• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan Siswi SMK Negeri 1 Medan Tentang Infeksi Menular Seksual Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Pengetahuan Siswi SMK Negeri 1 Medan Tentang Infeksi Menular Seksual Tahun 2010"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Angket Penelitian

Lampiran 3 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian Lampiran 4 Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Lampiran 5 Ethical Clearance

(2)

ABSTRAK

Infeksi menular seksual masih menjadi masalah kesehatan, sosial maupun ekonomi di banyak negara. Kebanyakan penderita infeksi menular seksual adalah remaja usia 15-29 tahun. Data organisasi kesehatan dunia menunjukkan insidensi infeksi menular seksual semakin meningkat pada wanita, bahkan pada beberapa penyakit infeksi menular seksual kebanyakan penderitanya didominasi oleh wanita. Sebagai contoh, di Amerika, jumlah wanita yang menderita infeksi klamidial 3 kali lebih tinggi dari laki- laki. Dari seluruh wanita yang menderita infeksi klamidial, golongan umur yang memberikan kontribusi yang besar ialah umur 15-24 tahun. Di Afrika bagian Sahara, angka kejadian herpes simpleks pada wanita berkisar antara 40-80%, sedangkan pada laki-laki berkisar antara 10-50%. Tingginya insidensi infeksi menular seksual di kalangan remaja, khususnya wanita, salah satu penyebabnya adalah tingkat pengetahuan remaja terhadap infeksi menular seksual yang relatif masih rendah. Ini tergambar dari pendidikan seks yang hampir tidak ada di sekolah-sekolah di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan siswi SMK Negeri 1 Medan terhadap infeksi menular seksual. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif desain Cross Sectional Study. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 90 orang dengan tingkat ketepatan relatif (d) sebesar 0,1. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik stratified random

sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan siswi SMK Negeri 1 Medan terhadap infeksi menular seksual berada dalam kategori cukup (54,4%).

Dari hasil penelitian ini diharapkan pihak sekolah maupun luar sekolah ,dalam hal ini adalah orang tua, untuk dapat memberikan informasi mengenai kesehatan reproduksi dan pendidikan seks pada siswi di sekolah tersebut.

(3)

ABSTRACT

Sexually Transmitted Infection (STIs) remains as a current health problem, affecting both social and economic sector in various countries. Youth, aged 15-29, forms the biggest population of STIs patients. Data from World Health Organization (WHO) show that more and more increasing STIs in woman, moreover in some STIs infections are predominance of woman. For example, in USA, prevalence of chlamydial infection in women is three times more high than man. From all of the woman with chlamydial infection, the most common age is about 15-24 years old. Data from sub-Saharan Africa show that 30% to 80% of women and 10% to 50% of men are infected from Herpes simplex virus. One of probable cause of high STIs incidents level among teenagers, especially woman, is poor level of knowledge about STIs.

The research aimed to find out the knowledge of female student of SMK Negeri 1 Medan towards STIs. The research was a descriptive study and was conducted with cross-sectional approach survey method. A total of 90 sampels were collected with relatively accuracy (d) of 0,1. Sampling was conducted through stratified random sampling technique.

The result of the study shows that the level of knowledge for most of the female students in SMK Negeri 1 Medan towards STIs is categorized as sufficient (54,4%).

From the results mentioned above, it is strongly recommended that both school administers and family members, in this case the parents, could work together in educating the female students regarding health reproduction issues as well as sex education concurrently.

(4)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual (Daili, 2007; Djuanda, 2007). Sejak tahun 1998, istilah STD mulai berubah menjadi STI (Sexually Transmitted Infection), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik (Daili, 2009). Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhoeae, chlamydia, syphilis, trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis B. Dalam semua masyarakat, Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan penyakit yang paling sering dari semua infeksi (Holmes, 2005; Kasper, 2005).

Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda laki- laki dan penyebab kedua terbesar pada dewasa muda perempuan di negara berkembang. Dewasa dan remaja (15- 24 tahun) merupakan 25% dari semua

populasi yang aktif secara seksual, tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus IMS baru yang didapat. Kasus- kasus IMS yang terdeteksi hanya menggambarkan 50%- 80% dari semua kasus IMS yang ada di Amerika. Ini mencerminkan keterbatasan “screening” dan rendahnya pemberitaan akan IMS

(Da Ros, 2008).

(5)

(WHO, 2007). Di Amerika, jumlah wanita yang menderita infeksi klamidial 3 kali lebih tinggi dari laki- laki. Dari seluruh wanita yang menderita infeksi klamidial, golongan umur yang memberikan kontribusi yang besar ialah umur 15-24 tahun

(CDC, 2008). Di Indonesia sendiri, telah banyak laporan mengenai prevalensi infeksi menular seksual ini. Beberapa laporan yang ada dari beberapa lokasi antara tahun 1999 sampai 2001 menunjukkan prevalensi infeksi gonore dan klamidia yang tinggi antara 20%-35% (Jazan, 2003). Selain klamidia, sifilis maupun gonore , infeksi HIV/AIDS saat ini juga menjadi perhatian karena peningkatan angka kejadiannya yang terus bertumbuh dari waktu ke waktu. Jumlah penderita HIV/AIDS dapat digambarkan sebagai fenomena gunung es, yaitu jumlah penderita yang dilaporkan jauh lebih kecil daripada jumlah sebenarnya. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia yang sebenarnya belum diketahui secara pasti. Diperkirakan jumlah orang dengan HIV di Indonesia pada akhir tahun 2003 mencapai 90.000 – 130.000 orang. Sampai dengan Desember 2008, pengidap HIV positif yang terdeteksi adalah sebanyak 6.015 kasus. Sedangkan kumulatif kasus AIDS sebanyak 16.110 kasus atau terdapat tambahan 4.969 kasus baru selama tahun 2008. Kematian karena AIDS hingga tahun 2008 sebanyak 3.362 kematian (Depkes, 2009). Di Propinsi Sumatera Utara sendiri, dari 12.855.845 jumlah

penduduk yang tercatat, ada sedikitnya 2947 yang menderita infeksi menular seksual (Depkes, 2008).

Penyakit menular seksual juga merupakan penyebab infertilitas yang tersering, terutama pada wanita. Antara 10% dan 40% dari wanita yang menderita

infeksi klamidial yang tidak tertangani akan berkembang menjadi pelvic

inflammatory disease (WHO, 2008).

