• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Judul Penelitian. informasi dan tingkat pemahaman perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Judul Penelitian. informasi dan tingkat pemahaman perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

No. Nama (Tahun)

Judul Penelitian

Hasil Penelitian

1 Inaya &

Riduwan (2018)

Pengaruh e- filing, kualitas teknologi informasi dan tingkat pemahaman perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak

Sebanyak 87 responden dalam penelitian ini dengan mengunakan metode accidental samping. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dengan program SPSS. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa ketiga variabel tersebut berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

2 Kusuma &

Wulandari (2021)

Pengaruh penerapan sistem e-filing, tingkat

pemahaman perpajakan, kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan pajak dan insentif pajak terhadap kepatuhan

Sebanyak 125 responden dengan menggunakan analisis regresi linier berganda dengan bantuan program SPSS.

Ditemukan, bahwa penerapan e-filing, tingkat pemahaman perpajakan, kualitas pelayanan dan insentif pajak terhadap kepatuhan wajib pajak berpengaruh positif. Sedangkan kesadaran wajib pajak berpengaruh negatif.

(2)

9 No. Nama

(Tahun)

Judul Penelitian

Hasil Penelitian

wajib pajak di kota semarang barat

3 Putra Dito Satriawan (2021)

Pengaruh kualitas sistem aplikasi e-filing serta sosialisasi insentif pajak dalam PMK 44/2020 dalam hubungannya dengan kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam

menggunakan aplikasi e-filing untuk

menyampaikan surat

pemberitahuan tahunan (SPT)

Sebanyak 100 responden yang pernah melaporkan SPT Tahunannya di KPP Surabaya. pengujian dilakukan dengan korelasi Pearson dan croncbach alpha yang dimana penelitian ini valid dan reliabel sehingga ketiga hipotesis yang diajukan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak KPP Sawahan Surabaya.

4 Latief et al., (2020)

Pengaruh kepercayaan kepada pemerintah, kebijakan

Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan metode regresi linier berganda. Jumlah responden penelitian ini adalah sebanyak 100 orang yang teridiri dari 61 laki-laki dan 39 orang perempuan.

(3)

10 No. Nama

(Tahun)

Judul Penelitian

Hasil Penelitian

inentif pajak dan manfaat pajak terhadap kepatuhan wajib pajak

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepercayaan kepada pemerintah, kebijakan insentif pajak dan manfaat pajak secara simultan dan parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

5 Faisal Harel Muhammad (2020)

Pengaruh penerapan e- filing dan kualitas pelayanan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan metode purposive sampling. Sampel yang digunakan sebanyak 100 responden yang ter di KPP Pratama Mojokerto. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dengan program SPSS. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa kedua variabel tersebut berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Mojokerto.

6 Zuli Alfina (2021)

Pengaruh insentif pajak akibat Covid- 19, pemahaman pajak,

kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan

Responden dalam penelitian ini sebanyak 100 orang dengan menggunakan random sampling. Penelitian kuantitatif dengan korelasional untuk menguji hipotesis penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga variabel diantaranya adalah insentif pajak, pemahaman pajak, kesadaran wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib

(4)

11 No. Nama

(Tahun)

Judul Penelitian

Hasil Penelitian

wajib pajak dalam

menyampaikan SPT

pajak dalam menyampaikan SPT tahunannya di KPP Malang Utara.

B. Teori dan Tinjauan Pustaka

1. Theory of Planned Behavior (TPB)

Theory of Planned Behavior atau teori tingkah laku yang direncanakan adalah niat individu untuk melaksanakan perilaku yang ditunjukkan dengan seberapa kuat kemauan seseorang atau individu untuk mencoba atau seberapa besarnya wajib pajak dapat melaksanakan suatu usaha untuk menjalankan perilaku tersebut. Ada tiga faktor utama yang menyatakan bahwa niat wajib pajak individu untuk berperilaku, yaitu attitude (sikap), subjective norm (norma subjektif), dan perceived behavioral control (control perilaku yang dipersepsikan) (Fathony & Rahayu, 2016). Menurut Ajzen (1991) dalam penelitian Reza Nabila (2020), menyatakan bahwa timbulnya niat untuk berperilaku terbentuk oleh 3 faktor; a) Keyakinan perilaku adalah keyakinan individu atau seseorang tentang konsekuensi dari suatu cara berperilaku dan evaluasi terhadap perilakunya tersebut. b) Keyakinan yang mengatur adalah keyakinan tentang standarisasi harapan untuk orang lain dan inspirasi untuk mencapainya. c) Keyakinan kontrol adalah keyakinan akan adanya hal-hal yang dapat menekan cara mereka berperilaku. Wajib pajak yang memiliki tingkat kesadaran tinggi maka akan patuh terhadap peraturan perundang- undangan perpajakan dan membayar pajak sesuai dengan kewajiban yang harus diberikan kepada pemerintah.

