BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Pustaka 1. Profil Pemahaman Konsep
Profil pemahaman dapat dipakai untuk menganalisis proses berpikir seseorang sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam mendesain proses peningkatan kualitas pembelajaran (Firdaus et al., 2019). Profil pemahaman merupakan suatu gambaran mengenai kondisi tingkat pemahaman seseorang dalam bersikap dan memandang sesuatu dengan benar (Laksana, 2013).
Berdasarkan dua pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa profil pemahaman merupakan gambaran secara garis besar mengenai kondisi seseorang dalam bersikap dan memandang sesuatu sehingga mampu menjadi ciri dalam diri seseorang.
Pemahaman memerlukan sebuah proses untuk meletakkan secara tepat sebuah informasi yang diperoleh dalam sebuah struktur kognitif, sehingga seseorang perlu memperhatikan hubungan persamaan dan perbedaan antar informasi yang diperoleh, sehingga mampu terbentuk suatu pemahaman baru yang benar (Kohler & Grouws, 1992). Hal ini juga sesuai dengan pendapat El- Hani et al., (2015) yang menyatakan bahwa profil pemahaman merupakan sebuah alat yang mampu menganalisis proses berpikir seseorang. Proses berpikir yang dimiliki seseorang bersumber dari pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki (Widyastuti, 2015), sehingga mampu menghasilkan sikap dan perilaku seseorang dalam menyikapi isu-isu yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman yang dimiliki seseorang dibentuk secara aktif melalui proses berpikir dan berhubungan dengan apa yang sedang dipikirkan (Cakir, 2008). Menurut Vygotsky pemahaman konsep dibentuk melalui tahapan sintesis gambar dan proses berpikir yang sangat kompleks (Wu, 2015), sehingga proses berpikir tidak hanya terkait dengan pembentukan konsep namun juga terkait dengan pemahaman konsep.
Profil pemahaman dapat menggambarkan kondisi seseorang terkait suatu konsep. Guru dapat mengetahui profil pemahaman siswa mengenai suatu konsep dengan cara meminta siswa untuk menjelaskan proses tertentu dengan kalimat sendiri tanpa menyalin kalimat yang berada dalam buku teks yang dimiliki maupun sumber lain, meminta siswa untuk memberikan contoh dari suatu proses alam, menuliskan sebuah kata menjadi sebuah kalimat yang padu, serta kegiatan kelompok dengan meminta siswa untuk saling melakukan tanya jawab kepada sesama teman mengenai suatu pembahasan (Crowe, Dirsk, &
Wenderoth, 2008). Apabila siswa mampu menggambarkan konsep, menyebutkan contoh yang sesuai dan mampu menerapkan konsep yang sudah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari maka dapat dinilai guru sudah memahami konsep.
Memahami berkaitan dengan aktifitas membangun pengertian dari berbagai sumber baik dalam bentuk bacaan, pesan, maupun dalm sebuah komunikasi (Gunawan & Palupi, 2016). Memahami merupakan kegiatan mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran termasuk apa yang ditulis, diucapkan, maupun digambar oleh guru (Fatmawati, 2013). Kemampuan memahami tidak hanya sebatas paham sebuah isi dari bacaan, namun menuntut siswa untuk dapat memahami isi dari setiap komunikasi yang dilakukan serta mampu memanfaatkan informasi yang terkandung dalam kegiatan komunikasi tersebut dengan sebaik mungkin (Bloom et al., 1956).
Setiap orang memiliki tingkat pemahaman yang berbeda beda terhadap suatu konsep dalam pembelajaran. Profil pemahaman mampu menunjukkan perbedaan tingkat pemahaman individu dikarenakn profil pemahaman mampu menjelaskan kemampuan seseorang dalam hal berpikir, menjelaskan sesuatu, dan menerapkan sebuah konsep dalam bentuk perilaku (de Mattos, 2014).