(6)

yang diakukan oleh pemerintah dan badan-badan kesehatan lainnya. Tidak adanya mata pelajaran yang secara khusus mengajarkan dan memberikan informasi bagi murid sekolah menengah atas, terutama siswi, juga menjadi salah satu penyebab

tingginya angka kejadian infeksi menular seksual di kalangan remaja.

Oleh karena itu, penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian yang dapat menggambarkan pengetahuan siswi sekolah menengah atas akan infeksi menular seksual. Penulis memilih SMKN 1 Medan sebagai tempat penelitian karena mayoritas muridnya ialah siswi, sehingga dapat mewakili siswi sekolah menengah atas secara umum.

1.2. Rumusan Masalah

Karena tingginya angka kejadian infeksi menular seksual di kalangan remaja sekolah menengah atas diperlukan suatu penelitian deskriptif terhadap siswi sekolah menengah atas untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu bagaimanakah gambaran pengetahuan siswi SMKN 1 Medan tentang infeksi menular seksual.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran pengetahuan siswi SMK Negeri 1 Medan tentang infeksi menular seksual.

1.3.2. Tujuan Khusus,

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Memperoleh informasi tentang pengetahuan siswi SMK Negeri 1 Medan terhadap infeksi menular seksual.

(7)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai:

1. Memberikan gambaran pada siswi sekolah menengah atas tentang

bahayanya infeksi menular seksual dan cara- cara pencegahannya. 2. Memberikan informasi bagi pemerintah akan gambaran pengetahuan

remaja siswi terhadap infeksi menular seksual.

3. Menjadi sumber informasi bagi pemerintah dan praktisi- praktisi kesehatan untuk dapat menjalankan program- program penyuluhan ke sekolah- sekolah tentang bahayanya IMS.

(8)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Menular Seksual

2.1.1. Definisi dan Epidemiologi Infeksi Menular Seksual

Penyakit kelamin (veneral diseases) sudah lama dikenal dan beberapa di antaranya sangat populer di Indonesia yaitu sifilis dan gonore. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan, seiring dengan perkembangan peradaban masyarakat, banyak ditemukan penyakit-penyakit baru, sehingga istilah tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexually transmitted disease (STD) atau Penyakit Menular Seksual (PMS) (Hakim, 2009; Daili, 2009).

Perubahan istilah tersebut memberi dampak terhadap spektrum PMS yang semakin luas karena selain penyakit-penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit kelamin (VD) yaitu sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma venerum dan granuloma inguinale juga termasuk uretritis non gonore (UNG), kondiloma akuminata, herpes genitalis, kandidosis, trikomoniasis, bakterial vaginosis, hepatitis, moluskum kontagiosum, skabies, pedikulosis, dan lain-lain. Sejak tahun 1998, istilah STD mulai berubah menjadi STI (Sexually Transmitted Infection),

agar dapat menjangkau penderita asimtomatik (Hakim, 2009; Daili, 2009).

Peningkatan insidens IMS dan penyebarannya di seluruh dunia tidak dapat diperkirakan secara tepat. Di beberapa negara disebutkan bahwa pelaksanaan program penyuluhan yang intensif akan menurunkan insiden IMS

(9)

antibiotik, misalnya munculnya galur multiresisten Neisseria gonorrhoeae,

Haemophylus ducreyi dan Trichomonas vaginalis yang resisten terhadap

metronidazole. Perubahan pola infeksi maupun resistensi tidak terlepas dari

faktor-faktor yang mempengaruhinya (Hakim, 2009; Daili, 2009).

Menurut Hakim (2009) dalam Daili (2009), perubahan pola distribusi maupun pola perilaku penyakit tersebut di atas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu:

1. Faktor dasar

a) Adanya penularan penyakit b) Berganti-ganti pasangan seksual 2. Faktor medis

a) Gejala klinis pada wanita dan homoseksual yang asimtomatis b) Pengobatan modern

c) Pengobatan yang mudah, murah, cepat dan efektif, sehingga risiko resistensi tinggi, dan bila disalahgunakan akan meningkatkan risiko penyebaran infeksi.

3. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan pil KB hanya bermanfaat bagi pencegahan kehamilan saja, berbeda dengan kondom yang juga dapat digunakan sebagai alat pencegahan terhadap penularan IMS.

4. Faktor sosial

a) Mobilitas penduduk b) Prostitusi

c) Waktu yang santai

d) Kebebasan individu e) Ketidaktahuan

(10)

Menurut Hakim (2009) dalam Daili (2009), yang tergolong kelompok risiko tinggi adalah:

1. Usia

a) 20-34 tahun pada laki-laki b) 16-24 tahun pada wanita

c) 20-24 tahun pada kedua jenis kelamin 2. Pelancong

3. Pekerja seksual komersial atau wanita tuna susila 4. Pecandu narkotik

5. Homoseksual

2.1.2. Penyebab Infeksi Menular Seksual

Menurut Handsfield (2001), infeksi menular seksual dapat diklasifikasikan menurut agen penyebabnya, yakni:

a. Dari golongan bakteri, yakni Neisseria gonorrhoeae, Treponema

pallidum, Chlamydia trachomatis, Haemophilus ducreyi, Calymmatobacterium granulomatis, Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis, Salmonella sp., Shigella

sp., Campylobacter sp., Streptococcus grup B., Mobiluncus sp.

b. Dari golongan protozoa, yakni Trichomonas vaginalis, Entamoeba

histolytica, Giardia lamblia, dan protozoa enterik lainnya.

c. Dari golongan virus, yakni Human Immunodeficiency Virus (tipe 1 dan 2), Herpes Simplex Virus (tipe 1 dan 2), Human Papiloma Virus

(banyak tipe), Cytomegalovirus, Epstein-Barr Virus, Molluscum

contagiosum virus, dan virus-virus enterik lainnya.

d. Dari golongan ekoparasit, yakni Pthirus pubis, Sarcoptes scabei. Sedangkan menurut Daili (2009), selain disebabkan oleh agen-agen diatas, infeksi menular seksual juga dapat disebabkan oleh jamur, yakni jamur Candida

(11)

2.1.3. Cara Penularan Infeksi Menular Seksual

Cara penularan IMS adalah dengan cara kontak langsung yaitu kontak dengan eksudat infeksius dari lesi kulit atau selaput lendir pada saat melakukan

hubungan seksual dengan pasangan yang telah tertular. Lesi bisa terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Pemajanan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual (vaginal, oral, anal).

