• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK KELEMBAGAAN Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ASPEK KELEMBAGAAN Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

10.1. Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya

Arahan kebijakan kelembagaan infrastruktur Kota Banjarbaru mengacu pada aspek legalitas yang ditetapkan oleh pemerintah yang meliputi:

1). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Dalam UU 32/2004 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan menjalankan otonomi seluas-luasnya,dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.

Untuk membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan otonomi, maka dibentuklah organisasi perangkat daerah yang ditetapkan melalui Pemerintah Daerah.

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, dan sarana dan prasaranapenunjang tugas. Oleh karena itu, kebutuhan akan organisasi perangkat daerahbagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.

2). Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

PP tersebut mencantumkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, dan pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap pemerintah kabupaten/kota.

ASPEK KELEMBAGAAN

(2)

PP 38/2007 ini juga memberikan kewenangan yang lebih besar kepadaPemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pembangunan di Bidang CiptaKarya. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 7 Bab III, yang berbunyi :

(1) Urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar.

(2) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: antara lainnyaadalah bidang pekerjaan umum”.

Dari pasal tersebut, ditetapkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, sehingga penyusunan RPI2-JM sebagai salah satu perangkat pembangunan daerah perlu melibatkan Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

3). Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Daerah

Berdasarkan PP 41 tahun 2007, bidang PU meliputi bidang Bina Marga, Pengairan, Cipta Karya dan Penataan Ruang. Bidang PU merupakan perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas. Dinas ditetapkan terdiri dari 1 sekretariat dan paling banyak 4 bidang, dengan sekretariat terdiri dari 3 subbagian dan masing-masing bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi.

4). Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014

Dalam Buku II Bab VIII Perpres ini dijabarkan tentang upaya untuk meningkatkankapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi diperlukan adanya upaya penataan kelembagaan dan ketalalaksanaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran, serta pengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan aparaturnya. Untuk mendukung penataan kelembagaan, secara beriringan telah ditempuhupaya untuk memperkuat aspek ketatalaksanaan di lingkungan instansi pemerintah, seperti perbaikan standar operasi dan prosedur (SOP) dan penerapan e-government di berbagai instansi. Sejalan dengan pengembangan

(3)

manajemen kinerja di lingkungan instansi pemerintah, seluruh instansi pusat dan daerah diharapkan secara bertahap dalam memperbaiki sistem ketatalaksanaan dengan menyiapkan perangkat SOP, mekanisme kerja yang lebih efisien dan efektif, dan mendukung upaya peningkatan akuntabilitas kinerja.

5). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025

Tindak lanjut dari Peraturan Presiden ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah. Berdasarkan peraturan menteri ini,reformasi birokrasi pada pemerintah daerah dilaksanakan mulai tahun 2012, dengan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah.

Permen ini memberikan panduan dan kejelasan mengenai mekanisme serta prosedur dalam rangka pengusulan, penetapan, dan pembinaan pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah daerah. Upaya pembenahan birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya telah dimulai sejak tahun 2005. Pembenahan yang dilakukan adalah menyangkut 3(tiga) pilar birokrasi, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk mendukung tercapainya good governance, maka perlu dilanjutkan dan disesuaikan dengan program reformasi birokrasi pemerintah, yang terdiri dari sembilan program, yaitu :

a. Program Manajemen Perubahan, meliputi: penyusunan strategi manajemen perubahan dan strategi komunikasi K/L dan Pemda, sosialisasi dan internalisasi manajemen perubahan dalam rangka reformasi birokrasi;

b. Program Penataan Peraturan Perundang-undangan, meliputi: penataan berbagai peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan/diterbitkan olehK/L dan Pemda;

c. Program Penguatan dan Penataan Organisasi, meliputi: restrukturisasi tugas dan fungsi unit kerja, serta penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepegawaian dan diklat;

(4)

d. Penataan Tatalaksana, meliputi: penyusunan SOP penyelenggaraan tugas dan fungsi, serta pembangunan dan pengembangan e-government;

e. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, meliputi: penataan system rekrutmen pegawai, analisis dan evaluasi jabatan, penyusunan standar kompetensi jabatan, asesmen individu berdasarkan kompetensi;

f. Penguatan Pengawasan, meliputi: penerapan Sistem Pengendalian InternPemerintah (SPIP) dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan InternPemerintah (APIP);

g. Penguatan Akuntabilitas, meliputi: penguatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, pengembangan sistem manajemen kinerja organisasi dan penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU);

h. Penguatan Pelayanan Publik, meliputi: penerapan standar pelayanan pada unit kerja masing-masing, penerapan SPM pada Kab/Kota.

i. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan.

6). Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional

Di dalam Inpres ini dinyatakan bahwa pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah. Presiden menginstruksikan untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, danevaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing. Terkait PUG, Kementerian PU dan Ditjen Cipta Karya pada umumnya telah mulai menerapkan PUG dalam tiap program/kegiatan Keciptakaryaan. Untuk itu perlu diperhatikan dalam pengembangan kelembagaan bidang Cipta Karya untuk memasukkan prinsip-prinsip PUG, demikian pula di dalam pengelolaan RPI2-JM Bidang Cipta Karya.

(5)

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar Pelayanan Minimum

Peraturan Menteri PU ini menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU yang menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Target pelayanan dasar yang ditetapkan dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian dari beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang ke PU an, khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan di dalam dokumen RPI2-JM.Dalam Permen ini juga disebutkan bahwa Gubernur bertanggung jawab dalam koordinasi penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU, sedangkan Bupati/Walikota bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU. Koordinasi dan penyelenggaraan pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di Bidang PU dan Penataan Ruang baik provinsi maupun kabupaten/kota.

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah

Peraturan menteri ini menjadi landasan petunjuk teknis dalam penataan perangkatdaerah.Berdasarkan Permen ini dasar hukum penetapan perangkat daerahadalah Peraturan Daerah (Perda).Penjabaran tupoksi masing-masing SKPDProvinsi ditetapkan dengan Pergub, dan SKPD Kab/Kota dengan Perbup/Perwali.

9. Permendagri Nomor 57 tahun 2010 tentang Pedoman Standar Pelayanan Perkotaan Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pemerintah daerah sebagai dasar untuk memberikan pelayanan perkotaan bagi masyarakat. SPP adalah standar pelayanan minimal kawasan perkotaan, yang sesuai dengan fungsi kawasan perkotaan merupakan tempat permukiman perkotaan, termasuk di dalamnya jenis pelayanan bidang keciptakaryaan, seperti perumahan, air minum, drainase, prasarana jalan lingkungan, persampahan, dan air limbah.

