II - 1 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Ergonomi
Ergonomi atau ergonomic sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hokum (Wignjosoebroto. 1995).
Dengan demikian ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaannya. Istilah ergonomi lebih populer digunakan oleh beberapa negara Eropa Barat. Disiplin ergonomi secara khusus mempelajari keterbatasan dari kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi dan produk-produk buatannya. Disiplin ini berangkat dari kenyataan bahwa manusia memiliki batas-batas kemampuan baik jangka pendek maupun jangka panjang pada saat berhadapan dengan keadaan lingkungan sistem kerjanya yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak. Dengan demikian terlihat jelas bahwa ergonomi adalah suatu keilmuan yang multi disiplin. Prinsipnya ergonomi akan mempelajari akibat- akibat jasmani, kejiwaan dan sosial dari teknologi dan produk-produknya terhadap manusia melalui pengetahuan-pengetahuan tersebut pada jenjang mikro maupun makro.
Ergonomi banyak diaplikasikan dalam berbagai proses perancangan produk ataupun operasi kerja sehari-harinya. Dalam sebuah stasiun kerja, semua fasilitas kerja seperti peralatan, material dll haruslah diletakkan didepan dan berdekatan (jarak jangkauan normal) dengan posisi operator bekerja. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi gerakan. Dengan mengaplikasikan
II - 2 aspek-aspek ergonomi, maka dapat dirancang sebuah stasiun kerja yang bisa dioperasikan oleh rata-rata manusia. Disiplin ergonomi, khususnya yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia (anthropometri) telah menganalisa, mengevaluasi dan membakukan jarak jangkau yang memungkinkan rata manusia untuk melaksanakan kegiatannya dengan mudah dan gerakan-gerakan yang sederhana.
2.2 Anthropometri
Istilah Anthropometri berasal dari ”anthro” yang berarti manusia dan
”metri” yang berarti ukuran (Sutalaksana, dkk., 1979). Secara definitif anthropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dsb) berat dan lain lain yang berbeda satu dengan yang lainnya. Anthropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan- pertimbangan ergonomis dalam interaksi manusia. Data Anthropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal :
1. Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dll)
2. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools) dan sebagainya.
3. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja komputer.
4. Perancangan lingkungan kerja fisik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data anthropometri akan menentukan bentuk, ukuran dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasikan/menggunakan
II - 3 produk tersebut. Dalam kaitan ini maka perancang produk harus mampu mengakomodasikan dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil dari rancangannya tersebut.
Secara umum sekurang-kurangnya 90% - 95% dari populasi yang menjadi target dalam kelompok pemakai suatu produk haruslah mampu menggunakannya dengan selayaknya. Rancangan produk yang dapat diatur secara fleksibel jelas memberikan kemungkinan yang lebih bahwa produk tersebut akan mampu dioperasikan oleh setiap orang meskipun ukuran tubuh mereka berbeda-beda. Pada dasarnya peralatan kerja yang dibuat dengan mengambil referensi dimensi tubuh tertentu jarang sekali bisa mengakomodasikan seluruh range ukuran tubuh dari populasi yang akan memakainya. Kemampuan penyesuaian (adjustability) suatu produk merupakan suatu prasyarat yang amat penting dalam proses perancangan.
Berkaitan dengan aplikasi data anthropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa rekomendasi yang bisa dibrikan sesuai dengan langkah-langkah seperti berikut:
1. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang mana yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut.
2. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut, dalam hal ini juga diperhatikan apakah harus menggunakan data structural body dimension ataukah functional body dimension.
II - 4 3. Tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan
dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai ”market segmentation” seperti produk mainan untuk anak-anak, peralatan rumah tangga, dan lain-lain.
4. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang fleksibel ataukah ukuran rata-rata.
5. Pilih prosentase populasi yang harus diikuti; 90-th, 95-th, 99-th ataukah nilai percentil yang lain yang dikehendaki.
6. Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan selanjutnya ditetapkan nilai ukurannya dari table data anthropometri yang sesuai.
Beberapa macam data anthropometri yang diperlukan untuk Perancangan
Dalam pemakaian data anthropometri terdapat tiga prinsip (Sutalaksana, dkk, 1979) yaitu:
1. Perancangan berdasarkan individu ekstern
Prinsip ini digunakan apabila kita menggunakan fasilitas yang dirancang dapat digunakan dengan nyaman oleh sebagian besar orang yang akan memakainya. Rancangan produk bagi individu dengan ukuran ekstrim ini dibuat agar memenuhi dua sasaran produk. (Wignyosoebroto, 1995):
II - 5 a. Dapat sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau terlalu kecil jika dibandingkan dengan rata-ratanya.
b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada).
Agar bisa memenuhi sasaran produk tersebut maka ukuran diaplikasikan dengan cara:
a. Untuk dimensi minimum yang harus diterapkan dari suatu rancangan produk umumnya didasarkan pada nilai persentil terbesar seperti 90 persentil, 95 persentil, 99 persentil.
b. Untuk dimensi maksimum yang harus diterapkan diambil berdasarkan nilai persentil terkecil seperti 1 persentil, 5 persentil, 10 persentil, dari distribusi data anthropometri yang ada.
Secara umum, aplikasi data anthropometri untuk perancangan produk akan menetapkan nilai 5 persentil untuk dimensi maksimum dengan 95 persentil untuk dimensi minimum.