Penularan IMS juga dapat terjadi dengan cara lain, yaitu : Melalui darah :

1. transfusi darah dengan darah yang sudah terinfeksi HIV. 2. saling bertukar jarum suntik pada pemakaian narkoba.

3. tertusuk jarum suntik yang tidak steril secara sengaja/ tidak sengaja. 4. menindik telinga atau tato dengan jarum yang tidak steril.

5. penggunaan alat pisau cukur secara bersama-sama (khususnya jika terluka dan menyisakan darah pada alat).

6. dari ibu kepada bayi: saat hamil, saat melahirkan, dan saat menyusui.

Menurut Depkes RI (2006), penularan infeksi menular seksual dapat melalui beberapa cara, yakni bisa melalui hubungan seksual, berkaitan dengan prosedur medis (iatrogenik), dan bisa juga berasal dari infeksi endogen. Infeksi endogen adalah infeksi yang berasal dari pertumbuhan organisme yang berlebihan

secara normal hidup di vagina dan juga ditularkan melalui hubungan seksual. Sedangkan infeksi menular seksual akibat iatrogenik disebabkan oleh prosedur-prosedur medis seperti pemasangan IUD (Intra Uterine Device), aborsi dan proses kelahiran bayi.

2.1.4. Gejala Klinis dan Diagnosa Infeksi Menular Seksual

(12)

bersifat fatal (misalnya kanker serviks, kehamilan ektopik, dan sepsis). Konsekuensi juga terjadi pada bayi yang dikandungnya, jika perempuan tersebut terinfeksi pada saat hamil (bayi lahir mati, kebutaan) (Kesrepro, 2007).

Gejala infeksi menular seksual bisa berupa gatal dan adanya sekret di sekitar alat kelamin, benjolan atau lecet disekitar alat kelamin, bengkak disekitar alat kelamin, buang air kecil yang lebih sering dari biasanya, demam, lemah, kulit menguning dan rasa nyeri disekujur tubuh, kehilangan berat badan, diare, keringat malam, pada wanita bisa keluar darah diluar masa menstruasi, rasa panas seperti terbakar atau sakit saat buang air kecil, kemerahan disekitar alat kelamin, rasa sakit pada perut bagian bawah pada wanita diluar masa menstruasi, dan adanya bercak darah setelah berhubungan seksual (WHO, 2001).

Diagnosis infeksi menular seksual dilakukan melalui proses anamnesa, diikuti pemeriksaan fisik, dan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium (Daili, 2009).

2.1.5. Komplikasi Infeksi Menular Seksual

Infeksi menular seksual yang tidak ditangani dapat menyebabkan kemandulan, merusak penglihatan, otak dan hati, menyebabkan kanker leher rahim, menular pada bayi, rentan terhadap HIV, dan beberapa infeksi menular

seksual dapat menyebabkan kematian (Dinkes Surabaya, 2009).

2.1.6. Pencegahan Infeksi Menular Seksual

Menurut WHO (2006), pencegahan infeksi menular seksual terdiri dari

(13)

Menurut Depkes RI (2006), langkah terbaik untuk mencegah infeksi menular seksual adalah menghindari kontak langsung dengan cara berikut:

a. Menunda kegiatan seks bagi remaja (abstinensia).

b. Menghindari bergonta-ganti pasangan seksual. c. Memakai kondom dengan benar dan konsisten.

Selain pencegahan diatas, pencegahan infeksi menular seksual juga dapat dilakukan dengan mencegah masuknya transfusi darah yang belum diperiksa kebersihannya dari mikroorganisme penyebab infeksi menular seksual, berhati-hati dalam menangani segala sesuatu yang berhubungan dengan darah segar, mencegah pemakaian alat-alat yang tembus kulit (jarum suntik, alat tindik) yang tidak steril, dan menjaga kebersihan alat reproduksi sehingga meminimalisir penularan (Dinkes Surabaya, 2009).

2.2. Bahaya dan Dampak Sosial Terhadap Penderita Infeksi Menular Seksual

Sepuluh tahun terakhir, IMS (terutama HIV/ AIDS) meningkat jumlahnya dan sangat mempengaruhi kehidupan berjuta-juta orang di seluruh dunia. Pada beberapa orang dan rumah tangga, efek dari HIV/ AIDS menjadi berlipat ganda. Selain meningkatkan ketidaknormalan dan kematian, juga mengakibatkan

kelumpuhan total yang dapat mengancam produktivitas di sektor ekonomi keluarga maupun secara makro.

Secara garis besar, dampak sosial terhadap penderita IMS (Infeksi Menular Seksual) terutama HIV/ AIDS terbagi beberapa kategori, yaitu:

Ekonomi dan Demografi, produktivitas pembangunan dan produksi pertanian, penekanan pada sektor kesehatan, rumah tangga dan keluarga, anak-anak, wanita, diskriminasi HIV/AIDS serta dampak HIV/AIDS terhadap seseorang (Kader Karang Taruna Jatim, 2001).

1. Ekonomi dan demografi

(14)

secara tidak langsung antara lain kehilangan harapan hidup yang diakibatkan oleh IMS/ AIDS itu sendiri.

Upaya untuk menilai kerugian yang ditimbulkan oleh IMS serta HIV/

AIDS sangat luar biasa, dimana hal ini perlu dilakukan seiring dengan kebutuhan akan pengukuran “value of person’s life” terhadap pendapatan seseorang. Jadi dapat dikatakan bahwa dampak dari IMS serta HIV/ AIDS adalah kehilangan pendapatan.

2. Produktivitas

Dampak dari IMS, HIV/ AIDS terhadap tingkat produktivitas tidak hanya meningkatkan ketidaknormalan dan kematian, tetapi juga meningkatkan ketidakhadiran pekerja karena kesakitan. Pada beberapa kasus AIDS mengakibatkan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan dan otomatis menjadi member atau langganan dari pusat pelayanan kesehatan tersebut.

Selain itu IMS/ AIDS dapat menurunkan produktivitas. Adanya pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja yang terinfeksi HIV, tidak hanya akan meniadakan pendapatan pekerja tersebut, tetapi juga kesempatan berkontribusi di sektor ekonomi, diskriminasi di tempat kerja. Hal ini dilaporkan hampir terjadi di semua bagian.

