• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interpretasi Nilai dalam Serial Drama "Jodha Akbar" pada Masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas, Blahbatuh, Gianyar, Bali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Interpretasi Nilai dalam Serial Drama "Jodha Akbar" pada Masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas, Blahbatuh, Gianyar, Bali."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

INTERPRETASI NILAI DALAM SERIAL DRAMA “JODHA AKBAR” PADA MASYARAKAT MUSLIM DAN HINDU

DI DESA KERAMAS, BLAHBATUH, GIANYAR, BALI.

SKRIPSI

Disusun oleh: Kadek Tomi Kencana Putra NIM 1221405037

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS UDAYANA

2016

(2)

i"

INTERPRETASI NILAI DALAM SERIAL DRAMA “JODHA AKBAR” PADA MASYARAKAT MUSLIM DAN HINDU

DI DESA KERAMAS, BLAHBATUH, GIANYAR, BALI

SKRIPSI

Disusun oleh: Kadek Tomi Kencana Putra

NIM 1221405037

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada

Program Studi Ilmu Komunikasi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)
(4)
(5)

ii"

KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu.” Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah memberikan rahmat dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang dengan judul “Interpretasi Nilai dalam Serial Drama “Jodha Akbar” pada Masyarakat Muslim dan Hindu Di Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali.”

Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi satu syarat kelulusan dalam jenjang perkuliahan Strata I di Universitas Udayana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Komunikasi. Dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan, bantuan, nasihat dan saran serta kerjasama dari berbagai pihak, khususnya pembimbing (utama dan pendamping) sehingga segala hambatan tersebut akhirnya dapat diatasi dengan baik.

Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari kekurangan, baik aspek kualitas maupun aspek kuantitas dari materi penelitian yang disajikan. Semua ini didasarkan dari keterbatasan yang dimiliki penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna sehingga penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan bidang studi Ilmu Komunikasi, khususnya kajian dalam komunikasi antar budaya di masa mendatang. Selanjutnya dalam penulisan skripsi ini penulis banyak diberi bantuan oleh berbagai pihak.

Dalam kesempatan ini penulis dengan tulus hati mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan ketenangan hati dalam berpikir sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. 2. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD

KEMD.

(6)

ii"

4. Pembimbing utama, Dr. Ni Made Ras Amanda Gelgel, S.Sos., M.Si yang sudah membimbing dan mengarahkan penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Pembimbing pendamping, Dr. I Gusti Agung Alit Suryawati, S.Sos., M.Si yang sudah membimbing penulis khususnya mengenai cara menulis skripsi yang baik dan benar.

6. Penguji pertama, Ni Luh Ramaswati Purnawan, S.S., M.Comn yang sudah memberikan masukan mengenai Teori Dimensi Budaya Hofstede dalam penelitian ini.

7. Penguji kedua, Ni Nyoman Dewi Pascarani, S.S., M.Si yang sudah memberikan masukan mengenai penyederhanaan rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini.

8. Penguji ketiga, Ade Devia Pradipta, S.E., M.A yang sangat banyak memberikan masukan mengenai kerangka berfikir dan tata cara penulisan yang baik dan benar dalam penelitian ini.

9. Kepala Desa Keramas, Bahbatuh, Gianyar Bali yang sudah banyak meluangkan waktunya untuk memenuhi data primer dan sekunder yang dibutuhkan oleh peneliti dalam penelitian ini.

10.Wayan Jenar, Kelian Banjar Lebah, Desa Keramas yang sudah bersedia memberikan informasi mengenai karakteristik Banjar Lebah dan Kampung Sindhu.

11.Muhammad Amir, Ketua Adat Kampung Sindhu Keramas yang sudah membantu memberikan informasi mengenai karakteristik dan nilai budaya yang ada di masyarakat Kampung Sindhu.

12.Achri, Tokoh Masyarakat Kampung Sindhu yang sudah memberikan banyak informasi mengenai budaya yang ada di masyarakat Kampung Sindhu dan membantu mengumpulkan masyarakat Muslim Kampung Sindhu untuk melakukan Focus Group Discussion (FGD).

(7)

ii"

budaya yang berkaitan dengan ajaran agama Islam yang ada di masyarakat Muslim Kampung Sindhu.

14.Anak Agung Wiyat S. Ardhi, budayawan Puri Keramas yang sudah membantu memberikan informasi mengenai sejarah keberaaan Kampung Islam Sindhu dan nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat Hindu di Desa Keramas.

15.Masyarakat Kampung Sindhu, Desa Keramas yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk berkumpul di Masjid untuk melakukan pengumpulan data melalui Focus Group Discussion (FGD).

16.Masyarakat Banjar Lebah, Desa Keramas yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk berkumpul di Bale Banjar Lebah untuk melakukan pengumpulan data melalui Focus Group Discussion (FGD).

17.Orang Tua, Ayah dan Ibu Penulis yang selalu memberikan dukungan baik secara moral dan material dalam penelitian ini.

18.Tim Focus Group Discussion (FGD) yaitu teman-teman peneliti dari Yayasan Slukat Learning Center yang telah banyak membantu peneliti dalam melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) baik di Masjid Kampung Sindhu maupun di Bale Banjar Lebah, Desa Keramas.

Terakhir semoga segala bantuan yang telah diberikan dari semua pihak dalam penelitian ini, dapat menjadi amal yang baik khususnya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap perbedaan nilai budaya dalam sekala kecilnya di Desa Keramas dan dalam ruang lingkup yang lebih besar yaitu di seluruh Indonesia.

