INTERPRETASI NILAI DALAM SERIAL DRAMA “JODHA AKBAR” PADA MASYARAKAT MUSLIM DAN HINDU
DI DESA KERAMAS, BLAHBATUH, GIANYAR, BALI.
SKRIPSI
Disusun oleh: Kadek Tomi Kencana Putra NIM 1221405037
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
i"
INTERPRETASI NILAI DALAM SERIAL DRAMA “JODHA AKBAR” PADA MASYARAKAT MUSLIM DAN HINDU
DI DESA KERAMAS, BLAHBATUH, GIANYAR, BALI
SKRIPSI
Disusun oleh: Kadek Tomi Kencana Putra
NIM 1221405037
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada
Program Studi Ilmu Komunikasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS UDAYANA
ii"
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu.” Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah memberikan rahmat dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang dengan judul “Interpretasi Nilai dalam Serial Drama “Jodha Akbar” pada Masyarakat Muslim dan Hindu Di Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali.”
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi satu syarat kelulusan dalam jenjang perkuliahan Strata I di Universitas Udayana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Komunikasi. Dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan, bantuan, nasihat dan saran serta kerjasama dari berbagai pihak, khususnya pembimbing (utama dan pendamping) sehingga segala hambatan tersebut akhirnya dapat diatasi dengan baik.
Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari kekurangan, baik aspek kualitas maupun aspek kuantitas dari materi penelitian yang disajikan. Semua ini didasarkan dari keterbatasan yang dimiliki penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna sehingga penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan bidang studi Ilmu Komunikasi, khususnya kajian dalam komunikasi antar budaya di masa mendatang. Selanjutnya dalam penulisan skripsi ini penulis banyak diberi bantuan oleh berbagai pihak.
Dalam kesempatan ini penulis dengan tulus hati mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan ketenangan hati dalam berpikir sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. 2. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD
KEMD.
ii"
4. Pembimbing utama, Dr. Ni Made Ras Amanda Gelgel, S.Sos., M.Si yang sudah membimbing dan mengarahkan penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Pembimbing pendamping, Dr. I Gusti Agung Alit Suryawati, S.Sos., M.Si yang sudah membimbing penulis khususnya mengenai cara menulis skripsi yang baik dan benar.
6. Penguji pertama, Ni Luh Ramaswati Purnawan, S.S., M.Comn yang sudah memberikan masukan mengenai Teori Dimensi Budaya Hofstede dalam penelitian ini.
7. Penguji kedua, Ni Nyoman Dewi Pascarani, S.S., M.Si yang sudah memberikan masukan mengenai penyederhanaan rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini.
8. Penguji ketiga, Ade Devia Pradipta, S.E., M.A yang sangat banyak memberikan masukan mengenai kerangka berfikir dan tata cara penulisan yang baik dan benar dalam penelitian ini.
9. Kepala Desa Keramas, Bahbatuh, Gianyar Bali yang sudah banyak meluangkan waktunya untuk memenuhi data primer dan sekunder yang dibutuhkan oleh peneliti dalam penelitian ini.
10.Wayan Jenar, Kelian Banjar Lebah, Desa Keramas yang sudah bersedia memberikan informasi mengenai karakteristik Banjar Lebah dan Kampung Sindhu.
11.Muhammad Amir, Ketua Adat Kampung Sindhu Keramas yang sudah membantu memberikan informasi mengenai karakteristik dan nilai budaya yang ada di masyarakat Kampung Sindhu.
12.Achri, Tokoh Masyarakat Kampung Sindhu yang sudah memberikan banyak informasi mengenai budaya yang ada di masyarakat Kampung Sindhu dan membantu mengumpulkan masyarakat Muslim Kampung Sindhu untuk melakukan Focus Group Discussion (FGD).
ii"
budaya yang berkaitan dengan ajaran agama Islam yang ada di masyarakat Muslim Kampung Sindhu.
14.Anak Agung Wiyat S. Ardhi, budayawan Puri Keramas yang sudah membantu memberikan informasi mengenai sejarah keberaaan Kampung Islam Sindhu dan nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat Hindu di Desa Keramas.
15.Masyarakat Kampung Sindhu, Desa Keramas yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk berkumpul di Masjid untuk melakukan pengumpulan data melalui Focus Group Discussion (FGD).
16.Masyarakat Banjar Lebah, Desa Keramas yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk berkumpul di Bale Banjar Lebah untuk melakukan pengumpulan data melalui Focus Group Discussion (FGD).
17.Orang Tua, Ayah dan Ibu Penulis yang selalu memberikan dukungan baik secara moral dan material dalam penelitian ini.
18.Tim Focus Group Discussion (FGD) yaitu teman-teman peneliti dari Yayasan Slukat Learning Center yang telah banyak membantu peneliti dalam melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) baik di Masjid Kampung Sindhu maupun di Bale Banjar Lebah, Desa Keramas.
Terakhir semoga segala bantuan yang telah diberikan dari semua pihak dalam penelitian ini, dapat menjadi amal yang baik khususnya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap perbedaan nilai budaya dalam sekala kecilnya di Desa Keramas dan dalam ruang lingkup yang lebih besar yaitu di seluruh Indonesia.
