• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci : Karang Taruna, Keakraban, Pola interaksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Kata kunci : Karang Taruna, Keakraban, Pola interaksi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

POLA INTERAKSI ANTARA PENGURUS DAN ANGGOTA KARANG TARUNA PURONISME DI DUSUN PURON, KELURAHAN TRIMURTI, KECAMATAN

SRANDAKAN, KABUPATEN BANTUL Oleh:

Chairuddin Anwar dan Puji Lestari, M.Hum E-mail: chairuddinanwar@gmail.com

Pendidikan Sosiologi – Fakultas Ilmu Sosial – Universitas Negeri Yogyakarta

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati dan mengeksplorasi bagaimana pola interaksi yang terjadi dan dampaknya antara pengurus dan anggota Karang Taruna Puronisme di Dusun Puron, Kelurahan Trimurti Kecamatan Srandakan Kabupaten Bantul. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara semi terstruktur, dokumentasi, dan kajian kepustakaan. Validitas data menggunakan teknik triangulasi, yaitu triangulasi sumber.

Analisis data menggunakan model analisis Miles dan Huberman, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan verifikasi data. Hasil penelitian memperlihatkan beberapa temuan bahwa interaksi yang terjadi antara pengurus dan anggota Karang Taruna Puronisme tidak lepas dari hubungan akrab antara pengurus dan anggota yang sudah lama terjalin. Dari keakraban ini kemudian memunculkan pola interaksi simetris dan komplementer. Pola simetris dilihat dari anggota yang mengelak atau memberontak ketika ditunjuk menjadi panitia atau ketua panitia.

Dampak pola simetris ini adalah terhambatnya kegiatan yang dilakukan. Pola interaksi komplementer dilihat dari kepatuhan anggota terhadap arahan pengurus. Dampak dari pola komplementer ini adalah kegiatan Karang Taruna berjalan lancar dan sesuai dengan perencanaan.

Kata kunci : Karang Taruna, Keakraban, Pola interaksi

(2)

INTERACTION PATTERNS BETWEEN THE BOARD AND MEMBERS OF KARANG TARUNA PURONISME IN PURON HAMLET, TRIMURTI VILLAGE, SRANDAKAN

SUB-DISTRICT, BANTUL REGENCY

Chairuddin Anwar and Puji Lestari, M.Hum E-mail: chairuddinanwar@gmail.com

Sociology Education - Faculty of Social Science - State University of Yogyakarta

ABSTRACT

This research aims to observe and explore how the pattern of interaction and its impact between the board and members of Karang Taruna Puronisme in Puron Hamlet, Trimurti Village, Srandakan Sub-district, Bantul Regency. This research uses descriptive qualitative approach.

Selection of informants using purposive sampling technique. Data collection technique is observation, semi-structured interview, documentation, and literature review. Data validity used triangulation technique, ie source triangulation. Data analysis using Miles and Huberman analysis model, is data collecting, data reduction, data presentation and data verification. The results show some of findings that the interaction between board and members of Karang Taruna Puronisme not separated from the close relationship between board and members who have long been intertwined. Based from familiarity then elicit a pattern of symmetrical and complementary interactions. Symmetrical pattern seen from members who dodge or rebel when appointed as committee or chairman of the committee. The impact of this symmetrical pattern is the inhibition of the done activity. The complementary pattern of interaction seen from the member's compliance with the direction of the board. The impact of this complementary pattern is the activity of Karang Taruna successfully and in correspond with the planning.

Keywords: Karang Taruna, Familiarity, Interaction Pattern

(3)

Jurnal Pendidikan Sosiologi/3 PENDAHULUAN

Sebagai makhluk sosial manusia tidak lepas dari bantuan orang lain dalam kehidupannya. Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupannya tidak lepas dari hubungan timbal balik dengan manusia lain. Hubungan timbal balik ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang setiap saat akan terus berlangsung. Manusia mulai mengenal orang-orang disekitarnya sejak bayi, dimulai dari keluarga dan kemudian semakin bertambah usia maka semakin banyak orang yang dikenalnya. Semakin banyak orang yang dikenal maka akan semakin sering pula manusia akan melakukan interaksi.