3. Pembangunan dan produksi pertanian

Seperti juga di sektor-sektor lain diatas, perusahaan dan sumber mata pencaharian di bidang pertanian juga terkena dampak dari terjadinya penyakit menular seksual seperti HIV/ AIDS, antara lain dapat mengakibatkan

kemiskinan seseorang maupun masyarakat pertanian di seluruh sistem ekologi yang ada serta kerugian sosial yang tidak terukur dengan nilai.

2.3. Upaya Pengendalian IMS

(15)

kehamilan ektopik, disfungsi seksual, kematian janin, infeksi neonatus, bayi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), kecacatan bahkan kematian.

Prinsip umum pengendalian IMS adalah bertujuan untuk memutus rantai

penularan infeksi IMS dan mencegah berkembangnya IMS dan komplikasinya. Tujuan tersebut dapat dicapai bila ada penyatuan semua sumber daya dan dana untuk kegiatan pengendalian IMS, termasuk HIV/ AIDS (Kader Karang Taruna Jatim, 2001).

Upaya tersebut meliputi: 1. Upaya promotif

a. Pendidikan seks yang tepat untuk mengikis ketidaktahuan tentang seksualitas dan IMS.

b. Meningkatkan pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama untuk tidak berhubungan seks selain pasangannya.

c. Menjaga keharmonisan hubungan suami istri tidak menyeleweng untuk meningkatkan ketahanan keluarga.

2. Upaya preventif

a. Hindari hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan atau dengan pekerja seks komersial (WTS).

b. Bila merasa terkena IMS, hindari melakukan hubungan seksual.

c. Bila tidak terhindarkan, untuk mencegah penularan pergunakan kondom. d. Memberikan penyuluhan dan pemeriksaan rutin pada kelompok risiko

tinggi.

e. Penyuluhan dan pemeriksaan terhadap partner seksual penderita IMS.

3. Upaya kuratif

a. Peningkatan kemampuan diagnosis dan pengobatan IMS yang tepat.

b. Membatasi komplikasi dengan melakukan pengobatan dini dan efektif baik simtomatik maupu n asimtomatik.

4. Upaya rehabilitatif

(16)

2.4. Pengetahuan

2.4.1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari ”tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indera penglihatan, indera pendengaran, indera penciuman, indera perasa dan indera peraba. Pengetahuan seorang individu terhadap sesuatu dapat berubah dan berkembang sesuai kemampuan, kebutuhan, pengalaman dan tinggi rendahnya mobilitas informasi tentang sesuatu dilingkungannya (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan tentang infeksi menular seksual harus dimiliki seorang siswi sehingga terhindar dari dampak negatif dari penyakit-penyakit infeksi menular seksual.

2.4.2. Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif (cognitive domain) mempunyai 6 tingkatan,yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahun tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Oleh sebab itu, “ Tahu ” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang lebih rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu atau kondisi yang riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

(17)

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang baru dari formula-formula yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada (Notoatmodjo, 2007).

2.4.3. Proses Penyerapan Ilmu Pengetahuan

Menurut Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003), bahwa suatu pesan yang diterima oleh setiap individu akan melalui lima tahapan-tahapan berurutan sebelum individu tersebut mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru),

yaitu:

a. Awareness (Kesadaran)

Awareness adalah keadaan dimana seseorang sadar bahwa ada suatu pesan

yang disampaikan.

b. Interest (Merasa Tertarik)

Interest adalah seorang mulai tertarik akan isi pesan yang disampaikan.

c. Evaluation (Menimbang-nimbang)

Evaluation merupakan tahap dimana penerima pesan mulai mengadakan

penilaian keuntungan dan kerugian dari isi pesan yang disampaikan. d. Trial (Mencoba)

Trial merupakan tahap dimana penerima pesan mencoba mempraktekkan

(18)

e. Adaption (Adapsi)

Adaption merupakan tahap dimana penerima pesan mempraktekkan dan

melaksanakan isi pesan dalam kehidupan sehari-hari.

2.4.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ialah:

a. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang. b. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

c. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.

d. Fasilitas

Fasilitas – fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuann seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku.

e. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas – fasilitas sumber informasi.

f. Sosial Buda ya

(19)

2.5. Remaja

2.5.1. Defenisi Remaja

Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja

(adolescence) adalah mereka yang berusia 10-19 tahun. Sementara PBB menyebut anak muda (youth) untuk usia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda (young people) yang mencakup usia 10-24 tahun.

2.5.2. Gambaran Kaum Remaja di Indonesia

Kaum remaja Indonesia saat ini mengalami lingkungan sosial yang sangat berbeda daripada orangtuanya. Dewasa ini, kaum remaja lebih bebas mengekspresikan dirinya, dan telah mengembangkan kebudayaan dan bahasa khusus antara grupnya. Sikap-sikap kaum remaja atas seksualitas dan soal seks ternyata lebih liberal daripada orangtuanya, dengan jauh lebih banyak kesempatan mengembangkan hubungan lawan jenis, berpacaran, sampai melakukan hubungan seks (Creagh, 2004).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 1999 oleh Sahabat Remaja, suatu cabang LSM Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), 26% dari 359 remaja di Yogyakarta mengaku telah melakukan hubungan seks. Menurut PKBI, ‘akibat derasnya informasi yang diterima remaja dari berbagai

media massa, memperbesar kemungkinan remaja melakukan praktek seksual yang tak sehat, perilaku seks pra-nikah, dengan satu atau berganti pasangan’ (Bening, 2004). Saat ini, kekurangan informasi yang benar tentang masalah seks akan memperkuatkan kemungkinan remaja percaya salah paham yang diambil dari

(20)

2.5.3. Kebijakan Pemerintah RI terhadap Pendidikan Seks di Sekolah

Sampai sekarang, pemerintah Republik Indonesia belum meresmikan persis Pendidikan Seks di ruang sekolah. Cara pengajaran dan materi dipakai

untuk mengajar Pendidikan Seks diserahkan kepada setiap sekolah, sesuai dengan keinginan sekolahnya. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Indonesia, atau BKKBN, adalah Dinas pemerintah yang bertanggung jawab untuk hal kesehatan reproduksi di Indonesia, termasuk penilaian kebutuhan masyarakat, pengembangan dan mengadakan program kesehatan reproduksi dan keluarga berencana. Meskipun BKKBN berhasil mempromosikan penggunaan alat-alat kontrasepsi dan keluarga berencana sejak tahun 1980an, semua program dalam bidang ini memfokuskan wanita yang sudah menikah dengan tujuan mengurangi jumlah penduduk Indonesia (Utomo, 2003).

