• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "3. METODE PENELITIAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

32

Universitas Kristen Petra

3. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Proses penelitian kuantitatif bersifat deduktif dimana untuk menjawab rumusan masalah digunakan konsep/teori dengan merumuskan hipotesis, digunakan untuk meneliti populasi/sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, dan analisis data bersifat kuantitatif/statistik. (Sugiyono, 2014)

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif karena ingin menguji pengaruh variabel atribut inovasi dan consumer innovativeness terhadap intensi (niat) adopsi serta menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

3.2. Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah konsumen di daerah Pengampon, Surabaya. Penentuan Pengampon sebagai daerah penelitian didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan bahwa daerah ini adalah pusat penjualan kosmetik di Surabaya yang merupakan tempat berkumpulnya konsumen-konsumen yang memiliki kesadaran dan ketertarikan pada produk kosmetik apapun. Selain itu, konsumen di daerah Pengampon juga adalah konsumen yang berniat untuk mencari, mempelajari, melihat ataupun melakukan pembelian produk kosmetik sebagaimana tujuan mereka yang dengan sengaja datang dan berbelanja ke Pengampon. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ini, maka karakteristik konsumen di daerah Pengampon dinilai sesuai dan cocok untuk menjadi subjek penelitian ini. Hal ini karena konsumen-konsumen tersebut merupakan konsumen yang telah memiliki kesadaran awal atas produk kosmetik sehingga memberikan kemudahan dalam membantu pengisian kuisioner penelitian.

(2)

33

Universitas Kristen Petra

3.2.2. Sampel dan Ukuran Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2014). Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari konsumen di daerah Pengampon, Surabaya. Ukuran sampel dihitung dengan mempertimbangkan teknik analisa data yang digunakan, yaitu Structural Equation Modeling (SEM). Penentuan ukuran sampel (n) antara lain : (Solimun, 2002) 1. Apabila estimasi menggunakan Maximum Likelihood Estimation, maka

besar sampel yang disarankan adalah 100 hingga 200.

2. Sebanyak 5-10 kali jumlah parameter dalam model.

3. Sebanyak 5-10 kali jumlah indikator dari keseluruhan variabel laten.

Oleh karena penelitian ini menggunakan 26 indikator, maka mengacu pada ketentuan nomor satu dan tiga, ukuran sampel yang disarankan :

n = 8 x jumlah indikator (3.1)

n = 8 x 26 indikator n = 208

3.2.3. Teknik Sampling

Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling yang merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2014). Dalam penelitian ini, sampel ditentukan hanya untuk konsumen di daerah Pengampon, Surabaya yang berjenis kelamin perempuan dengan usia 15-64 tahun, mengetahui brand Sariayu Martha Tilaar dan konsumen yang melakukan pembelian produk kosmetik setiap bulannya.

3.3. Definisi Operasional 3.3.1. Atribut Inovasi

Atribut inovasi adalah karakteristik unik yang terkandung dalam suatu inovasi (produk baru). Atribut inovasi diukur oleh lima dimensi (Roger, 2003).

Namun, dalam penelitian ini hanyadigunakan empat dimensi yang terdiri dari dimensi relative advantage, compatibility, trialability, dan observability. Dimensi complexity tidak diikutsertakan karena dimensi ini tidak memenuhi syarat

(3)

34

Universitas Kristen Petra

unidimensional yang harus dipenuhi dalam teknik analisa SEM. Dikatakan tidak memenuhi syarat unidimensional karena empat dimensi lainnya mengukur atribut produk yang bermakna positif, antara lain mengukur tingkat keunggulan, tingkat kesesuaian, tingkat ketercobaan, tingkat keterlihatan produk. Sementara, dimensi complexity mengukur tingkat kesulitan produk untuk dipahami dan digunakan.

Oleh karena itu, dimensi ini akhirnya tidak digunakan untuk mengukur variabel atribut inovasi. Empat dimensi dijelaskan sebagai berikut.