Interaksi terjadi di antara dua atau lebih manusia sehingga tidak mungkin manusia yang sendirian akan melakukan interaksi. Interaksi merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. (Soekanto, 2013:

62). Interaksi yang dinamis ini menjadikan interaksi tidak hanya terjadi dalam satu waktu atau satu lingkungan saja. Dengan demikian setiap saat manusia akan selalu mengalami interaksi dimana saja dia berada dan sepanjang waktu.

Proses interaksi yang terjadi memerlukan adanya kontak dan komunikasi. Kedua hal

tersebut merupakan syarat dari berlangsungnya interaksi antara manusia yang bertukar informasi. Jika hanya terjadi kontak saja tanpa adanya komunikasi maka proses interaksi tidak akan berlangsung dikarenakan dua individu hanya melakukan kontak dan tidak ada proses komunikasi diantara keduanya. Begitu juga jika hanya ada komunikasi saja tanpa ada kontak, kedua individu melakukan komunikasi tetapi tidak saling mengetahui diantara mereka karena tidak terjadi kontak.

Komunikasi dilakukan oleh manusia untuk bertukar informasi dengan manusia lain.

Tujuan dari komunikasi tentunya berbeda antara satu manusia dengan manusia lainnya karena kepentingan setiap orang berbeda-beda.

Menurut Uchayana dalam Bungin (2013), komunikasi sebagai proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran, atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran ini bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan lain- lainnya yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keraguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati.

Karang Taruna adalah organisasi sosial kemasyarakatan sebagai wadah dan sarana pengembangan setiap anggota masyarakat yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran

(4)

Jurnal Pendidikan Sosiologi/4 dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk

masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan terutama bergerak dibidang kesejahteraan sosial (Kementerian Sosial RI, 2011: 3). Karang Taruna Puronisme yang terdapat di Dusun Puron, Kelurahan Trimurti, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul menjadi wadah kegiatan pemuda dan menjadi penggerak aktivitas pemuda Dusun Puron.

Menurut Peraturan Menteri Sosial Nomor 23 Tahun 2013, anggota masyarakat yang telah berusia 13 tahun sampai dengan 45 tahun di lingkungan desa atau kelurahan menjadi warga Karang Taruna. Karang Taruna Puronisme memiliki ketentuan pemuda Dusun Puron bisa menjadi anggota dan pengurus Karang Taruna mulai dari kelas 1 SMA (Sekolah Menengah Atas).

Antara pengurus dan anggota terjadi interaksi yang saling timbal balik di dalam kepengurusan. Interaksi yang terjadi ini terjalin dalam berbagai bentuk yang berlangsung dalam waktu tertentu sehingga interaksi yang sering dilakukan akan membentuk pola-pola di dalam Karang Taruna. Pola ini tidak hanya terjadi dalam kepengurusan saja tetapi di luar kepengurusan juga terjadi. Interaksi antara pengurus dan anggota terjadi di setiap waktu sehingga tidak hanya pada saat acara atau kegiatan Karang Taruna saja. Dengan adanya interaksi yang selalu terjalin melaui beragam

kegiatan dan aktivitas sehari-hari, maka muncul ikatan yang kuat antara sesama anggota dan pengurus Karang Taruna Puronisme. Dari ikatan ini kemudian akan memunculkan sebuah pola interaksi dalam Karang Taruna Puronisme.

Salah satu bentuk dari pola interaksi ini adalah keakraban yang tinggi terhadap sesama anggota dan pengurus Karang Taruna tanpa membedakan latar belakang yang ada

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Dusun Puron, Kelurahan Trimurti, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul. Dusun Puron memiliki Karang Taruna unit yang bernama Karang Taruna Puronisme yang beranggotakan remaja dan pemuda dusun. Penulis memilih lokasi tersebut karena ingin meneliti pola interaksi antara pengurus dan anggota Karang Taruna Puronisme.

Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan selama kurang lebih 3 (tiga) bulan sejak bulan Maret hingga Mei 2017.

Subjek Penelitian

Subjek penelitan dibutuhkan oleh peneliti untuk mencari informasi dan data yang diperlukan untuk fokus penelitian. Subjek pada penelitian ini adalah pengurus dan anggota Karang Taruna Puronisme di Dusun Puron,

(5)

Jurnal Pendidikan Sosiologi/5 Kelurahan Trimurti, Kecamatan Srandakan,

Kabupaten Bantul Bentuk Penelitian

Berdasarkan bentuk fenomena yang diangkat dalam penelitian ini, maka digunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Menurut Moleong (2012: 6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitan ini meliputi sumber data primer dan sumber data sekunder.

