• Tidak ada hasil yang ditemukan

SCIENCE AND RESEARCH JOURNAL OF MAI WANDEU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SCIENCE AND RESEARCH JOURNAL OF MAI WANDEU"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

LAWYERS OFFICE MAI WANDEU

Volume 1 | Nomor 2 | Desember 2021 e-ISSN: 2797-9377 | p-ISSN: 2797-9369

UJI PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK (CAIR DAN PADAT) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA

SAWIT (

Elaeis guineensis

Jacq.) Syamsuwirman1, Yulfi Desi2, Anggun Milasari3, Asriadi4

1,2,3,4 Fakultas Pertanian, Universitas Ekasakti Padang Email: [email protected]1, dan [email protected]2

Corresponding: [email protected] ARTICLE HISTORY: ABSTRACT

Received : 10/08/2021 Revised : 30/08/2021 Publish : 02/12/2021

Research on Testing the Use of Organic Fertilizers (Liquid and Solid) on Oil Palm Seed Growth, has been carried out in Korong Gadang Village, Kuranji District, Padang City, West Sumatra Province, the research was conducted from February 2021 to June 2021. The purpose of the study is to obtain concentration of liquid organic fertilizer and the best dose of solid organic fertilizer on the growth of oil palm seedlings (Elaeis guineensis Jacq.). The study was in the form of an experiment using a completely randomized design with 11 treatments and 3 replications. The treatments were A = No organic fertilizer, B = POC 10 %, C = POC 15 %, D = POC 20 %, E

= POC 25 %, F = POC 30 %, G = Solid Organic Fertilizer (Pupuk Organik Padat/

POP) 6.7 tons /ha, H = POP 13.4 tons/ha, I = POP 20 tons/ha, J = POP 26.7 tons/ha, and K = POP 33.4 tons/ha. Data from observations of oil palm seedlings were statistically analyzed by the F test. The experimental results showed that the application of organic fertilizers (liquid and solid) showed significantly different effects on the increase in seedling height, increase in leaf midrib, increase in wee diameter, and fresh weight of seedlings. Seedlings that received POP treatment of 33.4 tons/ha (250 g/seedling), showed the best result. Based on the results of the research, it can be suggested to use solid organic fertilizer (POP) at a dose of 33.4 tons/ha or 250 g/seedling.

Keywords:

Liquid organic fertilizer, Solid organic fertilizer, Seedling, Palm oil.

PENDAHULUAN

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) bukan merupakan tanaman asli Indonesia, namun ia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di Indonesia. Daerah asal tanaman kelapa sawit belum dapat dipastikan. Menurut penelitian, tanaman sawit berasal dari Amerika Selatan dan Afrika (Indriarta, 2010). Menghasilkan produk yang dapat dipasarkan secara Internasional salah satunya Crude Palm Oil (CPO), dimana CPO dapat menyumbang devisa bagi Negara melalui ekspor non-migas tanaman perkebunan. Perkembangan usaha dan investasi kelapa sawit terus mengalami pertumbuhan sehingga terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh masyarakat secara swadaya (Sihombing dan Puspita, 2015).

Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2016 adalah 11.201.465 ha dengan total produksi 31.730.961 ton

(2)

152

CPO, tahun 2017 mencapai 14.048.722 ha dengan total produksi 37.965.224 ton CPO, tahun 2018 meningkat lagi menjadi 14.326.350 ha dengan total produksi 42.883.631 ton CPO, dan di tahun 2019 luas areal mencapai 14.724.420 ha dengan total produksi 45.861.121 ton CPO (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2020).

Menurut Satyawibawa (2010) dalam. Marlina (2018) usaha membudidayakan kelapa sawit, masalah pertama yang dihadapi adalah pengadaan bibit. Penggunaan bahan tanaman/bibit yang tidak jelas sumbernya, akan menyebabkan kerugian bagi pemilik kebun.

Selain itu, penanganan bibit dari pembibitan awal hingga pembibitan utama, merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan. Kualitas bibit sangat menentukan produksi akhir dari hasil kelapa sawit.

Dalam membudidayakan bibit kelapa sawit, perlu dilakukan pemberian pupuk agar dapat tumbuh dengan baik dan optimal. Pupuk tersebut ada dua macam yaitu pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia, sedangkan pupuk anorganik adalah pupuk buatan atau pupuk kimia. Kekurangan pupuk organik yaitu kandungan unsur hara jumlahnya kecil, sehingga jumlah pupuk yang diberikan harus relatif lebih banyak, bila dibandingkan dengan pupuk anorganik (Yurita, 2018).

