• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Proses Bisnis Menggunakan Metode Quality Evaluation Framework (QEF) (Studi Kasus: Bali Kencana Bakery)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Evaluasi Proses Bisnis Menggunakan Metode Quality Evaluation Framework (QEF) (Studi Kasus: Bali Kencana Bakery)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Brawijaya

7779

Evaluasi Proses Bisnis Menggunakan Metode Quality Evaluation Framework (QEF) (Studi Kasus: Bali Kencana Bakery)

Wira Kumara1, Aditya Rachmadi2,Nanang Yudi Setiawan3

Program Studi Sistem Informas, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1[email protected], 2[email protected],3nanang.ub.ac.id

Abstrak

Bali Kencana Bakery adalah perusahaan manufaktur khususnya dalam produksi roti, produk yang dihasilkan berupa roti yang biasa ditemui di kantin, mini market, dan beberapa supermarket di seputar Kota Denpasar. Sebagai perusahaan manufaktur proses utama dari perusahaan ini adalah produksi, selain proses produksi banyak juga terdapat proses pendukung lain seperti pengadaan bahan baku, penerimaan pesanan dan komplain, pengemasan dan lain sebagiannya. Namun dalam kenyataannya tidak semua proses yang ada berjalan sesuai yang diharapkan, ada beberapa permasalahan yang mengakibatkan kerugian finansial, jam kerja yang berlebihan dan permasalahan lain yang menghambat perusahaan mencapai targetnya. Indikasi permasalahan umumnya terdapat pada fungsi bisnis produksi dan pengemasan. Berdasarkan masalah-masalah tersebut penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pada aktivitas mana yang menjadi penyebabnya, Dimulai dengan memetakan fungsi bisnis utama dan pendukung menggunakan Value Chain Analysis setelah itu fungsi bisnis yang perlu dievaluasi akan dimodelkan menjadi proses bisnis dengan Business Process Modelling Notation (BPMN). Evaluasi dilakukan dengan menggunakan Quality Evaluation Framework (QEF), hasil dari evaluasi ini dianalisis menggunakan metode Root Cause Analysis fishbone diagram.. Hasil dari penggunaan RCA diharapkan dapat membantu perusahaan dalam melakukan perbaikan guna mengurangi kerugian dan jam kerja tenaga kerja. Dari penelitian ini ditemukan lima (5) kode quality factor yang bermasalah dan kategori manusia dan peralatan sebagai kategori sebagai kontributor permasalahan terbanyak.

Kata kunci: Value Chain Analysis, Quality Evaluation Framework (QEF), business process model and notation (BPMN), quality factors, , Root Cause Analysis (RCA), fishbone diagram

Abstract

Bali Kencana Bakery is a manufacturing company specifically in bread production, the products that are produced include bread often found in a canteen, mini markets, and a few supermarkets in Denpasar city. As a manufacturing company, the main process of this company is production, other than production, there are many other supporting processes such as procurement of raw materials, receiving orders and complaints, packaging, and so forth. However, in reality, not all of the processes go as planned, there are a few problems that can cause financial loss, working overtime, and other problems that can hinder the company from achieving the target. Indications of problems generally occur in the business functions of production and packaging. Based on the problems mentioned, this study is done to determine the root cause of the problem. Starting from mapping out the main business function and supported by using Value Chain Analysis (VCA). Further, the business function that needs to be evaluated will be modeled into a business process through Business Process Modelling Notation (BPMN). This study uses Quality Evaluation Framework (QEF) to evaluate after finding the discrepant Quality Factor, a Root Cause Analysis (RCA) will be used to determine the root cause of the Factor. The results from using the RCA will help the company in administering changes to reduce loss and working hours. There are five (5) quality factor codes that have been found to be problematic from this study and the category of manpower and machine as the most contributor to the occured problems.