Di ruang sekolah, kebijakan berkaitan dengan kesehatan reproduksi mulai masuk pada tahun 1980an, dengan tujuan mendidik dan menyadari generasi muda tentang kesehatan reproduksi bertanggung jawab dalam rangka urusan jumlah penduduk. Pada tahun 1997, demi keprihatinan soal HIV/AIDS di Indonesia, membangunkan program pendidikan mengenai HIV/AIDS di ruang sekolah. Tetap menjadi kenyataan, bahwa program-program ini tidak berhasil dimasukkan Kurikulum Nasional.

Menurut studi penelitian dilakukan pada tahun 2000, fokusnya Pendidikan Seks di sekolah-sekolah Indonesia adalah pengetahuan reproduksi seksual secara biologis, daripada masalah seks di konteks sosial. Hubungan seks pra-nikah sama sekali tidak didukung, suatu norma masyarakat yang dicerminkan di rangka

(21)
(22)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASONAL

3.1. Kerangka Konsep

Pada penelitian ini, kerangka konsep tentang gambaran pengetahuan siswi SMKN 1 Medan akan infeksi menular seksual dapat dijabarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1. Kerangka konsep gambaran pengetahuan siswi tentang infeksi menular seksual

3.2. Definisi Operasional

Pengetahuan adalah apa yang diketahui para remaja tentang pengertian infeksi menular seksual, jenis dan penyebab infeksi menular seksual, cara penularan, gejala, pencegahan, dan komplikasi infeksi menular seksual.

Infeksi menular seksual adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual.

Pengukuran tingkat pengetahuan remaja mengenai infeksi menular seksual dilakukan berdasarkan jawaban atas pertanyaan yang diberikan oleh responden.

Instrumen yang digunakan berupa angket dengan jumlah pertanyaan sebanyak 8 pertanyaan. Apabila jawaban responden benar, akan diberi nilai 1, dan jika jawaban responden salah diberi nilai 0. Dengan demikian, skor tertinggi adalah 8.

Pengukuran tingkat pengetahuan responden dilakukan dengan menggunakan sistem skoring (Arikunto, 2007), yakni dengan skala ordinal sebagai berikut:

a. Tingkat pengetahuan baik, apabila jawaban responden benar > 75% dari nilai tertinggi, yaitu skor > 6

(23)

b. Tingkat pengetahuan cukup, apabila jawaban responden benar antara 56-75% dari nilai tertinggi, yaitu skor 5-6

c. Tingkat pengetahuan kurang, apabila jawaban responden benar antara

40-55% dari nilai tertinggi, yaitu skor 3-4

(24)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penilitian ini adalah penelitian deskriptif yang akan menilai gambaran pengetahuan siswi sekolah menengah tentang penyakit menular seksual. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional

study, dimana akan dilakukan pengumpulan data menggunakan metode angket

dengan alat ukur berupa lembar kuesioner yang diberikan langsung kepada responden.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Medan (SMKN 1 Medan). Waktu pelaksanaan direncanakan pada bulan Juli 2010.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah semua siswi SMKN 1 Medan. Populasi penelitian ini berjumlah 726 orang. Perkiraan besar sampel minimal diambil

berdasarkan rumus di bawah ini (Notoatmodjo, 2005):

Dimana:

n = jumlah sampel

N = besar populasi

d = tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan

Dengan tingkat ketepatan relatif 10%, maka jumlah sampel yang diperoleh dari rumus di atas berjumlah sekitar 90 orang. Pengambilan dilakukan dengan

teknik stratified random sampling. Sampel tersebut kemudian didistribusikan merata pada setiap jenjang kelas di sekolah tersebut:

(25)

• Siswi kelas XI : 30 orang • Siswi kelas XII : 30 orang

4.4. Metode Pengumpulan Data

Responden pada penelitian ini adalah siswi yang terpilih sebagai sampel pada survey ini. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang telah

dirancang dan disiapkan oleh peneliti. Kuesioner diperlukan untuk mengumpulkan informasi yang berhubungan pengetahuan siswi akan infeksi menular seksual. Sebelum digunakan, akan dilakukan uji validitas dan realibilitas dari kuesioner yang dibuat agar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Angket yang dipergunakan dalam penelitian ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan teknik korelasi “product moment” dan uji Cronbach (Cronbach Alpha) dengan menggunakan program SPSS 17.0. Sampel yang digunakan dalam uji validitas ini memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sampel dalam penelitian. Jumlah sampel dalam uji validitas dan reliabilitas ini adalah sebanyak 20 orang. Setelah uji validitas dilakukan, hanya pada soal-soal yang dinyatakan valid saja yang diuji reliabilitassnya. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil uji validitas dan reliabilitas angket

Variabel No. Total

Pearson Correlation Status Alpha Status

Pengetahuan 1 0,673 Valid 0,890 Reliabel

2 0,744 Valid Reliabel

3 0,654 Valid Reliabel

4 0,777 Valid Reliabel

5 0,839 Valid Reliabel

6 0,744 Valid Reliabel

7 0,804 Valid Reliabel

8 0,710 Valid Reliabel

(26)

4.5. Metode Analisis Data

(27)

BAB 5

HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sekolah SMK Negeri 1 Medan. Sekolah ini terletak di Jalan Sindoro No. 1, Kelurahan Pusat Pasar, Kecamatan Medan Baru, Propinsi Sumatera Utara. Sekolah ini didirikan pada tahun 1955 dan merupakan salah satu sekolah di Medan yang terakreditasi dengan peringkat A. Sekolah ini mempunyai ruang kelas, ruang sholat, ruang multimedia, ruang laboratorium, ruang tata usaha, aula, kantin, dan lapangan olahraga, dengan jumlah siswa sebanyak 818 orang.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, responden yang terpilih sebanyak 90 siswi yang terdiri dari 30 siswi kelas X, 30 siswi kelas XI, 30 siswi kelas XII.

Dari keseluruhan responden gambaran karakteristik yang diamati meliputi usia. Data lengkap bila ditinjau dari segi usia dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia.

Kelompok usia Frekuensi Persentase (%)

15 33 36,7

16 26 28,9

17 31 34,4

Jumlah 90 100

(28)

5.1.3. Hasil Analisis Data

Data lengkap distribusi frekuensi jawaban responden dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi jawaban responden.