“Om Shanti, Shanti, Shanti Om”

28 Maret 2016

(8)

iii"

1.6Sitematika Penulisan ………... 6

Bab II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka ………. 8

2.2 Kerangka Konsep ………. 12

2.2.1 Dimension of Culture Theory…………..……… 12

2.2.2 Uses and Effects Theory ………. 15

2.2.3 Interpretasi Nilai ………. 16

2.2.4 Komunikasi Antar Budaya ………. 18

2.2.7 Kerangka Pemikiran ………..…………. 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.4 Teknik Pengumpulan Data ………..………...……… 29

(9)

iii"

3.4.2 Focus Group Discussion (FGD) ………... 30

3.4.3 Observasi ………. 31

3.5 Teknik Penentuan Informan ……….……….. 31

3.5.1 Teknik Penentuan Informan dalam Wawancara Mendalam ………… 31

3.5.2 Teknik Penentuan Informan Focus Group Discussion (FGD)……….. 33

3.6 Teknik Analisis Data……… 34

3.7 Teknik Penyajian Data ………. 36

3.8 Keterbatasan Penelitian ……… 37

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Obyek Penelitian………... 38

4.1.1 Sejarah Desa Keramas……….. 38

4.1.2 Karakteristik Desa Keramas……… 43

4.1.2.1 Banjar Lebah……… 46

4.2.1 Interpretasi Nilai Budaya Masyarakat Hindu Dalam Serial “Drama Jodha” Oleh Masyarakat Muslim Kampung Sindhu……….... 54

4.2.1 1. Interpretasi Nilai Keyakinan dalam Budaya Sembahyang Masyarakat Hindu………... 54

4.2.1.2. Interpretasi Budaya Sesajen Masyarakat Hindu……….. 56

4.2.1.3. Interpretasi Nilai Kepercayaan dalam Budaya Nerawang (Nunas Bawos) Masyarakat Hindu………... 57

(10)

iii"

4.2.1.5. Interpretasi Nilai Hormat-Menghormati Masyarakat Hindu (Om

Swastyastu)………... 61

4.2.2 Interpretasi Nilai Budaya Agama Islam Dalam Serial “Drama Jodha”

oleh Masyarakat Hindu Banjar Lebah, Desa Keramas………. 62

4.2.2.1. Interpretasi Nilai Menutup Aurat dalam Budaya Jilbab

Muslimah………... 62

4.2.2.2. Interpretasi Nilai Budaya “Bukan Muhrim” Masyarakat

Muslim………64

4.2.2.3 Interpretasi Nilai Sepiritual dalam Budaya Shollat Masyarakat

Muslim………... 65

4.2.2.4 Interpretasi Nilai Kesetiaan dalam Budaya Poligami Masyarakat

Muslim……….. 67

4.2.2.5. Interpretasi Nilai Menghormati dalam Budaya Salam Masyarakat

Muslim………. 70

4.2.2.6 Interpretasi Nilai Kesucian dalam Budaya Bersorban Putih dan

Berjenggot Pemuka Agama Islam……… 71

4.3 Analisa Masalah ………... 72

4.3.1 Analisa Interpretasi Nilai Budaya Berdasarkan Teori Dimensi Budaya

Geert Hofstede………... 73

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan……….. 92

(11)
(12)

iv# ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Interpretasi Nilai dalam Serial Drama “Jodha Akbar” pada Masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali.” Tujuan penelitian adalah mengetahui bagaimana interpretasi nilai budaya pada masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas setelah menonton tayangan serial drama tersebut. Penelitian ini mengunakan metode deskriptif-eksploratif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data secara mendalam. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara mendalam, focus group discussion (FGD), dan observasi. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara purposive sampling dan snowball. Pemahaman nilai budaya masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas pasca menonton tayangan serial drama “Jodha Akbar” sudah semakin meningkat, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa masih adanya batasan-batasan penerimaan nilai-nilai budaya dari masing-masing kelompok masyarakat tersebut. Dari hasil analisa menggunakan Teori Dimensi Budaya Hofstede, masyarakat Muslim dan Hindu di Banjar Lebah memiliki dimensi nilai budaya yang serupa yakni; nilai budaya kolektivitas, maskulinitas, penghindaran ketidakpastian yang bersifat rendah dan jangka orientasi panjang. Selain itu, dengan adanya faktor sosio-historis, geografis, komunikator, dan aturan adat (awig-awig) maka pemahaman antara masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas mengenai perbedaan nilai budaya semakin meningkat. Informan dalam wawancara mendalam berjumlah 6 orang serta 12 masyarakat Muslim dan 14 masyarakat Hindu dalam FGD, di mana semua informan merupakan masyarakat Banjar Lebah Desa Keramas yang aktif menyaksikan serial drama “Jodha Akbar” di televisi.

(13)

iv ABSTRACT

“The Interpretation of Values in the Serial Drama Jodha Akbar of Muslim and

Hindus in Keramas, Blahbatuh, Gianyar, Bali” is the title of this thesis. The aim of this research is to determine the interpretation of cultural values of Muslims and Hindus in Keramas village after they watched the serial drama. This research applies the qualitative-explorative method, i.e. a type of research that describes the phenomena in depth through collecting data. Data are collected through an in-depth interview, a focus group discussion (FGD) and observation. The technique to gather the informants in this research is purposive sampling and the snowball method. The understanding of cultural values by Muslims and Hindus in Keramas village is increasing, although undeniably there are several boundaries in accepting the cultural values from both groups of society. Through Hofstede’s Theory of Culture Dimension analysis, it is known that Muslims and Hindus in Lebah Local Community (banjar) have similar cultural values, such as collectivism, masculinity, low uncertainty avoidance and long-term orientation. Furthermore, the socio-historical, geographic, communicator, and traditional rules (awig-awig) have made the interpretation of cultural values between Muslims and Hindus in Keramas village has increased. There are 6 informants on depth interview, 12 Muslims and 14 Hindus on the FGD, where all of the informants are from Lebah Local Community (banjar) in Keramas village. They are active audiences who had watched the serial drama “Jodha Akbar” in television.

(14)

  1 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan akan informasi dan komunikasi merupakan hal penting bagi

masyarakat di semua belahan dunia. Komunikasi adalah suatu proses

penyampaian pesan yang bersifat meluas, penting, dan kompleks dalam semua

aspek kehidupan manusia. Komunikasi yang melibatkan banyak orang dapat

disebut sebagai komunikasi massa. Komunikasi massa adalah sebuah proses di

mana terdapat organsisasi media yang memproduksi dan mentransmisikan pesan

kepada publik atau masyarakat luas dan bagaimana pesan tersebut diperoleh,

digunakan, dipahami serta diterapkan oleh audiens (Littlejohn, 2002:303).