“Om Shanti, Shanti, Shanti Om”
28 Maret 2016
iii"
1.6Sitematika Penulisan ………... 6
Bab II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka ………. 8
2.2 Kerangka Konsep ………. 12
2.2.1 Dimension of Culture Theory…………..……… 12
2.2.2 Uses and Effects Theory ………. 15
2.2.3 Interpretasi Nilai ………. 16
2.2.4 Komunikasi Antar Budaya ………. 18
2.2.7 Kerangka Pemikiran ………..…………. 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.4 Teknik Pengumpulan Data ………..………...……… 29
iii"
3.4.2 Focus Group Discussion (FGD) ………... 30
3.4.3 Observasi ………. 31
3.5 Teknik Penentuan Informan ……….……….. 31
3.5.1 Teknik Penentuan Informan dalam Wawancara Mendalam ………… 31
3.5.2 Teknik Penentuan Informan Focus Group Discussion (FGD)……….. 33
3.6 Teknik Analisis Data……… 34
3.7 Teknik Penyajian Data ………. 36
3.8 Keterbatasan Penelitian ……… 37
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Obyek Penelitian………... 38
4.1.1 Sejarah Desa Keramas……….. 38
4.1.2 Karakteristik Desa Keramas……… 43
4.1.2.1 Banjar Lebah……… 46
4.2.1 Interpretasi Nilai Budaya Masyarakat Hindu Dalam Serial “Drama Jodha” Oleh Masyarakat Muslim Kampung Sindhu……….... 54
4.2.1 1. Interpretasi Nilai Keyakinan dalam Budaya Sembahyang Masyarakat Hindu………... 54
4.2.1.2. Interpretasi Budaya Sesajen Masyarakat Hindu……….. 56
4.2.1.3. Interpretasi Nilai Kepercayaan dalam Budaya Nerawang (Nunas Bawos) Masyarakat Hindu………... 57
iii"
4.2.1.5. Interpretasi Nilai Hormat-Menghormati Masyarakat Hindu (Om
Swastyastu)………... 61
4.2.2 Interpretasi Nilai Budaya Agama Islam Dalam Serial “Drama Jodha”
oleh Masyarakat Hindu Banjar Lebah, Desa Keramas………. 62
4.2.2.1. Interpretasi Nilai Menutup Aurat dalam Budaya Jilbab
Muslimah………... 62
4.2.2.2. Interpretasi Nilai Budaya “Bukan Muhrim” Masyarakat
Muslim………64
4.2.2.3 Interpretasi Nilai Sepiritual dalam Budaya Shollat Masyarakat
Muslim………... 65
4.2.2.4 Interpretasi Nilai Kesetiaan dalam Budaya Poligami Masyarakat
Muslim……….. 67
4.2.2.5. Interpretasi Nilai Menghormati dalam Budaya Salam Masyarakat
Muslim………. 70
4.2.2.6 Interpretasi Nilai Kesucian dalam Budaya Bersorban Putih dan
Berjenggot Pemuka Agama Islam……… 71
4.3 Analisa Masalah ………... 72
4.3.1 Analisa Interpretasi Nilai Budaya Berdasarkan Teori Dimensi Budaya
Geert Hofstede………... 73
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan……….. 92
iv# ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Interpretasi Nilai dalam Serial Drama “Jodha Akbar” pada Masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali.” Tujuan penelitian adalah mengetahui bagaimana interpretasi nilai budaya pada masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas setelah menonton tayangan serial drama tersebut. Penelitian ini mengunakan metode deskriptif-eksploratif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data secara mendalam. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara mendalam, focus group discussion (FGD), dan observasi. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara purposive sampling dan snowball. Pemahaman nilai budaya masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas pasca menonton tayangan serial drama “Jodha Akbar” sudah semakin meningkat, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa masih adanya batasan-batasan penerimaan nilai-nilai budaya dari masing-masing kelompok masyarakat tersebut. Dari hasil analisa menggunakan Teori Dimensi Budaya Hofstede, masyarakat Muslim dan Hindu di Banjar Lebah memiliki dimensi nilai budaya yang serupa yakni; nilai budaya kolektivitas, maskulinitas, penghindaran ketidakpastian yang bersifat rendah dan jangka orientasi panjang. Selain itu, dengan adanya faktor sosio-historis, geografis, komunikator, dan aturan adat (awig-awig) maka pemahaman antara masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas mengenai perbedaan nilai budaya semakin meningkat. Informan dalam wawancara mendalam berjumlah 6 orang serta 12 masyarakat Muslim dan 14 masyarakat Hindu dalam FGD, di mana semua informan merupakan masyarakat Banjar Lebah Desa Keramas yang aktif menyaksikan serial drama “Jodha Akbar” di televisi.
iv ABSTRACT
“The Interpretation of Values in the Serial Drama Jodha Akbar of Muslim and
Hindus in Keramas, Blahbatuh, Gianyar, Bali” is the title of this thesis. The aim of this research is to determine the interpretation of cultural values of Muslims and Hindus in Keramas village after they watched the serial drama. This research applies the qualitative-explorative method, i.e. a type of research that describes the phenomena in depth through collecting data. Data are collected through an in-depth interview, a focus group discussion (FGD) and observation. The technique to gather the informants in this research is purposive sampling and the snowball method. The understanding of cultural values by Muslims and Hindus in Keramas village is increasing, although undeniably there are several boundaries in accepting the cultural values from both groups of society. Through Hofstede’s Theory of Culture Dimension analysis, it is known that Muslims and Hindus in Lebah Local Community (banjar) have similar cultural values, such as collectivism, masculinity, low uncertainty avoidance and long-term orientation. Furthermore, the socio-historical, geographic, communicator, and traditional rules (awig-awig) have made the interpretation of cultural values between Muslims and Hindus in Keramas village has increased. There are 6 informants on depth interview, 12 Muslims and 14 Hindus on the FGD, where all of the informants are from Lebah Local Community (banjar) in Keramas village. They are active audiences who had watched the serial drama “Jodha Akbar” in television.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan akan informasi dan komunikasi merupakan hal penting bagi
masyarakat di semua belahan dunia. Komunikasi adalah suatu proses
penyampaian pesan yang bersifat meluas, penting, dan kompleks dalam semua
aspek kehidupan manusia. Komunikasi yang melibatkan banyak orang dapat
disebut sebagai komunikasi massa. Komunikasi massa adalah sebuah proses di
mana terdapat organsisasi media yang memproduksi dan mentransmisikan pesan
kepada publik atau masyarakat luas dan bagaimana pesan tersebut diperoleh,
digunakan, dipahami serta diterapkan oleh audiens (Littlejohn, 2002:303).