1. Data Primer

Sumber data primer adalah data yang dikumpulkan atau diperoleh langsung di lapangan melalui wawancara langsung dengan sumbernya (informan). Sumber data primer dalam penelitian ini adalah pengurus yang terdiri dari Ketua I, Ketua II, Ketua III, Bendahara dan Ketua Sie Keamanan. Sumber data primer selanjutnya adalah anggota Karang Taruna Puronisme Dusun Puron, Kelurahan Trimurti, Kecamatan

Srandakan, Kabupaten Bantul yang telah mengikuti kegiatan Karang Taruna minimal satu periode kepengurusan.

2. Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya. Sumber data sekunder dapat diperoleh melalui studi kepustakaan, arsip dan dokumen kegiatan Karang Taruna Puronisme, jurnal dan laporan yang relevan untuk melengkapi kegiatan penelitian ini.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara:

1. Observasi

Pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan mengamati dan mencatat serta sistematis gejala yang diselidiki.

Secara umum, observasi berarti melihat dan mengamati sendiri semua kegiatan yang berlangsung sesuai keadaan sebenarnya dan memungkinkan memahami situasi yang rumit (Moleong, 2012: 126).

Observasi dalam penelitian ini dilakukan secara langsung untuk mendukung penelitian yang dilakukan.

Peneliti mengamati interaksi yang terjadi antara pengurus dan anggota

(6)

Jurnal Pendidikan Sosiologi/6 dalam kehidupan sehari-hari dan

kegiatan Karang Taruna Puronisme.

Meskipun observasi dilakukan secara langsung, tetapi peneliti berada di luar subjek yang diteliti dan tidak terlibat secara langsung dalam keseluruhan hidup observe.

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2012: 186).

Peneliti melakukan wawancara secara mendalam semi terstruktur dengan menggunakan instrumen penelitian dan memungkinkan peneliti menambah pertanyaan untuk mencari informasi dari narasumber anggota dan pengurus Karang Taruna Puronisme di Dusun Puron, Kelurahan Trimurti, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul.

3. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian. Selama proses pencarian data, baik pada saat peneliti melakukan observasi maupun wawancara, sebagi dokumen yang

mendukung tujuan penelitian yang dikumpulkan. Dokumentsi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya- karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2010: 82). Dokumentasi yang dikumpulkan peneliti berupa data sekunder yaitu dokumentasi kegiatan Karang Taruna karena hanya digunakan untuk melengkapi dan mendukung data yang diperlukan.

Sampling

Sampling ialah menggali informasi yang menjadi dasar dari rancangan dan teori yang akan muncul (Moleong, 2012: 223-224).

Teknik yang digunakan untuk pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah dengan purposive sampling. Menurut Sugiyono (2011:

52) penentuan sampel dengan pertimbangan atau tujuan tertentu. Sehingga akan dipilih informan yang dianggap paling tahu mengenai fenomena yang akan diteliti.

Dalam penelitian ini, peneliti memilih beberapa informan untuk mencari data dan informasi dalam penelitian yang disesuaikan dengan kriteria yaitu pengurus dan anggota Karang Taruna Puronisme yang telah mengikuti kegiatan Karang Taruna minimal satu periode kepengurusan. Sampel dalam penelitian ini dari pengurus adalah Ketua I, Ketua II, Ketua III, Bendahara, dan Ketua Sie Keamanan. Sampel dari anggota adalah 3 (tiga)

(7)

Jurnal Pendidikan Sosiologi/7 orang anggota Karang Taruna Puronisme yang

sudah mengikuti kegiatan Karang Taruna selama satu periode kepengurusan dan aktif dalam berbagai acara dan kegiatan yang dilakukan.

Validitas Data

Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti, dengan demikian data yang valid adalah data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian (Sugiyono, 2009: 267). Pada penelitian ini digunakan triangulasi sumber yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton dalam Moleong, 2012: 330)

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses pengumpulan data secara sistematis untuk mempermudah peneliti dalam memperoleh kesimpulan. Menurut Bogdan yaitu proses mencari dan menyusun secara sistematik data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan temuanya dapat diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2009: 334).