No. Pertanyaan

Jawaban Responden Benar Salah

N % n %

1 Pengertian infeksi menular seksual 33 36,7 57 63,3 2 Jenis infeksi menular seksual 73 81,1 17 18,9 3 Cara penularan infeksi menular seksual 75 83,3 15 16,7 4 Gejala infeksi menular seksual 52 57,8 38 42,2 5 Pencegahan infeksi menular seksual 37 41,1 53 58,9 6 Pengobatan infeksi menular seksual 50 55,6 40 44,4 7 Komplikasi infeksi menular seksual 34 37,8 56 62,2 8 Faktor resiko infeksi menular seksual 64 71,1 26 28,9

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan benar oleh responden adalah pertanyaan nomor 3, yaitu dengan persentase sebesar 83,3%. Sedangkan pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan salah oleh responden adalah pertanyaan nomor 1, yaitu dengan persentase sebesar 63,3%. Hasil uji tingkat pengetahuan mengenai infeksi menular seksual dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi hasil uji tingkat pengetahuan.

Tingkat pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Baik 3 3,3

Cukup 49 54,4

Kurang 33 36,7

Buruk 5 5,6

Total 90 100

(29)

sebanyak 3 orang (3,3%). Data lengkap distribusi frekuensi hasil uji tingkat pengetahuan berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4. Distribusi frekuensi hasil uji tingkat pengetahuan berdasarkan usia.

Usia

Tingkat Pengetahuan

Total

Baik Cukup Kurang Buruk

N % n % n % N %

15 1 3 14 42,4 17 51,5 1 3 33

16 1 3,8 14 53,8 8 30,8 3 11,5 26

17 1 3,2 21 67,7 8 25,8 1 3,2 31

Total 3 3,3 49 54,4 33 36,7 5 5,6 90

(30)

5.2. Pembahasan

Dari hasil analisis data dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan siswi SMK Negeri 1 Medan mengenai infeksi menular seksual berada dalam kategori

cukup (54,4%). Walaupun demikian jumlah kategori ini masih berimbang dengan kategori kurang yaitu sebanyak 33 (36,7%). Penelitian ini memperlihatkan bahwa kebanyakan responden tahu akan jenis dan cara penularan infeksi menular seksual. Hal ini dikarenakan pengetahuan akan jenis-jenis dan cara penularan infeksi menular seksual sudah terdapat di kurikulum pembelajaran responden yaitu dalam mata pelajaran biologi dalam topik sistem reproduksi manusia sejak SMP. Pada penelitian ini juga memperlihatkan bahwa kebanyakan responden tidak mengerti secara konkrit mengenai pengertian infeksi menular seksual. Kebanyakan responden memahami bahwa infeksi menular seksual hanyalah penyakit infeksi yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual saja, padahal sebenarnya infeksi menular seksual juga bisa ditularkan melalui cara lain selain hubungan seksual.

Berdasarkan hasil analisis data distribusi frekuensi hasil uji pengetahuan berdasarkan usia, dapat dilihat bahwa tidak ada perubahan yang signifikan dari tingkat pengetahuan responden berdasarkan usia. Ditemukan bahwa proporsi responden yang memiliki pengetahuan baik hampir merata di semua tingkatan

umur, yaitu 3,2% pada usia 17; 3,8% pada usia 16; dan 3% pada usia 15. Untuk pengetahuan cukup, paling banyak ditemukan pada usia 17 tahun yaitu sebesar 67,7%. Pengetahuan kurang terbanyak ditemukan pada usia 15 tahun, yaitu 51,5%, dan pengetahuan buruk terbanyak pada usia 16, yaitu 11,5%.

(31)

tingkat pengetahuan yang lebih baik dibandingkan kelompok usia yang lebih muda.

Jadi, menurut asumsi peneliti, bahwa usia tidak berpengaruh terhadap

(32)

BAB 6

KESIMPULAN dan SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan siswi SMK Negeri 1 Medan tentang infeksi menular seksual mayoritas berada dalam kategori cukup, yaitu sebesar 54,4%.

2. Kebanyakan responden tahu akan jenis dan cara penularan infeksi menular seksual, tetapi kurang memahami secara konkrit mengenai pengertian infeksi menular seksual.

6.2. Saran

1. Pengetahuan siswi SMKN 1 Medan terhadap infeksi menular seksual dengan kategori kurang masih cukup tinggi, walaupun pada hasil penelitian kebanyakan siswi sudah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai infeksi menular seksual. Untuk itu, diperlukan pemberian pengetahuan pada remaja ,khususnya siswi, secara merata baik melalui jalur sekolah maupun luar sekolah. Melalui jalur sekolah, disarankan

kepada pihak sekolah untuk memberikan penyuluhan mengenai infeksi menular seksual. Sedangkan untuk jalur luar sekolah, disarankan kepada orang tua dalam meningkatkan kepedulian mereka terhadap pendidikan seksual anak yang dimulai pada usia remaja.

2. Bagi pemerintah, khususnya dinas pendidikan, untuk dapat terjun langsung memberikan ceramah ilmiah mengenai infeksi menular seksual.

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2008. Sexually Transmitted

Disease Surveillance. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention.

Available from: 2010).

Creagh, S., 2004. Pendidikan Seks di SMA D.I. Yogyakarta. Malang: Australian Consortium For In Country Indonesian Studies (ACICIS). Diperoleh dari:

Maret 2010).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006. Pedoman Dasar Infeksi

Menular Seksual dan Saluran Reproduksi Lainnya pada Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu. Jakarta: Departemen Kesehatan. Diperoleh

dari:

(Diakses 10 Maret 2010).

Daili, S.F., 2007. Tinjauan Penyakit Menular Seksual (PMS). Dalam: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 363-365.

Daili, S.F., Makes, W.I., Zubier, F., 2009. Infeksi Menular Seksual. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

(34)

Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2009. Waspada Terhadap Infeksi Menular

Seksual (IMS). Diperoleh dari:

Hadi, et al., 2008. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku remaja Jakarta tentang Seks

Aman dan Faktor yang Berhubungan. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Pembangunan Nasional.

Hakim, L., 2009. Epidemiologi Infeksi Menular Seksual. Dalam: Daili, S.F., Makes, W.I., Zubier, F., 2009. Infeksi Menular Seksual. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 3-16.

Handsfield, H.H., 2001. Color Atlas and Synopsis Sexually Transmitted Disease.

ed. USA: McGraw-Hill.