Di Indonesia, perkembangan komunikasi massa semakin hari semakin
berkembang pesat. Data yang dilansir oleh AGB Neilsen Media Research
Indonesia pada tahun 2014, di mana konsumsi media menunjukkan bahwa televisi
masih menjadi medium utama yang dikonsumsi masyarakat Indonesia (95%).
Disusul oleh Internet (33%), radio (20%), surat kabar (12%), tabloid (6%) dan
majalah (5%).
Sesuai dengan fungsi media massa, televisi tidak saja digunakan sebagai
sarana konsumsi informasi, melainkan juga untuk kepentingan hiburan
(entertainment). Hiburan yang ditampilkan oleh televisi antara lain film, acara
musik, hingga hiburan rakyat yang masih menayangkan nilai-nilai kearifan lokal
2
Salah satu acara yang menayangkan latar belakang kebudayaan adalah
serial drama “Jodha Akbar” di ANTV. Serial drama “Jodha Akbar” menceritakan
mengenai pernikahan antara Raja dari Kerajaan Mughal yang menganut Agama
Islam yaitu Raja Muhamad Jalaludin dengan Ratu Jodha dari Kerajaan Rajput
yang beragama Hindu dari Tajmahal India. Tayangan serial drama ini menjadi
salah satu program acara yang memperoleh rating tinggi di Indonesia.
Dari data siaran pers ANTV (2014), serial drama “Jodha Akbar” yang
menayangkan 630 episode mendapatkan rating 2.3 dan share hingga memperoleh
angka 10,6% per tanggal 11 Agustus 2014. Berdasarkan data Neilsen periode 15
Juli-5 Agustus tahun 2014, serial drama “Jodha Akbar” mampu bertahan di posisi
ketiga top program di Indonesia dengan target pemirsa pria/wanita usia 25-44
tahun.
Di Bali, sebanyak 18,7% masyarakat memilih saluran ANTV sebagai
saluran terfavorit yang paling sering disaksikan (Ras Amanda, dkk, 2014).
Masyarakat Bali cenderung tertarik pula dengan tayangan serial drama India,
seperti tayangan “Jodha Akbar”. Tayangan kisah percintaan Raja Jalal dan Ratu
Jodha ini banyak menuai pro dan kontra pula di kalangan masyarakat. Masyarakat
Bali gemar menyaksikan serial drama ini karena masyarakat Bali dilatarbelakangi
oleh kemiripan budaya dan persamaan agama. Di mana mayoritas masyarakat
Bali beragama Hindu dan terdapat pula masyarakat yang memeluk agama Islam.
Rating serial drama “Jodha Akbar” memang cukup tinggi, namun serial
drama ini juga sering menayangkan beberapa adegan kekerasan. Adegan
3
hingga perbedaan nilai-nilai agama khususnya masyarakat Hindu dan Islam.
Salah satu contoh kontra dari tayangan tersebut adalah surat peringatan No.
K/KPI/03/15, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang sudah memanggil pihak
ANTV terkait dengan pengaduan masyarakat mengenai tayangan serial drama
“Jodha Akbar” yang menayangkan kekerasan perang antar masyarakat Agra yang
beragama Islam dengan masyarakat Rajput yang beragama Hindu.
Tayangan tersebut dianggap tidak memperhatikan ketentuan tentang
perlindungan anak-anak dan remaja, pelanggaran adegan kekerasan dan
penggolongan program siaran sebagaimana telah diatur oleh UU KPI No. 32
tahun 2002 dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3
dan SPS) KPI tahun 2012.
Perbedaan nilai-nilai budaya seperti yang ditayangkan oleh serial drama
“Jodha Akbar” karena adanya kelompok masyarakat yang berbeda agama yang
tinggal dalam satu wilayah yang sama juga terdapat di Indonesia, tepatnya di Desa
Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Penelitian
ini, akan meneliti masyarakat di Desa Keramas sebagai objek penelitian.
Masyarakat Desa Keramas memiliki keunikan di mana mayoritas penduduknya
beragama Hindu, tetapi terdapat kelompok masyarakat yang memeluk Agama
Islam. Kelompok masyarakat Muslim tersebut tinggal di Banjar Lebah, salah satu
banjar dari enam banjar yang ada di desa setempat. Masyarakat Desa Keramas
sering menyebut daerah tersebut dengan sebutan, Kampung Sindhu.
Dari observasi awal yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa
4
pertukaran (akulturasi) budaya. Hal tersebut dapat dilihat dari fenomena
pernikahan antar masyarakat Muslim dan Hindu di Banjar Lebah, Desa Keramas.
Pernikahan antar agama tersebut tercermin pula pada tayangan serial drama
“Jodha Akbar” yang menceritakan mengenai pernikahan Raja Jalaludin yang
beragama Islam dengan Ratu Jodha yang beragama Hindu. Baik masyarakat
Hindu di Desa Keramas maupun masyarakat Muslim di Kampung Sindhu,
diketahui menjadi penonton aktif serial drama “Jodha Akbar” tersebut.
Dari hasil wawancara awal dengan salah satu opinion leader Kampung
Sindu, Heri (2015) menyatakan bahwa akhir-akhir ini, intensifitas komunikasi
kedua warga tersebut bersifat fluktuatif bahkan cenderung semakin menurun. Hal
tersebut dibuktikan dengan pernyataan bahwa interaksi masyarakat ketika ada
upacara adat sudah semakin menurun. Selain itu, baik masyarakat Hindu dan
Muslim banyak yang tidak saling mengenal, khususnya masyarakat pendatang di
Kampung Sindhu dan pemuda di Desa Keramas. Pola komunikasi masyarakat
juga bersifat biasa saja, artinya hanya berkomunikasi seperlunya saja dan jarang
saling menyapa jika bertemu di jalan.
Penelitian ini ingin meneliti bagaimana interprestasi nilai dalam serial
drama “Jodha Akbar” pada masyarakat Hindu dan Islam di Desa Keramas,
5
1.2 Rumusan Masalah
Media merupakan perantara penyampaian informasi dan penanaman
nilai-nilai di masyarakat. Penggunaan media massa yang paling banyak digunakan di
Indonesia adalah televisi. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui :
Bagaimana interprestasi nilai budaya dalam serial drama “Jodha Akbar”
yang terbentuk dari persepsi masyarakat Hindu dan Muslim di Desa
Keramas?