Selanjutnya pupuk organik yang digunakan untuk pembibitan kelapa sawit dapat berupa pupuk organik padat ataupun pupuk organik cair (Lubis dan Sjofjan, 2016). Pupuk organik cair merupakan pupuk berbentuk cair berasal dari kotoran atau urin hewan yang dilarutkan dalam air dengan perbandingan tertentu. Umumnya kotoran atau urin hewan seperti sapi, kambing, kelinci, dan babi, cukup banyak yang telah dimanfaatkan oleh petani sebagai pupuk cair (Ismaya, Parawansa dan Hamka, 2014). Sedangkan pupuk organik padat bisa dari berbagai macam kotoran hewan seperti kotoran sapi, kotoran kambing, kotoran kuda, kotoran kerbau, termasuk kotoran ayam yang juga dapat dijadikan sebagai pupuk (Yurita, 2018).

Menurut Poeloengan et al., (2003), pemupukan menjadi satu keharusan karena kelapa sawit tergolong tanaman yang sangat konsumtif. Kekurangan salah satu unsur hara. Hasil penelitian Alvi, Ariyanti dan Maxiselly (2018), pemberian urin kambing konsentrasi 40 ml/L air dan 120 ml/L air cenderung berpengaruh baik terhadap bobot kering tajuk, bobot kering akar, dan nisbah tajuk akar bibit kelapa sawit. Affandi (2008), dari analisis laboratorium terhadap sifat urin sapi sebelum dan sesudah fermentasi terdapat perbedaan. Sebelum fermentasi pH (7,2), N (1,1%), P (0,5%), K (1,5%), Ca (1,1%) warna kuning, dan bau menyengat. Sesudah fermentasi pH (8,7), N (2,7%), P (2,4%), K (3,8%), Ca (5,8%) warna hitam dan bau berkurang.

Bokashi kotoran ayam merupakan pupuk yang sangat lengkap, dimana mengandung unsur hara makro dan unsur hara mikro. Kandungan unsur hara yang ada pada bokashi kotoran ayam yaitu N = 1.0%, P = 0,8%, K = 0,4% serta kandungan air sebesar 55% (Purwanti dan Khairunnisa, 2007). Selain itu, bokashi kotoran ayam mengandung Ca, Mg, serta sejumlah unsur hara mikro lainnya seperti Fe, Cu, Mn, Zn, B, Cl, dan Mo yang berfungsi sebagai bahan makanan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Lingga dan James, 1997).

(3)

153

Menurut Noor dan Ningsih (2001) dalam Sadjadi, Herlina dan Supendi (2017) bokashi kotoran sapi merupakan pupuk lengkap, yang mengandung unsur hara makro dan mikro. Kandungan unsur hara bokashi kotoran sapi adalah Nitrogen (N) sebesar 0,92 %, Posfor (P) 0,23 %, Kalium (K) 1,03 %, serta mengandung Ca, Mg, dan sejumlah unsur mikro lainnya seperti Fe, Cu, Mn, Zn, Bo, dan Mo, yang berfungsi sebagai bahan makanan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi pupuk organik cair dan dosis pupuk organik padat yang terbaik terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.).

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Korong Gadang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, Propinsi Sumatera Barat, dengan ketinggian ± 50 mdpl. Penelitian dari bulan Februati sampai Juni 2021. Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah bibit kelapa sawit varietas DyXP (PPKS) yang berumur 3 bulan, tanah top soil, POC Urine sapi, Pupupk Orgsanik Padat (POP) bokashi kotoran (ayam + sapi), pupuk NPK dan pestisida.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 11 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan adalah A = Tanpa pupuk organik, B = POC 10

%, C = POC 15 %, D = POC 20 %, E = POC 25 %, F = POC 30 %, G = Pupuk Organik Padat (POP) 6,7 ton/ha (50 g/bibit) , H = POP 13,4 ton/ha (100 g/ bibit), I = POP 20 ton/ha (150 g/ bibit), J = POP 26,7 ton/ha (200 g/ bibit), dan K = POP 33,4 ton/ha (250 g/ bibit).