Keywords: Value Chain Analysis, Quality Evaluation Framework (QEF), business process model and notation (BPMN), quality factors, , Root Cause Analysis (RCA), fishbone diagram

(2)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

1. PENDAHULUAN

Bali Kencana Bakery (Baken Bakery) adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang produksi makanan khususnya roti dan kue. Proses bisnis utama pada perusahaan ini adalah proses bisnis produksi, pada proses bisnis ini terdapat berbagai macam aktivitas mulai dari pengadaan bahan baku, penimbangan bahan baku, pembuatan adonan, pemanggangan, penyimpanan hingga pengemasan.

Saat ini perusahaan menghadapi masalah pada produksi, yang mengakibatkan proses produksi mengalami keterlambatan. Kesalahan pada sub-proses produksi menyebabkan kerugian finansial yang seharusnya bahan baku bisa dihemat harus digunakan untuk mengganti produk yang tidak sesuai standar. Pada bagian gudang memiliki sebuah standar mengenai jumlah bahan baku, jika bahan baku menyentuh angka 30% dari keseluruhan kapasitas maksimal gudang maka bahan baku tersebut harus dipesan kembali, komunikasi yang baik harus selalu dijaga oleh bagian gudang dan bagian administrasi agar stok selalu stabil terjaga di angka di atas 30% di tengah ketidakpastian pesanan. Pengiriman dari ke Baken Bakery sendiri memakan waktu 1-2 hari, maka bagian gudang harus selalu memeriksa ketersediaan bahan baku agar tidak memesan pada hari libur yang memungkinkan untuk bahan baku terlambat datang dan bisa membuat pesanan batal.

Permasalahan pada proses produksi utamanya adalah pada aktivitas filling adonan yang dapat menyebabkan adonan terbalik atau meledak dan akibatnya baru terlihat setelah proses proofing. Produk yang rusak tidak semuanya harus dibuang ada beberapa ada yang masih bisa diselamatkan dan digunakan kembali pada batch selanjutnya. Karena kejadian ini sering terjadi maka kepala produksi menanganinya dengan cara membuat produk melebihi pesanan agar jika ada produk yang rusak permanen pesanan akan senantiasa terpenuhi. Efek dari kebijakan ini adalah pembelian bahan baku yang berlebihan dan produk lebih yang dihasilkan tidak dipastikan laku.

Dari informasi yang diperoleh dari wawancara di atas, terdapat permasalahan pada sub-proses dari beberapa fungsi bisnis. Maka dari itu perlu dilakukan evaluasi proses bisnis

untuk mengetahui pada aktivitas dan stakeholder mana sumber permasalahan yang terjadi. Atau dari faktor-faktor teknis dan organisasional, Maka sebelum dilakukan evaluasi diperlukan sebuah model dari proses bisnis yang telah disetujui oleh semua stakeholder sebagai wadah untuk mempertimbangkan berbagai aspek kualitas dari proses yang sudah dimodelkan (Heidari &

Loucopoulos, 2014). Dari evaluasi yang akan dilakukan menggunakan Quality Evaluation Framework (QEF) ini diharapkan akan menemukan faktor-faktor kualitas yang tidak terpenuhi dan menghambat jalannya proses bisnis. QEF adalah pendekatan evaluasi yang bertujuan untuk mengevaluasi kualitas proses bisnis secara objektif. QEF dipilih dengan tujuan menguantifikasi kualitas yang diharapkan dari organisasi terhadap proses bisnis yang mengalami permasalahan keterlambatan dan beban kerja yang berlebihan seperti yang sudah disebutkan.

Sebelum di evaluasi proses bisnis harus di petakan terlebih dahulu, mana yang proses utama dari perusahaan dan mana yang menjadi proses pendukung. Maka proses bisnis yang ada dipetakan dengan menggunakan Value Chain Analysis karena perusahaan ini memberikan nilai kepada pelanggan dengan cara mentransformasikan input (bahan mentah) menjadi produk berupa kue dan roti. Untuk menemukan akar permasalahan dari hasil evaluasi digunakan metode Root Cause Analysis (RCA), RCA memiliki banyak teknik yang bisa diterapkan pada penelitian ini digunakan Ishikawa atau Fishbone Diagram.