(6)

10. Kepmen PAN Nomor 75 tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka PenyusunanFormasi Pegawai Negeri Sipil

Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam menghitung kebutuhan pegawai berdasarkan beban kerja dalam rangkapenyusunan formasi PNS. Dalam perhitungan kebutuhan pegawai, aspek pokok yang harus diperhatikan adalah: beban kerja, standar kemampuan rata-rata, dan waktu kerja. Dalam keputusan ini, Gubernur melakukan pembinaan dan pengendalian pelayanan perkotaan, sedangkan Bupati/Walikota melaksanakan dan memfasilitasi penyediaan pelayanan perkotaan. Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, maka dimungkinkan untuk mengeluarkan peraturan daerah untuk pemantapan dan pengembangan perangkat daerah, khususnya untuk urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum dan lebih khusus lagitentang urusan pemerintahan pada sub bidang Cipta Karya. Dengan adanya suatu kelembagaan yang definitif untuk menangani urusan pemerintah pada bidang/subbidang Cipta Karya maka diharapkan dapat meningkatkan kinerja pelayanan kelembagaan.

10.2. Kondisi Kelembagaan

Identifikasi mengenai kondisi organisasi menguraikan secara sistematis tentang dasar hukum, kedudukan, tugas, fungsi, dan wewenang instansi-instansi terkait langsung dengan RPI2-JM Kota Banjarbaru yang disusun dalam perencanaan, pemrograman, pelaksanaan, dan operasi pemeliharaan.

Pengembangan sumber daya manusia di Kota Banjarbaru disesuaikan dengan kondisi sosial penduduk dan potensi sumber daya alam di lingkungan sekitar tempat tinggal penduduk sekaligus tempat mencari penghidupan. Beberapa strategi pengembangan sumber daya manusia antara lain:

a. Mendorong masyarakat untuk mandiri dengan berwiraswasta.

b. Peningkatan produktivitas penduduk baik di bidang pertanian, industri danpariwisata. Peningkatan produktivitas ini dapat dilakukan dengan memberikan

(7)

pelatihan ketrampilan praktls untuk dapat mengembangkan hasil produksi di bidang kerja masing-masing.

c. Memberikan penyuluhan tentang pentingnya melakukan eksploitasi sumber daya alam yang berwawasan lingkungan untuk menjaga kelangsungan keseimbangan ekosistem alam di Kota Banjarbaru.

Struktur organisasi Pemerintah Kota Banjarbaru telah beberapa kali mengalami perubahan. Terakhir melalui Peraturan Daerah Kota Banjarbaru No 21 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Banjarbaru Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Banjarbaru. Struktur organisasi pemerintah Kota Banjarbaru terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, 5 (lima) Badan, 13 (tiga belas) Dinas, 4 (empat) Kantor, 5 (lima) Kecamatan dan 20 (dua puluh) kelurahan. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut.

Tabel 10.1

Struktur Organisasi Pemerintah Kota Banjarbaru

No. Nama Organisasi

1. Sekretaris Daerah 2. Sekretariat DPRD

BADAN-BADAN

1. Bappeda dan Penanaman Modal 2. Inspektorat

3. Badan Kepegawaian Daerah dan Diklat

4. Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan & KB 5. Badan Pelayanan Perijinan Terpadu

DINAS-DINAS 1. Dinas Pendidikan 2. Dinas Kesehatan

3. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja

4. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil 5. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika 6. Dinas Pekerjaan Umum

7. Dinas Perumahan, Tata Ruang dan Pengawasan Bangunan

(8)

8. Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga 9. Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan

10. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Pertambangan dan Energi 11. Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah 12. Dinas Kebersihan dan Pertamanan

13. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah

KANTOR

1. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah 2. Kantor Lingkungan Hidup

3. Rumah Sakit Umum Daerah 4. Satuan Polisi Pamong Praja

KECAMATAN DAN KELURAHAN 1. Kecamatan Banjarbaru Utara

- Kelurahan Komet - Kelurahan Mentaos - Kelurahan Loktabat Utara - Kelurahan Sungai Ulin 2. Kecamatan Banjarbaru Selatan

- Kelurahan Loktabat Selatan - Kelurahan Kemuning - Kelurahan Guntung Paikat - Kelurahan Sungai Besar 3. Kecamatan Liang Anggang

- Kelurahan Landasan Ulin Utara - Kelurahan Landasan Ulin Tengah - Kelurahan Landasan Ulin Barat - Kelurahan Landasan Ulin Selatan 4. Kecamatan Landasan Ulin

- Kelurahan Landasan Ulin Timur - Kelurahan Syamsudin Noor - Kelurahan Guntung Payung - Kelurahan Guntung Manggis 5. Kecamatan Cempaka

- Kelurahan Cempaka - Kelurahan Palam - Kelurahan Bangkal - Kelurahan Sungai Tiung

(9)

Terkait dengan penyusunan RPI2-JM Bidang Pu/Cipta Karya Kota Banjarbaru, maka lembaga pemerintahan (instansi-instansi) yang terkait sesuai PP RI Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal (Bappeda & PM) Kota Banjarbaru, Dinas Pekerjaan Umum Kota Banjarbaru, Dinas Perumahan, Tata Ruang dan Pengawasan Bangunan, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Banjarbaru, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Banjarbaru, Dinas Kebersihan dan sebagainya. Berikut ini adalah penjelasan dari beberapa organisasi perangkat daerah dimaksud.

10.2.1 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Dan Penanaman Modal Kota Banjarbaru

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah, maka kedudukan, tugas, dan fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Pasal 13), adalah sebagai berikut:

 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan unsur perencana penyelenggara pemerintah daerah.

 Badan Perencanaan Pembangunan daerah mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaanpembangunan daerah

 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam melaksanakan tugas dan menyelenggarakan fungsi:

1. Perumusan kebijakan teknis perencanaan;

2. Pengoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan;

3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perencanaan pembangunan daerah;

4. Pelaksanaan tugas lainyang diberikan oleh bupati/walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.

(10)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dipimpin oleh kepala badan. Kepala badan berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.