1. Perancangan fasilitas yang disesuaikan
Desain ukuran yang dapat disesuaikan menjadi daerah ukuran minimum sampai ukuran maksimum dari persentil terkecil sampai persentil terbesar. Prinsip ini hanya bisa digunakan untuk merancang fasilitas agar fasilitas bisa menampung atau dapat dipakai dengan nyaman oleh semua orang yang menggunakannya.
Dalam kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, maka
II - 6 data anthropometri yang umum diaplikasikan adalah rentang nilai 5 persentil sampai dengan 95 persentil.
2. Perancangan fasilitas berdasarkan harga rata-rata pemakai Desain ukuran rata-rata dari ukuran tubuh menggunakan 50 persentil. Prinsip ini hanya bisa digunakan bila perancangan berdasarkan harga ekstrim tidak mungkin dilakukan dan tidak layak jika menggunakan prinsip perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan.
Berkaitan dengan aplikasi data anthropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk atau fasilitas kerja dapat ditempuh melalui langkah- langkah sebagai berikut:
1. Menetapkan anggota tubuh yang akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut.
2. Menentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan.
3. Menetapkan populasi terbesar yang diantisipasi, diaktualisasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan.
4. Menetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti.
5. Memilih prosentase populasi yang harus diikuti 90 persentil, 95 persentil, 98 persentil atau nilai persentil yang lain.
6. Untuk setiap dimensi tubuh yang telah teridentifikasi selanjutnya ditetapkan nilai ukuran data anthropometri yang sesuai dengan aplikasi data tersebut dan menambahkan faktor kelonggaran.
II - 7 2.3. Persentil
Pada data anthropometri, hampir seluruhnya dinyatakan dalam persentil, yaitu populasi yang dibagi untuk kepentingan studi menjadi 100 kategori prosentase yang diurut dari ukuran lebih kecil hingga terbesar untuk satu ukuran tubuh tertentu.
Pemakaian nilai-nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data anthropometri dapat dijelaskan pada tabel 2.1
Tabel 2.1. Persentil
PERSENTIL PERHITUNGAN
1st 2,5 th 5 th 10 th 50 th 90 th 95 th 97,5 th 99 th
X - 2,325 σ x X - 1,96 σ x X - 1,645 σ x X - 128 σ x X
X + 1,28 σ x X + 1,645 σ x X + 1,96 σ x X + 2,325 σ x
Untuk menetapkan data anthropometri ini, pemakaian distribusi normal akan umum diterapkan. Adapun distribusi normal ditandai dengan adanya nilai mean (rata-rata) dan standar deviasi. Dengan persentil,maka dapat dimaksudkan disini adalah suatu nilai yang menunjuk prosentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau dibawah nilai ukuran tertentu.
II - 8 2.4 Quick Exposure Checklist (QEC)
QEC merupakan suatu metode untuk penilaian terhadap resiko kerja yang berhubungan dengan gangguan otot di tempat kerja. Metode ini menilai gangguan resiko yang terjadi pada bagian belakang punggung, bahu/lengan, pergelangan tangan, dan leher. QEC membantu untuk mencegah terjadinya Work Related Musculoskeletal Disorders (WMSDs) seperti gerak repetitive, gaya tekan, postur yang salah, dan durasi kerja. (Stanton, 2004) .Penilaian pada QEC dilakukan pada tubuh statis (body static) dan kerja dinamis (dynamic task) untuk memperkirakan tingkat resiko dari postur tubuh dengan melibatkan unsur pengulangan gerakan, tenaga/beban dan lama tugas untuk area tubuh yang berbeda (Li and Buckle, 1999). Konsep dasar dari metode ini sebenarnya adalah mengetahui seberapa besar exposure score untuk bagian tubuh tertentu dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya. Exposure score dihitung untuk masing-masing bagian tubuh seperti pada punggung, bahu/lengan atas, pergelangan tangan, maupun pada leher dengan mempertimbangkan ± 5 kombinasi/interaksi, misalnya postur dengan gaya/beban., pergerakan dengan gaya /beban, durasi dengan gaya/beban, postur dengan durasi, pergerakan dengan durasi (Brown & Li , 2003). Salah satu karakteristik yang penting dalam metode ini adalah penilaian dilakukan oleh peneliti dan pekerja, dimana faktor resiko yang ada dipertimbangkan dan digabungkan dalam implementasi dengan tabel skor yang ada (Li&Buckle, 1998).
Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko cedera antara lain Punggung (Berat beban, Durasi, Frekuensi gerakan, Postur), kemudian Bahu/Lengan (Berat
II - 9 .
<20
.
<20
<20
beban, Durasi, Ketinggian tugas, Frekuensi gerakan), berikutnya adalah Pergelangan tangan/lengan (Kekuatan, Durasi, Frekuensi gerakan, Postur), dan yang terakhir adalah Leher (Durasi, Postur, Aspek visual).
2.4.1 Penilaian QEC (Quick Exposure Check)
Berikut ini tahapan-tahapan penilaian yang harus dilakukan dengan menggunakan metode QEC (Brown and Li , 2003):
1. Penilaian beban untuk punggung
a. Postur punggung (A1-A3)
Punggung dapat disebut mendekati netral (level A1) jika posisi punggung pekerja bekerja secara fleksi/ekstensi, memutar, atau menyamping dengan posisi sudut kurang dari 20, hal ini dapat dilihat pada gambar 2.1
Berdiri Duduk Memutar
Gambar 2.1 Postur Punggung Mendekati Netral
II - 10 60
. 20
. 20
60 20
60
Punggung dapat disebut agak memutar atau membungkuk (level A2) jika posisi punggung pekerja bekerja secara fleksi/ekstensi, memutar, membungkuk atau menyamping dengan posisi sudut lebih dari 20 tetapi kurang dari 60, hal ini dapat dilihat pada gambar 2.2
Berdiri Duduk Memutar
Gambar 2.2 Postur Punggung Agak Membungkuk Atau Memutar
Punggung dapat disebut terlalu memutar atau membungkuk (level 3) jika posisi punggung pekerja bekerja secara fleksi/ekstensi, memutar, membungkuk atau menyamping dengan posisi sudut lebih dari dari 60º (atau mendekati 90º), hal ini dapat dilihat pada gambar 2.3
II - 11
Berdiri Duduk Memutar
Gambar 2.3 Postur punggung terlalu membungkuk atau memutar
b. Pergerakan punggung (B1-B5)
- Untuk pekerjaan selain manual material handling, seperti pekerjaan statis (duduk) atau pekerjaan yang berulang pilih B1-B2.