Menurut Miles dan Huberman proses analisis data dilakukan melalui 4 tahap kegiatan yang terjadi secara bersama-sama yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan atau verivikasi (Miles dan Huberman, 1992: 15-21).

Keempat komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi dicatat dalam catatan lapangan yang dilakukan oleh peneliti. Catatan lapangan dibuat selengkap mungkin oleh peneliti, dengan mencantumkan penjelasan mengenai kondisi fisik yang diamati.

2. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses dimana peneliti melakukan pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstakan data hasil penelitian

3. Penyajian Data

Penyajian data dimaksudkan untuk mempermudah peneliti dalam melihat hasil penelitian. Banyaknya data yang diperoleh menyulitkan peneliti dalam melihat gambaran hasil penelitian maupun proses pengambilan kesimpulan, sebagai hasil penelitian masih berupa data yang berdiri sendiri.

4. Penarikan Kesimpulan

(8)

Jurnal Pendidikan Sosiologi/8 Tahap penarikan kesimpulan ini

menyangkut interprestasi peneliti yaitu penggambaran makna dari data yang ditampilkan. Peneliti berupaya mencari makna dibalik data yang dihasilkan dalam penelitian, serta menganalisa data kemudian menarik kesimpulan. Proses menyimpulkan merupakn proses yang membutuhkan pertimbangan yang matang.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. Interaksi Sebagai Dasar Terbentuknya Komunitas

Interaksi yang berlangsung selama kurun waktu tertentu akan membuat individu bisa menyesuaikan dirinya dengan individu atau kelompok lain. Penyesuaian ini akan membentuk sikap saling terbuka antar individu dan memudahkan komunikasi yang dilakukan. Dalam Karang Taruna Puronisme selalu terjadi interaksi yang melibatkan pengurus dan anggota di dalamnya. Interaksi yang dilakukan tidak hanya pada saat formal seperti rapat saja, tetapi pada keseharian para pengurus dan anggota di Dusun Puron.

Karang Taruna Puronisme beranggotakan remaja dan pemuda Dusun Puron. Untuk bisa masuk Karang Taruna sudah bisa dimulai sejak kelas 3 SMP yang biasa disebut sebagai pra remaja. Pra remaja ini mulai dikenalkan dengan Karang Taruna oleh anggota-anggota senior dan sedikit

demi sedikit dibimbing untuk bisa menjadi anggota dan penerus Karang Taruna. Selain dibimbing juga diikutkan dalam kegiatan- kegiatan Karang Taruna agar bisa akrab dengan anggota yang sudah ada di dalam Karang Taruna.

Lamanya waktu interaksi akan membuat anggota menjadi akrab dan saling terbuka di dalam Karang Taruna. Pada awalnya pra remaja di Dusun Puron akan diajak oleh Karang Taruna untuk mengikuti kegiatan- kegiatan yang dilakukan. Mereka akan dimasukan ke dalam sie yang di dalamnya sudah ada anggota senior Karang Taruna yang akan membimbing pra remaja ini.

Bentuk paling sederhana adalah dalam hal pencarian dana sponsor untuk kegiatan yang akan dilakukan Karang Taruna. Pencarian dana ini akan dilakukan oleh panitia humas yang dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai jumlah RT yang ada di dusun Puron.

Dalam kelompok ini terdiri dari dua anggota yaitu anggota karang taruna dan pra remaja.

2. Keakraban Sebagai Pembentuk Pola Interaksi

Hubungan akrab dalam Karang Taruna Puronisme bisa dilihat dari intensitas pertemuan setiap anggotanya. Tidak hanya pada saat pertemuan rutin saja mereka bertemu, tetapi pada saat nongkrong atau berkumpul di salah satu rumah anggota.

(9)

Jurnal Pendidikan Sosiologi/9 Kegiatan ini merupakan bentuk dari kuatnya

ikatan hubungan dalam Karang Taruna.

Biasanya jika ada anggota yang sedang berkumpul atau nongkrong maka anggota lain yang lewat atau rumahnya berdekatan akan datang untuk bergabung.

Dalam hubungan akrab diperlukan adanya rasa keramahtamahan, sehingga sebuah hubungan tidak membosankan.