1.3 Batasan Masalah
Penelitian ini membatasi permasalahan yang hanya terfokus terhadap
bagaimana interprestasi nilai dalam tayangan serial drama “Jodha Akbar” yang
menayangkan perbedaan nilai budaya antara masyarakat Muslim dan Hindu di
Desa Keramas, Blahbatuh, Gianyar Bali.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana interpretasi nilai
dalam tayangan serial drama “Jodha Akbar” antara masyarakat Muslim dan Hindu
di Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.
1.5Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat maupun
pihak-pihak yang berkepentingan.
1.5.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini menggunakan teori media massa dan komunikasi antar
budaya dalam mengkaji objek yang diteliti. Selain itu, penelitian ini dapat
6
khususnya komunikasi antar budaya, karena penelitian ini juga meneliti
tentang perbedaan budaya yang dipengaruhi oleh pemahaman nilai-nilai
budaya dari kelompok masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas.
Sehingga diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dan
memberikan referensi bagi penelitian lain yang terkait berikutnya.
1.5.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini meneliti masyarakat Desa Keramas sebagai objek
penelitian. Sehingga dalam skala yang lebih kecil diharapkan penelitian ini
dapat dijadikan bahan pertimbangan atau referensi tambahan oleh pengurus
desa setempat untuk mengedukasi masyarakat di Desa Keramas dalam
memahami perbedaan nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat Muslim
maupun Hindu. Dalam skala yang lebih besar, diharapkan penelitian ini dapat
memberikan manfaat bagi pemerintah daerah maupun pusat dalam
meningkatkan pemahaman masyarakat akan perbedaan nilai-nilai budaya
yang ada di Indonesia.
1.6Sistematika Penulisan
Penelitian ini menggunakan format penulisan skripsi yang sudah
ditetapkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana tahun
2015. Urutan-urutan bab dalam proposal penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pendahuluan yang terdiri dari 6 sub bab, yaitu latar belakang
permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian
yang terbagi menjadi dua yaitu manfaat praktis dan akademis serta
7
2. Tinjauan pustaka yang terdiri dari 2 sub bab, yaitu kajian pustaka dan
kerangka konsep.
3. Metodologi penelitian dalam penelitian ini terdiri dari 8 sub bab, yaitu
jenis penelitian (kualitatif), sumber data, unit analisis, teknik
penentuan informan (wawancara dan focus group discussion), teknik
pengumpulan data, teknik penyajian data hingga keterbatasan
penelitian jika memang ada.
4. Pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari 2 sub bab, yaitu
gambaran umum subyek penelitian (masyarakat Hindu di Desa
Keramas dan warga Muslim Kampung Sindu) serta hasil temuan dan
analisa permasalahan.
5. Penutup yang merupakan bab terakhir dari penelitian ini yang terdiri
dari 2 sub bab, yaitu kesimpulan dan saran.
6. Daftar pustaka sebagai data referensi serta lampiran-lampiran data
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Untuk memahami lebih dalam topik penelitian yang peneliti angkat,
peneliti mengkaji tiga penelitian sebelumnya, yang berjudul “Respons Remaja
Kota Denpasar Dalam Menonton Tayangan Sinetron Arti Sahabat”, “Dampak
Siaran Televisi Dalam Kehidupan Masyarakat dan Pembangunan”, dan “Pola
Interaksi Berbasis Agama Pada Masyarakat Rawan Konflik di Kabupaten Sigi.”
Salah satu kajian media yaitu tayangan sinetron dilakukan oleh Suryawati
(2013) menjelaskan bahwa salah satu sinetron yang ditayangkan oleh stasiun
televisi Indosiar memperoleh respons dari kalangan remaja kota Denpasar.
Sinetron tersebut memberikan dampak hiburan, gaya hidup remaja, kehidupan
remaja di sekolah, konflik, persaingan dan persahabatan antar remaja. Dalam
penelitian ini, remaja kota Denpasar telah dihegemoni dalam bentuk respons
peniruan (imitatif) akan tayangan sinetron tersebut. Terdapat faktor respons
internal seperti (a) persepsi remaja terhadap sinetron “Arti Sahabat” dianggap
sebagai tontonan yang menarik dan memberikan refrensi gaya hidup remaja; (b)
sikap permisif remaja yang cenderung menerima tawaran gaya hidup di sinetron
tersebut; (c) kelabilan jiwa-sosial remaja yang sedang mencari identitas diri dan
kepribadiannya. Sedangkan faktor respons eksternal dari tayangan sinetron
tersebut adalah (a) pengaruh kuat dari teman sebaya (peer group); (b) pengaruh
9
dengan adanya komodifikasi dan standarisasi budaya, termasuk paham
materialism, hedonism, dan pragmatism; (c) ketahanan/filter budaya masyarakat
relatif lemah, dan (d) implementasi regulasi penyiaran yang belum optimal.
Perbedaan penelitian Suryawati (2013) dengan penelitian ini adalah dalam
kajian dampak media yang ditimbulkan oleh tayangan televisi. Dalam penelitian
Suryawati (2013) yang berfokus pada bagaimana respons dan makna tayangan
sinetron di televisi terhadap audiens (remaja Kota Denpasar) dan apa saja faktor
yang mempengaruhi respons audiens dalam menonton tayangan sinetron tersebut.
Penelitian ini lebih terfokus terhadap pemahaman nilai-nilai budaya yang
ditayangkan oleh televisi terhadap masyarakat yang beragama Hindu dan Islam di
Desa Keramas.