Perbedaan profil pemahaman seseorang tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti pengajar yang profesional, lingkungan belajar yang terbentuk, metode pembelajaran yang digunakan guru, umur seseorang, dan status sosial ekonomi seseorang (Prilanita & Sukirno, 2017).
2. Kegiatan Konservasi Tumbuhan Langka a. Tumbuhan Langka
Tumbuhan langka merupakan sebuah julukan untuk spesies yang mengalami penurunan jumlah baik dalam jumlah individu, populasi maupun keanekaragaman genetisnya (Mogea et al., (2001); Hidayat, (2012)). Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi terdapat kurang lebih 126 spesies tumbuhan yang termasuk dalam 15 famili yang berbeda ditetapkan sebagai tumbuhan yang dilindungi. Sumber lain menyebutkan bahwa tumbuhan langka yang terdapat di Indonesia mencapai 240 kelompok tumbuhan (Mogea et al., (2001); Surya et al., 2013). Pada tahun 2010 The International Year of Biodiversity berkerjasama dengan The Royal Botanic Gardens Kew, The Natural History Museum, IUCN, dan beberapa kelompok yang peduli terhadap kelestarian tumbuhan di dunia berhasil membuat Sampled Red List Index dan menetapkan bahwa seperlima spesies tumbuhan di seluruh dunia terancam kelestariannya (Surya et al., 2013).
Tabel 2.1. Beberapa Contoh Spesies Dilindungi berdasarkan PERMEN LHK Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 No Nama Ilmiah No Nama Ilmiah
1 Amorphophallus decus-silvae 11 Intsia palembanica 2 Amorphophallus titanum 12 Heritiera globosa 3 Agathis borneensis 13 Nepenthes papuana 4 Agathis labillardieri 14 Nepenthes nigra 5 Pinanga javana 15 Phalaenopsis javanica 6 Anaphalis javanica 16 Vanda sumatrana 7 Dipterocarpus cinereus 17 Rafflesia arnoldii 8 Vatica javanica 18 Aetoxylon sympetalum 9 Castanopsis argentea 19 Gaharu buaya
10 Eusideroxylon zwageri 20 Eurycoma apiculata
b. Faktor Penyebab Berkurangnya Spesies Tumbuhan
Kelestarian spesies tumbuhan dipengaruhi oleh faktor-faktor pendukung. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Budiharta et al., (2011) diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi seperti faktor intrinsik biologi tumbuhan, kerusakan habitat, eksploitasi berlebihan dan bencana alam. Penelitian tersebut memberikan informasi bahwa jumlah presentase terbesar yang menjadi penyebab adanya penurunan kelestarian tumbuhan adalah faktor intrinsik yang mencapai 83%, kerusakan habitat 82%, eksploitasi berlebih sebesar 62% dan bencana alam 6%.
Perubahan alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan dan perumahan menjadi salah satu bukti nyata adanya kerusakan hutan yang berdampak pada penurunan spesies tumbuhan. Hasil pengamatan dari tahun 2007 hingga 2017 terjadi pengurangan luasan hutan sekitar 32.209,24 hektar di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan (Ramdhoni, Fitriani, &
Afif, 2019). Provinsi Jawa Tengah kehilangan 88% hutan lahan kering selama 16 tahun dari awal pengamatan tahun 1990 hingga tahun 2006 (Gunawan et al., 2010). Degradasi hutan menyebabkan berkurangnya 50%
spesies tumbuhan penting dan 40% kelimpahan pohon di hutan (Astiani, 2016). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nahlunnisa, Santosa, & Zuhud (2017) menyatakan bahwa di Provinsi Riau ditemukan adanya penurunan jumlah spesies tumbuhan sebesar 60,56 % - 93,33 % yang diakibatkan karena perubahan fungsi dari hutan sekunder menjadi perkebunan sawit. Apabila kondisi ini tidak segera ditangani, maka tidak menutup kemungkinan jika dalam waktu dekat ini jumlah spesies langka akan semakin meningkat.
c. Konservasi
Konservasi merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh manusia untuk mengelola kelangsungan makhluk hidup. Konservasi juga dapat diartikan sebagai upaya pengelolaan sumber daya hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijak sehingga terjamin kesinambungannya (Akhmaddhian, 2013). Menurut Undang-Undang No.