- Untuk pekerjaan manual material handling, pilih B3-B5. Hal ini menunjukan seberapa sering seorang pekerja membungkuk atau memutar ketika bekerja.
2. Penilaian beban untuk bahu/lengan a. Postur bahu/lengan (C1-C3)
Penilaian dapat dilakukan ketika bahu/lengan mendapat beban maksimal, tetapi tidak selalu punggung dinilai pula dalam waktu yang bersamaan. Sebagai contoh, beban pada bahu tidak selalu dianggap maksimal ketika seseorang membungkuk untuk mengambil kotak dari lantai, tetapi hal tersebut akan menjadi pertimbangan ketika kotak ditempatkan di tempat yang lebih tinggi.
.
>60
>60
>60
.
II - 12 b. Pergerakan bahu/lengan (D1-D3)
 Infrequent/ kurang ketika tidak ada pola pergerakan normal.
 Frequent/sedang ketika pola pergerakan normal diselingi dengan istirahat sesaat.
 Very frequent/sangat sering pergerakan yang terus menerus saat bekerja.
3. Penilaian beban untuk pergelangan tangan a. Pergelangan tangan (E1-E2)
Penilaian dilakukan selama kegiatan yang berkaitan dengan posisi terburuk pada pergelangan tangan. Hal ini meliputi gerakan fleksi/ekstensi, memutar. Pergelangan tangan disebut mendekati lurus (Level E1) jika sudut rentang sudut kecil (<15) dari posisi netral pergelangan tangan, gambar 2.4 (a).
Jika tidak maka postur pergelangan tangan dalam posisi menyimpang/memutar, gambar 2.4 (b)
(a) (b)
Gambar 2.4. Pergelangan Tangan (a) Mendekati Lurus, (b) Memutar/Menyimpang
II - 13 b. Pergerakan pergelangan tangan (F1-F3)
Penilaian ini menunjukkan durasi pola pergerakan pada pergelangan tangan dan lengan bawah, seperti pergerakan pada jari. Gerakan berulang dengan pola yang sama dihitung per menit.
4. Penilaian beban pada leher
Leher dapat disebut sangat memutar jika gerak memutar atau mengangguk
berada dalam sudut yang lebih dari 20º atau cenderung mendekati punggung.
Tabel 2.2 Penilaian Observer QEC
Faktor Kode 1 2 3
Belakang (back) A Hampir netral Berputar atau bengkok sedikit
Cenderung berputar atau bengkok Frekuensi
pergerakan bagian belakang
B ≤ 3 /menit Kira – kira 8 /menit ≥ 12 / menit
Tinggi tangan C Setinggi atau bawah pinggang
Setinggi dada Setinggi atau diatas bahu
Gerakan bahu/lengan
D Sesekali Reguler / teratur dengan jeda
Hampir kontinyu
Postur pergelangan tangan/tangan
E Hampir lurus Bengkok/berputar
Pergerakan
pergelangan tangan
F ≤ 10/ menit 11 – 20 / menit > 20 / menit
Postur leher G Hampir netral Kadang – kadang bengkok/berputar secara berlebihan pada kepala/leher
Bengkok/berputar secara berlebihan pada kepala/leher
II - 14 2.4.2 Penilaian oleh Pekerja
Setelah penilaian peneliti dibuat, langkah selanjutnya adalah pengisian kuisioner yang dilakukan oleh pekerja. Sedangkan peneliti menjelaskan kepada pekerja jika dibutuhkan. Total penilaian beban dapat dihitung dengan mengkombinasikan penilian dari peneliti (A_G) dan pekerja (H_P).