Dalam penelitian berikutnya Markarma, A (2014) yang berjudul “Pola
Interaksi Berbasis Agama Pada masyarakat Rawan Konflik di Kabupaten Sigi”,
dijelaskan bahwa terdapat tiga isu penting yang menyebabkan pola interaksi
agama rawan konflik terjadi di Kabupaten Sigi. Pertama, pemahaman agama
masyarakat masih sangat kurang. Kedua, kesadaran masyarakat beragama
masyarakat masih rendah. Ketiga, sikap beragama masyarakat menyimpang.
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pola interaksi antar
agama di Kabupaten Sigi tidak berjalan secara efektif. Hal tersebut dilatar
belakangi oleh nilai-nilai kebersamaan yang diajarkan oleh agama masih sangat
minim. Selain itu, indikasi tersebut menyebabkan kesadaran dan sikap beragama
masyarakat setempat menjadi “menyimpang” dari ajaran agama itu sendiri.
10
saja dan diiringi juga dengan pemahaman tentang agama masyarakat yang kurang
baik.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian dalam penelitian Markarma, A
(2014) yang berjudul “Pola Interaksi Berbasis Agama Pada masyarakat Rawan
Konflik di Kabupaten Sigi”, adalah mengenai kajian komunikasi antar budaya
yang akan diteliti. Pada penelitian sebelumnya peneliti hanya mengkaji pola
interaksi antar umat beragama di Kabupaten Sigi yang berbasiskan pada
kurangnya pemahaman masyarakat setempat akan nilai-nilai keagamaan dan
kebersamaan. Dalam penelitian ini, peneliti akan berfokus pada dampak media
terhadap pemahaman atau interpretasi nilai budaya pada masyarakat yang berbeda
agama, khususnya yaitu masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas.
Dalam penelitian Wahyudi, H (2010) mengenai “Dampak Siaran Televisi
Dalam Kehidupan Masyarakat dan Pembangunan.” Penelitian ini mengacu
kepada prioritas pembangunan nasional, dalam hal ini program pengembangan
informasi, komunikasi dan media massa, yang diatur dalam UU No 25 tahun 2000
tentang Program Pembangunan Nasional.
Berikut merupakan hasil penelitian dan beberapa poin penting mengenai
dampak siaran terhadap pembangunan nasional: (1) Kapitalisme dan bobot
tayangan televisi. Hampir tidak ada satu pun perusahaan televisi nasional yang
tidak terlahir dari jaringan kapitalis. (2) Dampak siaran televisi swasta. Dampak
positif kebanyakan akan diperoleh oleh pemasang iklan (sponsor) di televisi dari
pada penontonya. Namun, dampak negatifnya adalah terutama bagi generasi muda
11
melunturkan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945. (3) Krisis identitas dan pemuda. Gema Pancasila telah dirasakan
meredup dalam satu dasawarsa terakhir. Kemampuan generasi muda untuk
memilih informasi di televisi dianggap masih rendah. Meskipun suatu tayangan
dirasa cocok untuk penonton seumuran mereka, namun tayangan tersebut
dianggap tidak cocok dengan budaya, norma, dan nilai-nilai yang dianut oleh
bangsa Indonesia berdasarkan UUD 1945. (4) Pemantapan pemahaman nilai-nilai
Pancasila. Televisi sudah seharusnya menampilkan acara-acara, yang
mengakomodasikan nilai-nilai Pancasila, karena bagaimanapun nilai-nilai itu
lebih mengakar dari pada nilai-nilai baru yang berasal dari luar (weternisasi),
walaupun dalam keadaan tertentu ada pula nilai-nilai yang dapat diserap dan di
teladani oleh generasi muda di Indonesia.
Pada penelitian Wahyudi, H (2010) mengenai “Dampak Siaran Televisi
Dalam Kehidupan Masyarakat dan Pembangunan,” hasil penelitiannya hanya
sebatas mengkaji mengenai bagaimana media berdampak bagi moral masyarakat
di Indonesia. Sedangkan pada penelitian ini, peneliti akan lebih terfokus mengenai
interaksi sosial yang ada di masyarakat. Penelitian ini akan mengkaji mengenai
pemahaman/interpretasi nilai budaya dalam serial drama “Jodha Akbar” yang
ditayangkan oleh televisi terhadap masyarakat Hindu dan Muslim di Desa
12
2.2 Kerangka Konseptual
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan tiga teori sebagai pisau
analisa permasalahan yang diangkat. Teori pertama adalah teori mengenai
Komunikasi Antar budaya yaitu Teori Dimensi Budaya. Pada teori kedua peneliti
akan menggunakan salah satu teori dampak media yang merupakan koherensi
teori dari Uses and Gratification Theory yaitu Uses and Effects Theory. Teori
terakhir yang digunakan yaitu menggunakan salah satu pendekatan Teori
Semiotika yaitu Triangle Meaning Theory untuk menganalisa interpretasi nilai
dalam tayangan serial drama “Jodha Akbar.”
2.2.1 Dimensions of Culture Theory
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Geert Hofstede pada tahun 1991.
Pada penelitiannya, Hofstede (dalam Carlos, 2007:45) membagi dimensi budaya
menjadi 5 bagian yaitu;
1. Jarak Kekuasaan (Power Distance)
Jarak kekuasaan menjelaskan mengenai bagaimana kekuatan dalam
masyarakat menentukan jarak antar satu individu dengan individu lainnya.
Berdasarkan sifatnya, jarak kekuasaan dapat dibagi menjadi dua yaitu (1)
jarak kekuasaan bersifat rendah (low power distance), di mana pada
negara yang memiliki jarak kekuasaan yang rendah masyarakatnya tidak
miliki jarak yang lebih tinggi antar satu individu dengan individu lainnya.
Contohnya adalah di Negara Belanda di mana anak dapat membantah dan
memberikan argumentasi terhadap orang tuanya karena jarak kekuasaan
13
tinggi (high power distance) di mana hubungan antar satu individu dengan
individu lainnya dipengaruhi oleh adanya status kekuasaan yang lebih
tinggi (superior), misalnya orang tua, guru, dan orang yang lebih tua
dianggap memiliki kekuasaan yang lebih tinggi.