Melakukan kegiatan bersama yang menyenangkan dapat membuat hubungan akrab menjadi lebih kuat. Kegiatan yang dilakukan bersama dalam Karang Taruna tidak selalu harus dalam kegiatan resmi Karang Taruna seperti agenda atau program kerja Karang Taruna. Kegiatan lain seperti nongkrong, bersepeda bersama, atau hanya sekedar jalan-jalan sore merupakan bentuk kegiatan yang menyenangkan.

Kepercayaan dalam Karang Taruna Puronisme terlihat dalam pengurus ketika akan mepersiapkan pengurus berikutnya.

Pada saat tersebut anggota yang dianggap layak untuk meneruskan menjadi pengurus akan dibimbing oleh pengurus.

Pembimbingan ini bisa dilakukan dengan mengikutsertakan mereka dalam kegiatan pengurus. Seperti pada bendahara yang sudah beberapa kali menjabat sebagai pengurus mulai membimbing anggota yang

dianggap bisa untuk menjadi bendahara pada periode selanjutnya.

Adanya pengungkapan diri dalam Karang Taruna akan memudahkan anggota dan pengurus dalam berbagi gagasan untuk merencanakan kegiatan. Ide-ide sebuah kegiatan biasanya bisa timbul secara tiba- tiba atau tanpa perencanaan. Pengungakapan gagasan ini lebih banyak terjadi ketika sedang dalam kegiatan nongkrong atau kegiatan non formal lainnya. Hal ini dikarenakan suasana lebih santai daripada ketika pertemuan rutin Karang Taruna.

Suasana yang santai ini membuat tidak adanya hubungan formal antara pengurus dan anggota, dalam suasana ini baik dan anggota ataupun pengurus tidak menggunakan identitasnya dalam Karang Taruna tetapi mereka disini sebagai teman yang sedang nongkrong dan saling berinteraksi satu sama lain.

Tanggung jawab dalam keakraban di Karang Taruna Puron dilihat pada pertemuan rutin yang dilakukan selapan hari sekali. Pertemuan ini dilakuakan setiap malam Minggu Pahing di rumah pemuda Dusun Puron secara bergantian di setiap RT.

Pada pertemuan ini semua anggota dan pengurus wajib untuk mengikuti karena akan ada evaluasi kegiatan dan pembahasan untuk kegiatan selanjutnya. Pertemuan ini juga

(10)

Jurnal Pendidikan Sosiologi/10 menjadi ajang untuk bertemu semua pemuda

Dusun Puron.

Pola interaksi di dalam Karang Taruna Puronisme itu sendiri terjadi dari interaksi yang terus-menrus sepanjang waktu dan berulang. Interaksi terjadi disetiap waktu tidak hanya pada saat kegiatan Karang Taruna saja. Dalam kehidupan sehari-hari yang ada di Dusun Puron, anggota dan pengurus Karang Taruna selau terlibat dalam interaksi. Pola interaksi dalam Karang Taruna Puronisme terbagi menjadi dua yaitu simetri dan komplementer. Kedua jenis pola ini terlihat jelas dalam kegiatan dan keseharian anggota dan pengurus Karang Taruna yang ada di Dusun Puron.

1. Pola Interaksi Simetris

Bentuk simetris terlihat dari sikap anggota dalam menerima arahan dari ketua Karang Taruna atau Ketua Panitia.

Kadang ada yang secara langsung menolak atau memberontak dan ada yang secara halus mengelak dalam menanggapi. Sikap berontak yang ditunjukan hanya sebatas tidakan dalam kepanitiaan yang seolah-olah melawan atau tidak sejalan dengan rencana kegiatan. Anggota yang memberontak tersebut dibiarkan saja oleh pengurus dan panitia lain dalam kegiatan.

Pola simetris ini memunculkan konflik dalam Karang Taruna Puronisme.