Exposure level (E) dihitung berdasarkan persentase antara total skor aktual exposure (X) dengan total skor maksimum (Xmaks) yaitu (Brown dan Li, 2003):
E(%) = Xmaks
X x 100% ………..(2.1)
Dimana :
X = total skor yang diperoleh dari penilaian terhadap postur (punggung + bahu/lengan + pergelangan tangan + leher)
Xmaks = total skor maksimum untuk postur kerja (punggung + bahu/lengan + pergelangan tangan + leher)
Xmaks adalah konstan untuk tipe-tipe tugas tertentu. Pemberian skor maksimum (Xmaks =162) apabila tipe tubuh adalah statis, termasuk duduk atau berdiri tanpa pengulangan (repetitive) yang sering dan penggunaan tenaga/beban yang relatif lebih rendah. Untuk pemberian skor maksimum (Xmaks = 176) apabila dilakukan manual handling yaitu mengangkat, mendorong, menarik dan membawa beban
II - 15 Tabel 2.3 Penilaian pekerja (worker) QEC
Faktor Kode 1 2 3 4
Beban a < 5 kg 6 – 10 kg 11 – 12 kg > 20 kg
Durasi b < 2 jam 2 – 4 jam > 4 jam
Kekuatan tangan
c < 1 kg 1 – 4 kg > 4 kg
Vibrasi d Tidak ada/kecil Sedang Tinggi
Visual e Tidak diperlukan Diperlukan untuk melihat detail
Langkah f Tidak susah Kadang-kadang
susah
Lebih sering susah
Tingkat stres g Tidak ada Kecil Sedang Tinggi
Tabel 2.4 Interpretasi Skor
Skor Exposure Level
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Punggung (Statis) 8-15 16-22 23-39 29-40
Punggung (Dinamis) 10-20 21-30 31-40 41-56
Lengan/Bahu 10-20 21-30 31-40 41-56
Pergelangan Tangan 10-20 21-30 31-40 41-56
Leher 4-6 8-10 12-14 16-28
Tabel 2.5 Nilai level tindakan QEC
Level Tindakan
Persentase Skor
Tindakan Total Skor
Exposure
1 0 – 40 % Aman 32 – 70
2 41 – 50 % Diperlukan beberapa waktu kedepan 71 – 88
3 51 – 70 % Tindakan dalam waktu dekat 89 – 123
4 71 – 100 % Tindakan sekarang juga 124 – 176
II - 16 1. Fungsi utama QEC
Selain yang sudah teruji kegunaannya antara lain seperti yang ada di bawah ini:
a. Mengidentifikasi faktor resiko
b. Mengevaluasi gangguan resiko untuk daerah/bagian tubuh yang berbeda-beda
c. Menyarankan suatu tindakan yang perlu diambil dalam rangka mengurangi gangguan resiko yang ada.
d. Mengevaluasi efektifitas dari suatu intervensi ergonomi ditempat kerja.
e. Mendidik para pemakai tentang resiko gangguan otot ditempat kerja.
f. Mengusulkan aksi atau tindakan yang dibutuhkan untuk mengurangi resiko pada tulang belakang
2. Beberapa keuntungan dari QEC
Dalam penerapannya metode QEC ini memilki beberapa keuntungan yang dapat dilihat dibawah ini:
a. QEC dapat menunjukkan beberapa faktor resiko.
b. Metode ini dapat diaplikasikan untuk range yang besar untuk beberapa situasi kerja.
c. Mempunyai sensitivitas yang tinggi dalam menganalisa postur.
d. User friendly
e. Mudah, praktis dan cepat digunakan
II - 17 2.5 REBA (Rapid Entire Body Assessment)
REBA merupakan suatu metode penilaian postur untuk menilai faktor resiko gangguan tubuh keseluruhan. Untuk masing-masing tugas (task), menilai faktor postur tubuh dengan penilaian pada masing-masing group yang terdiri dari 2 grup yaitu : group A terdiri dari atas postur tubuh kanan dan kiri dari batang tubuh (trunk), leher (nec ), dan kaki (legs), sedangkan group B terdiri atas postur tubuh kanan dan kiri dan lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan pergelangan tangan (wrist) (McAtmeny and Hignet, 1997).
Pada masing-masing group, diberikan suatu skala skor postur tubuh dan suatu pernyataan tambahan. Diberikan juga faktor beban/kekuatan dan coupling (kopling).
Dengan melihat pada tabel penilaian untuk masing-masing postur, tabel A untuk grup A dan tabel B digunakan untuk grup B. Skor A adalah jumlah dari hasil pada tabel A dan skor/beban kekuatan. Skor B adalah jumlah skor dari tabel B dan skor coupling untuk masing-masing tangan. Skor C dibaca dari tabel C, jumlah skor C dan skor tindakan. Sehingga akhirnya diperoleh suatu hasil berupa tingkatan level resiko.
Pengembangan REBA terdiri atas 3 tahap:
a. Mengidentifikasi kerja b. Sistem pemberian skor
II - 18 c. Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada
tingkat resiko yang lebih detail berkaitan dengan analisis diatas Dalam mempermudah penilainnya maka tubuh dibagi atas 2 segmen group yaitu group A terdiri atas:
1. Punggung (trunk) 2. Leher (neck) 3. Kaki (legs) Sedangkan group B terdiri atas:
1. Lengan atas (upper arms) 2. Lengan bawah (lowers arms) 3. Pergelangan tangan (wrist)
Penentuan skor REBA yang mengindikasikan level resiko dan postur kerja dimulai dengan menentukan skor A untuk postur-postur group A ditambahkan dengan skor coupling. Kedua skor tersebut (skor A + skor B) digunakan untuk menentukan skor C. skor REBA diperoleh dengan menambahkan skor aktivitas pada skor C. Dari nilai REBA diketahui level resiko pada sistem musculoskeletal dan tindakan yang dilakukan untuk mengurangi resiko (McAtmeny and Hignet, 1997)
II - 19 Grup A :
a. Batang Tubuh (trunk)
Gambar 2.5 Postur tubuh bagian batang tubuh (trunk) (Stanson, 1960)
Tabel 2.6 Skor Batang Tubuh ( trunk)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
Posisi Normal 1 + 1 jika batang tubuh berputar /
bengkok / bungkuk 0 – 20º (kedepan maupun belakang) 2
< - 20 atau 20 – 60º 3
>60º 4
b. Leher (neck)
Gambar 2.6 Postur tubuh bagian leher (neck) (McAtamney dan Hignett, 1977)