(5)

12 2. Perpajakan

Pengertian pajak adalah sumbangan dari rakyat terhadap negara berdasarkan perundang-undangan yang bersifat memaksa tanpa adanya jasa timbal balik secara langsung yang diperoleh dan dipakai untuk kepentingan negara bagi sebesar-besarnya kesemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2018). Pengertian pajak menurut Waluyo (2017) adalah sumbangan terhadap negara (dapat dipaksakan) yang terutang oleh orang- orang yang wajib membayarnya menurut ketentuan perundang-undangan tanpa harus dieksekusi, yang dapat ditunjukkan secara langsung, dan yang tujuannya untuk menutupi biaya-biaya besar yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban pemerintah. Menurut Siti (2017) pajak adalah pertukaran kekayaan dari rakyat ke tabungan negara untuk mendanai pengeluaran negara dan kelebihannya dipakai untuk dana cadangan publik yang merupakan pendapatan utama untuk membiayai investasi negara.

Ciri-ciri pajak menurut Mardiasmo (2018) adalah sebagai berikut:

a. Iuran dari rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

b. Berdasarkan Undang-Undang, pajak dipungut berdasarkan atas dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya.

c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat.

e. Selain fungsi anggaran yaitu fungsi mengisi kas negara atau anggaran negara yang diperlukan untuk menutupi pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksakanakan kebijakan Negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur).

Di Indonesia menerapkan tiga sistem pemungutan pajak, sistem tersebut terdiri dari:

(6)

13

a) Official Assessement System adalah suatu sistem pemungutan yang memberikan tarif besarnya pajak terutang wajib pajak adalah pemerintah sendiri. Ciri – ciri dari Official assessement system adalah fiskus diberi wewenang guna menentukan besarnya pajak terutang, para wajib pajak bersifat pasif, utang pajak timbul ketika diterbitkannya surat ketetapan oleh fiskus

b) Self Assessement System adalah suatu sistem yang memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri berapa besarnya pajak yang terutang. Ciri – ciri dari self assessement system adalah wajib pajak menentukan sendiri besar pajak yang terutang, wajib pajak melakukan aktivitas menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, pihak fiskus hanya mengawasi dan tidak perlu ikut campur

c) Withholding Assesment System adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga (bukan wajib pajak, dan bukan fiskus) dan diberi wewenang untuk memotong atau memungut pajak yang terutang pada wajib pajak. Ciri–ciri dari withholding assesment system adalah wewenang tersebut diberikan penuh kepada pihak ketiga untuk memotong dan memungut pajak yang terutang wajib pajak (Mardiasmo, 2018).

3. PPh Pasal 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) adalah pajak yang berupa semua pendapatan termasuk gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dalam bentuk apapun yang berhubungan dengan pekerjaan yang dilaksanakan oleh seseorang atau individu, sebagaimana yang tertuang di dalam Pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan (Mardiasmo, 2018:187). Dalam peraturan perundang-undangan Pajak Penghasilan yang baru ini, pegawai kerja diwajibkan untuk mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pegawai kerja yang mempunyai NPWP ditetapkan tarif pajak penghasilan dengan tarif minimum sebesar 5% dan tarif maksimum sebesar 30%. Subjek Pajak Penghasilan pasal 21, meliputi sebagai berikut :

(7)

14 a. Pegawai atau karyawan tetap

b. Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas c. Penerima pensiunan

d. Penerima upah kerja e. Orang pribadi

Objek PPh Pasal 21 berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak yaitu PER- 16/PJ/2016 adalah sebagai berikut:

a. Penghasilan yang diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur

b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau pengasilan sejenisnya

c. Penghasilan terkait sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan pembayaran lain sejenis

d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan

e. Imbalan terhadap bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, dan imbalan sehubungan dengan pekerjan, jasa dan kegiatan yang dilakukan