Setiap satuan percobaan terdiri dari 5 tanaman pada polybag. Polybag yang sudah diisi dengan tanah top soil sebanyak 15 kg/polybag. POC diberikan sesuai perlakuan sebanyak 4 kali (umur 1 (vol = 100 ml), 5 (200ml), 9 (300 ml), 13 (400ml) mst). Sedangkan POP sesuai perlakuan diberikan setelah pengisian polybag dan inkubasi selama 2 minggu. Dilakukan alih tanam, kemudian pupuk NPK disebarkan secara melingkar di atas permukaan tanah sebanyak 5 g/tanaman. Selama penelitian dilakukan pemeliharaan, yang meliputi penyiraman, penyiangan dan pengendalian hama dan penyakit tanaman.

Parameter pengamatan adalah : pertambahan tinggi bibit, pertambahan pelepah daun, pertambahan diameter bonggol, dan bobot segar bibit. Data-data dari hasil pengamatan yang diperoleh dianalisis secara statistika menggunakan sidik ragam dan bila hasil sidik ragam, berbeda nyata (F-hitung > F-tabel 5%) atau sangat berbeda nyata (F-hitung > F-tabel 1%), maka untuk membandingkan dua rata- rata perlakuan dilakukan uji lanjutan dengan Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5% (Steel dan Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan tinggi bibit (cm)

Hasil pengamatan dan analisis statistika pertambahan tinggi bibit kelapa sawit dengan pemberian pupuk organik cair dan pupuk organik padat, menunjukan pengaruh sangat berbeda nyata.

Pertambahan tinggi bibit kelapa sawit tertinggi diperoleh pada perlakuan K (250 g/bibit) yaitu dengan rata-rata pertambahan 35,73 cm, sedangkan pertambahan tinggi terendah

(4)

154

terdapat pada perlakuan A (Tanpa pupuk organik) dengan rata-rata 14,59 cm (Tabel 1.).

Selanjutnya juga terlihat bahwa bibit yang mendapatkan perlakuan pupuk organik cair, berada pada posisi 2-4, sedangkan yang mendapatkan pupuk organik padat lebih memperlihatkan pertambahan tinggi bibit yang lebih baik. Dapat dikatakan bahwa bibit sawit mendapatkan perlakuan pupuk organik padat memperoleh unsur hara yang cukup untuk peningkatan pertumbuhan.

Tabel 1. Rata-rata pertambahan tinggi bibit kelapa sawit pada pemberian pupuk organik cair dan pupuk organik padat.

Perlakuan Pertambahan Tinggi bibit (Cm)

A = Tanpa pupuk organik B = POC 10%

C = POC 15%

D = POC 20%

G = POP 6,7 ton/ha H = POP 13,4 ton/ha I = POP 20 ton/ha E = POC 25 % J = POP 26,7 ton/ha F = POC 30 % K = POP 33,4 ton/ha

14,59 a 19,83 b 23,43 c 26,47 d 26,91 d e 28,81 e f 30,53 f g 31,41 g h 33,11 h i 33,50 i 35,73 j

KK = 4,18 %

Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf nyata 5 %.

Pupuk organik padat yang diberikan pada media tanam, disamping menyumbangkan unsur hara juga dapat memperbaiki sifat fisik maupun biologi tanah serta mengandung hormone sitokinin dan giberilin yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman (kerna berasal dari hewan). Kandungan unsur hara yang terdapat pada pupuk organik padat adalah N = 4,64

%, P2O5 = 3.537,12 ppm, K = 28,30 me/100 g, C-organik = 6,99 %, dan C/N = 1,51 %.

Menurut Hindersah dan Simarmata (2004) dalam Adnan, Utoyo and Kusumastuti (2015) Nitrogen bagi kelapa sawit adalah unsur yang berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan tanaman. Tanaman bibit kelapa sawit akan tumbuh dengan normal apabila kebutuhan akan unsur haranya terpenuhi, karena unsur hara tersebut digunakan oleh tanaman untuk melakukan aktifitasnya pada fase pertumbuhan dan perkembangan.

Pertambahan Pelepah Daun

Hasil pengamatan dan analisis statistika pertambahan pelepah daun bibit kelapa sawit dengan pemberian pupuk organik cair dan pupuk organik padat, menunjukan pengaruh sangat berbeda nyata. Pertambahan pelepah daun tertinggi terlihat yang mendapatkan perlakuan K (POP 33,4 ton/ha) dengan rata-rata pertambahan pelepah daun 6,93, dan terendah adalah yang mendapatkan perlakuan A (tanpa pupuk organik) yaitu 5,26 pelepah Tabel 2.), berarti dapat meningkatkan jumlah pelepah daun. Hal ini disebabkan oleh pemberian pupuk organik padat mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara yang cukup untuk diserap akar tanaman sehingga memacu proses pertumbuhan tanaman khususnya pelepah daun.