II - 20 Tabel 2.7 Skor Leher (neck)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
0-20 1 + 1 Jika leher berputar /bengkok
>20 – ekstensi 2
c. Kaki (legs)
Gambar 2.7 Postur tubuh bagian kaki (legs) (McAtamney dan Hignett, 1977)
Tabel 2.8 Skor Kaki (legs)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
Posisi normal/seimbang (berjalan/duduk)
1 + 1 Jika lutut antara 30 – 60 º + 2 Jika lutut > 60º
Bertumpu pada satu kaki lurus 2
II - 21 d. Beban (load)
Gambar 2.8 Ukuran beban (McAtamney dan Hignett, 1977)
Tabel 2.9 Skor Beban (load)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
< 5 kg 0 + 1 Jika kekuatan cepat 5 - 10 kg 1
>10 kg 2
Grup B
a. Lengan Atas ( upper arm )
Gambar 2.9 Postur tubuh bagian lengan atas (upper arm)
II - 22 Tabel 2.10 Skor Bagian Lengan Atas (upper arm)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
20º (kedepan maupun kebelakang) 1 + 1 jika bahu naik
+ 1 Jika lengan berputar/bengkok - 1 miring, menyangga dari berat Lengan
> 20º (kebelakang) atau 20 - 40º 2
45 - 90º 3
>90º 4
b. Lengan Bawah (lower arm)
Gambar 2.10 Postur tubuh bagian lengan bawah (lower arm) Tabel 2.11 Skor Lengan Bawah (lower arm)
Pergerakan Skor
60 - 100º 1
< 60º atau > 100º 2
(Stanson, 1960)
II - 23 c. Pergelangan Tangan (wrist)
Gambar 2.11 Postur tubuh bagian tangan (wrist) Tabel 2.12 Skor Pergelangan Tangan (wrist)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
0 - 15 º ( keatas maupun kebawah ) 1 + 1 Jika pergelangan tangan putaran menjauh sisi tengah
>15º 2
d. Kiri dan Kanan Tubuh
Diperlukan tambahan data, apakah menggunakan tubuh bagian kiri atau kanan.
Tabel 2.13 Nilai Level Tindakan REBA
Skor REBA Level Resiko Level Tindakan Tindakan
1 Dapat diabaikan 0 Tidak diperlukan
2 – 3 Kecil 1 Mungkin diperlukan
4 – 7 Sedang 2 Perlu
8 – 10 Tinggi 3 Segera
11 – 15 Sangat Tinggi 4 Sekarang juga
II - 24 Sebuah nilai tunggal dibutuhkan dari group A dan group B yang mana mewakili tingkatan atau pembobotan postur dari system musculoskeletal yang terdapat dalam kombinasi postur bagian tubuh. Pembobotan group A menggunakan tabel A pada tabel 2.14
Table 2.14 Pembobotan group A perhitungan Reba
TABEL A
Batang tubuh
1 2 3 4 5
Leher Kaki
1
1 1 2 2 3 4
2 2 3 4 5 6
3 3 4 5 6 7
4 4 5 6 7 8
Leher kaki
2
1 1 3 4 5 6
2 2 4 5 6 7
3 3 5 6 7 8
4 4 6 7 8 9
Leher Kaki
3
1 3 4 5 6 7
2 3 5 6 7 8
3 5 6 7 8 9
4 6 7 8 9 9
II - 25 Sedangkan pembobotan group B menggunakan tabel B, seperti yang terlihat pada tabel 2.15
Tabel 2.15 Group B perhitungan REBA
TABEL B
Lengan atas
1 2 3 4 5 6
Lengan bawah
Pergelangan
tangan
1
1 1 1 3 4 6 7
2 2 2 1 5 7 8
3 2 3 5 5 8 8
Lengan bawah
Pergelangan
tangan
2
1 1 2 1 5 7 8
2 2 3 5 6 8 9
3 3 1 5 7 8 9
Untuk mendapatkan skor B, hasil dari tabel B ditambahkan dengan tabel coupling pada tabel 2.16
Tabel 2.16 Coupling perhitungan REBA
Coupling skor Keterangan
Baik 0 Kekuatan pegangan baik
Sedang 1 Pegangan bagus tetapi tidak ideal atau kopling cocok dengan bagian tubuh
Kurang baik 2 Pegangan tangan tidak sesuai walaupun mungkin Tidak dapat diterima 3 Kaku, pegangan tidak nyaman, tidak ada
pegangan atau kopling tidak sesuai dengan bagian tubuh
II - 26 Hasil skor A dan skor B digunakan untuk mendapatkan skor C, dengan menggunakan tabel C seperti pada tabel 2.17
Tabel 2.17 Perhitungan skor C
Skor A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Skor B 1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12 5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12 6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12 7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12 8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12 9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12 10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12 11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12 12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
Untuk mendapatkan skor REBA, skor C ditambahkan dengan skor aktivitas, seperti pada gambar 2.12
II - 27
Group A
batang tubuh
Leher tabel A + beban/tenaga = skor A
Kaki
skor C +
skor
aktivitas =
final skor Group B
lengan atas
lengan bawah tabel B + Coupling = skor B
pergelangan tangan
Gambar 2.12 Perhitungan skor REBA
II - 28 Skor dari hasil kombinasi postur kerja tersebut diklasifikasikan kedalam beberapa kategori, yaitu:
Tabel 2.18 Tabel skor aktifitas REBA
Aktivitas Skor Keterangan
Postur Statik + 1 1 atau lebih bagian tubuh statis/diam, contoh:
memegang lebih dari 1 menit
Pengulangan + 1 Tindakan berulang-ulang, contoh : mengulangi
> 4 kali permenit (tidak termasuk berjalan) Ketidakstabilan + 1 Tindakan menyebabkan jarak yang besar dan
cepat pada postur (tidak stabil)
2.6 Rapid Upper Limb Assesment (RULA)
RULA merupakan suatu metode penelitian yang digunakan untuk mengurangi terjadinya resiko yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang pada anggota tubuh bagian atas. RULA dikembangkan sebagai suatu metode yang mendeteksi postur kerja yang merupakan factor resiko (risk factors). Metode ini deidesain untuk menilai para pekerja dan mengetahui beban yang memungkinkan dapat menimbulkan gangguan pada anggota tubuh bagian atas (McAtamney dan Corlett, 1993). Analisa RULA dapat dilakukan sebelum dan sesudah demonstrasi untuk mengetahui apakah resiko cedera sudah berkurang.