1. Relative advantage (keunggulan relatif)

Relative advantage merupakan keunggulan yang dimiliki produk baru yang tidak dimiliki oleh produk alternatif lainnya. Relative advantage diukur dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut :

a. Harga produk ‘Solusi Organik Face Wash’ (± Rp 55.000,00) lebih murah dari produk face wash sejenis lainnya. (RA1)

b. Brand yang menaungi produk ‘Solusi Organik Face Wash’ yaitu Sariayu Martha Tilaar tergolong brand yang eksklusif dan terkenal serta tidak diragukan lagi kualitas produknya. (RA2)

c. Keunggulan yang dimiliki produk ‘Solusi Organik Face Wash’

belum banyak dimiliki oleh produk face wash lainnya antara lain bebas dari bahan pengawet, zat pewarna, dan bahan-bahan kimia berbahaya. (RA3)

d. Kandungan bahan alami organik pada produk ‘Solusi Organik Face Wash’ yang berasal dari ekstrak biji anggur dan akar manis belum pernah ditemukan pada produk face wash lainnya. (RA4)

e. Produk ‘Solusi Organik Face Wash’ aman digunakan dalam jangka waktu yang panjang karena terbuat dari bahan alami organik. (RA5) f. Produk ‘Solusi Organik Face Wash’ tidak memberikan efek samping

yang berbahaya karena terbuat dari bahan alami organik. (RA6) 2. Compatibility (kesesuaian)

Compability merupakan kesesuaian produk baru dengan sistem nilai, budaya, gaya hidup, dan kebutuhan konsumen saat ini. Compatibility diukur dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut :

(4)

35

Universitas Kristen Petra

a. Produk ‘Solusi Organik Face Wash’ sesuai dengan gaya hidup konsumen yang saat ini cenderung beralih pada penggunaan green product. (CB1)

b. Produk ‘Solusi Organik Face Wash’ sesuai dengan gaya hidup konsumen yang cenderung menghindari kosmetik berbahaya. (CB2) c. Produk ‘Solusi Organik Face Wash’ sesuai kebutuhan konsumen

yang ingin merawat kulit wajah secara alami. (CB3) 3. Trialability (ketercobaan)

Trialability merupakan tingkat dimana produk baru dapat dicoba secara terbatas oleh konsumen untuk meminimalkan kekhawatiran mereka atas suatu produk baru. Trialability diukur dengan menggunakan indikator- indikator sebagai berikut :

a. Konsumen pernah melihat dan menemukan adanya sampel (tester) yang dibagi-bagikan dari produk ‘Solusi Organik Face Wash’. (TB1) b. Konsumen pernah memperoleh dan mencoba secara langsung

sampel (tester) dari produk ‘Solusi Organik Face Wash’. (TB2) 4. Observability (keterlihatan)

Observability merupakan tingkat dimana produk baru mudah ditemukan, dipelajari, dan diamati oleh konsumen. Observability diukur dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut:

a. Konsumen pernah melihat dan menemukan produk ‘Solusi Organik Face Wash’ di etalase mall-mall dan toko-toko yang menjual produk kosmetik. (OB1)

b. Konsumen pernah melihat produk ‘Solusi Organik Face Wash’

melalui iklan di televisi, media sosial, cetak, elektronik maupun online. (OB2)

c. Konsumen pernah menemukan informasi mengenai produk ‘Solusi Organik Face Wash’ di media sosial, cetak, elektronik maupun online. (OB3)

(5)

36

Universitas Kristen Petra

3.3.2. Consumer Innovativeness

Consumer innovativeness merupakan kecenderungan konsumen untuk mengadopsi suatu inovasi (produk baru). Berdasarkan hasil temuan Tellis, Yin, dan Bell (2009), dimensi consumer innovativeness yang paling baik digunakan untuk mengukur consumer innovativeness konsumen terdiri dari lima dimensi, antara lain novelty seeking, stimulus variation, variety seeking, nostalgia, dan risk taking. Namun, penelitian ini tidak menggunakan dimensi nostalgia dan risk taking. Hal ini karena peneliti hanya ingin fokus melihat ketertarikan konsumen pada produk baru yang terjelaskan dalam dimensi novelty seeking, stimulus variation, dan variety seeking. Dimensi nostalgia lebih kearah ketergantungan konsumen pada produk masa lalu. Sedangkan, dimensi risk taking lebih kearah faktor resiko yang terkandung dalam sebuah produk baru. Oleh karena itu, akhirnya kedua dimensi ini tidak digunakan untuk mengukur variabel consumer innovativeness. Tiga dimensi yang digunakan sebagai berikut.