Tarif PPh Pasal 21 dikenakan penghasilan atas orang pribadi, sehingga besarnya tarif PPh Pasal 21 yang digunakan terdiri dari:

a. Sampai dengan Rp. 50.000.000 5%

b. Di atas Rp. 50.000.000 s/d Rp. 250.000.000 15%

c. Di atas Rp. 250.000.000 s/d Rp. 500.000.000 25%

d. Di atas Rp. 500.000.000 30%

4. e-Filing

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2016:132) e-filing merupakan bagian dari sistem dalam administrasi pajak yang digunakan untuk menyampaikan SPT secara online yang realtime kepada kantor pajak. Jadi, penerapan

(8)

15

sistem e-filing adalah suatu proses atau cara memanfaatkan sistem yang digunakan untuk menyampaikan SPT secara online yang realtime yang diterapkan oleh DJP. Menurut (www.pajak.go.id) e-filing memiliki beberapa keuntungan bagi Wajib Pajak melalui situs DJP yaitu;

Penyampaian SPT lebih cepat karena dapat dilakukan dimana dan kapan saja yaitu 24 jam dan 7 hari karena memanfaatkan jaringan internet. Biaya pelaporan SPT lebih murah karena untuk mengakses situs DJP tidak dipungut biaya.

Menurut PER-01/PJ/2014, e-filing adalah suatu cara penyampaian SPT tahunan secara elektronik yang dilakukan secara online dan realtime melalui internet pada website Direktorat Jenderal Pajak. Saat ini fasilitas e- filing baru dapat dinikmati untuk pelaporan dua jenis SPT, yaitu: Pertama, SPT Tahunan Orang Pribadi yang menggunakan Formulir 1770S yaitu WP OP yang mempunyai penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja, dari dalam negeri lainnya, dan/atau yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; dan Kedua, SPT Tahunan Orang Pribadi yang menggunakan Formulir 1770SS yaitu WP OP yang mempunyai penghasilan hanya dari satu pemberi kerja dengan jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak lebih dari Rp. 60.000.000 dalam setahun dan tidak memiliki pendapatan lain kecuali pendapatan berupa bunga bank dan/atau bunga koperasi (www.djp.go.id).

5. Insentif Pajak

Tawaran pemerintah untuk mengurangi pajak pada kegiatan tertentu, seperti kontribusi keuangan untuk kegiatan yang berkualitas, disebut insentif pajak. Insentif pajak dalam peraturan perpajakan Indonesia disebut dengan fasilitas pajak. Fasilitas pajak secara umum dapat diartikan sebagai kemudahan yang diberikan pemerintah dalam hal perpajakan (Heru Akhmadi, 2019). Menurut Erly Suandy dalam penelitian Dewi et al.

(2020) secara umum ada empat jenis insentif pajak.

a. Pengurangan pengenaan pajak b. Pengecualian dari pengenaan pajak

(9)

16 c. Penurunan tarif pajak.

d. Penangguhan pajak.

Menurut Wardana et al (2020) insentif pajak merupakan kegiatan pemerintah untuk mendukung seseorang dan pelaku bisnis untuk menghabiskan uang atau menyisihkan uangnya dengan memotong jumlah kewajiban pajak yang harus dibayar. Insentif pajak dibagikan oleh pemerintah untuk membantu mengatasi pemulihan ekonomi negara selama pandemi virus corona dan reaksi pemerintah terhadap penurunan produktivitas perusahaan. Pemberian kebijakan insentif ini merupakan penyelesaian dari pemerintah untuk meningkatkan pendapatan investor dalam pengelolaan uang modalnya. Insentif pajak direncanakan dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan investasi bagi perekonomian. Di masa pandemi virus corona ini pemerintah memberikan jenis insentif pajak yaitu insentif PPh Pasal 21.