Di Indonesia, perkembangan komunikasi massa semakin hari semakin

berkembang pesat. Data yang dilansir oleh AGB Neilsen Media Research

Indonesia pada tahun 2014, di mana konsumsi media menunjukkan bahwa televisi

masih menjadi medium utama yang dikonsumsi masyarakat Indonesia (95%).

Disusul oleh Internet (33%), radio (20%), surat kabar (12%), tabloid (6%) dan

majalah (5%).

Sesuai dengan fungsi media massa, televisi tidak saja digunakan sebagai

sarana konsumsi informasi, melainkan juga untuk kepentingan hiburan

(entertainment). Hiburan yang ditampilkan oleh televisi antara lain film, acara

musik, hingga hiburan rakyat yang masih menayangkan nilai-nilai kearifan lokal

(15)

  2 

Salah satu acara yang menayangkan latar belakang kebudayaan adalah

serial drama “Jodha Akbar” di ANTV. Serial drama “Jodha Akbar” menceritakan

mengenai pernikahan antara Raja dari Kerajaan Mughal yang menganut Agama

Islam yaitu Raja Muhamad Jalaludin dengan Ratu Jodha dari Kerajaan Rajput

yang beragama Hindu dari Tajmahal India. Tayangan serial drama ini menjadi

salah satu program acara yang memperoleh rating tinggi di Indonesia.

Dari data siaran pers ANTV (2014), serial drama “Jodha Akbar” yang

menayangkan 630 episode mendapatkan rating 2.3 dan share hingga memperoleh

angka 10,6% per tanggal 11 Agustus 2014. Berdasarkan data Neilsen periode 15

Juli-5 Agustus tahun 2014, serial drama “Jodha Akbar” mampu bertahan di posisi

ketiga top program di Indonesia dengan target pemirsa pria/wanita usia 25-44

tahun.

Di Bali, sebanyak 18,7% masyarakat memilih saluran ANTV sebagai

saluran terfavorit yang paling sering disaksikan (Ras Amanda, dkk, 2014).

Masyarakat Bali cenderung tertarik pula dengan tayangan serial drama India,

seperti tayangan “Jodha Akbar”. Tayangan kisah percintaan Raja Jalal dan Ratu

Jodha ini banyak menuai pro dan kontra pula di kalangan masyarakat. Masyarakat

Bali gemar menyaksikan serial drama ini karena masyarakat Bali dilatarbelakangi

oleh kemiripan budaya dan persamaan agama. Di mana mayoritas masyarakat

Bali beragama Hindu dan terdapat pula masyarakat yang memeluk agama Islam.

Rating serial drama “Jodha Akbar” memang cukup tinggi, namun serial

drama ini juga sering menayangkan beberapa adegan kekerasan. Adegan

(16)

  3 

hingga perbedaan nilai-nilai agama khususnya masyarakat Hindu dan Islam.

Salah satu contoh kontra dari tayangan tersebut adalah surat peringatan No.

K/KPI/03/15, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang sudah memanggil pihak

ANTV terkait dengan pengaduan masyarakat mengenai tayangan serial drama

“Jodha Akbar” yang menayangkan kekerasan perang antar masyarakat Agra yang

beragama Islam dengan masyarakat Rajput yang beragama Hindu.

Tayangan tersebut dianggap tidak memperhatikan ketentuan tentang

perlindungan anak-anak dan remaja, pelanggaran adegan kekerasan dan

penggolongan program siaran sebagaimana telah diatur oleh UU KPI No. 32

tahun 2002 dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3

dan SPS) KPI tahun 2012.

Perbedaan nilai-nilai budaya seperti yang ditayangkan oleh serial drama

“Jodha Akbar” karena adanya kelompok masyarakat yang berbeda agama yang

tinggal dalam satu wilayah yang sama juga terdapat di Indonesia, tepatnya di Desa

Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Penelitian

ini, akan meneliti masyarakat di Desa Keramas sebagai objek penelitian.

Masyarakat Desa Keramas memiliki keunikan di mana mayoritas penduduknya

beragama Hindu, tetapi terdapat kelompok masyarakat yang memeluk Agama

Islam. Kelompok masyarakat Muslim tersebut tinggal di Banjar Lebah, salah satu

banjar dari enam banjar yang ada di desa setempat. Masyarakat Desa Keramas

sering menyebut daerah tersebut dengan sebutan, Kampung Sindhu.

Dari observasi awal yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa

(17)

  4 

pertukaran (akulturasi) budaya. Hal tersebut dapat dilihat dari fenomena

pernikahan antar masyarakat Muslim dan Hindu di Banjar Lebah, Desa Keramas.

Pernikahan antar agama tersebut tercermin pula pada tayangan serial drama

“Jodha Akbar” yang menceritakan mengenai pernikahan Raja Jalaludin yang

beragama Islam dengan Ratu Jodha yang beragama Hindu. Baik masyarakat

Hindu di Desa Keramas maupun masyarakat Muslim di Kampung Sindhu,

diketahui menjadi penonton aktif serial drama “Jodha Akbar” tersebut.

Dari hasil wawancara awal dengan salah satu opinion leader Kampung

Sindu, Heri (2015) menyatakan bahwa akhir-akhir ini, intensifitas komunikasi

kedua warga tersebut bersifat fluktuatif bahkan cenderung semakin menurun. Hal

tersebut dibuktikan dengan pernyataan bahwa interaksi masyarakat ketika ada

upacara adat sudah semakin menurun. Selain itu, baik masyarakat Hindu dan

Muslim banyak yang tidak saling mengenal, khususnya masyarakat pendatang di

Kampung Sindhu dan pemuda di Desa Keramas. Pola komunikasi masyarakat

juga bersifat biasa saja, artinya hanya berkomunikasi seperlunya saja dan jarang

saling menyapa jika bertemu di jalan.

Penelitian ini ingin meneliti bagaimana interprestasi nilai dalam serial

drama “Jodha Akbar” pada masyarakat Hindu dan Islam di Desa Keramas,

(18)

  5 

1.2 Rumusan Masalah

Media merupakan perantara penyampaian informasi dan penanaman

nilai-nilai di masyarakat. Penggunaan media massa yang paling banyak digunakan di

Indonesia adalah televisi. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui :

Bagaimana interprestasi nilai budaya dalam serial drama “Jodha Akbar”

yang terbentuk dari persepsi masyarakat Hindu dan Muslim di Desa

Keramas?