Untuk lebih jelas susunan organisasi Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Kota Banjarbaru dapat dilihat pada diagram berikut ini :

(11)

Gambar 10.1 SUSUNAN ORGANISASI BAPPEDA DAN PM KOTA BANJARBARU KEPALA BADAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN

DAERAH DAN PENANAMAN MODAL

SEKRETARIAT

KASUBAG PERENCANAAN DAN KEUANGAN

KASUBAG UMUM DAN KEPEGAWAIAN

KABID LITBANG &

STATISTIK PELAPORAN

KABID FISIK PRASARANA DAN TATA RUANG

KABID EKONOMI SOSIAL DAN BUDAYA

KABID PENANAMAN MODAL

KASUBID LITBANG

KASUBID STATISTIK PELAPORAN

KASUBID FISIK PRASARANA

KASUBID TATA RUANG

KASUBID SOSIAL BUDAYA

KASUBID PROMOSI INEVESTASI KASUBID

EKONOMI

KASUBID SARANA INVESTASI

(12)

10.2.2 PDAM Intan Banjar

PDAM Intan Banjar berdiri sejak tahun 1982 dengan nama Badan Pengelola Air Minum (BPAM), kemudian pada tahun 1988 berdasarkan Perda No. 5 Tahun 1988 didirikan PDAM Kabupaten Banjar, setetah berlakunya undang-undang No. 22 Tahun 1999, maka Perda No. 5 Tahun 1988 dicabut dan diganti dengan Perda No. 8 Tahun 2001, maka Perda tersebut diperbaiki kembali dengan Perda No. 1 Tahun 2006 dengan nama PDAM Intan Banjar Kabupaten Banjar.

Sejak pemekaran wilayah pada tahun 1999 menjadi dua wilayah yaitu Kabupaten Banjar dan Kota Banjarbaru dengan jumlah penduduk sampai dengan tahun 2007 adalah 464.148 iwa untuk Kabupaten Banjar dan 159.230 jiwa untuk Kota Banjarbaru, pemekaran wilayah tidak setalu diikuti dengan pemekaran PDAM, seperti yang dialami PDAM Intan Banjar yang kedua pemerintahannya lebih mengutamakan pelayanan terhadap masyarakat.

Kepedulian Kedua Pemerintah Kabupaten Banjar dan Kota Banjarbaru telah dituangkan dalam dalam penandatanganan MOU mengenai Pelayanan Bersama dalam bidang pelayanan air bersih kepada masyarakat, dimana masing-masing Pemerintah akan mengalokasikan dana APBD untuk pengembangan pelayanan air bersih di wilayah masing-masing, yang selanjutnya diserahkan kepada PDAM Intan Banjar sebagai operator/pengelola pelayanan.

Tinjauan pada aspek ini ditekankan pada komponen kualitas SDM yang belum optimal, ketersediaan sarana dan prasarana perusahaan yang belum mencukupi, budaya kerja dan etos kerja yang belum mengkristal serta program pendidikan dan pelatihan yang masih perlu untuk ditingkatkan. sistem penilaian kinerja menganut pola penilaian kinerja berdasarkan indikator kinerja yang lebih terukur sehingga dapat menggambarkan secara lebih akurat kinerja masing-masing individu. Selain itu, persepsi tingkat kesejahteraan pegawai dan tingkat kepuasan karyawan sesuai hasil survei dinyatakan masih rendah, walaupun hampir mendekati persepsi puas.Kesemuanya itu mengindikasikan perlunya pembenahan manajemen SDM yang lebih konkrit dan tepat sasaran guna menjadi pemicu hasil pada perspektif lainnya.

Sementara perbaikan kinerja PDAM Intan Banjar pada tahun 2003 dari penilaian yang kurang, mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 mendapatpenilaian yang

(13)

cukup dengan mendapat nilai total kinerja yang terus meningkat setiap tahunnya, dan pada tahun 2008 mendapat penilaian kinerja balk, dari kondisi rugi Rp. 1,2 milyar berturut-turut dan mendapatkan laba sebesar Rp. 4 milyar.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 2005 tentang pengembangan sistem penyediaan air minum, kawasan yang sebelumnya diperuntukkan untuk air bersih setelah dilakukan rehab dan penggantian jaringan perpipaan baru kawasan tersebut sekarang telah menjadi kawasan air yang slap minum dengan jumlah pelanggan sekarang 622 sambungan.

Masyarakat yang mendapatkan Pelayanan sistem perpipaan air bersih untuk Kota Banjarbaru berkisar 30,96 %, kecilnya cakupan pelayanan dikarenakan befum semua jalan yang ada di Kota Banjarbaru dilewati sistem perpipaan dan terbatasnya produksi PDAM sekarang, masalah ini merupakan tantangan PDAM ke depan untuk melayani masyarakat Kota Banjarbaru dalam mencapai target pemerintah 80 pelayanan wilayah perkotaan difayani sistem perpipaan sampai dengan tahun 2015 dan kontribusi dalam program nasional 10 juta sambungan.

Masih adanya 7 Kecamatan dan 2 Kecamatan pemekaran yang belum terlayani sistem perpipaan PDAM, Salah satu kecamatan di Kabupaten Banjar yang belum terlayani sistem perpipaan PDAM Intan Banjar adalah Kecamatan Martapura Barat yang merupakan jalan penghubung ke Kota Martapura dan mayoritas dari masyarakat, merupakan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan masih banyak juga MBR pada kecamatan-kecamatan lain yang perlu untuk mendapatkan perhatian,melihat kondisi ini PDAM Intan Banjar telah memprogramkan secara bertahap masyarakat tersebut dapat terlayani dengan sistem perpipaan dari PDAM begitu pula dengan kecamatan-kecamatan lain yang belum terlayani, program PDAM kedepan semua kecamatan terlayani dengan sistem perpipaan. Banyaknya masyarakat yang belum terlayani PDAM Intan Banjar merupakan suatu tantangan bagi PDAM Intan Banjar agar masyarakat dapat lebih mudah untuk mendapatkan air bersih, sesuai dengan target MDGs dan program Nasional 10 juta sambungan masyarakat telah terlayani pada tahun 2013.

Untuk mempercepat mencapai pelayanan yang optimal kepada masyarakat diperlukan investasi yang besar Rp. 641.449.772.685,97 dengan pembagian investasi

(14)

untuk Kabupaten Banjar Rp. 320.938.530.559,92 dan Kota Banjarbaru Rp.

320.511.242.126,05 besarnya investasi pengembangan dalam pelayanan kepada masyarakat yang diperuntukkan untuk pembangunan sarana dan prasarana air bersih diperlukan dukungan dan peran semua pihak, yaitu pemerintah, masyarakat dan swasta, kerjasama dengan para pengembang (developer perumahan), dan kerjasama dengan masyarakat melalui pengembangan/pembangunan jaringan perpipaan (pipa line), dan sambungan rumah telah dimulai PDAM Intan Banjar pada tahun 2006.