Ada beberapa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang membahas kebijakan tentang insentif pajak untuk wajib pajak yang terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019, salah satu dari PMK tentang insentif pajak yang berlaku tahun 2021 ini adalah PMK-09/PMK.03/2021 yang merupakan realisasi dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam rangka menjaga perekonomian dan penanganan kesehatan di pandemi Covid-19. PMK-09/PMK.03/2021 ini menggantikan PMK sebelumnya seperti PMK-23/PMK.03/2020, PMK-44/PMK.03/2020, PMK-86/PMK.03/2020, dan PMK-110/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Covid-19 yang berlaku hingga akhir Desember 2021. Sistem dan prosedur PMK-09/PMK.03/2021 dalam insentif PPh Pasal 21 adalah pegawai dengan kriteria tertentu tersebut (Menteri Keuangan Republik Indonesia, 2020) meliputi:

a. Menerima/memperoleh penghasilan dari Pemberi Kerja yang: (a) memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) tertentu sebagaimana lampiran PMK; (b) telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor); atau (c) telah mendapatkan

(10)

17

izin terkait Kawasan Berikat (Penyelenggara, Pengusaha, atau PDKB/Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap penyelenggara di Kawasan Berikat).

b. Karyawan yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

c. Pada masa pajak yang bersangkutan karyawan yang menerima/memperoleh Penghasilan Bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari 200 juta rupiah.

Pasal 2 ayat (6) disebutkan ada pengecualian dari pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP ini adalah pegawai yang penghasilannya berasal dari APBN atau APBD, artinya merupakan abdi negara. Seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), Kepolisian RI (Polri), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan lainnya yang digaji oleh negara.

6. Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Kurnia (2015:139) kepatuhan wajib pajak adalah mendaftarkan diri, melaporkan lagi SPT-nya, melaksanakan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang, melaksanakan pembayaran utang pajak apabila pajaknya terjadi kurang bayar. Gunadi (2013) kepatuhan wajib pajak adalah seseorang yang memiliki ketersediaan untuk memenuhi seluruh kewajiban pajaknya sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku tanpa diadakannya pemeriksaan, investigasi, ancaman maupun sanksi pajak.

Kepatuhan dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak setiap saat, dan wajib pajak diharapkan secara bertahap menyadari pentingnya perpajakan di negara ini. Pemerintah telah melaksanakan beberapa langkah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan kewajiban pajaknya, sebagai bagian dari membangun database yang valid, antara lain pemerintah menciptakan layanan publik yang profesional, pengelolaan uang pembayar pajak yang adil dan transparan, dan penciptaan undang-undang perpajakan yang dapat mudah dipahami dan meningkatkan tindakan hukum jika ada wajib pajak yang tidak patuh dalam menyampaikan kewajiban pajaknya. Pemerintah telah mengambil

(11)

18

beberapa langkah untuk meningkatkan kepatuhan penyampaian pajak dan didampingi dengan upaya penegakan hukum ketika wajib pajak tidak patuh. Indonesia telah memperkenalkan sistem self-assessment, untuk membuat sistem ini bekerja secara efektif dan lancar maka kepercayaan tersebut harus diimbangi dengan pengawasan kepatuhan yang ketat dalam upaya penegakan hukum dan kinerja wajib pajak atas kewajiban perpajakannya (Rusyidi dan Nurhikmah, 2018). Zulma (2020) mengatakan bahwa masalah kepatuhan pajak merupakan fenomena umum baik di negara maju maupun negara berkembang. Kepatuhan pajak dapat diartikan sebagai sejauh mana wajib pajak dapat mematuhi undang-undang perpajakan yang ditetapkan. Bagi Tahar & Rachman (2018) mengungkapkan bahwa kepatuhan pajak merupakan upaya tanggung jawab wajib pajak kepada negara untuk memenuhi kewajiban dan hak perpajakannya. Kepatuhan perpajakan harus dilakukan dalam semua wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Upaya tersebut dilakukan sebagai salah satu wujud nyata pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara khususnya di bidang perpajakan.

C. Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh Penerapan e-filing terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Sistem perpajakan yang semakin maju tidak luput dengan adanya teknologi yang semakin berkembang di masa ini. Perkembangan teknologi yang maju membuat Direktorat Jendral Pajak (DJP) berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaru dengan menerapkan aplikasi perpajakan yaitu e-filing. Penyampaian laporan SPT dengan aplikasi e- filing lebih ringan untuk dilakukan, selain itu aplikasi yang sudah disajikan oleh Direktorat Jenderal Pajak pasti terjamin kebenarannya dan data pribadi kerahasiaan pasti terjamin, e-filing lebih cepat dilakukan, dan ramah lingkungan karena penggunaannya tanpa memerlukan lagi berkas berbentuk kertas. Hal ini sangat mendukung bahwa Negara Indonesia

(12)

19

menerapkan sistem pungutan pajak berupa self assesement, di mana wajib pajak bisa menetapkan sendiri berapa besar pajaknya yang terutang, wajib pajak juga bisa melaksanakan kegiatan menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri besar pajaknya yang terutang.