2. Individualisme dan Kolektivisme
Dalam masyarakat yang menganut paham budaya individualistic,
masyarakat lebih bersifat mandiri, memiliki tanggung jawab untuk diri
mereka sendiri dan maisyarakat cenderung senang bertindak sebagai
individu dari pada sebagai kelompok. Masyarakat yang menganut budaya
kolektif biasanya hidup sebagai kelompok keluarga dan/ masyarakat serta
memiliki tanggung jawab terhadap keluarga atau kelompok
masyarakatnya.
3. Maskulinitas dan Femininitas
Maskulinitas dan femininitas merupakan kata-kata yang berasal
dari hubungan sosial dan budaya masyarakat yang ter-asosiasi menjadi
kaum laki-laki dan/ perempuan. Pada masyarakat penganut paham budaya
maskulinitas di mana ketegasan, prestasi dan kesuksesan merupakan nilai
yang penting. Mengacu pada pendapat Hofstede, pada masyarakat
maskulin di mana emosional gender memegang peranan utama. Kaum
laki-laki diwajibkan untuk bersifat tegas, berpendidikan, dan memiliki
tujuan kesuksesan materi, di mana kaum perempuan sebagai penganut
paham femininisme hanya bersifat sederhana, lembut, dan berorientasi
14
4. Penghindaran Ketidakpastian (Uncertainty Avoidance)
Penghindaran Ketidakpastian merupakan penjelasan mengenai
bagaimana masyarakat dalam suatu kelompok berusaha untuk merasa
nyaman dalam situasi yang tidak terstruktur atau keadaan yang tidak pasti.
Penghindaran ketidakpastian tersebut berada pada kondisi masyarakat
yang merasakan tekanan (stress) dengan peraturan formal maupun
informal dalam suatu wilayah atau kelompok masyarakat tertentu. Pada
budaya penghindaran ketidakpastian yang bersifat tinggi, masyarakat
harus hidup dengan peraturan-peraturan yang dianggap ketat dan mengikat
kehidupan sosial masyarakat. Pada budaya penghindaran ketidakpastian
yang bersifat rendah (sering disebut ketidakpastian penerimaan budaya)
masyarakat cenderung hidup dengan peraturan-peraturan yang bersifat
feksibel.
5. Orientasi Jangka Panjang (Long-Term Orientation)
Masyarakat dengan paham orientasi jangka panjang memiliki
pemahaman akan nilai penghematan dan ketekunan. Dalam budaya ini
masyarakat diharapkan agar menghargai bagaimana cara mengatasi
hambatan-hambatan dalam skala besar secara tepat waktu, kuat, dan tekun
dan memiliki orientasi terhadap masa depan. Dalam paham budaya
orientasi jangka pendek masyarakat masih terpaku akan nilai-nilai yang
bersifat tradisional, obligasi sosial, dan masih menjunjung tinggi harkat
15
Pada penelitian ini, kelima dimensi budaya di atas yang dipaparkan oleh
Hofstede dalam Teori Dimensi Budaya yang akan digunakan untuk menganalisa
pemahaman dimensi nilai-nilai budaya antar kelompok masyarakat Muslim dan
Hindu di Desa Keramas.
2.2.2 Uses and Effects Theory
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Sven Windahl pada tahun 1979.
Teori ini merupakan koheransi dari teori sebelumnya yaitu, Uses and
Gratification theory. Jika pada Uses and Gratification Theory sebelumnya di
mana pengguna media ditentukan oleh kebutuhan dasar individu dalam
menggunakan media sebagai sarana untuk mengkonsumsi informasi. Sedangkan
Uses dan Effects Theory menjelaskan bagaimana kebutuhan menjadi salah satu
faktor yang menyebabkan individu menggunakan media. Asumsi dasar dari teori
ini adalah bagaimana pengguna media menghasilkan banyak efek terhadap
individu lainnya (Kusaeni, 2011:53).
Hubungan antara penggunaan media dan hasilnya dapat disajikan dalam
beberapa bentuk yang berbeda-beda, seperti:
1. Penggunaan media dianggap berperan sebagai perantara (mediasi),
dan hasil dari prosesnya disebut sebagai efek.
2. Penggunaan efek dapat mencegah, mengecualikan, atau
mengurangi aktivitas sosial lainnya.
16
dan konsekuensinya dapat diterima secara serentak pula.
Dalam penelitian ini, Uses and Effect Theory akan digunakan untuk
menganalisa pemahaman masyarakat Muslim dan Hindu mengenai nilai-nilai
budaya yang ditayangkan oleh serial drama “Jodha Akbar” dan bagaimana efek
yang ditimbulkan dari interpretasi nilai-nilai budaya dalam tayangan serial drama
tersebut terhadap masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas.
2.2.3 Interpretasi Nilai
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep interpretasi nilai
dalam teori segitiga makna atau Triangle Meaning Theory yang merupakan
koherensi dari Teori Semiotika yang pertama kali diperkenalkan oleh Charles
Sanders Pierce. Menurut Pierce tanda “is which stands to somebody for something
in some respect or capacity.” Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen)
selalu terdapat dalam hubungan triadic, yakni graund (sesuatu yang digunakan
agar tanda dapat berfungsi), object dan interpretant (Sobur, 2013:41).
Konsep triangle meaning ini terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda
(sign/representament), object, dan interpretant (Budiman, 2004:26 dalam
Herbayu, 2013:4).
……….
Gambar 2.1 Teori Segitiga Makna Pierce. Interpretan
17
Representamen adalah bagian tanda yang dapat dipersepsi (secara fisik atau
konseptual) yang merujuk pada suatu yang diwakili oleh tanda tersebut.
Kemudian interpretan bagian dari proses yang menafsirkan hubungan antara
representemen dengan obyek. Maka, Pierce menyimpulkan bahwa tanda tidak
hanya representatif namun juga dapat berupa interpretatif.