PDAM Intan Banjarbaru melayani 23,63% dari penduduk perkotaan Banjarbaru dan Kabupaten Banjar terlayani sistem perpipaan PDAM sedangkan untuk total penduduk Kabupaten Banjar dan Kota Banjarbaru hanya 3,7% persentase ini masih sangat jauh dari target nasional pemerintah 80 % untuk pelayanan perkotaan dan 60% perdesaan, dengan kondisi yang ada menjadikan tantangan bagi PDAM Intan Banjar untuk dapt mengejar ketertinggalan yang ada sehingga dapat memenuhi sesuai target yang ada dan ikut memberikan kontribusi dalam program 10 juta sambungan.

Dengan rencana pemindahan Pusat Perkantoran Pemerintahan Kalimantan Selatan ke Kota Banjarbaru, PDAM sebagai operator/pengelola sarana dan prasarana di kedua wilayah pemerintahan (Kabupaten Banjar dan Kota Banjarbaru), harus menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai perusahaan yang menangani masalah air minum untuk masyarakat.

PDAM Intan Banjar sejak awal berdirinya telah melayani system regional karena melayani dua pemerintahan Kota Banjarbaru dan Kabupaten Banjar. Untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat PDAM Intan Banjar ke depannya merencanakan suatu sistem pelayanan regional per regional berdasarkan letak geografis dan peruntukakan wilayah yang dilayani. Pembentukan sistem regional pelayanan juga didasari dari pengambilan sumber air baku yang terdekat dan kesinambungannya lebih terjaga, dua unit pelayanan PDAM Intan Banjar IPA I STM dan Cabang Landasan Ulin masih menggunakan sumber air baku air tanah (sumur bor) yang selama ini ketersediaan debitnya selalu mengalami penurunan setiap tahunnya, hal ini makin diperparah dengan banyaknya industri-industri dan perhotelan yang mengambil sumber yang sama. Dengan sumber air baku dari air

(15)

permukaan diharapkan pelayanan kepada masyarakat akan lebih optimal dan lebih terjamin keberadaannya.

System peripaan masih banyak yang menggunakan jenis pipa ACP (Asbestos Cement Pipe) yang sejak beberapa tahun lalu sudah tidak diperkenankan digunakan untuk system perpipaan air bersih apalagi untuk air minum, jenis pipa ini sering mengalami kebocoran, proses penanganan mengalami kesulitan mencari accessories pengganti yang sejenis. Beberapa pipa jaringan distribusi posisinya sekarang berada di badan jalan dengan adanya peningkatan kualitas jalan yang dilakukan pemerintah Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar dan Provinsi, apabila terjadi kebocoran akan memakan waktu yang lama dalam proses perbaikan karena posisinya yang telah berada ditengah jalan dan jaringan perpipaan usianya banyak yang telah berada ditengah jalan dan jaringan perpipaan usianya banyak yang di atas 20 tahun yang melebihi umur teknis perpipaan,ke depannya PDAM merencanakan pemasangan sistem perpipaan jenis HDPE, jenis ini mempunyai umur teknis yang lama dan kekuatan yang handal.

Dalam tahun terakhir semakin banyak Kompiek permukiman/perumahan baru diwilayah Kota Banjarbaru da Kabupaten Banjar beberapa komplek perumahan belum terlayani oleh system perpipaan PDAM, komplek-komplek tersebut belum terjangkau system jaringan perpipaan PDAM karena system yang ada sekarang masih terkonsentrasi pada wilayah existing, pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan persaingan masyarakat untuk sekarang terbatas keberadaannya dengan kondisi yang demikian, PDAM Intan Banjar sebagai pengelola penyediaan air bersih sangat peduli dengan ketersediaan air bersih untuk masyarakat untuk beberapa tahun ke depan. Dan sesual dengan target MDGs (Milenium Development Goals) sampai tahun 2015 masyarakat yang terlayani adalah 80 % untuk perkotaan dan 60% pedesaan dengan kualitas air minum harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam Keputusan Menteri RI nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas air minum, dan sesuai target pemerintah serta kontribusi untuk memenuhi program nasional 10 juta sambungan yang telah dicanangkan.

(16)

Untuk pelayanan regional yang melayani Kecamatan Kertak Hanyar,Gambut,Beruntung Baru, Aluh-Aluh (Kab. Banjar) dan Landasan Ulin, Liang Anggang (Kota Banjarbaru), berdasarkan letak wilayah kecamatan-kecamatan tersebut merupakan kecamatan yang berfungsi sebagai penyangga penyebaran penduduk untuk Kota Banjarmasin hasil perhitungan dengan kriteria desain perencanaan dan asumsi untuk debit yang diperlukan pada tahun 2015 sebesar 551 I/dt. Sedangkan untuk regioanl perkotaan dengan wilayah yang dilayani Kecamatan Martapura Kota, Martapura Timur, Astambul, Karang Intan, Mataraman (Kabupaten Banjar), Kecamatan Banjarbaru Utara, Banjarbaru Selatan, Cempaka (Kota Banjarbaru) debit yang diperlukan sebesar 866 I/dt.

10.3 Permasalahan Dan Tantangan Kelembagaan

Kemitraan pada hakikatnya merupakan wujud yang ideal dalam peranserta masyarakat dalam pembangunan.Kemitraan didasari atas hubungan antarpelaku yang bertumpu pada ikatan usaha yang saling menunjang dan saling menguntungkan, serta saling menghidupi berdasarkan asas kesetaraan dan kebersamaan. Setiap pelaku usaha memiliki potensi, kemampuan dan keistimewaan sendiri, walaupun berbeda ukuran, jenis, sifat, dan tempat usahanya.Setiap pelaku usaha juga memiliki kelebihan dan kekurangannya. Dengan kelebihan dan kekurangan itu timbulkebutuhan kerjasama dan kemitraan. Dengan demikian, kelebihan-kelebihan akan dilipatgandakan dengan memaksimalkan manfaat yang mungkin diperoleh.

Sedangkan kekurangan-kekurangan dapat diusahakan untuk dikurangi, atau bahkan dihilangkan sama sekali, dengan kerjasama yang sang menutupinya.

Kemitraan dalam pembangunan pada dasamya mengandung hakekat keadilan dalam perolehan keuntungan dan manfaat, pembebanan biaya dan penanggungan risiko yang timbul dalam kegiatan usaha tersebut. Dengan demikian, kemitraan yang dikembangkan adalah kemitraan yang setara antara para pelaku sesuai dengan kemampuan kontribusinya.Kemitraan yang setara memerlukan pula pemahaman yang kuat terhadap hak dan tanggung jawab serta peranan dari masing-masing pelaku.