(5)

155

Lakitan (2004) menyatakan bahwa pada saat pertumbuhan daun, diketahui tidak semua unsur hara diperlukan dan berperan langsung terhadap pembentukan daun. Sutandi (1996) dalam. Riwandi, (2002) menyatakan bahwa unsur hara N, P, dan K yang optimal di dalam tanah untuk tanaman kelapa sawit adalah untuk N = 0,51%, P = 11 ppm, dan untuk K

= 0,6 me/100g. Unsur hara tersebut memiliki status yang tinggi sehingga baik untuk pertumbuhan tanaman.

Lebih lanjut Sutedjo, Kartasapoetra dan Sastroatmodjo (1991) menyatakan bahwa fungsi N antara lain untuk meningkatkan pertumbuhan daun. Fauzi et al., (2002) menyatakan bahwa jumlah pelepah, panjang pelepah, dan anak daun tergantung pada umur tanaman.

Selanjutnya Harjadi (1991) menyatakan bahwa jumlah pelepah berkaitan dengan tinggi tanaman, semakin tinggi tanaman maka semakin banyak jumlah pelepah yang terbentuk karena daun keluar dari nodus–nodus yakni tempat kedudukan daun yang ada pada batang.

Tabel 2. Rata-rata pertambahan pelepah daun bibit kelapa sawit pada pemberian pupuk organik cair dan pupuk organik padat.

Perlakuan Pertambahan Pelepah Daun

A = Tanpa pupuk organic G = POP 6,7 ton/ha H = POP 13,4 ton/ha B = POC 10%

I = POP 20 ton/ha C = POC 15%

D = POC 20%

E = POC 25 % J = POP 26,7 ton/ha F = POC 30 % K = POP 33,4 ton/ha

5,26 a 5,27 a 5,60 a 5,73 a b 6,07 b c 6,13 b c d 6,33 c d e 6,53 d e f 6,73 e f g 6,80 f g 6,93 g

KK = 4,18 %

Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf nyata 5 %.

Pertambahan Diameter Bonggol

Hasil pengamatan dan analisis statistika pertambahan diameter bonggol bibit kelapa sawit dengan pemberian pupuk organik cair dan pupuk organik padat, menunjukan pengaruh sangat berbeda nyata. Pertambahan diameter bonggol hampir sama dengan pengamatan di atas, dimana paling besar pada bibit yang mendapatkan perlakuan K (POP 33,4 ton/ha), yaitu 5,04 mm dan terkecil adalah bibit yang mendapatkan perlakuan A (tanpa pupuk organik), yaitu 3 mm (Tabel 3.).

Secara keseluruhan terlihat bahwa urutan pertambahan diameter bonggol secara baris dari kecil adalah yang mendapatkan perlakuan POC, dan yang lebih besar adalah yang mendapatkan perlakuan POP. Hal ini kemungkinan disebabkan unsur hara yang terkandung dalam POP, terutama unsur K sudah mencukupi untuk bibit yang memperlihatkan pertambahan diameter bonggol lebih besar.

(6)

156

Lingga dan Marsono (2007) menyatakan bahwa unsur K berfungsi menguatkan batang tanaman yang dapat mempengaruhi besar diameter batang. Unsur Ca berperan dalam menguatkan dinding sel sehingga sangat dibutuhkan untuk memperkokoh batang tanaman.

Selanjutnya Djamaluddin (1983) menyatakan bahwa meningkatnya diameter batang diakibatkan oleh pertumbuhan tanaman yang cukup baik, karena unsur hara yang dibutuhkan cukup tersedia. Pertumbuhan yang baik diindikasikan dengan kemampuan tanaman untuk berfotosintesis lebih tinggi dan hasil fotosintesis lebih banyak. Karbohidrat yang lebih banyak ditranslokasikan melalui/lewat floem dan dapat digunakan untuk memacu pertumbuhan sekunder yaitu perluasan sel batang dan diindikasikan dengan diameter batang yang lebih lebar.

Tabel 3. Rata-rata pertambahan diameter bonggol bibit kelapa sawit pada pemberian pupuk organik cair dan pupuk organik padat.

Perlakuan Pertambahan Diameter Bonggol (mm)

A = Tanpa pupuk organik B = POC 10%

C = POC 15%

D = POC 20%

E = POC 25 % G = POP 6,7 ton/ha F = POC 30 % H = POP 13,4 ton/ha I = POP 20 ton/ha J = POP 26,7 ton/ha K = POP 33,4 ton/ha

3,00 a 3,23 b 3,36 c 3,45 c 3,63 d 4,43 e 4,53 f 4,57 f 4,68 f 4,88 g 5,04 h

KK = 1,63 %

Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf nyata 5 %.