2. LANDASAN KEPUSTAKAAN 2.1 Value Chain Analysis

Value chain adalah pendekatan untuk mengorganisasikan pekerjaan yang dilakukan sebuah perusahaan untuk mencapai tujuannya.

Value chain terdiri dari sekelompok fungsi bisnis umum yang bisa dipecah lagi menjadi fungsi bisnis yang lebih kecil. Unit terkecil dari sebuah fungsi bisnis disebut sebagai aktivitas, proses memecah fungsi bisnis ke dalam fungsi yang lebih kecil disebut dekomposisi fungsional. (Weske, 2012) Pendekatan value chain membagi fungsi bisnis menjadi 2 tipe yaitu aktivitas utama dan aktivitas pendukung.

Aktivitas utama adalah yang memberikan nilai tambah kepada pelanggan yang didapat dari

(3)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

mentransformasikan bahan baku menjadi produk yang bisa dikonsumsi secara langsung, sedangkan aktivitas pendukung adalah yang mendukung jalannya aktivitas utama, dan keberhasilan dari aktivitas pendukung adalah seberapa baik berjalannya aktivitas utama.

2.2 Quality Evaluation Framework

Pendekatan yang digunakan QEF adalah sistematis agar modeler bisa menggunakannya secara konsisten dan berulang. Melalui model bisnis yang formal namun tidak terikat pada notasi apa pun, QEF menyediakan sarana untuk menghitung kualitas secara matematis dan cukup umum untuk diterapkan pada situasi apa pun. Pada QEF Proses Bisnis dianalisis melalui Business Process Model-nya, QEF tidak terikat dengan bahasa BPM mana pun karena salah satu tujuan dari QEF adalah dapat melihat kualitas dengan hanya berfokus pada semantik dari aplikasi daripada syntax bahasa BPM yang digunakan untuk mendeskripsikan aplikasi (Heidari & Loucopoulos, 2014) Heidari dan Loucopoulos menyebut dimensi kualitas sebagai kategori dari faktor kualitas proses bisnis. Faktor kualitas dikelompokkan ke dalam Dimensi Kualitas, tiap dimensi mewakili sebuah aspek dari konsep kualitas proses bisnis.

Tabel 1. Tabel daftar quality dimension

Dimension Factor

Performance

Throughput Cycle Time Timeliness

Cost

Efficiency

Resource efficiency Time efficiency Cost Efficiency

Reliability

Reliableness Failure frequency

Recoverability

Time to recover Maturity Permissability Authority

Availability Time to shortage

Time to Acess Availableness

2.3 Root Cause Analysis

sebuah proses yang dirancang untuk menginvestigasi dan mengategorikan akar masalah dari events dengan dampak keselamatan, kesehatan, lingkungan, kualitas, keandalan dan produksi. RCA tidak hanya mengidentifikasi apa dan bagaimana sebuah event terjadi, melainkan juga mengapa hal itu bisa terjadi karena hanya dengan mengetahui mengapa hal itu bisa terjadi baru dapat diketahui koreksi yang dapat dilakukan untuk mencegah hal itu untuk terjadi lagi (Rooney &

Heuvel, 2004). Salah satu RCA yang cukup terkenal adalah Cause and Effect diagram atau Fishbone diagram yang diciptakan oleh Kaoru Ishikawa. diagram tersebut diciptakan dengan tujuan mengidentifikasi dan mengelompokkan penyebab dari permasalahan kualitas. Sebuah proses yang stabil dan dilakukan berulang kali harus menghasilkan produk yang memenuhi atau bahkan melampaui ekspektasi pelanggan, atau lebih detailnya proses harus bisa beroperasi dengan variabilitas rendah. (Hekmatpanah, 2011)

3. METODOLOGI

Metodologi penelitian berupa diagram alir yang menggambarkan proses penelitian dari awal hingga akhir.