32 Tahun 2009, konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber
daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. Konservasi juga diartikan sebagai suatu kegiatan pemeliharaan dan perlindungan terhadap ekosistem alami maupun buatan beserta populasi spesies yang tinggal di didalamnya tanpa merusak lingkungan sehingga ekosistem dan makhluk hidup didalamnya tetap dapat memberikan manfaat seterusnya (Dudlye, 2009). Tujuan utama dari konservasi biologis adalah untuk menjaga keanekaragaman organisme hidup, habitatnya dan keterkaitan antara organisme dan lingkungannya (Chua et al., 2008).
Kegiatan konservasi memiliki dasar yang kuat berupa Undang- Undang dan Peraturan Pemerintah. Undang-Undang No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistem; Undang- Undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan; dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa merupakan tiga contoh peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai wujud kepedulian pemerintah terhadap kelestarian alam.
Peraturan yang ditetapkan tersebut menjadi dasar dalam kegiatan pemanfaatan dan pelestarian sumber daya hayati yang ada di Indonesia.
Kegiatan konservasi diwujudkan dalam bentuk pendirian kawasan konservasi. Berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, kawasan konservasi terdiri atas kawasan suaka alam (hutan suaka marga satwa dan cagar alam); kawasan pelestarian alam (taman nasional, taman wisata alam, dan taman hutan raya); dan kawasan taman buru.
Sikap konservasi harus tertanam dalam diri pemerintah, masyarakat umum, swasta, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan pihak-pihak lain yang terkait secara bersama-sama dan berkesinambungan (Akhmaddhian, 2013). Usia yang paling tepat untuk mengenalkan dan mengajarkan konservasi adalah usia anak sekolah. Hal ini dikarenakan pada periode anak usia sekolah dari tingkat dasar sampai dengan tingkat menengah memiliki waktu yang sangat panjang untuk
mengajarkan konsep konservasi dengan baik (Christita & Mayasari, 2018).
Anak-anak yang terlibat langsung dalam kegiatan penyelamatan lingkungan akan menumbuhkan rasa kepedulian dan kepemilikan yang tinggi terhadap lingkungan (Susilo, Prasetya, & Ngabekti, 2016).
Aktifitas konservasi yang dilakukan harus tersusun dan terencana dengan baik. Strategi yang diambil harus benar agar tujuan strategis konservasi dapat terwujud dan memberikan hasil yang nyata sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat. Berdasarkan Widyatmoko, (2019) terdapat beberapa strategi dan inovasi yang dapat dilakukan seperti, pembangunana kebun raya daerah berbasis ekoregion; bank biji modern;
reintroduksi tumbuhan terancam kepunahan; dan pendidikan lingkungan.
Berdirinya kebun raya dan dikeluarkannya beberapa aturan pemerintahan merupakan beberapa langkah nyata yang dilakukan untuk melindungi kelestarian tumbuhan dan hutan di Indonesia (Runtukahu, 2014). Adapun berdasarkan penelitian (Leksono et al., 2014) diketahui bahwa tindakan konservasi yang dapat dilakukan antara lain seperti;
melindungi spesies yang terancam punah; menentukan cadangan ekologis, mengurangi besarnya dampak manusia pada sistem alam; memulihkan ekosistem yang terdegradasi melalui kegiatan tanam pohon; menambah populasi dengan individu yang berasal dari wilayah pembudidayaan;
mengendalikan jumlah spesies di alam.