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini membatasi permasalahan yang hanya terfokus terhadap

bagaimana interprestasi nilai dalam tayangan serial drama “Jodha Akbar” yang

menayangkan perbedaan nilai budaya antara masyarakat Muslim dan Hindu di

Desa Keramas, Blahbatuh, Gianyar Bali.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana interpretasi nilai

dalam tayangan serial drama “Jodha Akbar” antara masyarakat Muslim dan Hindu

di Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat maupun

pihak-pihak yang berkepentingan.

1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini menggunakan teori media massa dan komunikasi antar

budaya dalam mengkaji objek yang diteliti. Selain itu, penelitian ini dapat

(19)

  6 

khususnya komunikasi antar budaya, karena penelitian ini juga meneliti

tentang perbedaan budaya yang dipengaruhi oleh pemahaman nilai-nilai

budaya dari kelompok masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas.

Sehingga diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dan

memberikan referensi bagi penelitian lain yang terkait berikutnya.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini meneliti masyarakat Desa Keramas sebagai objek

penelitian. Sehingga dalam skala yang lebih kecil diharapkan penelitian ini

dapat dijadikan bahan pertimbangan atau referensi tambahan oleh pengurus

desa setempat untuk mengedukasi masyarakat di Desa Keramas dalam

memahami perbedaan nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat Muslim

maupun Hindu. Dalam skala yang lebih besar, diharapkan penelitian ini dapat

memberikan manfaat bagi pemerintah daerah maupun pusat dalam

meningkatkan pemahaman masyarakat akan perbedaan nilai-nilai budaya

yang ada di Indonesia.

1.6Sistematika Penulisan

Penelitian ini menggunakan format penulisan skripsi yang sudah

ditetapkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana tahun

2015. Urutan-urutan bab dalam proposal penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendahuluan yang terdiri dari 6 sub bab, yaitu latar belakang

permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

yang terbagi menjadi dua yaitu manfaat praktis dan akademis serta

(20)

  7 

2. Tinjauan pustaka yang terdiri dari 2 sub bab, yaitu kajian pustaka dan

kerangka konsep.

3. Metodologi penelitian dalam penelitian ini terdiri dari 8 sub bab, yaitu

jenis penelitian (kualitatif), sumber data, unit analisis, teknik

penentuan informan (wawancara dan focus group discussion), teknik

pengumpulan data, teknik penyajian data hingga keterbatasan

penelitian jika memang ada.

4. Pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari 2 sub bab, yaitu

gambaran umum subyek penelitian (masyarakat Hindu di Desa

Keramas dan warga Muslim Kampung Sindu) serta hasil temuan dan

analisa permasalahan.

5. Penutup yang merupakan bab terakhir dari penelitian ini yang terdiri

dari 2 sub bab, yaitu kesimpulan dan saran.

6. Daftar pustaka sebagai data referensi serta lampiran-lampiran data

(21)

  8 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

Untuk memahami lebih dalam topik penelitian yang peneliti angkat,

peneliti mengkaji tiga penelitian sebelumnya, yang berjudul “Respons Remaja

Kota Denpasar Dalam Menonton Tayangan Sinetron Arti Sahabat”, “Dampak

Siaran Televisi Dalam Kehidupan Masyarakat dan Pembangunan”, dan “Pola

Interaksi Berbasis Agama Pada Masyarakat Rawan Konflik di Kabupaten Sigi.”

Salah satu kajian media yaitu tayangan sinetron dilakukan oleh Suryawati

(2013) menjelaskan bahwa salah satu sinetron yang ditayangkan oleh stasiun

televisi Indosiar memperoleh respons dari kalangan remaja kota Denpasar.

Sinetron tersebut memberikan dampak hiburan, gaya hidup remaja, kehidupan

remaja di sekolah, konflik, persaingan dan persahabatan antar remaja. Dalam

penelitian ini, remaja kota Denpasar telah dihegemoni dalam bentuk respons

peniruan (imitatif) akan tayangan sinetron tersebut. Terdapat faktor respons

internal seperti (a) persepsi remaja terhadap sinetron “Arti Sahabat” dianggap

sebagai tontonan yang menarik dan memberikan refrensi gaya hidup remaja; (b)

sikap permisif remaja yang cenderung menerima tawaran gaya hidup di sinetron

tersebut; (c) kelabilan jiwa-sosial remaja yang sedang mencari identitas diri dan

kepribadiannya. Sedangkan faktor respons eksternal dari tayangan sinetron

tersebut adalah (a) pengaruh kuat dari teman sebaya (peer group); (b) pengaruh

(22)

  9 

dengan adanya komodifikasi dan standarisasi budaya, termasuk paham

materialism, hedonism, dan pragmatism; (c) ketahanan/filter budaya masyarakat

relatif lemah, dan (d) implementasi regulasi penyiaran yang belum optimal.

Perbedaan penelitian Suryawati (2013) dengan penelitian ini adalah dalam

kajian dampak media yang ditimbulkan oleh tayangan televisi. Dalam penelitian

Suryawati (2013) yang berfokus pada bagaimana respons dan makna tayangan

sinetron di televisi terhadap audiens (remaja Kota Denpasar) dan apa saja faktor

yang mempengaruhi respons audiens dalam menonton tayangan sinetron tersebut.

Penelitian ini lebih terfokus terhadap pemahaman nilai-nilai budaya yang

ditayangkan oleh televisi terhadap masyarakat yang beragama Hindu dan Islam di

Desa Keramas.

Dalam penelitian berikutnya Markarma, A (2014) yang berjudul “Pola

Interaksi Berbasis Agama Pada masyarakat Rawan Konflik di Kabupaten Sigi”,

dijelaskan bahwa terdapat tiga isu penting yang menyebabkan pola interaksi

agama rawan konflik terjadi di Kabupaten Sigi. Pertama, pemahaman agama

masyarakat masih sangat kurang. Kedua, kesadaran masyarakat beragama

masyarakat masih rendah. Ketiga, sikap beragama masyarakat menyimpang.