(17)

Menjadi tantangan kita bersama untuk mengembangkan semangat dan suasana yang mendorong tumbuhnya kemitraan dan mengembangkan pola-pola yang praktis dan menarik,serta menjamin keuntungan bagi semua pihak.

Dalam hal ini, pihak-pihak yangterlibat tentu harus memiliki tanggung jawab karena kemitraan bukanlah bertepuk sebelah tangan. Meskipun semua pihak memiliki tanggung jawab, pemerintah tetap harus mengambil prakarsa paling tidak untuk menciptakan iklim yang merangsang bagi usaha kemitraan, antara lain dengan:

1. Mengembangkan kebijaksanaan dan strategi pembangunan yang jelas, yangtercermin baik pada tujuan, arahan maupun indikator-indikator kebijaksanaan(policy indicators).

2. Menetapkan prioritas pembangunan yang realistis dan diikuti oleh semua pihak, baik pemerintah maupun dunia usaha dan masyarakat. Untuk itu perlu kesepakatan di antara berbagai pelaku pembangunan ini, dan karena itu perlu ada dialog-dialog.

3. Memantapkan mekanisme komunikasi yang lancar dan transparan.

Transparansierat kaitannya dengan tingkat partisipasi dan oleh karena itu, sejak pada tahap awal mekanisme kemitraan yang transparan harus dikembangkan dan dimantapkan.

4. Mengembangkan pilihan-pilihan atas pola-pola kemitraan yang dapat mencakupkepentingan-kepentingan yang ada di berbagai lapisan dan golongan masyarakat, sehingga masyarakat dapat berperanserta seluas-luasnya dalam kemitraan pembangunan.

5. Menyiapkan rencana pengembangan kemitraan yang mencakup rencana investasi pemerintah, swasta dan masyarakat sebagai bagian dari pembangunan nasional.

6. Menyiapkan kerangka peraturan dan arahan serta pedoman yang dapat menjadiacuan terutama bagi swasta dan masyarakat dan juga menjamin kepastian usaha.

Pengembangan kemitraan dalam pembangunan dapat mencakup dua pola dasar,yaitu pertama, dalam bentuk peran serta swasta dan masyarakat dalam pembangunan yang sifatnya memberikan lebih banyak peluang untuk berpartisipasi

(18)

pada kegiatan yang semula merupakan tugas pemerintah.Atau dengan kata lain, pemerintah memberi ijin pemanfaatan aset milik pemerintah (konsesi) kepada pihak swasta dan masyarakat untuk digunakan dalam jangka waktu tertentu guna melakukan tugas-tugas pelayanan umum. Kedua, kerjasama kemitraan antara masyarakat, swasta dan pemerintah melalui pengembangan formula pembagian modal kerja yang menjadi tanggung jawab masing-masing pihak.Dalam rangka ini dikembangkan pola-pola kerjasama kemitraan yang mencakup pembagian keuntungan dan sekaligus juga risikonya.

Untuk mewujudkan kemitraan dalam bentuk-bentuk tersebut, perlu kesepakatan dalam persepsi kemitraan antara swasta maupun pemerintah.Swasta tidak hanya mempertimbangkan aspek keuntungan ekonomi jangka pendek saja, apalagi yang bersikap spekulatif, tetapi sudah harus memperhatikan kesinambungan pembangunan, atau lebih mengkonseptualisasikan pemikiran investasi yang berwawasan jangka panjang.

Secara potensial ada peluang-peluang yang terbuka lebar untuk menumbuhkembangkan kemitraan yang sating menguntungkan dalam pembangunan nasional, khususnya dalam pembangunan perkotaan.Potensi dan peluang yang besar ini terutama disebabkan oleh makin meningkatnya kemampuan masyarakat di perkotaan untuk memperoleh pelayanan perkotaan yang makin berkualitas dengan sistem penyediaan yang lebih balk. Kemampuan masyarakatsaat ini sangat berkembang, terutama untuk membayar pelayanan yang lebih balk tersebut memberi landasan keekonomian yang kuat bagi pengembangan kemitraan dalam penyediaan pelayanan prasarana dan sarana yang tersedia.

Di kabupaten/kota, kegiatan yang digerakkan oleh swasta dan masyarakat mencapai sekitar 60-70 persen.Saat ini pihak swasta telah melaksanakan kegiatan pembangunan dalam berbagai sektor, dalam skala mikro maupun makro serta secara mandiri maupun bermitra dengan pemerintah. Peran swasta itu dapat diperkirakan akan terus meningkat. Selama ini kemitraan telah berkembang dalam prasarana ekonomi yang kelayakannya tinggi, seperti jalan tot, listrik, telepon. Namun, khusus di kota-kota megapolitan, metropolitan, dan kota-kota besar tainnya, peluang kemitraan dalam penyediaan air bersih, prasarana dan sarana penyehatan lingkungan,

(19)

persampahan, jalan kota, rumah sakit, sekolah-sekolah unggulan, dan prasarana serta sarana sosial Iainnya terbuka cukup lebar.

Berdasarkan cara pandang kota sebagai pusat pelayanan ekonomi wilayah/kawasan, maka hendaknya kota tidak hanya dilihat sebagai unit yang berdiri sendiri secara individual, tetapi dipandang sebagai satu kesatuan dalam suatu sistem.

Berkaitan dengan peningkatan peran swasta dalam berbagai bentuk pembangunan skala besar seperti pembangunan perumahan, kota baru, kota satelit dan lain -lain, maka kegiatannya perlu dilaksanakan dalam suatu kerangka system perkotaan yang lebih luas, di samping pembangunan sistem internal kotanya sendiri. Dengan demikian, dapat terwujud keterpaduan dan sinkronisasi system prasarana kota dan antara kota yang berdampingan atau berdekatan, baik yang dibangun pemerintah maupun yang dibangun oleh swasta. Selain itu juga dapat saling mendukung dengan sistem dalam kota intinya dan juga mendukung keterkaitan dengan kota-kota lainnya.

Dengan kata lain, sinkronisasi pembangunan regional merupakan tantangan yang harus diatasi dengan meningkatnya berbagai bentuk pembangunan skala besar oleh pihak swasta.