Gambar 1. Diagram Alir Metodologi Penelitian

(4)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

4. PEMODELAN DAN EVALUASI PROSES BISNIS

4.1 Identifikasi Aktivitas

Identifikasi diawali dengan melakukan wawancara kepada pihak perusahaan dalam rangka mengetahui fungsi bisnis apa saja sedang berjalan pada perusahaan.

Gambar 2. Value Chain Bali Kencana Bakery

Gambar 2 adalah hasil Value Chain Analysis dari Bali Kencana Bakery, dari seluruh aktivitas utama tidak semua akan diteliti.

Menurut wawancara aktivitas yang perlu dilakukan evaluasi ada pada Produksi, Pengemasan, Permintaan dan pengadaan bahan baku.

4.2 Pemodelan Proses Bisnis 4.2.1 Produksi

Proses ini melibatkan kepala produksi dan staff-staffnya, bagian gudang, pengadonan dan pemanggangan. Input dari proses ini adalah pesanan yang diterima dari sales melalui bagian administrasi dan bahan baku yang akan ditransformasikan menjadi produk berupa roti.

4.2.2 Permintaan Pengadaan

Aktor yang terlibat dalam proses ini adalah staff gudang dari bagian produksi, Kepala produksi dan kepala administrasi. Input dari proses ini adalah laporan keadaan stok saat ini.

Keluaran yang diharapkan dari proses ini adalah jumlah dan jenis dari produk yang akan dipesan oleh bagian administrasi.

Gambar 3. Pemodelan Proses Bisnis Permintaan

Pengadaan

4.2.3 Pengadaan dan Penyimpanan

Yang terlibat pada aktivitas ini adalah staff gudang, bagian administrasi dan Staff purcashing. Input dari proses ini adalah pesanan jenis dan jumlah bahan baku yang akan dipesan, output dari proses ini adalah bahan baku sesuai dengan kuantitas dan kualitas yang diinginkan.

4.2.4 Pengemasan

Proses ini melibatkan Bagian pengemasan yang berada di bawah Kepala administrasi, dan bagian produksi. Input dari proses ini adalah produk yang akan dikemas, plastik kemasan dan form order dari tiap sales. Hasil yang diharapkan adalah setiap sales menerima produk pada keranjang wadah dan dengan jumlah yang tidak kurang.

4.3 Evaluasi Proses Bisnis 4.3.1 Dimensi Quality Factor

Evaluasi dengan menggunakan QEF diawali dengan menetapkan quality factor kemudian dipetakan dengan tiap aktivitas yang sedang berjalan pada perusahaan. Setelah melakukan wawancara dengan beberapa aktor yang terlibat dalam proses bisnis maka didapatkan beberapa kode quality factor sebagai berikut.

Tabel 2. Quality factor pada proses bisnis

Kode Quality Factor

Q1 Jumlah Personil yang terlibat dalam proses mengambil dan penakaran bahan (Resource efficiency)

Q2 Kapasitas mesin yang digunakan dalam proses pencampuran bahan (Throughput) Q3 Jumlah bahan yang digunakan (Resource

efficiency)

Q4 Waktu maksimal penanganan listrik mati (Time to recover)

Q5 Ketepatan waktu pada proses Fermentasi pertama (Time efficiency)

Q6 Ketepatan waktu pada proses Fermentasi kedua (Time efficiency)

Q7 Jumlah personil yang terlibat dalam proses penimbangan hingga pemolesan (Resource efficiency)

Q8 Ketepatan waktu dalam proses penimbangan (Time efficiency)

Q9 Ketepatan waktu dalam proses pengisian filling (Time efficiency)

Q10 Ketepatan waktu dalam proses pemolesan adonan (Time efficiency)

(5)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Q11 Ketepatan waktu pada proses Proofing (Time

efficiency)

Q12 Waktu maksimal memperbaiki adonan yang tidak sesuai (Time to recover)

Q13 Frekuensi terjadinya kesalahan dalam pencampuran adonan selama waktu tertentu (Failure frequency)