3. Systematic Literature Review
Gambaran dari literatur hasil Systematic Literature Review dapat dilihat pada Lampiran 2.1. Berdasarkan data pada Lampiran 2.1, terlihat bahwa media pembelajaran yang sudah dikembangkan meliputi buklet, poster, komik, pocket book, flipbook, modul pembelajaran, ensiklopedia, kartu, majalah, buku tiga dimensi, dan aplikasi mobile learning. Berdasarkan Lampiran 2.1, penelitian mengenai media pembelajaran tentang keanekaragaman dan konservasi kebanyakan menggunakan desain penelitian pengembangan.
Terdapat 14 penelitian yang menggunakan desain pengembangan, 6 artikel menggunakan desain quantitatif, dan 3 artikel menggunakan desain kualitatif.
Materi yang diangkat dalam penelitian lebih banyak menggunakan keanekaragaman hayati dibandingkan dengan konservasi dan hanya 7 artikel yang mengangkat materi konservasi dan pelestarian alam. Hal ini menunjukkan bahwa masih sedikit penelitian mengenai pengembangan media pembelajaran terkait dengan konservasi. Fokus materi yang diangkat dalam penelitian tersebut cenderung menggunakan potensi sumber daya alam lokal sebagai media pembelajaran, sehingga belum terlalu menjurus kepada kegiatan konservasi tumbuhan langka. Media pembelajaran yang terdapat dalam setiap artikel telah melalui uji validasi, uji kelayakan, dan uji respon menunjukkan bahwa semua media yang ditemukan berkategori valid.
B. Kerangka Berpikir
Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman spesies.
Sangat disayangkan jumlah spesies tumbuhan dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Perubahan alih fungsi hutan dan kurangnya pemahaman masyarakat menjadi penyebab rendahnya kepedulian masyarakat akan kelestarian spesies.
Pendidikan konservasi sebenarnya sudah termasuk dalam kurikulum pembelajaran di sekolah, namun kegiatan belajar mengajar yang belum tepat membuat pemahamahan siswa dan guru masih kurang terkait konservasi.
Profil pemahaman siswa dan guru mengenai konsep biokonservasi tumbuhan langka belum diketahui. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil pemahaman siswa dan guru terkait konsep biokonservasi kasus tumbuhan langka di Indonesia. Instrumen penelitian diadopsi dan dimodifikasi dari penelitian Rosalino & Rosalino, (2012) dalam bentuk Skala Likert yang terbagi menjadi angket data diri, sikap secara umum, motivasi, aksi nyata dan pengetahuan terkait biokonservasi tumbuhan langka.
Profil pemahaman guru dan siswa terkait konsep biokonservasi tumbuhan langka di Indonesia pada enam sekolah yang menjadi sampel penelitian diharapkan dapat membantu mengoptimalkan usaha memperbaiki kualitas pemahaman dengan cara memperbaiki sistem pengajaran dan pandangan yang kurang tepat mengenai konservasi. Harapan untuk guru dan siswa setelah diketahui profil pemahaman,
yaitu guru dapat merencakan proses pembelajaran lebih konstekstual dengan metode yang melibatkan siswa secara langsung dan siswa lebih memahami konsep konservasi dan dapat menggunakan pengetahuan tersebut dalam menyikapi isu-isu dan fenomena di sekitar terkait biokonservasi tumbuhan langka.
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir Jumlah keanekaragaman spesies semakin menurun dan terjadi degradasi
hutan dengan tingkat yang tinggi.
Profil pemahaman siswa dan guru mengenai konsep biokonservasi tumbuhan langka di
Indonesia belum diketahui
Perlu dilakukan pengukuran mengenai profil pemahaman siswa dan guru mengenai biokonservasi
tumbuhan langka Indonesia
Pengukuran dilakukan dengan instrument dalam bentuk angket
Profil pemahaman siswa terkait biokonservasi tumbuhan langka
Indonesia
Profil pemahaman guru terkait biokonservasi tumbuhan langka
Indonesia
Perbaikan metode pembelajaran dan lebih aktif dalam menyikapi isu-isu terkait biokonservasi tumbuhan langka Indonesia