Dalam banyak hal, memang kegiatan swasta sudah tidak lagi berskala mikro, tetapi sudah sampai pada skala makro yang berdampak makro pula, seperti pengembangan permukiman skala besar atau kota baru, penyediaan sistem telekomunikasi melalui satelit, pembangunan pusat-pusat tenaga listrik, dan sebagainya. Mengingat makin besamya bentuk dan nilai partisipasi swasta dalam pembangunan daerah yang berskala besar seperti itu, maka sinkronisasi investasi pembangunan menjadi imperatif agar terjadi sinergi yang optimal antara berbagai pelaku pembangunan. Kegiatan yang saling tumpang tindih harus dapat dihilangkan.

Di sisi lain, adanya sinkronisasi dapat mengisi'gap' atau kekosongan dari suatu kegiatan pembangunan.

Kemitraan adalah pola yang sesuai dengan prinsip-prinsip partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya yang ingin kita dorong dalam perekonomian dan pembangunan.Kemitraan juga dapat memberi pemecahan atas dilema efisiensi dan pemerataan kesempatan, karena efisiensi tidak mengharuskanpemusatan kekuatan

(20)

ekonomi pada kelompok tertentu.Kemitraan merupakan jawaban terhadap monopoli yang dalam sistem ekonomi pasar dan liberal menjadi penyakit yang senantiasa menjadi masalah bagi negara yang menganut paham itu.Kemitraan haruslah didorong tidak saja antara pemerintah dengan usaha besar, tetapi juga dengan usaha kecil dan koperasi, serta antara usaha swasta besar, menengah dan kecil. Dengan demikian kemitraan adalah usaha yang tepat dan tidak bertentangan dengan prisip-prinsip ekonomi yang mendasar, dalam membangun ekonomi yang berda sarkan demokrasi.

Berdasarkan kajian kelembagaan dapat dilihat bahwa dalam lingkup instansi keciptakaryaan masih diketemukan beberapa hal diantaranya: lemahnya koordinasi, kelembagaan, dan ketatalaksanaan. Perubahan paradigma pembangunan sejalan dengan semangat reformasi mengindikasikan bahwa dalam struktur organsasi dan ketatalaksanaan kelembagaan memerlukan beberapa langkah penyesuaian terkait dengan tata kepemerintahannya, peran masyarakat dan swasta dalam pengelolaan infrastruktur keciptakaryaan. Penguatan peran masyarakat, pemerintah daerah, dan swasta diperlukan dalam rangka memperluas dan memperkokoh basis sumber daya.

Pada aspek institusi, lemahnya koordinasi antar instansi dan antar daerah otonom telah menimbulkan pola pengelolaan kecitakaryaan yang kurang efisien, bahkan tidak jarang saling berbenturan. Pada sisi lain, kesadaran dan partisipasi masyarakat, sebagai salah satu prasyarat terjaminnya keberlanjutan pola pengelolaan keciptakaryaan, masih belum mencapai tingkat yang diharapkan karena masih terbatasnya kesempatan dan kemampuan.

Sasaran pembangunan dan pengelolaan Bidang Keciptakaryaan pada Tahun 2010-2014 berorientasi pada tersedianya pelayanan kepada public Bidang Keciptakaryaan sesuai dengan standar pelayanan minimal. Selanjutnya dengan terpenuhinya pelayanan minimal kepada publik akan mendorong peningkatan produktivitas sektor-sektor ekonomi yang menggunakan infrastruktur keciptakaryaan sebagai salah satu sarana pendukung faktor produksinya. Sasaran kedua adalah meningkatnya partisipasi swasta yang antara lain dalam bentuk investasi dalam pembangunan dan pengelolaan infrastruktur di Kota Banjarbaru

Identifikasi kondisi kelembagaan dalam penyusunan RPI2-JM Kota Banjarbaru perlu mengidentifikasi mengenal kondisi SDM yang menguraikan secara sistematis

(21)

tentang jumlah tenaga kerja yang ada, meliputi kualitas pendidikan dan pengalaman personil pada setiap instansi penyelenggara RP12-3M seiring dengan dibertakukannya Peraturan Pemerintah (PP) no. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah sehingga kondisi Sumberdaya Manusia (SDM) pada kedua instansi yang terkait penyusunan RPI2-JM perlu di susun kembali. Dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) no.41 tahun 2007, maka beberapa permasalahan terkait penanggung jawab kelembagaan pada masing-masing bidang program dalam RPI2- JM.

10.4 Rencana Peningkatan Kapasitas Kelembagaan

Usulan program peningkatan kelembagaan yang dapat diusulkan antara lain:

 Kerjasama pemerintah dan swasta untuk penyediaan air bersi

 Kerjasama pemerintah dan masyarakat untuk melawan Iimbah

 Partisipasi masyarakat untuk penataan lingkungan

 Kerjasama pemerintah swasta untuk pengadaan rumah sehat

 Perkuatan institusi untuk manajemen aset dan monitoring &evaluasi infrastruktur Cipta Karya.

Secaraformal kelembagaan yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman meliputi:

a. Pemerintah (Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota), b. Badan Usaha (BUMN, BUMD, Swasta),

c. Masyarakat (orang dan kelompok atau perkumpulan).

Kelembagaan perumahan dan permukiman yang dapat melibatkan secara sinergi seluruh pelaku pembangunan harus diselenggarakan dengan berprinsip pada tata pemerintahan yang balkdan pembangunan partisipatif yang berbasis pada upaya menumbuhkembangkan keswadayaan masyarakat di dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman.

10.4.1 Koordinasi Pembinaan Dan Pengendalian Perumahan Dan Permukiman

Seluruh elemen pokok kelembagaan, seperti sumber daya manusia, organisasi, tata laksana, serta dukungan prasarana dan sarana kelembagaan hams diwujudkan sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas lokal, melalui program-program peningkatan

(22)

kapasitas SDM, pengembangan organisasi dan penyusunan tata laksana yang operasional efektif. Kelembagaan yang diwujudkan, baik kelembagaan secara masing-masing maupun secara bersama, harus dikembangkan secara bertahap oleh para pelakupembangunan, yaitu pemerintah (Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota), badan usaha BUMN, BUMD dan Swasta, serta masyarakat secara perorangan atau kelompok/perkumpulan yang berkepentingan di bidang perumahan dan permukiman.

Kelembagaan yang ditumbuhkembangkan harus mampu mendorong upaya-upaya pemenuhan kebutuhan perumahan dan pencapaian kualitas permukiman secara koordinatif efektif sesuai dengan program pembangunan yang ditetapkan di tiap tingkatan pemerintahan.