Q14 Ketepatan waktu dalam proses Finishing (Time efficiency)

Q15 Ketepatan waktu dalam proses Pemanggangan (Time efficiency)

Q16 Jumlah Personil yang terlibat dalam proses Finishing dan pemanggangan (Resource efficiency)

Q17 Ketepatan waktu pada proses pendinginan produk (Time efficiency)

Q18 Jumlah produk yang mampu di produksi dalam satu kali siklus produksi (Throughput) Q19 Waktu hingga diperlukan pemesanan lagi

(Time to shortage)

Q20 Frekuensi terjadinya kesalahan dalam pemesanan jenis dan jumlah bahan baku (Failure frequency)

Q21 Waktu hingga pesanan bahan baku bisa disimpan (Time to access)

Q22 Kesesuaian anggaran belanja dengan biaya yang dihabiskan untuk bahan baku (Cost efficency)

Q23 Frekuensi terjadinya ketidaksesuaian barang yang datang dengan yang dipesan (Failure frequency)

Q24 Waktu maksimal untuk melakukan pemesanan ulang (Time to recover)

Q25 Jumlah personil yang terlibat dalam proses sortir dan pemeriksaan kualitas (Resource efficiency)

Q26 Jumlah produk yang mampu disortir dan di- Finishing dalam waktu 1 jam (Throughput) Q27 Jumlah personil yang terlibat dalam proses

pengemasan (Resource efficiency)

Q28 Jumlah produk yang mampu dikemas dalam waktu 1 jam (Throughput)

Q29 Frekuensi kesalahan terjadi pada proses pengisian keranjang sesuai form order (Failure frequency)

4.3.2 Hasil Pengukuran quality factor

Setelah ditentukan quality factor pada tiap-tiap proses bisnis, tahap selanjutnya adalah membandingkan target dan kenyataan yang sedang terjadi pada proses dengan cara wawancara dan observasi.

Tabel 3. Hasil pengukuran quality factor

Kode Target Hasil

Q1 100% 100%

Q2 0.9 0.65

Q3 100% 91%

Q4 <5 menit 3 menit

Q5 >=100% 117%

Q6 >=100% 111%

Q7 >=100% 133%

Q8,Q9,Q10 100% 70%

Q11 >=100% 109%

Q12 30 menit 23 menit

Q13 0 3.5

Q14,Q15 >100 % 100 %

Q16 100 % 100 %

Q17 >100 % 100 %

Q18 2.5 Per menit 3.3 Per menit

Q19 >=7 Hari 7 Hari

Q20 0 0

Q21 < 3 hari 1 hari

Q22 >=95% 91 %

Q23 0 0

Q24 <2 Hari 0 Hari

Q25 >100 % 166 %

Q26 8 Per Menit 7.6 Per Menit

Q27 >100 % 166 %

Q28 16 Per menit 15.5 Per menit

Q29 0 0

Dari tabel 3 dapat dilihat ada beberapa kode quality factor yang tidak memenuhi targetnya, antara lain adalah sebagai berikut:

Tabel 4. quality factor yang tidak sesuai target No. Kode Target Hasil

1. Q2 0.9 0.65

2. Q3 100% 91%

3. Q8 Q9 Q10

100% 70%

4. Q13 0 3.5

5. Q22 =>95% 91 %

6. Q26 8 Per menit 7.6 Per menit 7. Q28 16 Per menit 15.5 Per menit

Pada Q2 Kapasitas produk yang diolah pada proses pencampuran, karena mesin tidak bisa secara maksimal melakukan pengadukan maka jumlah produk yang dalam proses ini dihitung dengan berat dengan satuan kilogram, lebih sedikit dari jumlah yang seharusnya bisa diolah dalam satuan waktu tertentu.

Q3 adalah efisiensi dari sumber daya yang digunakan dalam pembuatan produk, yang dihitung pada metrik ini adalah jumlah bahan baku yang direncanakan dibandingkan dengan jumlah realisasi bahan yang digunakan.

