26,04 % berada di Kepulauan
Nusa Penida (Nusa, Penida, Lembongan dan Ceningan).
sedangkan sumber air di Kecamatan Nusa Penida bersumber dari mata air dan air
hujan, air hujan tersebut ditampung di dalam bak penampungan yang disebut
cubing yang dibuat oleh penduduk setempat.
Curah hujan di Kabupaten Klungkung setiap bulan bervariasi dari 0 mm
samapi dengan 349 mm. Kecamatan Banjarangkan merupakan daerah dengan
rata-rata curah hujan tertinggi yaitu sebesar 211,50 mm dengan rata-rata-rata-rata hari hujan setiap
bulannya sebesar 11,67 hari. Curah hujan terendah terjadi di Kecamatan Nusa
Penida dengan rata-rata curah hujan sebesar 75,75 mm dan rata-rata hari hujan 5,58
hari.
Kabupaten Klungkung tidak banyak mempunyai sumber mata air besar yang
dapat langsung digunakan oleh masyarakat.Sumber produksi yang tersedia adalah
mata air dan sumur bor yang didistribusikan menggunakan pompa dan
gratifikasi.Sumber daya air yang tersedia seperti sungai belum tergarap secara
optimal, padahal Kabupaten Klungkung merupakan daerah hilir beberapa sungai
besar yang ada di Bali.
Berdasarkan data yang ada, terdapat 14 sungai yang melalui Kabupaten
Klungkung yaitu:
NO
NAMA SUNGAI
PANJANG (M)
Tukad Bubungan
6000
Tukad Unda
24.000
Tukad Telaga Waja
33.000
Tukad Belatung
24.000
Tukad Rangka
33.600
Tukad Lantang
32.800
Tukad Samu
32.800
Tukad Pulo
33.600
Tukad Anyar
31.400
Tukad Jinah
30.000
Tukad Bubuh
32.600
Tukad Bilok
32.600
Tukad Melangit
32.600
Klungkung yang memiliki visi “ Unggul dan Sejahtera” mengandung
pengertian wilayah Kabupaten Klungkung yang memiliki sumber-sumber daya
yang unggul (lebih tinggi dari w ilayah lainnya) dengan masyarakatnya yang aman
sentosa. Menciptakan Klungkung yang Unggul dan Sejahtera juga mengandung
pengertian usaha menciptakan keunggulan di sektor tertentu guna menciptakan
masyarakat yang cukup pangan, sandang, papan dan kualitas hidupnya meningkat
secara lahir batin menuju suatu peradaban manusia yang unggul, sosial ekonomi
yang lebih baik, atau yang lebih modern sesuai dengan amanat Pembukaan UUD
1945.
Dalam upaya pembangunan Klungkung kedepan, ditetapkan beberapa Misi
yang diantaranya:
1.
Penguatan dan peningkatan eksistensi adat budaya Bali.
2.
Meningkatkan kualitas dan