Metode ini menggunakan diagram dari postur tubuh dan 3 tabel skor dalam menetapkan evaluasi factor resiko. Terdapat 5 faktor eksternal yang dapat menjadi factor resiko yang berhubungan dengan terjadinya cedera pada tubuh bagian atas, yaitu jumlah gerakan, kerja otot statis, tenaga/kekuatan, penentuan postur kerja
II - 29 oleh peralatan dan waktu kerja tanpa istirahat. Perbedaan-perbedaan yang terdapat pada setiap individu pekerja antara lain:
a. Postur tubuh b. Kecepatan gerakan c. Akurasi gerakan
d. Frekuensi dan lamanya delay e. Umur dan pengalaman f. Faktor social
Oleh sebab itu, RULA didesain untuk membahas faktor-faktor resiko diatas terutama pada 4 faktor eksternal pertama. Adapun tujuan dari metode ini adalah sebagi berikut:
1. Sebagai metode yang dapat dengan cepat mengurangi resiko cedera pada pekerja, khususnya yang berkaitan dengantubuh bagian atas
2. Mengidentifikasi bagian tubuh yang mengalami kelelahan dan kemungkinanan terbesar mengalami cedera
3. Memberikan hasil analisa dan perbaikan
Sedangkan langkah-langkah untuk mendapatkan hasil dari metode RULA, antara lain sebagi berikut:
1.Observasi dan pilih postur yang akan dianalisa 2.Scoring and recording the postur
3.Action level 4.Analisa postur
II - 30 Untuk masing-masing tugas (task), menilai faktor postur tubuh dengan penilaian pada masing-masing group yang terdiri dari 2 grup yaitu: group A terdiri dari atas postur tubuh kanan dan kiri dan lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan pergelangan tangan (wrist). Sedangkan group B terdiri atas postur tubuh kanan dan kiri dari batang tubuh (trunk), leher (neck), dan kaki (legs).
Grup A
b. Lengan Atas ( upper arm )
Gambar 2.13 Posisi lengan atas (McAtamney dan Corlett, 1993) Tabel 2.19 Skor Bagian Lengan Atas (upper arm)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
20º (kedepan maupun kebelakang) 1 + 1 jika bahu naik
+ 1 Jika lengan berputar/bengkok - 1 miring, menyangga dari berat Lengan
> 20º (kebelakang) atau 20 - 40º 2
45 - 90º 3
>90º 4
(McAtamney dan Corlett, 1993)
II - 31 b. Lengan Bawah (lower arm)
Gambar 2.14 Posisi lengan bawah (McAtamney dan Corlett, 1993) Tabel 2.20 Skor Lengan Bawah (lower arm)
Pergerakan Skor
60 - 100º 1
< 60º atau > 100º 2 (McAtamney dan Corlett, 1993)
c. Pergelangan Tangan (wrist)
Gambar 2.15 Posisi pergelangan tangan (McAtamney dan Corlett, 1993)
II - 32 Tabel 2.21 Skor Pergelangan Tangan (wrist)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
0 - 15 º ( keatas maupun kebawah ) 1 + 1 Jika pergelangan tangan putaran menjauh sisi tengah
>15º 2
(McAtamney dan Corlett, 1993) Grup B
e. Batang Tubuh (trunk)
Gambar 2.16 Posisi batang tubuh (McAtamney dan Corlett, 1993) Tabel 2.22 Skor Batang Tubuh ( trunk)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
Posisi Normal 1 + 1 jika batang tubuh
berputar / bengkok / bungkuk 0 – 20º (kedepan maupun belakang) 2
< - 20 atau 20 – 60º 3
>60º 4
(McAtamney dan Corlett, 1993)
II - 33 f. Leher (neck)
Gambar 2.17 Posisi leher (McAtamney dan Corlett, 1993)
Tabel 2.23 Skor Leher (neck)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
0-20 1 + 1 Jika leher berputar
/bengkok
>20 – ekstensi 2
(McAtamney dan Corlett, 1993) g. Kaki (legs)
Gambar 2.18 Posisi kaki (McAtamney dan Corlett, 1993)
II - 34 Tabel 2.24 Skor Kaki (legs)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
Posisi normal/seimbang (berjalan/duduk)
1 + 1 Jika lutut antara 30 – 60 º + 2 Jika lutut > 60º
Bertumpu pada satu kaki lurus 2 (McAtamney dan Corlett, 1993)
Sistem penskoran dilanjutkan dengan melibatkan system otot dan tenaga yang digunakan saat melakukan aktivitas (Stanson dkk, 1960):
1. Skor untuk otot
+1 jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau aktivitas diulang lebih dari 4 kali/menit
2. Skor untuk tenaga (beban)
0 beban < 2 kg (pembebanan sekali) 1 beban 2-10 kg (pembebenan sesekali)
2 beban 2-10 kg (statis atau berulang-ulang)
3 beban > 10 kg (berulang-ulang atau sentakan cepat)
System penskoran masing-masing dimana skor pada group A dilaihat pada table A yang ditambahkan dengan skor penggunaan otot dan tenaga menjadi skor C, sedangkan untuk skor group B dimasukkan pada table B ditambahkan dengan penggunaan otot dan tanaga menjadi skor D. Skor keduanya didapat final skor yang merupakan skor akhir penelitian. Kemudian skor akhir kombinasi postur kerja tersebut diklasifikasikan kedalam beberapa kategori level resiko, yaitu:
II - 35 Tabel 2.25 Kategori tindakan RULA
Kategori tindakan Level resiko Tingkat kepentingan perbaikan 1 – 2 Minimum Tidak memerlukan perbaikan
3 – 4 Kecil Diperlukan perbaikan
Implementasi dari perbaikan dilaksanakan dalam waktu dekat
5 – 6 Sedang Dilakukan perbaikan
Implementasi dari perbaikan dilaksanakan secepatnya
7 Tinggi Diperlukan perbaikan
Implementasi dari perbaikan mendesak untuk dilaksanakan
(McAtamney dan Corlett, 1993)
2.7 Konsumsi Energi
Dalam Andrianto., R (2008), suatu kerja fisik, manusia akan menghasilkan perubahan dalam konsumsi oksigen, heart rate, suhu tubuh dan perubahan senyawa kimia dalam tubuh. Metode pengukuran kerja fisik dilakukan dengan menggunakan standar:
1. konsep horse-power
2. tingkat konsumsi energi untuk mengatur pengeluaran energi.