Konflik tersebut terlihat dalam penjelasan di atas berupa munculnya dua kubu dalam kepanitiaan kegiatan Karang Taruna yang saling berbeda pendapat terhadap kegiatan yang akan dilakukan. Kemudian adanya anggota yang mengelak terhadap arahan dan instruksi pengurus yang diberikan. Anggota yang mengelak ini dapat juga disertai dengan sikap berontak karena tidak sepakat dengan hasil keputusan yang sudah dibuat oleh pengurus. Perdebatan antara pengurus dan anggota dalam rapat atau rencana kegiatan juga memunculkan sebuah konflik di dalam Karang Taruna Puronisme, adanya debat tersebut karena perencanaan yang dibuat tidak disetujui atau kurang disepakati secara bersama oleh pengurus dan anggota Karang Taruna

2. Dampak Pola Interaksi Simetris

Dampak dari bentuk simetris ini terlihat dari keberlangsungan acara yang dilakukan mulai dari perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan akan mengalami dampak. Dampak paling jelas disini adalah kurangnya koordinasi yang ada dan arahan-arahan yang diberikan menjadi tidak maksimal. Arahan dari

(11)

Jurnal Pendidikan Sosiologi/11 panitia inti kepada anggota panitia atau

dari pengurus kepada panitia akan terhenti pada tingkat tertentu karena adanya yang mengelak atau memberikan argumen terhadap arahan yang disampaikan.

Bentuk Simetris ini membuat anggota- anggota lain dalam Karang Taruna Puronisme lebih aktif dan ikut dalam pembahasan yang ada. Seperti pada saat rapat pembentukan Posyandu Remaja terjadi perdebatan antara pengurus tentang pemilihan anggota dari Posyandu Remaja. Untuk menengahi perdebatan tersebut salah satu pengurus meminta anggota Karang Taruna untuk memberikan usulan terkait siapa yang tepat untuk menjadi anggota Posyandu Remaja. Dengan menggunakan cara tersebut maka sebagian besar anggota Karang Taruna yang sebelumnya kurang aktif dalam mengikuti rapat menjadi aktif dengan memberikan masukan kepada pengurus.

3. Pola Interaksi Komplementer

Bentuk pola interaksi komplementer terlihat pada anggota dalam kepanitaan yang patuh atau langsung melaksanakan arahan yang diberikan. Pada pembentukan panitia yang melibatkan semua pemuda di Dusun Puron, pengurus

akan menunjuk siapa saja yang akan menjadi panitia kegiatan tersebut. Seperti pada saat pembentukan panitia merti dusun yang digabung dengan panitia dari warga masyarakat. Anggota dan pengurus dari Karang Taruna yang ditunjuk langsung bersedia menjadi panitia dan mampu menjalankan tugasnya hingga berakhirnya acara.

Dalam Karang taruna Puronisme hampir semua anggota bisa tanggap dan langsung menerima jika ditunjuk sebagai panitia.

Anggota yang tanggap ini diharapkan bisa menjadi contoh untuk anggota- anggota lain agar bisa juga tanggap dan tidak mengelak ketika diberikan arahan.

Mereka yang tanggap ini dijadikan contoh kepada anggota lain dan diberikan apresisasi oleh pengurus dalam Karang Taruna. Pemberian apresiasi ini dilakukan pada saat berakhirnya periode kepengerusan pada setiap tahun dengan memberikan nominasi-nominasi kepada anggota. Pemberian nominasi ini dilakukan pada saat acara refreshing yang diikuti oleh semua anggota dan pengurus di dalam karang Taruna

4. Dampak Pola Interaksi Komplementer Dampak dari pola komplementer ini dirasakan bermanfaat oleh pengurus dan anggota Karang Taruna. Kegiatan yang

(12)

Jurnal Pendidikan Sosiologi/12 dilaksanakan bisa berjalan dengan lancar

dan baik dan target dari kegiatan tercapai.

Kegiatan Karang Taruna yang berjalan dengan baik akan menimbulkan kesan yang baik pula dari masyarakat terhadap Karang Taruna. Apresiasi dari masyarakat yang diberikan setelah kegiatan berlangsung akan membuat panitia dan seluruh anggota Karang Taruna merasa bangga dengan kegiatan yang sudah dicapai.

Bentuk komplementer ini juga akan menimbulkan adanya anggota yang pasif dalam setiap rapat dan kegiatan Karang Taruna Puronisme. Anggota yang cenderung patuh tidak akan memberikan masukan atau kritik kepada pengurus.

Anggota ini lebih suka menerima segala keputusan dalam pembahasan dan melaksanakannya agar tidak terlalu lama dibahas dan cepat selesai

KESIMPULAN DAN SARAN

Pengurus dan anggota dalam Karang Taruna Puronisme menjalin hubungan yang akrab, baik antara pengurus dan pengurus, pengurus dan anggota, anggota dan anggota.