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pola interaksi antar

agama di Kabupaten Sigi tidak berjalan secara efektif. Hal tersebut dilatar

belakangi oleh nilai-nilai kebersamaan yang diajarkan oleh agama masih sangat

minim. Selain itu, indikasi tersebut menyebabkan kesadaran dan sikap beragama

masyarakat setempat menjadi “menyimpang” dari ajaran agama itu sendiri.

(23)

  10 

saja dan diiringi juga dengan pemahaman tentang agama masyarakat yang kurang

baik.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian dalam penelitian Markarma, A

(2014) yang berjudul “Pola Interaksi Berbasis Agama Pada masyarakat Rawan

Konflik di Kabupaten Sigi”, adalah mengenai kajian komunikasi antar budaya

yang akan diteliti. Pada penelitian sebelumnya peneliti hanya mengkaji pola

interaksi antar umat beragama di Kabupaten Sigi yang berbasiskan pada

kurangnya pemahaman masyarakat setempat akan nilai-nilai keagamaan dan

kebersamaan. Dalam penelitian ini, peneliti akan berfokus pada dampak media

terhadap pemahaman atau interpretasi nilai budaya pada masyarakat yang berbeda

agama, khususnya yaitu masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas.

Dalam penelitian Wahyudi, H (2010) mengenai “Dampak Siaran Televisi

Dalam Kehidupan Masyarakat dan Pembangunan.” Penelitian ini mengacu

kepada prioritas pembangunan nasional, dalam hal ini program pengembangan

informasi, komunikasi dan media massa, yang diatur dalam UU No 25 tahun 2000

tentang Program Pembangunan Nasional.

Berikut merupakan hasil penelitian dan beberapa poin penting mengenai

dampak siaran terhadap pembangunan nasional: (1) Kapitalisme dan bobot

tayangan televisi. Hampir tidak ada satu pun perusahaan televisi nasional yang

tidak terlahir dari jaringan kapitalis. (2) Dampak siaran televisi swasta. Dampak

positif kebanyakan akan diperoleh oleh pemasang iklan (sponsor) di televisi dari

pada penontonya. Namun, dampak negatifnya adalah terutama bagi generasi muda

(24)

  11 

melunturkan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang berdasarkan Pancasila dan

UUD 1945. (3) Krisis identitas dan pemuda. Gema Pancasila telah dirasakan

meredup dalam satu dasawarsa terakhir. Kemampuan generasi muda untuk

memilih informasi di televisi dianggap masih rendah. Meskipun suatu tayangan

dirasa cocok untuk penonton seumuran mereka, namun tayangan tersebut

dianggap tidak cocok dengan budaya, norma, dan nilai-nilai yang dianut oleh

bangsa Indonesia berdasarkan UUD 1945. (4) Pemantapan pemahaman nilai-nilai

Pancasila. Televisi sudah seharusnya menampilkan acara-acara, yang

mengakomodasikan nilai-nilai Pancasila, karena bagaimanapun nilai-nilai itu

lebih mengakar dari pada nilai-nilai baru yang berasal dari luar (weternisasi),

walaupun dalam keadaan tertentu ada pula nilai-nilai yang dapat diserap dan di

teladani oleh generasi muda di Indonesia.

Pada penelitian Wahyudi, H (2010) mengenai “Dampak Siaran Televisi

Dalam Kehidupan Masyarakat dan Pembangunan,” hasil penelitiannya hanya

sebatas mengkaji mengenai bagaimana media berdampak bagi moral masyarakat

di Indonesia. Sedangkan pada penelitian ini, peneliti akan lebih terfokus mengenai

interaksi sosial yang ada di masyarakat. Penelitian ini akan mengkaji mengenai

pemahaman/interpretasi nilai budaya dalam serial drama “Jodha Akbar” yang

ditayangkan oleh televisi terhadap masyarakat Hindu dan Muslim di Desa

(25)

  12 

2.2 Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan tiga teori sebagai pisau

analisa permasalahan yang diangkat. Teori pertama adalah teori mengenai

Komunikasi Antar budaya yaitu Teori Dimensi Budaya. Pada teori kedua peneliti

akan menggunakan salah satu teori dampak media yang merupakan koherensi

teori dari Uses and Gratification Theory yaitu Uses and Effects Theory. Teori

terakhir yang digunakan yaitu menggunakan salah satu pendekatan Teori

Semiotika yaitu Triangle Meaning Theory untuk menganalisa interpretasi nilai

dalam tayangan serial drama “Jodha Akbar.”

2.2.1 Dimensions of Culture Theory

Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Geert Hofstede pada tahun 1991.

Pada penelitiannya, Hofstede (dalam Carlos, 2007:45) membagi dimensi budaya

menjadi 5 bagian yaitu;

1. Jarak Kekuasaan (Power Distance)

Jarak kekuasaan menjelaskan mengenai bagaimana kekuatan dalam

masyarakat menentukan jarak antar satu individu dengan individu lainnya.

Berdasarkan sifatnya, jarak kekuasaan dapat dibagi menjadi dua yaitu (1)

jarak kekuasaan bersifat rendah (low power distance), di mana pada

negara yang memiliki jarak kekuasaan yang rendah masyarakatnya tidak

miliki jarak yang lebih tinggi antar satu individu dengan individu lainnya.

Contohnya adalah di Negara Belanda di mana anak dapat membantah dan

memberikan argumentasi terhadap orang tuanya karena jarak kekuasaan

(26)

  13 

tinggi (high power distance) di mana hubungan antar satu individu dengan

individu lainnya dipengaruhi oleh adanya status kekuasaan yang lebih

tinggi (superior), misalnya orang tua, guru, dan orang yang lebih tua

dianggap memiliki kekuasaan yang lebih tinggi.

2. Individualisme dan Kolektivisme

Dalam masyarakat yang menganut paham budaya individualistic,

masyarakat lebih bersifat mandiri, memiliki tanggung jawab untuk diri

mereka sendiri dan maisyarakat cenderung senang bertindak sebagai

individu dari pada sebagai kelompok. Masyarakat yang menganut budaya

kolektif biasanya hidup sebagai kelompok keluarga dan/ masyarakat serta

memiliki tanggung jawab terhadap keluarga atau kelompok

masyarakatnya.