3. perubahan tingkat kerja jantung dan konsumsi oksigen.
Diantara sekian banyak kriteria, maka denyut jantung adalah merupakan variabel yang paling mudah diukur. Akan tetapi hanya merupakan pengukuran energi secara tidak langsung. Dalam hal ini
II - 36 penentuan konsumsi energi biasanya digunakan parameter indeks yang merupakan perbandingan antara kecepatan jantung waktu kerja tertentu dengan kecepatan jantung waktu istirahat.
Rumusan hubungan antara energi dengan kecepatan jantung, dicari melalui pendekatan kuantitatif analisis regresi bentuk regresinya adalah regresi kuadratisdari persamaan:
Y = 1.80411 – 0.0229038 + 4.71733 x 10-4 X2 ………… (2.2) dimana :
Y = energi (kilo kalori permenit)
X = kecepatan denyut jantung (denyut permenit)
Setelah besaran kecepatan jantung disetarakan dalam bentuk matematis sebagai berikut :
KE = Et – Ei ……… (2.3)
dimana :
KE = konsumsi energi untuk suatu kegiatan tertentu/kkal Et = pengeluaran energi pada waktu kerja tertentu/kkal Ei = pengeluaran energi pada waktu istirahat
Jadi konsumsi energi untuk melakukan kerja tertentu adalah selisih antara pengeluaran energi setelah kerja tersebut dengan pengeluaran energi saat istirahat. Jika energi yang dikeluarkan pekerja dalam kategori ringan dan menengah (moderate) maka perlu dilakukan analisis tambahan yaitu analisis biomekanika jika energi yang dikeluarkan dalam kategori berat maka hanya diperlukan analisis energi ekspenditure (Purnomo, 2002).
II - 37 2.8 Recommended Weight Limit (RWL)
Recommended Weight Limit (RWL) merupakan rekomendasi batas beban yang dapat diangkat manusia tanpa menimbulkan cidera meskipun pekerjaan tersebut dilakukan repetitive dan dalm jangka waktu yang cukup lama. RWL ini ditetapkan oleh NIOSH pada tahun 1991 di Amerika Serikat. Persamaan NIOSH berlaku pada keadaan: (Waters, 1994)
1. Beban yang diberikan adalah beban statis, tidak ada penambahan atau pun pengurangan beban ditengah-tengah pekerjaan.
2. Beban diangkat dengan kedua tangan
3. Pengangkatan atau penurunan benda dilakukan dalam waktu maksimal 8 jam
4. Pengangkatan atau penurunan benda tidak boleh dilakukan saat duduk atau berlutut.
5. Tempat kerja tidak sempit
Berdasarkan sikap dan kondisi sistem kerja pengangkatan beban dalam proses pemuatan barang yang dilakukan oleh pekerja dalam eksperimen, penulis melakukan pengukuran terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengangkatan beban dengan acuan ketetapan NIOSH.