Hal ini juga didukung dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Faisal Harel (2020) ditemukan bahwasannya penerapan e-filing berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi, yang artinya semakin mudah penggunaan e-filing maka akan semakin meningkatkan kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam melaporkan dan membayar besarnya kewajiban pajak yang terutang.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1 : Penerapan e-filing berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

2. Pengaruh Insentif PPh Pasal 21 terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Insentif pajak merupakan kegiatan pemerintah untuk mendukung seseorang dan pelaku bisnis untuk menghabiskan uang atau menyisihkan uangnya dengan mengurangi jumlah kewajiban pajak yang harus dibayar.

Menurut Asson & Zolt (2020), mendefinisikan insentif pajak sebagai suatu pengecualian pengenaan pajak, pembebasan pajak, pengurangan atau kredit pajak tertentu, tarif khusus atau kewajiban pajak yang ditangguhkan.

Menurut Black Law Dictionary dalam Hasibuan (2016) Insentif Pajak merupakan sebuah penawaran pemerintah, melalui manfaat pajak dalam suatu kegiatan tertentu, seperti kontribusi uang atau harta untuk kegiatan yang bekualitas. Hubungan antara insentif pajak dengan kepatuhan wajib pajak dapat dijelaskan dengan Theory Planned Behavior, niat untuk berperilaku yang dijelaskan dapat menghubungkan antara insentif pajak dengan kepatuhan wajib pajak.

Penelitian Latief et al. (2020) insentif pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini dikarenakan dengan insentif pajak maka pajak yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak ini akan semakin kecil, sehingga dapat meringankan beban pajak yang ditanggung. Saat

(13)

20

beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak semakin kecil, maka wajib pajak akan senang hati dalam membayar kewajiban pajaknya dengan tepat waktu. Wajib pajak yang membayar kewajiban pajaknya dengan tepat waktu tidak dapat dikenakan sanksi berupa teguran yang akan menambah beban pajaknya, sehingga insentif pajak akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak itu sendiri sehingga hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H2 : Insentif PPh Pasal 21 berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak

D. Kerangka Pemikiran

Gambar 2. 1 Kerangka Pemikiran

Wajib pajak kini semakin mudah untuk melaporkan SPT tahunannya dengan menggunakan e-filing. Hal ini disebabkan karena menggunakan e- filing data pribadi wajib pajak pasti terjamin kerahasiaannya, e-filing lebih cepat dilakukan dan tidak membutuhkan lagi berkas berupa kertas. Insentif pajak berguna untuk menurunkan besarnya tarif pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak, apabila tarif pajak yang diatanggung wajib pajak kecil maka wajib pajak akan senang dan tentunya wajib pajak akan membayar pajak secara tepat waktu.

Wajib pajak yang membayar pajak secara tepat waktu maka tidak akan dikenakan teguran atas pembayaran pajak. Semakin baik penerapan e-filing dan adanya kebijakan berupa insentif pajak maka semakin meningkat juga kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam melaporkan dan membayar pajaknya.

Penerapan e-filing (X1)

Insentif PPh Pasal 21 (X2)

Kepatuhan Wajib Pajak (Y)

Referensi

Dokumen terkait

berpengaruh pada hasil mendeteksi bayangan, jika pada proses mendeteksi daerah bayangan tanpa ada warna putih (dalam biner bernilai satu) maka proses akan dilanjutkan dengan

Menyampaikan berkas portofolio, karya tulis dan riwayat hidup ke Panitia Penyelenggara Pemilihan Tutor Paket C Berprestasi di tingkat Kabupaten/Kota untuk Pemilihan di

Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan yang telah diuraikan di atas, dilakukan metode pelaksanaan sebagai berikut: (1) Melakukan observasi dan

Penelitian yang dilakukan oleh Muliari dan Setiawan (2011) juga menemukan bahwa kesadaran perpajakan berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan pelaporan wajib

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pemahaman perpajakan dan penerapan e-filling berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi, sedangkan

H 1 : penerapan sistem e-filing berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial penerapan sistem e-filing

Hasil regresi logistik ganda umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status kepegawaian, dan masa kerja terhadap kelengkapan pengisian dokumentasi asuhan keperawatan rawat inap