1. Novelty seeking

Novelty seeking merupakan kecenderungan konsumen yang tertarik pada suatu inovasi (produk baru) yang benar-benar baru dan berbeda. Novelty seeking diukur dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut : a. Konsumen tertarik dengan konsep organik produk ‘Solusi Organik Face Wash’ karena tergolong konsep yang masih baru dan berbeda dari konsep produk face wash pada umumnya. (NS1)

b. Konsumen memiliki antusias yang tinggi ketika mendengar adanya produk ‘Solusi Organik Face Wash’. (NS2)

2. Stimulus variation

Stimulus variation merupakan keingintahuan konsumen terhadap suatu rangsangan eksternal yang belum pernah dialami. Stimulus variation diukur dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut :

a. Produk ‘Solusi Organik Face Wash’ berhasil merangsang dan mendorong rasa keingintahuan konsumen. (SV1)

b. Konsumen ingin mengetahui dan mempelajari lebih seputar produk

‘Solusi Organik Face Wash’. (SV2)

(6)

37

Universitas Kristen Petra

c. Konsumen suka mencoba-coba setiap produk baru, termasuk produk

‘Solusi Organik Face Wash’. (SV3)

d. Konsumen mudah tersugesti oleh jaringan sosial (keluarga, teman, kerabat, dan lain-lain) untuk mencoba suatu produk baru, termasuk produk ‘Solusi Organik Face Wash’. (SV4)

3. Variety seeking

Variety seeking merupakan kecenderungan konsumen untuk mencari dan mencoba sesuatu yang baru guna mengurangi kebosanan. Variety seeking diukur dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut :

a. Produk ‘Solusi Organik Face Wash menjadi salah satu alternatif solusi untuk mengurangi kebosanan akan produk face wash yang selama ini digunakan. (VS1)

b. Konsumen menyukai pilihan produk yang beragam dan produk

‘Solusi Organik Face Wash’ semakin menambah ragam pilihan yang tersedia. (VS2)

3.3.3. Intensi (niat) Adopsi

Intensi (niat) adopsi merupakan motivasi konsumen untuk bersedia melakukan perilaku adopsi. Intensi (niat) adopsi diukur dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut :

1. Konsumen memiliki dorongan yang kuat untuk melakukan adopsi atas produk ‘Solusi Organik Face Wash’. (IA1)

2. Konsumen memiliki keyakinan yang kuat untuk melakukan adopsi atas produk ‘Solusi Organik Face Wash’. (IA2)

3. Konsumen bersedia mengeluarkan usaha untuk mengadopsi produk

‘Solusi Organik Face Wash’. (IA3)

4. Konsumen bersedia mengeluarkan sumber daya (uang) untuk mengadopsi produk ‘Solusi Organik Face Wash’. (IA4)

(7)

38

Universitas Kristen Petra

3.4. Jenis dan Sumber Data 3.4.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif.

Data kuantitatif merupakan data yang diukur dalam suatu skala numerik atau angka (Kuncoro, 2003). Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari hasil kuisioner.

3.4.2. Sumber Data 1. Data Primer

Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2014). Dalam penelitian ini, data primer adalah data yang diperoleh melalui kuisioner yang berisi tentang variabel atribut inovasi, consumer innovativeness, intensi (niat) adopsi.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2014). Dalam penelitian ini, data sekunder adalah data yang diperoleh dari website perusahaan.

3.5. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuisioner. Kuisioner merupakan instrumen pengumpulan data dimana partisipan atau responden mengisi pertanyaan atau pernyataan yang diajukan oleh peneliti.