Quality factor pada Q8,Q9 dan Q10 dikorespondensikan dengan proses penimbangan hingga pemolesan, dimana ketiga aktivitas tersebut dilakukan secara berurutan.

Namun pada kenyataannya waktu realisasi lebih lama dari waktu yang direncanakan.

Q13 tentang Frekuensi terjadinya kesalahan pencampuran, perusahaan menargetkan kejadian seperti ini tidak akan terjadi namun kenyataannya pada saat observasi terjadi dua kal kejadian seperti ini.

Q22 adalah perbandingan antara anggaran belanja bahan baku yang direncanakan dengan

(6)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

biaya yang benar-benar digunakan untuk belanja bahan baku. Biaya yang dihabiskan melebihi anggaran membuat ketidaksesuaian pada quality factor ini.

Dua kode terakhir yakni Q26 dan Q28sama-sama mengenai output yang dapat dihasilkan dalam jangka waktu tertentu, kebetulan keduanya berada pada proses bisnis pengemasan.

5. ANALISIS AKAR PERMASALAHAN Kode yang tidak memenuhi target akan dianalisis menggunakan fishbone diagram untuk mengetahui pada kategori mana yang merupakan kontributor penyebab masalah.

a) Analisis pada kode Q2

Pada analisis kode Q3 penyebab permasalahan sudah cukup jelas terlihat, yaitu kapasitas mesin yang tidak bisa digunakan secara optimal sehingga pencampuran bahan harus dilakukan lebih dari sekali untuk satu batch

b) Analisis pada kode Q3

Gambar 4. Fishbone diagram pada kode Q3

Hasil analisis pada kode Q3 menunjukkan terdapat 2 kategori yang menjadi kontributor penyebab yaitu dari kategori mesin dan peralatan kondisi peralatan yang sudah usang, kemudian dari kategori manusia. Kemampuan tenaga kerja yang belum merata dan kelalaian tenaga kerja

c) Analisis pada kode Q8,Q9 dan Q10 Dari hasil analisis pada faktor kode Q8,Q9 dan Q10 ditemukan 2 kategori kontributor yaitu yang pertama manusia, kurangnya tenaga kerja dan yang kedua dari kategori metode. Pesanan yang diterima sering kali melebihi kapasitas yang mampu di produksi.

d) Analisis pada kode Q13.

Pada analisis kode Q13 kategori manusia menyumbang permasalahan kelalaian tenaga kerja yang disebabkan kesalahan pada proses pencampuran dan kategori metode dimana

kepala produksi tidak pernah secara formal mengajarkan bagaimana mendeteksi adonan tidak normal.

e) Analisis pada kode Q22

Hasil analisis pada kode Q22 menunjukkan kategori lingkungan atau environment yang dimana harga bahan baku naik tanpa ada pengumuman dari jauh hari dan juga bahan baku yang rusak selama penyimpanan mengharuskan pembelian ulang secara ritel.

f) Analisis pada kode Q26

Hasil analisis pada kode Q26 menunjukkan ada 4 kategori yang berkontribusi dalam permasalahan ini yaitu dari sulitnya personil untuk berkonsentrasi dari kategori manusia, pisau yang jarang dirawat dari kategori mesin/peralatan, ruangan yang sempit apabila terjadi over capacity dari faktor lingkungan dan tidak adanya urutan produksi dari kategori metode/proses.

g) Analisis pada kode Q28

Pada analisis kode Q28 penyebab permasalahan dari kategori manusia sama seperti kode lainnya yaitu terbatasnya tenaga kerja dan dari faktor material, saat terjadi over capacity kemasan dengan kualitas yang baik habis dan diganti dengan kemasan yang mudah diperoleh yang mana lebih tipis dan mudah sobek sehingga harus lebih hati-hati dalam mengemas.

6. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Bali Kencana Bakery, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1.Hasil evaluasi proses bisnis pada Bali Kencana Bakery menggunakan Quality Evaluation Framework, menghasilkan 27 quality factor dari 4 proses bisnis yang sudah dimodelkan kemudian dan dipetakan kedalam aktivitas yang sesuai.