Bobot Segar Bibit

Hasil pengamatan dan analisis statistika bobot segar bibit bibit kelapa sawit dengan pemberian pupuk organik cair dan pupuk organik padat, menunjukan pengaruh sangat berbeda nyata.

Tabel 4. Rata-rata bobot segar bibit kelapa sawit pada pemberian pupuk organik cair dan pupuk organik padat.

Perlakuan Bobot Segar Bibit (g)

A = Tanpa pupuk organik B = POC 10%

C = POC 15%

D = POC 20%

E = POC 25 % G = POP 6,7 ton/ha H = POP 13,4 ton/ha I = POP 20 ton/ha F = POC 30 %

38,67 a 45,00 a b 54,67 b c 64,67 c d 70,67 d e 72,67 d e f 78,33 e f 81,00 e f 83,33 f

(7)

157 J = POP 26,7 ton/ha

K = POP 33,4 ton/ha

94,33 g 112,33 h

KK = 1,63 %

Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf nyata 5 %.

Bobot segar terrendah = 38,67 g berada pada bibit yang mendapatkan perlakuan A (tanpa pupuk organik) sedangkan bobot segar bibit tertinggi = 112,33 g pada bibit yang memperoleh perlakuan K (POP 33,4 ton/ha) (Tabel 4.). Hal ini memperkuat dugaan bahwa pupuk organik padat lebih baik dari pada pupuk organik cair. Lebih baiknya pupuk organik padat adalah karena kandungan unsur hara lebih tinggi daripada pupuk organik cair, sehingga berakibat kepada bobot segar bibit. Terutama kandungan unsur hara N.

Sadjadi, Herlina dan Supendi, (2017) menyatakan bahwa bertambahnya unsur N dalam tanah berasosiasi dengan pembentukan sel-sel pada tanaman sehingga hal ini meningkatkan proses fotosintesis yang memacu pertumbuhan dan jumlah tanaman sehingga berpengaruh pada berat segar perlakuan. Peranan P sebagai komponen essensial adenosine difosfat (ADP) dan adenosine trifosfat (ATP) yang bersama-sama berperan penting dalam fotosintesis dan penyerapan ion inilah yang diduga mampu meningkatkan produksi tanaman.

Semakin lama umur tanaman akan memberikan kesempatan pada tanaman untuk tumbuh lebih lama sehingga jumlah daun yang terbentuk pun lebih banyak dan berpengaruh pada berat segar tanaman.

Selanjutnya Sutedjo (2010), menyatakan bahwa pemberian bokashi sebagai sumber bahan organik juga meningkatkan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah.

KESIMPULAN

1. Pemberian berbagai konsentrasi POC dan berbagai dosis POP memberikan pengaruh sangat berbeda nyata terhadap parameter pengamatan : pertambahan tinggi tanaman, pertambahan pelepah daun, pertambahan diameter bonggol, dan bobot segar bibit.

2. Pemberian dosis pupuk organik padat 33,4 ton/ha (250 g/bibit) memperlihatkan pengaruh yang terbaik terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, I. S., Utoyo, B., & Kusumastuti, A. 2015. Pengaruh Pupuk NPK dan Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Main Nursery.

Jurnal Agro Industri Perkebunan, 3(2), 69–81.

Affandi. 2008. Pemanfaatan Urine Sapi Sebagai Pupuk Cair. Yogyakarta: Andi Offset.

(8)

158

Alvi, B., Ariyanti, M., & Maxiselly, Y. 2018. Pemanfaatan Beberapa Jenis Urin Ternak Sebagai Pupuk Organik Cair Dengan Konsentrasi Yang Berbeda Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama. Jurnal Kultivasi, 17(2), 622–627.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2020. Statistik Perkebunan Indonesia 2018-2020. Jakarta:

Kementerian Pertanian.

Djamaluddin. 1983. Pengaruh Pemberian Pupuk Fosfat, Pupuk Kandang dan Kapur Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L) Di daerah Transmigrasi Bone- Bone, Luwu. Institut Pertanian Bogor.