Kuisioner digunakan untuk memperoleh data yang terkait dengan pemikiran, perasaan, sikap, kepercayaan, nilai, persepsi, kepribadian, dan perilaku dari responden. Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner tertutup dimana pertanyaan atau pernyataan mengharapkan jawaban singkat atau mengharapkan responden untuk memilih salah satu alternatif jawaban dari setiap pertanyaan atau pernyataan yang diajukan. (Sugiyono, 2014)

3.6. Skala Pengukuran

Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi

(8)

39

Universitas Kristen Petra

seseorang atau sekelompok orang tentang suatu fenomena sosial yang telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti. Fenomena sosial ini disebut sebagai variabel penelitian. Dengan menggunakan skala likert, variabel penelitian yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator-indikator yang kemudian dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen berupa pertanyaan atau pernyataan. (Sugiyono, 2014)

Dalam penelitian ini, digunakan skala likert dengan bobot antara 1-5 yang mengintrepretasikan pilihan dari sangat tidak setuju-sangat setuju. Skala ini digunakan untuk mengukur variabel atribut inovasi, consumer innovativeness, intensi (niat) adopsi.

Tabel 3.1. Bobot dan Interpretasi Skala Likert

Bobot Interpretasi

1 Sangat Tidak Setuju

2 Tidak Setuju

3 Netral

4 Setuju

5 Sangat Setuju

3.7. Penentuan Kelas Interval

Dalam rangka melakukan analisa data dengan menggunakan analisis korespondensi (correspondence analysis), maka hasil kuisioner yang berupa data interval harus dikonversikan terlebih dahulu menjadi data nominal. Data nominal ini terbagi ke dalam tiga kategori. Penentuan kategori dilakukan berdasarkan kelas interval tertentu, dengan rumus sebagai berikut (Sugiyono, 2014) :

(3.2)

Dengan demikian, interval kelas yang diperoleh sebesar :

(9)

40

Universitas Kristen Petra

Dengan demikian, kategori beserta interval kelas adalah sebagai berikut : Tabel 3.2. Kategori dan Interval Kelas

Kategori Interval kelas

Rendah 1-2.33

Sedang 2.34-3.67

Tinggi 3.68-5.00

3.8. Teknis Analisa Data

3.8.1. Analisis Korespondensi (Correspondence Analysis)

Analisis korespondensi (correspondence analysis) merupakan teknik interdependensi yang dikembangkan untuk memfasilitasi pemetaan persepsi objek pada satu set atribut non metrik. Saat ini, para peneliti terus-menerus dihadapkan dengan kebutuhan untuk mengukur data kualitatif yang ditemukan dalam variabel nominal. Analisis korespondensi berbeda dari teknik interdependensi lainnya dalam kemampuannya untuk mengakomodasi baik data non metrik dan hubungan non linier. Dalam bentuk yang paling dasar, analisis korespondensi dilakukan dengan menggunakan tabel kontingensi yang merupakan tabulasi silang dari dua variabel kategori. Kemudian mengubah data non metrik ke tingkat metrik dan melakukan pengurangan dimensi (mirip dengan analisis faktor) dan pemetaan persepsi. Analisis korespondensi memberikan representasi multivariat saling ketergantungan untuk data non metrik.

Sebagai contoh, preferensi merek responden dapat ditabulasi silangkan dengan variabel demografis dengan menunjukkan berapa banyak orang lebih memilih setiap merek jatuh ke dalam setiap variabel kategori demografis. Melalui analisis korespondensi, asosiasi atau korespondensi merek dan karakteristik yang membedakan responden memilih masing-masing merek kemudian ditampilkan dalam peta dua atau tiga dimensi dari kedua merek dan karakteristik responden.

Merek yang dianggap sejenis apabila terletak dekat satu sama lain. Demikian juga, karakteristik yang membedakan responden dalam memilih masing-masing merek juga dilihat dari kedekatan posisi kategori variabel demografis dan merek.