Dari keseluruhan quality factor tersebut tidak semua target perusahaan tercapai.

Ada 7 quality factor yang masih berada di bawah target yakni, Q7 (Waktu siklus satu kali produksi), Q8 (Kesesuaian produk dengan standar), Q10 (Perencanaan biaya belanja bulanan), Q15(Waktu yang dibutuhkan untuk menyortir produk), Q16 (Waktu untuk mengemas produk).

2. Hasil analisis akar permasalahan menemukan

(7)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

beberapa kontributor yang serupa dalam kode yang berbeda yakni, keterbatasan personil pada tiap bagian, keterbatasan jumlah peralatan, kurangnya peralatan, peralatan yang tidak dipelihara dengan baik, Kurang disiplinnya tenaga kerja dan keadaan gudang yang kurang memadai.

Pengelolaan informasi mengenai tata cara dalam melakukan aktivitas khususnya di bidang produksi, ketersediaan barang pada gudang dan waktu barang masuk gudang perlu diperhatikan agar tidak ada lagi istilah tenaga kerja yang melakukan kesalahan yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan kelalaian.

Dan meminimalisir kerusakan bahan baku pada gudang. Maka dari itu diperlukan sebuah sistem informasi yang membantu tenaga kerja dalam melaksanakan tugas keseharian seperti memastikan seluruh bahan sudah tercampur, menunjukkan dan menghitung tiap durasi dari masing-masing sub proses produksi. Pada gudang juga dibutuhkan sistem informasi pencatatan bahan baku yang bisa diakses baik dari sisi administrasi maupun produksi agar tanggal masuk dan jumlah produk bisa selalu dilacak.

7. DAFTAR PUSTAKA

Heidari, F. & Loucopoulos, P., 2014.

Quality Evaluation Framework

(QEF): Modeling and evaluating quality of business processes.

International Journal of Accounting, p. 193–223.

Hekmatpanah, M., 2011. The application of cause and effect diagram in the oil industry in Iran: The case of four liter oil canning process of Sepahan Oil Company. African Journal of

Business Management, 5(26), pp.

10900-10907.

Rooney, J. J. & Heuvel, L. N. V., 2004.

Root Cause Analysis for Beginners.

Quality Progress, 37(7), pp. 45-53.

Weske, M., 2012. Business Process

Management. 2nd penyunt.

s.l.:Springer-Verlag Berlin

Heidelberg.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam dan pengisian kuesioner untuk menilai kompetensi dan wewenang bidan oleh Bidan Praktik Mandiri (BPM), atasan dan rekan kerja

menulis puisi berdasarkan M edia Gambar. Pada data dari siklus I diperoleh skor hasil pre-test adalah 72,40 termasuk dalam kriteria penguasaan sangat rendah , sedangkan

Rincian Perhitungan Biaya per Kegiatan (Form 1.5), menggambarkan rincian anggaran secara mendetail. Pilih Tahun Anggaran. Akan tampil kode dan uraian satker yang ada dalam

Untuk mengenkripsi data dengan menggunakan algoritma DES, dimulai dengan membagi bit dari teks tersebut ke dalam blok-blok dengan ukuran blok sebesar 64-bit, yang kemudian

Berdasarkan analisis tersebut dapat dijelaskan bahwa penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara power otot lengan dan bahu dengan

Menilai hasil penelitian atau hasil pemikiran dosen yang diterbitkan pada Majalah llmiah Nasional dan lnternasional.. Menilai'hasil penelitian'atau hasil pemikiran berdasarkan

'' Selanjutnya menurut Kepala Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Nunukan terkait dengan upaya yang harus di lakukan untuk mcnanggulangi masalah sampah

Dosen-dosen PAI UB menge tahui “Buku Ajar Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum (2016)” (disingkat PAI -UPT) yang ditulis oleh Tim dari ADPISI karena