Fauzi, Y., Widiyastuti, Y. E., Satyawibawa, I., & Paeru, R. H. 2002. Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil & limbah, Analisis Usaha & Pemasaran. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Harjadi, S. S. 1991. Pengantar Agronomi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Ismaya, N., Parawansa, R., & Hamka. 2014. Interval Waktu Pemberian Pupuk Organik Cair Urin Sapi Pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir ). Jurnal Agrisistem, 10(2), 170–178.

Lakitan, B. 2004. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Lingga, P., dan Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan .Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta Lingga, T., dan James, F. D. 1997. Effective Microorganisme ( EM-4 ). Indonesian Kyusei Nature

Farming. Jakarta.

Lubis, D. F., dan Sjofjan, J. 2016. Pengaruh Pemberian Sludge dan Urin Sapi Terhadap.

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama, 3(2), 14–16.

Marlina, G. 2018. Uji Berbagai Media Tanam dan Pemberian Air Kelapa Muda Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis quineensis Jacq.) di Main-Nursery. Jurnal Pertanian UMSB, 2(1), 10–18.

Poeloengan, Z., Fadli, M. ., Winarna, S. R., & Sutarta, E. . 2003. Permasalahan Pemupukan pada Kelapa Sawit. dalam W. Darmosarkoro, E.G. Sutarta, dan Winarna (Eds.). Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit. Medan: PPKS.

Riwandi. 2002. Rekomendasi Pemupukan Kelapa Sawit Berdasarkan Analisis Tanah dan Tanaman. Akta Agrosia, 5(1), 27-34.

Sadjadi, Herlina, B., & Supendi, W. 2017. Level Penambahan Bokashi Kotoran Sapi terhadap Pertumbuhan dan Produksi pada Panen Pertama Rumput Raja (Pennisetum purpureophoides). Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 12(4), 411–418.

Sihombing, D., dan Puspita, F. 2015. Kajian Teknik Budidaya Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Petani Swadaya Kecamatan Lubuk Dalam Kabupaten Siak Provinsi

(9)

159

Riau. JOM Faperta, 2(2), 12–16.

Sutedjo, M. M. 2010. Pupuk dan Cara Pemupukan (8th ed.). Rineka Cipta. Jakarta

Sutedjo, M. M., Kartasapoetra, A. G., & Sastroatmodjo, R. S. 1991. Mikrobiologi Tanah.

Rineka Cipta. Jakarta.

Yurita, S. 2018. Respon Pertumbuhan Tanaman Kelapa Sawit yang Diberi Pupuk Bokashi di main nursery. Universitas Andalas Kampus III Dharmasraya.

Gambar

Tabel   1.  Rata-rata  pertambahan  tinggi bibit  kelapa  sawit  pada  pemberian  pupuk  organik  cair  dan  pupuk organik padat
Tabel  2. Rata-rata pertambahan pelepah daun bibit kelapa sawit pada pemberian pupuk organik cair  dan pupuk organik padat
Tabel 3. Rata-rata pertambahan diameter bonggol bibit kelapa sawit pada pemberian pupuk organik  cair dan pupuk organik padat

Referensi

Dokumen terkait

Data diatas menunjukkan bahwa pada etnis Dayak lebih dominan pada gaya belajar kolaboratif, hal ini tentu saja berkaitan dengan latar belakang budaya dan pola hidup suku Dayak

Ketiga item tersebut dengan sebuah hadis satu dari tiga perkara yang diampuni Allah: tidak tahu, lupa, dan terpaksa, bersabar dalam segala ujian, hidup seperti

Selanjutnya tujuan dari penelitian ini adalah(1) untuk mengetahui strategi dalam pembelajaran bahasa inggris di sekolah Thamvitya Mulnity Songkhla Thailand (2) untuk

Sebuah benda yang bergerak beraturan pada lintasan berbentuk lingkaran akan mempunyai kecepatan angular tetap, kelajuan tetap tetapi arahnya berubah setiap saat (kecepatan

Onset biasanya terjadi dalam 1 bulan sejak terjadinya kejadian yang penuh dengan tekanan atau mengubah kehidupan, dan biasanya durasi dari gejala tersebut tidak melebihi 6

Nilai rata-rata (mean) diambil berdasarkan data perhitungan nilai (skor) perbandingan data terhadap produk dendeng jantung pisang dari empat segi penilaian

Post-conditions Sistem menampilkan kegiatan dosen tetap bidang keahlian sesuai PS dalam seminar yang telah tersimpan, terupdate, atau terhapus. Failed end condition Admin

Sehubungan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan, maka Perseroan dengan ini meminta persetujuan para Pemegang Saham untuk memberikan kewenangan kepada Dewan Komisaris