Hasnawati, Sugito, Purwanto, H., Brahim, R., 2009. Profil Kesehatan Indonesia

2008. Pusat Data dan Informasi: Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2009.

Holmes, K.K., 2005. Sexually Transmitted Disease. Dalam: Kasper, D. et al,

2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine. ed. USA: McGraw-Hill, 762-775.

Jazan, S. et al, 2003. Prevalensi Infeksi Saluran Reproduksi pada Wanita Penjaja

Seks di Bitung,Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal PPM & PPL.

Kader Karang Taruna Jawa Timur, 2001. Bahaya dan Akibat Penyakit Menular

Seksual. Proyek Pemberdayaan Karang Taruna Dalam Bidang Kesehatan

(35)

(Diakses 13 Maret 2010).

Kesrepro, 2007. Perempuan dan Infeksi Menular seksual. Diperoleh dari:

Lestari, C.I., 2008. Penyakit Menular Seksual. Diperoleh dari:

(Diakses 12 Maret 2010).

Notoatmodjo, S., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-Prinsip Dasar). Jakarta: Rineka Cipta, 126-133.

________, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

________, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

________, 2007. Domain Perilaku. Dalam: Promosi Kesehatan dan Ilmu

Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta, 139-146.

Prihyugiarto, T. Y., 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap terhadap Perilaku Seks Pranikah pada Remaja di Indonesia. Dalam: Jurnal Ilmiah

Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi II (2). Diperoleh dari:

November 2010).

Profil Dinkes Kab/Kota, 2007. HIV/ AIDS, Infeksi Menular Seksual. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008.

(36)

Smith., et al, 2000. ‘HIV and Sexual Health Education in Primary and Secondary

Schools: Findings from Selected Asia-Pacific Countries’. Diperoleh dari:

Maret 2010).

Utomo, I.D., 2003. ‘Adolescent and Youth Reproductive Health in Indonesia:

Status, Issues, Policies and Programs’ Policy Project. Diperoleh dari:

(Diakses 12 Maret 2010).

World Health Organization (WHO), 2001. Sexually Transmitted Infections: Briefing Kit For Teachers. Geneva: WHO 2001.

________, 2007. Global Strategy For The Prevention and Control of Sexually

Transmitted Infection 2006-2015. Geneva: WHO Press.

(37)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Syahputra Parlindungan Rajagukguk Tempat/ Tanggal Lahir : Padang, 12 Januari 1989

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Nuri XII No. 253 Perumnas Mandala Medan Riwayat Pendidikan : 1. TK Mariana Padang

(38)

Lampiran 2

Angket Penelitian

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWI SMKN 1 MEDAN TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL TAHUN 2010

I. Karakteristik Responden. Umur:

Kelas:

II. Pengetahuan.

Petunjuk: Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat! 1. Apa yang dimaksud dengan IMS (Infeksi Menular Seksual)?

a. Penyakit yang hanya dapat ditularkan melalui hubungan seksual. b. Penyakit yang diderita oleh pekerja seks komersial.

c. Penyakit yang dapat ditularkan dengan atau tanpa melakukan hubungan seksual.

2. Salah satu contoh infeksi menular seksual adalah: a. Sifilis

b. Influenza c. TBC

3. Berikut ini, manakah IMS yang disebabkan oleh “bakteri”? a. Acne vulgaris

b. Gonorrhea

c. HIV

4. Berikut ini, yang bukan merupakan cara-cara penularan IMS adalah…. a. Hubungan seksual

b. Transfusi darah

c. Duduk di samping penderita IMS

5. Berikut ini merupakan gejala khas dari IMS adalah, kecuali….. a. Keluarnya cairan berwarna kuning/ hijau dari kemaluan b. Perasaan ingin buang air kecil

(39)

6. Pencegahan IMS dapat dilakukan dengan:

a. Membersihkan alat kelamin sebelum melakukan hubungan seksual b. Menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual

c. Menggunakan obat sebelum melakukan hubungan seksual

7. Manakah dari pernyataan berikut, yang benar mengenai pengobatan IMS? a. Pemberian obat antibiotik

b. Pemakaian kondom c. IMS tidak dapat diobati

8. Apakah yang dapat terjadi apabila IMS tidak ditangani/ diobati dengan benar?

a. Kehamilan b. Kemandulan c. Kecacatan fisik

9. Resiko seseorang menderita IMS dapat dikurangi dengan: a. Mempunyai pasangan seksual tunggal

(40)

Lampiran 3

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TAHUN 2010

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya telah mendapat informasi yang jelas tentang tujuan, prosedur, dan pemanfaatan penelitian yang dilakukan oleh Syahputra P, mahasiswa FK USU Angkatan 2007, oleh karena itu dengan rasa penuh kesadaran dan keikhlasan saya bersedia berpartisipasi untuk mengisi angket ini.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunakan seperlunya. Inisial Nama :………..

Jenis Kelamin : Laki-laki/ Perempuan

Umur :………..

Telepon/ Hp :………..

(41)

Lampiran 4

Lembar Persetujuan (Informed Consent) Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Tempat/ Tgl. Lahir :

Kelas :

Dengan ini menyatakan SETUJU untuk menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti pada kuesioner-kuesioner yang tertera untuk disertakan ke dalam data penelitian.

Medan, 2010

Peneliti Yang Membuat Pertanyaan

(Syahputra P) ( )

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Tempat/ Tgl. Lahir :

Kelas :

Dengan ini menyatakan bahwa data yang diisi dalam pertanyaan kuesioner adalah benar adanya, dan saya bersedia memberikan pernyataan saya untuk dijadikan bahan penelitian tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Medan, 2010 Tertanda

(42)

Lampiran 7

MASTER DATA dan OUTPUT Data Penelitian

No. Nama Usia Kelas p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 ptotal tktpengetahuan 1 shinta 15 1 benar benar benar salah salah salah salah benar 4 kurang

(43)
(44)
(45)
(46)

Data Uji Validitas

No. Nama p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 ptotal

(47)

Hasil Uji Validitas

Correlations

pertanyaan 1 pertanyaan 2 pertanyaan 3 pertanyaan 4 pertanyaan 5 pertanyaan 6 pertanyaan 7 pertanyaan 8 pertanyaan 9 total nilai

pertanyaan 1 Pearson Correlation 1 .257 .171 .356 .471* .492* .685** .375 .287 .673**