(Hair, Black, Babin & Anderson, 2010)

(10)

41

Universitas Kristen Petra

3.8.2. Structural Equation Modeling (SEM)

Selain analisis korespondensi, penelitian ini juga menggunakan teknik analisa data Structural Equation Modeling (SEM). Tahapan-tahapan dalam SEM antara lain sebagai berikut : (Haryono & Wardoyo, 2013)

1. Spesifikasi model

SEM dimulai dengan menspesifikasikan model penelitian yang akan diestimasi. Dalam SEM, spesifikasi model penelitian adalah penting untuk merepresentasikan permasalahan yang diteliti. Model ini menjelaskan hubungan kausal antar variabel. Terdapat dua jenis variabel dalam SEM, yaitu variabel laten (latent/unobserved variable) dan variabel teramati (observed variable). Variabel laten merupakan variabel yang tidak dapat diukur atau diobservasi secara langsung tetapi harus melalui indikator atau manifes variabelnya. Variabel laten dapat berupa variabel eksogen, variabel endogen, variabel moderating maupun intervening. Variabel eksogen adalah variabel independen, sedangkan variabel endogen adalah semua variabel dependen. Dalam diagram path, simbol variabel laten berbentuk lingkaran atau elips.

Variabel teramati merupakan variabel yang dapat diamati atau diukur secara empiris dan merupakan efek atau ukuran dari variabel laten yang disebut sebagai indikator. Variabel ini diwujudkan dalam pertanyaan atau pernyataan skala likert. Dalam diagram path, simbol variabel teramati digambarkan dalam bentuk kotak atau persegi panjang. Model penelitian dalam SEM dinyatakan dalam sebuah diagram path dimana bahasa program akan mengkonversi gambar menjadi persamaan dan persamaan menajadi estimasi.

Dalam penelitian ini, variabel laten eksogen (γ) terdiri dari atribut inovasi sedangkan variabel laten endogen (β) terdiri dari consumer innovativeness dan intensi (niat) adopsi. Sementara variabel teramati/indikator antara lain terdiri dari relative advantage (keunggulan relatif), compatibility (kesesuaian), trialability (ketercobaan), observability (keterlihatan), novelty seeking, stimulus variation, variety seeking.

Penelitian ini menggunakan spesifikasi model pengukuran dan struktural konstruk multidimensional. Konstruk multidimensional merupakan konstruk yang dibentuk dari konstruk laten dimensi dimana didalamnya termasuk konstruk

(11)

42

Universitas Kristen Petra

unidimensional dengan arah indikator berbentuk reflective maupun formative.

Pada model struktural yang menggunakan konstruk multidimensional, analisis faktor konfirmatori untuk menguji validitas konstruk dilakukan melalui dua tahap.

Pertama, analisis pada first order construct, yaitu konstruk laten dimensi yang direfleksikan atau dibentuk oleh indikator-indikatornya. Kedua, analisis pada second order construct, yaitu konstruk direfleksikan atau dibentuk oleh konstruk laten dimensinya.

2. Identifikasi Model

Identifikasi model dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah model yang dibangun dengan data empiris memiliki nilai yang unik atau tidak sehingga model tersebut dapat diestimasi. Jika model tidak memiliki nilai yang unik, maka model tersebut tidak dapat diidentifikasi (unidentified). Penyebab utama hal ini adalah karena informasi yang terdapat pada data empiris tidak cukup untuk menghasilkan solusi yang unik dalam menghitung parameter estimasi model. SEM dapat mengatasi unidentified model dengan cara mengkonstrain model dengan :

a. Menambah indikator atau manifes variabel dari konstruk laten.

b. Menentukan nilai fixed parameter tambahan sehingga menghasilkan perhitungan degree of freedom menjadi positif (metode ini adalah yang paling sering digunakan oleh peneliti).

c. Mengasumsikan bahwa antara parameter yang satu dengan lainnya mempunyai nilai sama.

Tiga kemungkinan identifikasi model dalam SEM, antara lain :

a. Under-Identified Model, dimana nilat t ≥ s/2; yaitu model dengan jumlah parameter yang diestimasi lebih besar dari jumlah data yang diketahui (data tersebut adalah varian dan kovarian dari variabel- variabel teramati).

b. Just-Identified Model, dimana t = s/2; yaitu model dengan jumlah parameter yang diestimasi sama dengan data yang diketahui.

(12)

43

Universitas Kristen Petra

c. Over-Identified Model, dimana t ≤ s/2; yaitu model dengan jumlah parameter yang diestimasi lebih kecil dari jumlah data yang diketahui.