3. Maskulinitas dan Femininitas

Maskulinitas dan femininitas merupakan kata-kata yang berasal

dari hubungan sosial dan budaya masyarakat yang ter-asosiasi menjadi

kaum laki-laki dan/ perempuan. Pada masyarakat penganut paham budaya

maskulinitas di mana ketegasan, prestasi dan kesuksesan merupakan nilai

yang penting. Mengacu pada pendapat Hofstede, pada masyarakat

maskulin di mana emosional gender memegang peranan utama. Kaum

laki-laki diwajibkan untuk bersifat tegas, berpendidikan, dan memiliki

tujuan kesuksesan materi, di mana kaum perempuan sebagai penganut

paham femininisme hanya bersifat sederhana, lembut, dan berorientasi

(27)

  14 

4. Penghindaran Ketidakpastian (Uncertainty Avoidance)

Penghindaran Ketidakpastian merupakan penjelasan mengenai

bagaimana masyarakat dalam suatu kelompok berusaha untuk merasa

nyaman dalam situasi yang tidak terstruktur atau keadaan yang tidak pasti.

Penghindaran ketidakpastian tersebut berada pada kondisi masyarakat

yang merasakan tekanan (stress) dengan peraturan formal maupun

informal dalam suatu wilayah atau kelompok masyarakat tertentu. Pada

budaya penghindaran ketidakpastian yang bersifat tinggi, masyarakat

harus hidup dengan peraturan-peraturan yang dianggap ketat dan mengikat

kehidupan sosial masyarakat. Pada budaya penghindaran ketidakpastian

yang bersifat rendah (sering disebut ketidakpastian penerimaan budaya)

masyarakat cenderung hidup dengan peraturan-peraturan yang bersifat

feksibel.

5. Orientasi Jangka Panjang (Long-Term Orientation)

Masyarakat dengan paham orientasi jangka panjang memiliki

pemahaman akan nilai penghematan dan ketekunan. Dalam budaya ini

masyarakat diharapkan agar menghargai bagaimana cara mengatasi

hambatan-hambatan dalam skala besar secara tepat waktu, kuat, dan tekun

dan memiliki orientasi terhadap masa depan. Dalam paham budaya

orientasi jangka pendek masyarakat masih terpaku akan nilai-nilai yang

bersifat tradisional, obligasi sosial, dan masih menjunjung tinggi harkat

(28)

  15 

Pada penelitian ini, kelima dimensi budaya di atas yang dipaparkan oleh

Hofstede dalam Teori Dimensi Budaya yang akan digunakan untuk menganalisa

pemahaman dimensi nilai-nilai budaya antar kelompok masyarakat Muslim dan

Hindu di Desa Keramas.

2.2.2 Uses and Effects Theory

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Sven Windahl pada tahun 1979.

Teori ini merupakan koheransi dari teori sebelumnya yaitu, Uses and

Gratification theory. Jika pada Uses and Gratification Theory sebelumnya di

mana pengguna media ditentukan oleh kebutuhan dasar individu dalam

menggunakan media sebagai sarana untuk mengkonsumsi informasi. Sedangkan

Uses dan Effects Theory menjelaskan bagaimana kebutuhan menjadi salah satu

faktor yang menyebabkan individu menggunakan media. Asumsi dasar dari teori

ini adalah bagaimana pengguna media menghasilkan banyak efek terhadap

individu lainnya (Kusaeni, 2011:53).

Hubungan antara penggunaan media dan hasilnya dapat disajikan dalam

beberapa bentuk yang berbeda-beda, seperti:

1. Penggunaan media dianggap berperan sebagai perantara (mediasi),

dan hasil dari prosesnya disebut sebagai efek.

2. Penggunaan efek dapat mencegah, mengecualikan, atau

mengurangi aktivitas sosial lainnya.

(29)

  16 

dan konsekuensinya dapat diterima secara serentak pula.

Dalam penelitian ini, Uses and Effect Theory akan digunakan untuk

menganalisa pemahaman masyarakat Muslim dan Hindu mengenai nilai-nilai

budaya yang ditayangkan oleh serial drama “Jodha Akbar” dan bagaimana efek

yang ditimbulkan dari interpretasi nilai-nilai budaya dalam tayangan serial drama

tersebut terhadap masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas.

2.2.3 Interpretasi Nilai

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep interpretasi nilai

dalam teori segitiga makna atau Triangle Meaning Theory yang merupakan

koherensi dari Teori Semiotika yang pertama kali diperkenalkan oleh Charles

Sanders Pierce. Menurut Pierce tanda “is which stands to somebody for something

in some respect or capacity.” Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen)

selalu terdapat dalam hubungan triadic, yakni graund (sesuatu yang digunakan

agar tanda dapat berfungsi), object dan interpretant (Sobur, 2013:41).

Konsep triangle meaning ini terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda

(sign/representament), object, dan interpretant (Budiman, 2004:26 dalam

Herbayu, 2013:4).

……….

Gambar 2.1 Teori Segitiga Makna Pierce. Interpretan 

(30)

  17 

Representamen adalah bagian tanda yang dapat dipersepsi (secara fisik atau

konseptual) yang merujuk pada suatu yang diwakili oleh tanda tersebut.

Kemudian interpretan bagian dari proses yang menafsirkan hubungan antara

representemen dengan obyek. Maka, Pierce menyimpulkan bahwa tanda tidak

hanya representatif namun juga dapat berupa interpretatif.

Dalam proses interpretasi, Pierce membedakan tiga jenis tanda yang

mungkin ada. (1) Hubungan antara tanda dan acuannya dapat berupa hubungan

kemiripan. Di mana tanda bau, rasa, penampilan, dan perasaan dianggap mirip

dengan acuan tanda tersebut, sehingga tanda tersebut disebut icon sign. (2)

Hubungan antar tanda ini dapat timbul karena adanya kedekatan eksistensi antar

acuan tanda, dalam jangka waktu tertentu, dan adanya hubungan sebab akibat dari

acuan tanda tersebut; tanda itu disebut sebagai index sign. (3) Sehingga hubungan

tersebut dapat pula berupa hubungan yang sudah terbentuk secara konvensional;

di mana hubungan tanda tersebut merupakan sebuah kesepakatan yang

dipengaruhi oleh budaya masyarakat setempat, tanda itu adalah symbolic sign

(Griffin, 2012:341).