Sig. (2-tailed) .274 .471 .123 .036 .027 .001 .103 .220 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

pertanyaan 2 Pearson Correlation .257 1 .099 .435 .560* .601** .560* .685** .601** .744**

Sig. (2-tailed) .274 .678 .055 .010 .005 .010 .001 .005 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

pertanyaan 3 Pearson Correlation .171 .099 1 .252 .319 .242 .099 .385 .032 .364

Sig. (2-tailed) .471 .678 .285 .171 .303 .678 .094 .895 .114

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

pertanyaan 4 Pearson Correlation .356 .435 .252 1 .663** .504* .206 .356 .504* .654**

Sig. (2-tailed) .123 .055 .285 .001 .023 .384 .123 .023 .002

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

pertanyaan 5 Pearson Correlation .471* .560* .319 .663** 1 .601** .341 .685** .390 .777**

Sig. (2-tailed) .036 .010 .171 .001 .005 .142 .001 .089 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

pertanyaan 6 Pearson Correlation .492* .601** .242 .504* .601** 1 .601** .698** .596** .839**

Sig. (2-tailed) .027 .005 .303 .023 .005 .005 .001 .006 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

pertanyaan 7 Pearson Correlation .685** .560* .099 .206 .341 .601** 1 .471* .601** .744**

Sig. (2-tailed) .001 .010 .678 .384 .142 .005 .036 .005 .000

(48)

pertanyaan 8 Pearson Correlation .375 .685** .385 .356 .685** .698** .471* 1 .492* .804**

Sig. (2-tailed) .103 .001 .094 .123 .001 .001 .036 .027 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

pertanyaan 9 Pearson Correlation .287 .601** .032 .504* .390 .596** .601** .492* 1 .710**

Sig. (2-tailed) .220 .005 .895 .023 .089 .006 .005 .027 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

total nilai Pearson Correlation .673** .744** .364 .654** .777** .839** .744** .804** .710** 1

Sig. (2-tailed) .001 .000 .114 .002 .000 .000 .000 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

(49)

Hasil Uji Reliabilitas

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 20 100.0

Excludeda 0 .0

Total 20 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.890 8

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

pertanyaan 1 .60 .503 20

pertanyaan 2 .65 .489 20

pertanyaan 4 .70 .470 20

pertanyaan 5 .65 .489 20

pertanyaan 6 .55 .510 20

pertanyaan 7 .65 .489 20

pertanyaan 8 .60 .503 20

(50)

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

pertanyaan 1 4.35 7.187 .539 .889

pertanyaan 2 4.30 6.853 .703 .873

pertanyaan 4 4.25 7.250 .561 .886

pertanyaan 5 4.30 6.853 .703 .873

pertanyaan 6 4.40 6.568 .789 .864

pertanyaan 7 4.30 6.958 .656 .877

pertanyaan 8 4.35 6.766 .717 .871

pertanyaan 9 4.40 6.884 .652 .878

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

4.95 8.892 2.982 8

Karakteristik Responden

usia responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 15 33 36.7 36.7 36.7

16 26 28.9 28.9 65.6

17 31 34.4 34.4 100.0

(51)

Hasil Penelitian

pertanyaan 1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 57 63.3 63.3 63.3

Benar 33 36.7 36.7 100.0

Total 90 100.0 100.0

pertanyaan 2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 17 18.9 18.9 18.9

Benar 73 81.1 81.1 100.0

Total 90 100.0 100.0

pertanyaan 3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 15 16.7 16.7 16.7

Benar 75 83.3 83.3 100.0

Total 90 100.0 100.0

pertanyaan 4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 38 42.2 42.2 42.2

Benar 52 57.8 57.8 100.0

Total 90 100.0 100.0

(52)

pertanyaan 5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 53 58.9 58.9 58.9

Benar 37 41.1 41.1 100.0

Total 90 100.0 100.0

pertanyaan 6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 40 44.4 44.4 44.4

Benar 50 55.6 55.6 100.0

Total 90 100.0 100.0

pertanyaan 7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 56 62.2 62.2 62.2

Benar 34 37.8 37.8 100.0

Total 90 100.0 100.0

pertanyaan 8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 26 28.9 28.9 28.9

Benar 64 71.1 71.1 100.0

(53)

tingkat pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Buruk 5 5.6 5.6 5.6

Kurang 33 36.7 36.7 42.2

Cukup 49 54.4 54.4 96.7

Baik 3 3.3 3.3 100.0

Total 90 100.0 100.0

usia responden * tingkat pengetahuan Crosstabulation

tingkat pengetahuan

Total

buruk kurang cukup baik

usia responden 15 Count 1 17 14 1 33

% within usia responden 3.0% 51.5% 42.4% 3.0% 100.0%

16 Count 3 8 14 1 26

% within usia responden 11.5% 30.8% 53.8% 3.8% 100.0%

17 Count 1 8 21 1 31

% within usia responden 3.2% 25.8% 67.7% 3.2% 100.0%

Total Count 5 33 49 3 90

Gambar

Gambar 3.1. Kerangka konsep gambaran pengetahuan siswi tentang
Tabel 4.1. Hasil uji validitas dan reliabilitas angket
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia.
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi hasil uji tingkat pengetahuan.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Wundulako, dengan ini Panitia Pengadaan Barang/Jasa Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Kolaka mengundang saudara untuk mengikuti

Kepada peserta Pelelangan yang keberatan, diberikan kesempatan untuk menyampaikan sanggahan khususnya mengenai ketentuan dan prosedur yang telah ditentukan dalam

 Dalam rangka meningkatkan layanan sistem perizinan, OJK telah mengembangkan sistem informasi e-licensing yaitu Sijingga dan Sprint yang telah diimplementasikan sejak tahun 2016.

memasuki m:rsa puma tugas trnL l Oktober 2Ol7 s/d 1 Mei 2018 oleh Bank. fateng Cabang Wonogiri dengan

Pembatasan masalah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah hanya meneliti dampak peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 1 Tahun 2015 terhadap nelayan

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang tidak akan direklasifikasi ke laba rugi. Penyesuaian akibat penjabaran laporan keuangan dalam mata

Adapun hasil penelitian ini adalah dengan berlakunya Peraturan Bupati Padang Pariaman Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Eselon II,

Pada kondisi riil perusahaan, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek adalah 90 hari dengan biaya sebesar Rp.232.247.990,00 ,-, sedangkan dengan menggunakan metode CPM