Keterangan :

t = jumlah parameter yang diestimasi

s = jumlah varian dan kovarian antar indikator

Sebagai tambahan dalam penjelasan identifikasi, banyaknya degree of freedom (df) dari susunan persamaan sama dengan jumlah data yang diketahui dikurangi dengan jumlah nilai atau parameter yang diestimasi. Dengan demikian, hubungan antara identifikasi dengan banyaknya df dijelaskan sebagai berikut :

a. Under-Identified Model, dimana model ini memiliki df negatif.

b. Just-Identified Model, dimana model ini memiliki df nol.

c. Over-Identified Model, dimana model ini memiliki df positif.

3. Estimasi Model

Melakukan estimasi untuk memperoleh nilai parameter-parameter yang ada di dalam model dengan menggunakan Maximum Likelihood Estimation (ML).

Dalam melakukan estimasi untuk memperoleh nilai parameter-parameter, matrik kovarian yang diturunkan dari model, sedekat mungkin atau sama dengan matrik kovarian populasi dari variabel-variabel teramati. Pada umumnya apabila tidak memiliki data seluruh populasi, maka dapat diganti dengan data dari sampel suatu populasi. Dengan demikian digunakan matrik kovarian sampel dari variabel- variabel teramati. Estimasi model struktural yang terbentuk sebagai berikut.

IA1 = γ1.1 AI1 + β1.2 CI1 + ς1 (3.3)

CI2 = γ2.1 AI2 + ς2 (3.4)

IA3 = β3.1 CI3 + ς3 (3.5)

dimana,

AIi = variabel laten eksogen atribut inovasi IAi = variabel laten endogen intensi adopsi

CIi = variabel laten endogen consumer innovativeness γii = koefisien

ςi = measurement error

(13)

44

Universitas Kristen Petra

4. Uji Kecocokan (Assessment of Fit)

Tahap ini digunakan untuk memeriksa tingkat kecocokan antara data dengan model pengukuran serta memeriksa signifikansi koefisien-koefisien dari model struktural. Evaluasi terhadap tingkat kecocokan antara data dengan model dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu :

a. Kecocokan keseluruhan model (overall model fit)

Merupakan tahap pertama dari uji kecocokan untuk mengevaluasi secara umum derajat kecocokan atau Goodness of Fit (GoF) antara data dengan model.

Tabel 3.3. Perbandingan Ukuran-Ukuran GoF

Ukuran GoF Tingkat Kecocokan yang dapat Diterima Ukuran Kecocokan Absolut (Absolute Fit Measure)

Statistic Chi-square (X2)

Mengikuti uji statistik yang berkaitan dengan persyaratan signifikan.

Semakin kecil, semakin baik.

Non-Centrality Parameter (NCP)

Dinyatakan dalam bentuk spesifikasi ulang dari Chi- square. Penilaian didasarkan atas perbandingan dengan model lain.

Semakin kecil, semakin baik.

Scaled NCP (SNCP) NCP dinyatakan dalam bentuk rata-rata perbedaan setiap observasi dalam rangka perbandingan antar model.

Semakin kecil, semakin baik.

Goodness of Fit Index (GFI)

Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik.

GFI ≥ 0.90 adalah good fit.

0.80 ≤ GFI < 0.90 adalah marginal fit.

Root Mean Square Residuan (RMSR) atau

RMR

Residual rata-rata antara matrik (korelasi atau kovarian) teramati dan hasil estimasi.

Standardized RMR ≤ 0.05 adalah good fit.

Root Mean Square Error of Approximation

(RMSEA)

Rata-rata perbedaan per degree of freedom yang diharapkan terjadi dalam populasi dan bukan dalam sampel.

RMSEA ≤ 0.08 adalah good fit.

RMSEA < 0.05 adalah close fit.

Expected Cross Validation Index

(ECVI)

Digunakan untuk perbandingan antar model.

Semakin kecil, semakin baik.

Pada model tunggal, nilai ECVI dari model yang mendekati nilai saturated ECVI menunjukkan good fit.