Hubungan akrab yang terjadi ini terjadi dari interaksi yang terus-menerus terjadi dan intensistas bertemu yang sering. Hubungan akrab yang terjadi ini mempunyai sifat keramahtamahan dan kasih sayang,

kepercayaan, pengungkapan diri , dan tanggung jawab. Sifat tersebut terlihat dalam hubungan akrab yang terjadi di dalam Karang Taruna.

Pola interaksi simetris merupakan pola dimana dua orang saling memberikan tanggapan dengan cara yang sama. Jika seseorang menyatakan bahwa ia yang berwenang terhadap sesuati (memiliki kontrol), tetapi sebaliknya orang lain akan menyatakan ia yang memegang kontrol terhadap sesuatu itu, maka kondisi ini merupakan hubungan simetris. Bentuk pola ini dalam Karang Taruna Puronisme terlihat dari sikap anggota yang mengelak atau memberontak kepada pengurus dan ketua panitia dalam kegiatan. Sikap ini terjadi ketika anggota merasa tidak setuju atau lebih tahu terhadap keputusan yang dibuat oleh pengurus atau ketua panitia kegiatan.

Dampak pola interkasi simetris ini membuat kegiatan Karang Taruna menjadi terhambat dan tidak sesuai rencana. Kegiatan yang terhambat ini diatasi dengan memberikan back up kepada kepanitiaan dari pengurus atau anggota senior Karang Taruna. Pengurus dan anggota senior yang tidak ikut ke dalam kepanitiaan memberikan bantuan dengan ikut melaksanakan kegiatan dan mendukung panitia yang sudah terbentuk. Jika masih dirasa kurang maka anggota yang menghambat tersebut akan diganti dengan anggota lain yang lebih mampu.

(13)

Jurnal Pendidikan Sosiologi/13 Pola interaksi terjadi jika komunikator

memberikan tanggapan dengan arah yang berbeda atau berlawanan. Jika seseorang menunjukan perilaku berkuasa (dominan), maka pihak lainnya bersifat patuh. Bentuk kepatuhan kepada pengurus atau ketua panitia ini terlihat dari anggota yang langsung melaksanakan setiap arahan yang diberikan.

Anggota akan langsung melaksanakan arahan tanpa memberikan argumen atau mengelak.

Dampak dari pola komplementer ini akan terlihat dari kegiatan Karang Taruna yang berjalan lancar dan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Anggota yang menerima ketika ditunjuk menjadi ketua akan dibimbing oleh anggota-anggota lain dan pengurus. Anggota dan pengurus akan memaklumi setiap kekurangan yang terjadi jika ketua tersebut baru pertama kali melakukan tugasnya sebagai bentuk pembelajaran.

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Bagi pengurus Karang Taruna Puronisme Pengurus Karang Taruna Puronisme hendaknya melakukan upaya-upaya agar anggota Karang Taruna bisa tetap menjaga interaksi dengan pengurus di dalam kegiatan Karang Taruna dan kehidupan sehari-hari.

Kemudian menumbuhkan sikap aktif memberikan pendapat terhadap anggota

dengan tetap menggunakan sopan-santun agar anggota tidak hanya ikut berpendapat ketika sudah ada perdebatan antara pengurus ketika tidak ditemukan solusi untuk sebuah masalah atau pembahasan.

2. Bagi anggota Karang Taruna Puronisme Bagi anggota Karang Taruna Puronisme diharapkan dapat menumbuhkan sikap aktif dalam memberikan pendapat pada saat rapat dan pembahasan kegiatan. Keaktifan anggota dapat membantu pengurus dalam merencanakan kegiatan dan agenda Karang Taruna sehingga semua di dalam Karang Taruna bisa aktif terlibat. Anggota tetap menjaga interaksinya dengan pengurus agar bisa selalu berpartisipasi dalam kegiatan Karang Taruna yang berlangsung di Dusun Puron.

Daftar Pustaka

Afidah, Nuryanti. (2014). Komunikasi Organisasi Karang Taruna Dalam Membangun Solidaritas Antar Anggota (Studi kasus Karang Taruna Setya Bhakti, Ds. Pagerwojo, Kec.Buduran, Kab. Sidoarjo). Skripsi S1. Tidak Diterbitkan. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Amirin, T, M. (1990). Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers

Anwar, Yesmi & Adang. (2013). Sosiologi untuk Universitas. Bandung: Refika Aditama

Bungin, Burhan. (2013). Sosiologi Komunikasi.