Bahwa pembangunan perumahan dan permukiman merupakan kegiatan yang bersifat lintas sektoral, yang peiaksanaannya perlu memperhatikan aspek-aspek prasarana dan sarana Iingkungan, rencana tata ruang, pertanahan, industri bahan, jasa konstruksi dan rancang bangun, pembiayaan, sumber daya manusia, kemitraanantarpelaku, peraturan perundang-undangan, dan aspek penunjang lainnya.

Kompleksnya masalah yang dihadapi dalam kegiatan perumahan dan permukiman memerlukan koordinasi yang baik pada seluruh aparatur pemerintahan balk dalam pelaksanaan administrasi maupun pengelolaan perumahan permukiman.

Koordinasi antar elemen BKP4K yang telahdibentuk di kabupaten/kota perlu ditingkatkanbersamaan dengan komitmen yang terus diperbaharui menjadi faktor kunci terlaksananya penyelenggaraan perumahan dan permukiman yang terpadu, terkoordinasi dan terkendali. Di samping dilaksanakan koordinasi berjenjang secara vertikal dengan BKP4P di tingkat provinsi dan BKP4N di tingkat nasional.

10.4.2. Rekomendasi Peran Dan Fungsi Kelembagaan Penyelenggaraan Perumahan Dan Permukiman Di Kota/Kabupaten

Dalam rangka mengerahkan sumberdaya elemen kelembagaan stakeholderperumahan dan permukiman yang harus dilibatkan dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman, diperlukan identifikasi peran dan fungsi masing-masing elemen tersebut. Berikut ini pembagian peran dan fungsi masing-masing lembaga sebagai berikut:

(23)

1. Unsur Pemerintah

a. Bappeda kota/kabupaten:

- Mengkoordinasi seluruh rencana pembangunan di bidang perumahan dan permukiman

b. Bina Program Pemda:

- Menetapkan program dan alokasi pembiayaan progam

- Mendukung proses penyiapan DIP bersama komisi anggaran DPRD

c. Divas Permukiman dan Pengembangan kota/Kabupaten, BPN,Dinas Tata Kota, BPMD:

- Menyiapkan usulan kegiatan, biaya dan jadual tiap program - Menetapkan mekanisme pelaksanaan anggaran dan pembangunan - Menyiapkan pedoman umum pelaksanaan anggaran dan pembangunan - Menyiapkan pedoman umum pelaksanaan pembangunan perumahan dan

permukiman

- Ikut membantu dalam metaksanakan pengawasan dan pengendalian d. PDAM,PLN, Telkom:

- Penyediaan sarana dan prasana utilitas permukiman

- Memberikan petunjuk/pedoman penyiapan program dan pembiayaan yang akan dibiayai oleh pemerintah daerah

- Kegiatan pengawasan dan pengendalian 2. Unsur Swasta

a. BTN/Perbankan, REI:

- Memfasilitasi kelancaran penempatan rumah melalui penyediaan dan pengelolaan KPR serta mengkoordinasi pelaksanaan konstruksi rumah b. BUMD/BUMN/Swasta:

- Membantu menyediakan dana bridging bagi pembangunan/ perbaikan rumah

- Membantu menyelenggarakan pembangunan perumahan dan permukiman bagi karyawan perusahaan maupun masyarakat sekitar kawasanperusahaan.

c. Konsultan:

(24)

- Menyediakan jasa bantuan teknis dan administrative programpembangunan

- Melakukan pendampingan masyarakat dalam rangka pemberdayaan di bidang perumahan dan permukiman.

3. Masyarakat/DPRD:

- Bersama-sama pemerintah, menyusun rencana anggaran pembiayaan untuk pembangunan perumahan dan permukiman

- Membantu menyelenggarakan pengawasan dan pengendalian pembangunan 4. Lembaga Swadaya Masyarakat:

- Melaksanakan pendampingan masyarakat dalam rangka pemberdayaan masyarakat di bidang perumahan dan permukiman

- Melaksanakan sosialisasi kebijakan bidang perumahan dan permukiman

- Melaksanakan fungsi kontrol sosial terhadap pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman.

10.4.3 Pembiayaan Pembangunan Perumahan Dan Permukiman

Untuk menjamin lancarnya pembangunan perumahan dan permukiman, perlu dikembangkan suatu sistem pembiayaan yang menyangkut komponen dan mekanisme pelaksanaan operasional yang meliputi pengerahan, pengumpulan, pemupukan dana, lembaga keuangan bidang perumahan, serta pengelolaan dan pemanfaatan dana.

Kebijakan pembiayaan yang menyeluruh tersebut harus didukung oleh kebijaksanaan lintas sektoral dan keterpaduan antara departemen dan instansi yang terkait, termasuk dalam hal ini adalah kebijakan bidang moneter dan fiscal.

Sumber-sumber pembiayaan pembangunan perumahan dan permukiman tersebut dapat berasal dari:

1. Dana Anggaran Pembangunan balk APBD maupun APBN 2. Sektor Perbankan

3. Pinjaman Luar Negeri 4. Bantuan/hibah Luar Negeri

(25)

Pembiayaan pembangunan tersebut harus diarahkan sesuai tujuan pembiayaan, khususnya membiayai sarana prasarana dan fasilitas lingkungan permukiman, penataan kumuh, bantuan program perumahan.

10.4.4. Sistem Pendanaan

1. Sistem Pendanaan Berskala Besar

Sistem pengerahan dan dalam mekanisme pembiayaan pembangunan perumahan meliputi:

a. Lembaga keuangan bidang perumahan dan permukiman yang diperlukan, yaituBank Tabungan Negara (BTN), Bank Hipotik perumahan dan lembagapembiayaan pemilikan perumahan, serta lembaga-lembaga usaha bersama seperti Koperasi.

b. Dana yang diperlukan dan cars dana tersebut dikerahkan dari masyarakat.

c. Penggunaan dana yang tersedia untuk pembangunan perumahan dan permukiman, termasuk system Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dan system persewaan.

d. Rangsangan berupa kebijakan perpajakan, bantuan dan subsidi pemerintah.

Sistem pendanaan pembangunan perumahan yang berskala besar umumnya melibatkan 3 pihak, yaitu pelaku pembangunan, lembaga keuangan bank maupun non bank yang beperan sebagai mediasi, dan pihak ketiga sebagai pemilik dana. Pelaku pembangunan perumahan bisa raja perseorangan maupun pengembang (developer) yang membangun atau mengembangkan perumahan yang dibiayai dengan kredit KPR berjangka panjang. Pemerintah dalam hal ini bertindak selaku regulator yang menyiapkan berbagai peraturan dan kebijakan, yang membina dan mengendalikan kegiatan pembangunan perumahan, termasuk menyiapkan serangkaian kebijakan moneter dan fiscal.