Persamaan untuk menentukan beban yang direkomendasikan untuk diangkat seorang pekerja dalam kondisi tertentu menurut NIOSH adalah sebagai berikut (Waters, 1993):
II - 38 RWL = LC x HM x VM x DM x AM x FM x CM ………...(2.1) RWL = 23 x ( 25/H ) x ( 1 – 0,003 ( V – 75)) x ( 0,82 + 4,5/D) x
1 – ( 0,0032A(0) x FM x CM
Keterangan :
LC : ( Lifting Constanta ) konstanta Pembebanan
= 23 kg
HM : ( Horizontal Multiplier ) faktor pengali horizontal
= 25/H……….(2.2)
VM : ( Vertical Multiplier ) faktor pengali vertikal
= 1 – 0,003 ( V – 75 )……….(2.3) DM : ( Distance Multiplier ) faktor pengali perpindahan
= 0,82 + (4,5/D)………..(2.4)
AM : ( Asymentric Multiplier ) faktor pengali asmentrik
= 1 – 0,0032 A (0)………..(2.5)
FM : ( Frequency Multiplier ) faktor pengali frekuensi
CM : ( Coupling Multiplier ) faktor pengali kopling ( handle )
II - 39 Tabel 2.26 Frequency Multiplier
Frequency Lama kerja mengangkat
Lifts/min ≤ 1 jam > 1 dan ≤ 2 jam > 2 dan ≤ 8jam
( F ) V < 75 V > 75 V < 75 V ≥ 75 V < 75 V ≥ 75
≥ 0,2 1,00 1,00 0,95 0,95 0,85 0,85
0,5 0,97 0,97 0,92 0,92 0,81 0,81
1 0,94 0,94 0,88 0,88 0,75 0,75
2 0,91 0,91 0,84 0,84 0,65 0,65
3 0,88 0,88 0,79 0,79 0,55 0,55
4 0,84 0,84 0,60 0,60 0,45 0,45
5 0,80 0,80 0,50 0,50 0,35 0,35
6 0,75 0,75 0,42 0,42 0,27 0,27
7 0,70 0,70 0,35 0,35 0,22 0,22
8 0,60 0,60 0,26 0,26 0,18 0,18
9 0,52 0,52 0,23 0,23 0,00 0,15
10 0,45 0,45 0,21 0,21 0,00 0,13
11 0,41 0,41 0,00 0,00 0,00 0,00
12 0,37 0,37 0,00 0,00 0,00 0,00
13 0,00 0,34 0,00 0,00 0,00 0,00
14 0,00 0,31 0,00 0,00 0,00 0,00
15 0,00 0,28 0,00 0,00 0,00 0,00
> 15 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
(Sumber : Waters & Anderson (1996 B) Revised NIOSH Lifting Equation)
V = Jarakvertikal dari lantai ketangan (centimeter)
a untuk frequency angkatan kurang dari sekali per 5 menit, F = 0,2 lift/min
bdiekspresikan dalam cm dan diukur dari permukaan lantai
Tabel 2.27 Coupling Multiplier
Tipe Coupling CM
V < 75 cm V ≥ 75 cm
Baik (Good) 1,00 1,00
Sedang (Fair) 0,95 1,00
Jelek (Poor) 0,90 0,90
(Sumber : Waters & Anderson (1996 b) NIOSH Lifting Revised Equation) V = Jarak vertikal dari lantai ke tangan (centimeter)
II - 40 Gambar 2.19 Ilustrasi posisi tangan pada saat mengangkat beban
(Sumber : Waters & Anderson (1996 b) NIOSH Lifting Revised Equation)
Gambar 2.20 Ilustrasi sudut putar pada saat memindahkan beban (Sumber : Waters & Anderson (1996 b) NIOSH Lifting Revised Equation)
II - 41 Catatan :
H : Jarak horizontal posisi tangan yang memegang beban dengan titik pusat tubuh
V : Jarak vertikal posisi tangan yang memegang beban terhadap lantai D : Jarak perpindahan beban secara vertical antara tempat asal sampai tujuan
A : Sudut simetri putaran yang dibentuk antara kaki dan tangan
Sedangkan untuk FM dan CM ( lihat tabel ) dengan kriteria sebagai berikut :
a. Untuk Frequncy Multiplier ( FM ) adalah : 1. Durasi pendek : 1 jam atau kurang 2. Durasi sedang : antara 1 – 2 jam 3. Durasi panjang : 2 – 8 jam b. Untuk Coupling Multiplier ( CM ) adalah:
1. Kriteria Good adalah:
a Kontainer atau box dengan optimal dengan pegangan bahannya tidak licin
b. Benda yang didalamnya tidak mudah rusak c. Tangan dengan nyaman meraih
2. Kriteria Fair adalah :
a. Kontainer atau box tidak mempunyai pegangan b. Tangan tidak dapat meraih box dengan mudah
II - 42 3. Kriteria Poor adalah :
a. Kontainer atau box tidak mempunyai pegangan b. Sulit dipegang (licin, tajam dan lain-lain)
c. Berisi barang yang tidak stabil (mudah pecah, mudah jatuh, mudah tumpah, dan lain-lain)
d. Memerlukan sarung tangan untuk mengangkatanya
Dari persamaan yang ditetapkan oleh NIOSH tersebut terdapat perbedaan faktor pengali jarak vertical untuk pekerja Indonesia, sehingga perlu penyesuaian terhadap nilai perkiraan berat badan yang direkomendasikan untuk diangakat.
Adanya perbedaaan karena adanya faktor pengali vertikal sangat tergantung pada antropometri ketinggian knuckle (jarak dari lantai keujung jari tangan dengan posisi lurus kebawah). Perumusan faktor pengali vertikal yang dihasilkan oleh NOISH adalah:
VM = ( 1 – 0,003 – 73 )
Sedangkan dari penelitian dibawah untuk pekerja industri Indonesia faktor pengali jarak:
VM = ( 1 – 0,0032 V – 69 )
Sedangkan untuk RWL diketahui selanjutnya Lifting index untuk mengetahui Lifting index pengangkatan yang mengandung resiko cedar tulang belakang dengan persamaan :
LI =
RWL BeratBeban
………..(2.6)
II - 43 Jika LI > 1, berat beban yang diangkat melebihi batas pengangkatan yang direkomendasikan maka aktivitas tersebut mengandung resiko cidera tulang belakang.
Jika LI < 1, berat beban yang diangkat tidak melebihi batas pengangkatan yang direkomendasikan maka aktivitas tersebut tidak mengandung resiko cidera tulang belakang (Waters, et al; 1993).