Jakarta: Kencana

(14)

Jurnal Pendidikan Sosiologi/14 Devito, Joseph A. (2011). Komunikasi Antar

Manusia. Jakarta: Karisma Publishing Fatoni, Muhammad, Taufik. (2015). Peranan

Karang Taruna Sejati Dalam Upaya Pemberdayaan Pemuda Pada Bidang Wirausaha Di Desa Sendangsari, Pajangan, Bantul. Skripsi S1. Tidak Diterbitkan. Universitas Negeri Yogyakarta

Harsono, dkk. (2015). Analisa Gaya Kepemimpinan dan Komunikasi Organisasi antara Atasan-Bawahan dalam Membangun Budaya Organisasi di Lingkungan Sekretariat DPRD Kota Bengkulu. Jurnal Komunikasi KAREBA.

(4)3. 328-342

Hasnawiyah. (2016). Kajian Interaksi Sosial Antara Pemimpin Dengan Karyawan Pada Toko Buku Gramedia Samarinda.

eJournal Sosiatri - Sosologi. (4)1. 44-58 Hidayat, Dasrun. (2012). Komunikasi Antar Pribadi dan Medianya. Yogyakarta:

Graha Ilmu

Kementerian Sosial RI. 2011. Pedoman Dasar Karang Taruna. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan

Megasari, Ni, Ketut, Diana, Ayu, dkk. (2016).

Pola Komunikasi Komunitas Vespa Dalam Mempertahankan Solidaritas Kelompok (Studi Pada KUTU Vespa

Region Bali). eJournal Medium. (1)1. 1- 10

Miles & Huberman. (1992). Analisa Data Kualitatif. Jakarta: UI Press

Moleong, Lexy J. (2012). Metodologi Penelitan Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Morissan, Wardani, Andy Corry. (2009). Teori Komunikasi. Jakarta: Ghalia Indonesia Ningrum & Yani. (2015). Pola Interaksi Sosial

Antar Pedagang di Wilayah Ampel Surabaya. Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan. (2)3. 497-511

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2013 tentang Pemberdayaan Karang Taruna. Jakarta:

Kemensos

Purba, Fristiwani, Eka. (2015). Fungsi Down/Upward Comunication dalam Organisasi (Studi Deskriptif Tentang Fungsi Down/Upward Communication di PT. Kalbe Farma Tbk, Cabang Medan).

Jurnal FLOW. (2)9. 1-10

Soekanto, Soerjono. (2013). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:Rajawali Press

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif, dan R&D.

Bandung: CV Alfabeta

Usman & Akbar. (2009). Metode Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Referensi

Dokumen terkait

The results of this study showed that there was a progress difference between pre-test and post- test for learners' vocabulary abilities, which reveals that learners‘

Lebih lanjut al-Attas mengatakan bahwa pengislaman konsep dasar adab sebagai suatu undangan perjamuan bersama seluruh konsep yang terkandung di dalamnya termasuk juga

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh kepuasan konsumen, biaya berpindah, persepsi harga, dan citra perusahaan terhadap loyalitas konsumen pada

 Arsitektur modern di Indonesia pada abad XIX ditandai dengan bangkitnya kembali gaya klasik, yang terlihat pada pembangunan gedung – gedung yang cenderung

Menurut American Psychiatric Association (APA) dalam Isaacs (2005), mengemukakan ciri-ciri utama dalam gangguan ini adalah obsesi (ide persisten) atau kompulsi (dorongan yang tidak

Ini merupakan kelainan yang biasa didapatkan di daerah beriklim sedang, bahkan lebih sering lagi terdapat di daerah beriklim tropis.Tujuan dari penelitian ini untuk

Berdasarkan bagan tersebut dapat dicermati dengan jelas pentingnya penelusuran alumni terkait dengan apa yang dilakukan di masyarakat menuju penguatan pembangunan Indonesia saat

Skripsi ini akan membahas mengenai eksepsi terhadap gugatan yang bersifat prematur, alasan hukum pengajuan eksepsi tersebut dan proses pengajuan eksepsi terhadap gugatan yang