2. Sistem Pendanaan Perumahan dan Pennukiman yang Bertumpu pada Masyarakat Pada dasamya perumahan dan permukiman adalah tanggungjawab masyarakat, sedangkan pemerintah bertugas mendorong terciptanya iklim yang mendukung upaya memampukan masyarakat dalam mencukupi kebutuhan akan rumah. Sejalan dengan itu pembangunan bidang perumahan dan permukiman diarahkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat sertau paya melembagakan pembangunan perumahan

(26)

menjadi gerakan yang mengakar pada prakarsa masyarakat. Salah satu konsepsi penanganan pembangunan perumahan dan permukiman adalah pembangunan perumahan yang bertumpu pada masyarakat (community based development/CBD).

Pendekatan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat diartikan sebagai berikut:

a. Pendekatan pembangunan yang menempatkan masyarakat baik sebagaiindividu maupun kelompok, sebagai penentu dan pelaku utama, dimana seluruh pengambilan keputusan dan rencana tindak didasarkan atas kehendak dan kesepakatan kelompok.

b. Pendekatan ini juga meyakini hanya bila setiap pelaku pembangunan memainkanperannya secara aktif sesuai yang diharapkan.

c. Sebagai pendekatan yang berbasis kelompok, komunitas ini lebih aksesiblekearah perolehan bantuan pembangunan. Program-program yang disusun oleh kelompok dalam sistem pembangunan yang ada di Indonesia saat ini, akan lebih dapat dikembangkan sebagai program pembangunan yang berbantuan, melalui bantuan ini masyarakat dapat mewujudkan kebutuhan mereka akan rumah layak dalam lingkungan sehat secara kolektif.

Sumber pendanaan untuk pembangunan perumahan yang berbasis masyarakat dapat sangat beragam, yang apabila dikelompokkan terdiri dari:

a. Sumber swadaya murni,yang dikumpulkan dan dimobilisasi olehmasyarakat.

b. Dana kerjasama, yang diperoleh melalui kontribusi dari pihak lain di luar kelompok.Perikatan modal dalam bentuk ini hendaknya tidak menghapus atau mengurangi posisi kunci dari kelompok swadaya.

c. Dana pinjaman, baik yang bersifat non formal (atas dasar kekerabatan)maupun yang bersumber pada institusi formal.

d. Dana mitra, yang pada dasarnya merupakan modal awal bagi kelompokuntuk membuka akses yang diperlukan. Besaran dana mitra ini sekitar 10% dari nilai rumah yang akan dibangun, Dihimpun dari anggota dengan tujuan:

 Mengikat seluruh anggota untuk tetap komit/patuh terhadaptujuan dan upaya bersama.

(27)

 Mendisiplinkan anggota untuk menabung, yang dapat dijadikancerminan kemampuan rill kelompok dalam menyediakan dana.

e. Dana Solidaritas, yaitu sejumlah dana tambahan yang besarannyaditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama, yang dipungut bersama angsuran.

Penggunaannya diatur bersama, misalnya untuk:

 Dibukukan dalam tabungan atas nama masing-masing anggotakelompok.

 Dipergunakan untuk menutup atau menanggulangi kemacetanangsuran yang mungkin terjadi dalam perjalanan waktu, yang diterapkan atas dasar sistem tanggung renteng.

10.4.5 Penerapan Pembangunan Perumahan Dan Perumahan Berbasis Pada Masyarakat

Berikut ini beberapa contoh program pendanaan pembangunan perumahan dan permukiman berbasis masyarakat yang dapat diterapkan ditingkat daerah otonom dengan pendekatan local atau program sejenis yang dapat ditangani oleh daerah.

A. Penerapan pembangunan perumahan dan permukiman berbasispada prakarsa komunitas masyarakat (Co-Bild)

Pertama kali Program ini diaksanakan pada tahun 19941998, dari bantuan UNDP.Penerapan strategi ini kemudian dilanjutkan dengan bantuan teknis oleh pemerintah BeJanda dengan Community-Based Initiative Housing and Local Development (Co-bild). Program ini bertujuanmeningkatkan pembangunan perumahan dan permukiman bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui program dana bergulir. Pelaksanaan program ini dilakukan dengan membentuk Forum Pembangunan Kota, Lembaga Pengelola, dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).

B. Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)

Pola pendekatan penanggulangan kemiskinan ini seolah lepas sama sekali dari program pembangunan perumahan dan permukiman. Namun jika kita lihat dari berbagai sisi dan latar belakang, maka hubungan diantaranya masih sangat erat, hal itu disebabkan karena:

 P2KP juga menangani sarana dan prasarana dasar lingkunganperumahan dan permukiman.

(28)

 Masyarakat akan mampu menangani perumahannya apabila keadaan ekonominya sudah terangkat. Sedangkan P2KP bermaksud akan mengangkat kehidupan ekonomi masyarakat.

 P2KP membiasakan masyarakat dengan kelembagaan yang dipimpindan dijalankan oleh masyarakat sendiri.

 P2KP membiasakan masyarakat menggulirkan danasecarabertanggung jawab.

Program P2KP Kota Banjarbaru telah dilaksanakan mulai tahun 2008 dan secara berkesinambungan, program ini tetap berjalan sampai sekarang.

Gambar

Gambar 10.1 SUSUNAN ORGANISASI BAPPEDA DAN PM KOTA BANJARBARU KEPALA BADAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN

Referensi

Dokumen terkait

Taat dan patuh terhadap segala ketentuan atau peraturan yang berlaku sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negari

Oleh karena itu, dibutuhkan sistem informasi seleksi calon mahasiswa di Sekolah Tinggi Teknik Musi Palembang yang dapat mempermudah calon mahasiswa melakukan

Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dibutuhkan suatu sistem yang terintegrasi dimana sistem-sistem ini dapat melakukan pendeteksian suhu ruangan, pendeteksian asap,

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; (1) Gambaran minat bekerja di industri (2) Gambaran prestasi praktik kerja lapangan(PKL) dan (3) hubungan antara minat bekerja

Ada perbedaan yang sangat signifikan intensitas penggunaan SMS untuk berbincang-bincang (p = 0.000) dan perbedaan yang signifikan intensitas penggunaan SMS untuk

Tahap ini, peneliti mengadakan validasi uji kevalidan LKPD terhadap beberapa ahli materi dan media. Pada tahap ini bertujuan untuk memperoleh masukan, saran,