Dalam proses interpretasi, Pierce membedakan tiga jenis tanda yang
mungkin ada. (1) Hubungan antara tanda dan acuannya dapat berupa hubungan
kemiripan. Di mana tanda bau, rasa, penampilan, dan perasaan dianggap mirip
dengan acuan tanda tersebut, sehingga tanda tersebut disebut icon sign. (2)
Hubungan antar tanda ini dapat timbul karena adanya kedekatan eksistensi antar
acuan tanda, dalam jangka waktu tertentu, dan adanya hubungan sebab akibat dari
acuan tanda tersebut; tanda itu disebut sebagai index sign. (3) Sehingga hubungan
tersebut dapat pula berupa hubungan yang sudah terbentuk secara konvensional;
di mana hubungan tanda tersebut merupakan sebuah kesepakatan yang
dipengaruhi oleh budaya masyarakat setempat, tanda itu adalah symbolic sign
(Griffin, 2012:341).
Acuan bagi tanda ini dapat disebut sebagai obyek. Obyek merupakan
konteks sosial yang menjadi refrensi dari tanda. Di mana konteks sosial tersebut
adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan
menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna dalam benak seseorang
tentang obyek yang dirujuk oleh sebuah tanda. Pierce ingin mengidentifikasi
partikel dasar dari tanda dan kemudian menggabungkan kembali semua
18
2.2.4 Komunikasi Antar Budaya
Istilah komunikasi antar budaya pertama kalinya diperkenalkan oleh
Edward. T. Hall pada tahun 1959 (Pardede, 2011:4). Namun Hall tidak
menjelaskan mengenai pengaruh perbedaan budaya terhadap proses komunikasi
antarpribadi. Menurut Liliweri (2001 dalam Pardede, 2011:4), komunikasi
antarbudaya adalah komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh komunikator
dan komunikan yang berbeda budaya, bahkan dalam satu bangsa sekalipun.
Terdapat beberapa unsur dalam komunikasi antar budaya (Pardede,
2011:9-12), yaitu :
1. Persepsi
Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih,
mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan
eksternal. Secara umum dapat dijelaskan bahwa bagaimana orang
berperilaku sedemikian rupa karena sedemikian rupa pula cara pandang
mereka mempersepsikan dunia. Dalam komunikasi antar budaya yang
paling ideal diharapkan adalah kebersamaan dalam pengalaman persepsi.
2. Proses Verbal
Proses verbal tidak saja mencakup mengenai bagaimana berbicara
dengan orang lain, tetapi juga mengenai kegiatan internal berpikir dan
pengembangan makna bagi kata-kata yang digunakan. Proses-proses
tersebut dapat dibagi menjadi:
a. Bahasa Verbal
19
menyampaikan kepercayaan, nilai dan norma. Bahasa adalah alat
untuk berinteraksi dengan orang lain. Bahasa juga mempengaruhi
persepsi, serta menyalurkan dan turut membentuk pikiran. Dapat
dikatakan bahwa bahasa merupakan suatu lambang yang
terorganisasikan, disepakati secara umum dan merupakan hasil belajar
yang dapat disajikan sebagai pengalaman-pengalaman dalam suatu
komunitas budaya.
b. Pola Pikir
Pola pikir suatu budaya dapat mempengaruhi bagaimana
individu-individu dalam budaya berkomunikasi. Harus disadari bahwa pola
pikir setiap individu berbeda-beda. Sebagian besar individu
mengharapkan untuk menggunakan pola pikir yang sama, namun
memahami dan belajar menerima pola pikir yang beragama akan
memudahkan individu dalam berkomunikasi.
3. Proses Non Verbal
Proses-proses nonverbal merupakan alat utama untuk bertukar
pikiran dan gagasan. Namun proses ini sering diganti melalui gerak
isyarat, ekspresi wajah, pandangan mata, dan lain-lain. Lambang-lambang
tersebut dan respons yang ditimbulkan merupakan bagian dari pengalaman
budaya. Berikut aspek-aspek yang mempengaruhi proses nonverbal dalam
mengirim, menerima dan merespon lambang-lambang tersebut.
a. Perilaku Nonverbal
20
budaya. Apa yang dilambangkan merupakan hal yang telah
disebarkan budaya terhadap anggota-anggotanya.
b. Konsep Waktu
Waktu adalah komponen budaya yang sangat penting.
Konsep waktu dapat mendefinisikan filsafat budaya mengenai
masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Selain itu
konsep waktu dapat menjelaskan pentingnya atau kurang
pentingnya pengaruh waktu tersebut. Terdapat banyak perbedaan
mengenai konsep waktu antar budaya satu dengan budaya lainnya,
yang mempengaruhi proses komunikasi.
c. Penggunaan Ruang
Cara individu menggunakan ruang sebagai bagian dari
komunikasi dapat disebut dengan prosemik. Prosemik tidak hanya
meliputi jarak antar individu-individu yang terlibat dalam
percakapan, namun orientasi fisik juga diperhatikan.
Individu-individu dari budaya yang berbeda mempunyai cara-cara yang
berbeda pula dalam menjaga jarak ketika berkomunikasi dengan
individu lainnya.
Melakukan komunikasi antarbudaya merupakan proses yang sulit untuk
dilakukan. Kesulitan tersebut muncul karena adanya hambatan-hambatan dalam
proses berkomunikasi. Berikut merupakan hambatan-hambatan yang ditimbulkan
21
1. Prasangka Sosial
Prasangka sosial merupakan sikap perasaan individu-individu
terhadap golongan tertentu. Golongan tersebut dapat sebagai ras atau
kebudayaan yang berlainan dengan golongannya. Prasangka sosial timbul
karena adanya sikap sosial negatif terhadap golongan lain dan
mempengaruhi perilakukanya terhadap golongan tersebut.
Prasangka sosial awalnya hanya berupa sikap-sikap perasaan
negatif, namun lambat laun dikatakan sebagai bentuk-bentuk yang
diskriminatif (Gerengan, 1991:167 dalam Pardede, 2011:13).