Acuan bagi tanda ini dapat disebut sebagai obyek. Obyek merupakan

konteks sosial yang menjadi refrensi dari tanda. Di mana konteks sosial tersebut

adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan

menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna dalam benak seseorang

tentang obyek yang dirujuk oleh sebuah tanda. Pierce ingin mengidentifikasi

partikel dasar dari tanda dan kemudian menggabungkan kembali semua

(31)

  18 

2.2.4 Komunikasi Antar Budaya

Istilah komunikasi antar budaya pertama kalinya diperkenalkan oleh

Edward. T. Hall pada tahun 1959 (Pardede, 2011:4). Namun Hall tidak

menjelaskan mengenai pengaruh perbedaan budaya terhadap proses komunikasi

antarpribadi. Menurut Liliweri (2001 dalam Pardede, 2011:4), komunikasi

antarbudaya adalah komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh komunikator

dan komunikan yang berbeda budaya, bahkan dalam satu bangsa sekalipun.

Terdapat beberapa unsur dalam komunikasi antar budaya (Pardede,

2011:9-12), yaitu :

1. Persepsi

Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih,

mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan

eksternal. Secara umum dapat dijelaskan bahwa bagaimana orang

berperilaku sedemikian rupa karena sedemikian rupa pula cara pandang

mereka mempersepsikan dunia. Dalam komunikasi antar budaya yang

paling ideal diharapkan adalah kebersamaan dalam pengalaman persepsi.

2. Proses Verbal

Proses verbal tidak saja mencakup mengenai bagaimana berbicara

dengan orang lain, tetapi juga mengenai kegiatan internal berpikir dan

pengembangan makna bagi kata-kata yang digunakan. Proses-proses

tersebut dapat dibagi menjadi:

a. Bahasa Verbal

(32)

  19 

menyampaikan kepercayaan, nilai dan norma. Bahasa adalah alat

untuk berinteraksi dengan orang lain. Bahasa juga mempengaruhi

persepsi, serta menyalurkan dan turut membentuk pikiran. Dapat

dikatakan bahwa bahasa merupakan suatu lambang yang

terorganisasikan, disepakati secara umum dan merupakan hasil belajar

yang dapat disajikan sebagai pengalaman-pengalaman dalam suatu

komunitas budaya.

b. Pola Pikir

Pola pikir suatu budaya dapat mempengaruhi bagaimana

individu-individu dalam budaya berkomunikasi. Harus disadari bahwa pola

pikir setiap individu berbeda-beda. Sebagian besar individu

mengharapkan untuk menggunakan pola pikir yang sama, namun

memahami dan belajar menerima pola pikir yang beragama akan

memudahkan individu dalam berkomunikasi.

3. Proses Non Verbal

Proses-proses nonverbal merupakan alat utama untuk bertukar

pikiran dan gagasan. Namun proses ini sering diganti melalui gerak

isyarat, ekspresi wajah, pandangan mata, dan lain-lain. Lambang-lambang

tersebut dan respons yang ditimbulkan merupakan bagian dari pengalaman

budaya. Berikut aspek-aspek yang mempengaruhi proses nonverbal dalam

mengirim, menerima dan merespon lambang-lambang tersebut.

a. Perilaku Nonverbal

(33)

  20 

budaya. Apa yang dilambangkan merupakan hal yang telah

disebarkan budaya terhadap anggota-anggotanya.

b. Konsep Waktu

Waktu adalah komponen budaya yang sangat penting.

Konsep waktu dapat mendefinisikan filsafat budaya mengenai

masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Selain itu

konsep waktu dapat menjelaskan pentingnya atau kurang

pentingnya pengaruh waktu tersebut. Terdapat banyak perbedaan

mengenai konsep waktu antar budaya satu dengan budaya lainnya,

yang mempengaruhi proses komunikasi.

c. Penggunaan Ruang

Cara individu menggunakan ruang sebagai bagian dari

komunikasi dapat disebut dengan prosemik. Prosemik tidak hanya

meliputi jarak antar individu-individu yang terlibat dalam

percakapan, namun orientasi fisik juga diperhatikan.

Individu-individu dari budaya yang berbeda mempunyai cara-cara yang

berbeda pula dalam menjaga jarak ketika berkomunikasi dengan

individu lainnya.

Melakukan komunikasi antarbudaya merupakan proses yang sulit untuk

dilakukan. Kesulitan tersebut muncul karena adanya hambatan-hambatan dalam

proses berkomunikasi. Berikut merupakan hambatan-hambatan yang ditimbulkan

(34)

  21 

1. Prasangka Sosial

Prasangka sosial merupakan sikap perasaan individu-individu

terhadap golongan tertentu. Golongan tersebut dapat sebagai ras atau

kebudayaan yang berlainan dengan golongannya. Prasangka sosial timbul

karena adanya sikap sosial negatif terhadap golongan lain dan

mempengaruhi perilakukanya terhadap golongan tersebut.

Prasangka sosial awalnya hanya berupa sikap-sikap perasaan

negatif, namun lambat laun dikatakan sebagai bentuk-bentuk yang

diskriminatif (Gerengan, 1991:167 dalam Pardede, 2011:13).

Terdapat tiga faktor penentu prasangka yang mempengaruhi

budaya menurut Pootinga (dalam Perdede, 2011:13-16), yaitu:

a. Stereotip

Stereotip merupakan sikap atau karakter yang dimiliki

oleh individu untuk menilai individu lainnya karena

semata-mata berdasarkan kelas pengelompokan yang dibuat sendiri dan

biasanya bersifat negatif.

Rich (dalam Perdede, 2011:14) melakukan penelitian

mengenai hubungan stereotip dengan komunikasi yang

menggunakan lima dimensi proses stereotip, yaitu: (1)

pelabelan atau penanaman dan generalisasi; (2) kesamaan

individu dengan orang lain; (3) arah stereotip; (4) intensitas

atau derajat stereotip; dan (5) kekerasan terhadap etnik. Maka

(35)

  22 

pengalaman dengan intra maupun antaretnik mempengaruhi

komunikasi. Dalam komunikasi terjadi proses komunikasi yang

bersifat selektif sehingga terjadi pemahaman atau generalisasi

yang keliru terhadap objek sikap.

b. Jarak Sosial

Jarak sosial adalah perasaan untuk memisahkan seseorang

atau kelompok tertentu berdasarkan tingkat penerimaan seseorang

terhadap orang lain. Terdapat kecenderungan yang menunjukan

bentuk interaksi sosial lebih bisa diterima jika terdapat kesamaan

rasa atau etnik atau faktor-faktor yang semu di antara rasa atau

etnik.