Terdapat tiga faktor penentu prasangka yang mempengaruhi
budaya menurut Pootinga (dalam Perdede, 2011:13-16), yaitu:
a. Stereotip
Stereotip merupakan sikap atau karakter yang dimiliki
oleh individu untuk menilai individu lainnya karena
semata-mata berdasarkan kelas pengelompokan yang dibuat sendiri dan
biasanya bersifat negatif.
Rich (dalam Perdede, 2011:14) melakukan penelitian
mengenai hubungan stereotip dengan komunikasi yang
menggunakan lima dimensi proses stereotip, yaitu: (1)
pelabelan atau penanaman dan generalisasi; (2) kesamaan
individu dengan orang lain; (3) arah stereotip; (4) intensitas
atau derajat stereotip; dan (5) kekerasan terhadap etnik. Maka
22
pengalaman dengan intra maupun antaretnik mempengaruhi
komunikasi. Dalam komunikasi terjadi proses komunikasi yang
bersifat selektif sehingga terjadi pemahaman atau generalisasi
yang keliru terhadap objek sikap.
b. Jarak Sosial
Jarak sosial adalah perasaan untuk memisahkan seseorang
atau kelompok tertentu berdasarkan tingkat penerimaan seseorang
terhadap orang lain. Terdapat kecenderungan yang menunjukan
bentuk interaksi sosial lebih bisa diterima jika terdapat kesamaan
rasa atau etnik atau faktor-faktor yang semu di antara rasa atau
etnik.
Dari beberapa penelitian tentang hubungan antara jarak
sosial dan komunikasi itu dapat disimpulkan bahwa jarak sosial
tergantung pada: (1) ciri dan sifat intraetnik dan antaretnik; (2)
cara, tempat, dan usia; (3) perasaan jauh dekat antara intraetnik
dengan antaretnik; (4) prestise; dan (5) kesejahteraan.
c. Sikap Diskriminasi
Secara teoritis bahwa diskriminasi dapat dilakukan melalui
kebijakan untuk mengurangi, memusnahkan, melakukan,
memindahkan, melindungi secara legal, menciptakan
pluralisme budaya, dan tindakan asimilasi terhadap kelompok
lain. Sikap diskriminasi dapat berawal dari kompleks berpikir,
23
negatif-positif. Sikap ini mempengaruhi efektifitas komunikasi
antaretnik (Liliweri 2001:178 dalam Pardede, 2011:16).
Dari beberapa penelitian tentang diskriminasi yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa diskriminasi terjadi
karena; (1) alasan historis, seperti kebanggaan atas kejayaan
suatu etnik; (2) sistem nilai yang berbeda antara etnis mayoritas
dengan minoritas; (3) pola kerjasama; (4) pola pemukiman
yang berbeda, seperti urban dan rural; (5) faktor sosial budaya,
ekonomi, agama yang memerlukan perbedaan perlakuan, dan
prestise suatu kelompok.
2.3 Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini peneliti melakukan pemetaan alur dasar penelitian
yang nantinya akan digunakan sebagai kerangka pemikiran dalam penelitian ini.
Untuk memudahkan pemetaan kerangka pemikiran tersebut, peneliti
menggambarkannya ke dalam bagan sebagai berikut:
24
Penjelasan bagan:
Dari tampilan bagan di atas, pemetaan penelitian dibagi menjadi dua
kelompok masyarakat yang berbeda agama dan tinggal di desa yang sama, yaitu
Desa Keramas. Kelompok masyarakat yang pertama adalah masyarakat Hindu
dan kelompok masyarakat berikutnya adalah masyarakat yang memeluk agama
Islam.
Dari observasi awal yang dilakukan, terdapat beberapa faktor eksternal
yang mempengaruhi hubungan kedua kelompok masyarakat tersebut, diantaranya;
(1) mengenai paparan media terhadap kehidupan sosial masyarakat di Desa
Keramas. Dalam penelitian ini, paparan media yang dimaksud adalah televisi.
Sesuai dengan tema yang ingin diteliti, tayangan serial drama India “Jodha
Akbar” menjadi perhatian khusus peneliti dalam penelitian ini. Penelitian ini akan
melihat bagaimana terpaan media terhadap kedua belah pihak masyarakat yang
berlatar belakang berbeda agama dan budaya di desa tersebut. Penelitian ini ingin
melihat bagaimana interpretasi nilai budaya yang terbentuk oleh masyarakat
Muslim dan Hindu di Desa Keramas terhadap penayangan serial drama “Jodha
Akbar.” Berikutnya, (2) faktor nilai-nilai budaya dari masing-masing kelompok
masyarakat di Desa Keramas. Penelitian ini ingin melihat bagaimana latar
belakang budaya yang ada di masing-masing kelompok masyarakat Muslim dan
Hindu dapat mempengaruhi pemahaman nilai budaya antar masyarakat di Desa
Keramas tersebut dan bagaiamana sudut pandang masyarakat terhadap media
yang dikomsumsi masyarakat, khususnya mengenai tayangan serial drama “Jodha
25
Dari gambar bagan di atas, penelitian ini akan berfokus terhadap
bagaimana media dan budaya menjadi faktor penting dalam pembentukan dan
pemahaman perbedaan nilai-nilai budaya dalam kehidupan sosial masyarakat di
Desa Keramas. Sehingga penelitian ini penting untuk dilakukan untuk melihat
bagaimana interpretasi nilai dari serial drama “Jodha Akbar” terbentuk dan
bagaimana dampaknya terhadap pemahaman masyarakat Muslim dan Hindu di
Desa Keramas terhadap perbedaan nilai-nilai budaya yang ada di kedua kelompok
masyarakat tersebut.
Tujuan dari pemetaan kerangka pemikiran penelitian ini adalah untuk
mempermudah pemetaan alur penelitian yang akan dilakukan. Diharapkan dengan
adanya alur pemikiran seperti yang sudah dipaparkan di atas, proses penelitian
mengenai interpretasi nilai dalam serial drama “Jodha Akbar” pada masyarakat di
Desa Keramas akan lebih mudah untuk dideskripsikan dan mempermudah peneliti