Dari beberapa penelitian tentang hubungan antara jarak

sosial dan komunikasi itu dapat disimpulkan bahwa jarak sosial

tergantung pada: (1) ciri dan sifat intraetnik dan antaretnik; (2)

cara, tempat, dan usia; (3) perasaan jauh dekat antara intraetnik

dengan antaretnik; (4) prestise; dan (5) kesejahteraan.

c. Sikap Diskriminasi

Secara teoritis bahwa diskriminasi dapat dilakukan melalui

kebijakan untuk mengurangi, memusnahkan, melakukan,

memindahkan, melindungi secara legal, menciptakan

pluralisme budaya, dan tindakan asimilasi terhadap kelompok

lain. Sikap diskriminasi dapat berawal dari kompleks berpikir,

(36)

  23 

negatif-positif. Sikap ini mempengaruhi efektifitas komunikasi

antaretnik (Liliweri 2001:178 dalam Pardede, 2011:16).

Dari beberapa penelitian tentang diskriminasi yang telah

dilakukan, dapat disimpulkan bahwa diskriminasi terjadi

karena; (1) alasan historis, seperti kebanggaan atas kejayaan

suatu etnik; (2) sistem nilai yang berbeda antara etnis mayoritas

dengan minoritas; (3) pola kerjasama; (4) pola pemukiman

yang berbeda, seperti urban dan rural; (5) faktor sosial budaya,

ekonomi, agama yang memerlukan perbedaan perlakuan, dan

prestise suatu kelompok.

2.3 Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini peneliti melakukan pemetaan alur dasar penelitian

yang nantinya akan digunakan sebagai kerangka pemikiran dalam penelitian ini.

Untuk memudahkan pemetaan kerangka pemikiran tersebut, peneliti

menggambarkannya ke dalam bagan sebagai berikut:

(37)

  24 

Penjelasan bagan:

Dari tampilan bagan di atas, pemetaan penelitian dibagi menjadi dua

kelompok masyarakat yang berbeda agama dan tinggal di desa yang sama, yaitu

Desa Keramas. Kelompok masyarakat yang pertama adalah masyarakat Hindu

dan kelompok masyarakat berikutnya adalah masyarakat yang memeluk agama

Islam.

Dari observasi awal yang dilakukan, terdapat beberapa faktor eksternal

yang mempengaruhi hubungan kedua kelompok masyarakat tersebut, diantaranya;

(1) mengenai paparan media terhadap kehidupan sosial masyarakat di Desa

Keramas. Dalam penelitian ini, paparan media yang dimaksud adalah televisi.

Sesuai dengan tema yang ingin diteliti, tayangan serial drama India “Jodha

Akbar” menjadi perhatian khusus peneliti dalam penelitian ini. Penelitian ini akan

melihat bagaimana terpaan media terhadap kedua belah pihak masyarakat yang

berlatar belakang berbeda agama dan budaya di desa tersebut. Penelitian ini ingin

melihat bagaimana interpretasi nilai budaya yang terbentuk oleh masyarakat

Muslim dan Hindu di Desa Keramas terhadap penayangan serial drama “Jodha

Akbar.” Berikutnya, (2) faktor nilai-nilai budaya dari masing-masing kelompok

masyarakat di Desa Keramas. Penelitian ini ingin melihat bagaimana latar

belakang budaya yang ada di masing-masing kelompok masyarakat Muslim dan

Hindu dapat mempengaruhi pemahaman nilai budaya antar masyarakat di Desa

Keramas tersebut dan bagaiamana sudut pandang masyarakat terhadap media

yang dikomsumsi masyarakat, khususnya mengenai tayangan serial drama “Jodha

(38)

  25 

Dari gambar bagan di atas, penelitian ini akan berfokus terhadap

bagaimana media dan budaya menjadi faktor penting dalam pembentukan dan

pemahaman perbedaan nilai-nilai budaya dalam kehidupan sosial masyarakat di

Desa Keramas. Sehingga penelitian ini penting untuk dilakukan untuk melihat

bagaimana interpretasi nilai dari serial drama “Jodha Akbar” terbentuk dan

bagaimana dampaknya terhadap pemahaman masyarakat Muslim dan Hindu di

Desa Keramas terhadap perbedaan nilai-nilai budaya yang ada di kedua kelompok

masyarakat tersebut.

Tujuan dari pemetaan kerangka pemikiran penelitian ini adalah untuk

mempermudah pemetaan alur penelitian yang akan dilakukan. Diharapkan dengan

adanya alur pemikiran seperti yang sudah dipaparkan di atas, proses penelitian

mengenai interpretasi nilai dalam serial drama “Jodha Akbar” pada masyarakat di

Desa Keramas akan lebih mudah untuk dideskripsikan dan mempermudah peneliti

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa fondasi disposal pada daerah penelitian termasuk dalam kategori cukup baik, hal tersebut dilihat dari bentukan lereng fondasi yang

Kefir buah merupakan produk kefir yang menggunakan bahan baku selain susu, yaitu ekstrak buah.“Toccharo” Kefir Buah memiliki varian rasa yaitu kefir buah

mendapatkan subjek penelitian, yaitu: 1) Laki-laki dan perempuan yang berada pada tahapan perkembangan remaja dengan rentang usia 12-22 tahun; 2) Pernah mengalami

[r]

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pengangkatan Penjabat Lurah Desa

pada tanggal 15 Mei 2010 di Gedung Seminar Fakultas Matematika dan llmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

 Mendiskusikan informasi yang diperolah dari berbagai sumber tentang dampak persatuan dan kesatuan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara dengan kerja sama dan percaya diri.

Ibu Fatonah menjelaskan bahwa dalam mengembangkan kemampuan ABK tidak hanya guru pendamping khusus saja yang berperan akan tetapi semua guru yang ada di MI