(14)

45

Universitas Kristen Petra

Tabel 3.3. Perbandingan Ukuran-Ukuran GoF (sambungan) Ukuran Kecocokan Inkremental (Incremental Fit Measures) Ticker Lewis Index atau

Non Normed Fit Index (TLI atau NNFI)

Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik.

TLI ≥ 0.90 adalah good fit.

0.80 ≤ TLI < 0.90 adalah marginal fit.

Normed Fit Index (NFI) Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik.

NFI ≥ 0.90 adalah good fit.

0.80 ≤ NFI < 0.90 adalah marginal fit.

Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)

Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik.

AGFI ≥ 0.90 adalah good fit.

0.80 ≤ AGFI < 0.90 adalah marginal fit.

Relative Fit Index (RFI) Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik.

RFI ≥ 0.90 adalah good fit.

0.80 ≤ RFI < 0.90 adalah marginal fit.

Incremental Fit Index (IFI)

Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik.

IFI ≥ 0.90 adalah good fit.

0.80 ≤ IFI < 0.90 adalah marginal fit.

Comparative Fit Index (CFI)

Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik.

CFI ≥ 0.90 adalah good fit.

0.80 ≤ CFI < 0.90 adalah marginal fit.

Ukuran Kecocokan Parsimoni (Parsimonious Fit Measures) Parsimonious

Goodness of Fit Index (PGFI)

Spesifikasi ulang dari GFI, dimana nilai lebih tinggi menunjukkan parsimoni yang lebih besar.

Ukuran ini digunakan untuk perbandingan di antara model-model.

Normed Chi Square Rasio antara Chi-square dibagi degree of freedom.

Nilai yang disarankan : batas bawah : 1.0 batas atas : 2.0 atau 3.0 batas yang lebih longgar : 5.0 Parsimonious Normed

Fit Index (PNFI)

Nilai lebih tinggi menunjukkan kecocokan lebih baik; hanya digunakan untuk perbandingan antara model alternatif.

Akaike Information Criterion (AIC)

Nilai positif lebih kecil menunjukkan parsimoni lebih baik; digunakan untuk perbandingan antara model.

Pada model tunggal, nilai AIC dari model yang mendekati nilai saturated AIC menunjukkan good fit.

(15)

46

Universitas Kristen Petra

Tabel 3.3. Perbandingan Ukuran-Ukuran GoF (sambungan) Ukuran Kecocokan Parsimoni (Parsimonious Fit Measures) Consistent Akaike

Information Criterion (CAIC)

Nilai positif lebih kecil menunjukkan parsimoni lebih baik; digunakan untuk perbandingan antara model.

Pada model tunggal, nilai CAIC dari model yang mendekati nilai saturated CAIC menunjukkan good fit.

Ukuran Kecocokan Lainnya (Other GOFI)

Critical “N” (CN) CN ≥ 200 menunjukkan ukuran sampel mencukupi untuk digunakan mengestimasi model.

Kecocokan yang memuaskan atau baik.

b. Kecocokan model pengukuran (measurement model fit)

Tahap ini merupakan evaluasi terhadap setiap konstruk atau model pengukuran (hubungan antara sebuah variabel laten dengan beberapa variabel teramati/indikator) secara terpisah melalui :

(1) Evaluasi terhadap validitas dari model pengukuran

Dikatakan mempunyai validitas yang baik terhadap konstruk atau variabel latennya, apabila :

Nilai t muatan faktornya (loading factor) lebih besar dari nilai kritis atau ≥ 1.96

Muatan faktor standarnya (standardized loading factor) ≥ 0.70

(2) Evaluasi terhadap reliabilitas dari model pengukuran

Reliabilitas dapat dihitung dengan formula construct reliability dan variance extracted dengan rumus sebagai berikut :

Construct Reliability (CR)

(3.6)

Dikatakan mempunyai reliabilitas yang baik terhadap konstruk atau variabel latennya apabila :

construct reliability (CR) ≥ 0.70

(16)

47

Universitas Kristen Petra

Varian Extracted (VE)

(3.7)

Dikatakan mempunyai reliabilitas yang baik terhadap konstruk atau variabel latennya apabila :

varian extracted (VE) ≥ 0.50

dimana,

std loading = muatan faktor standar ej = measurement error

c. Kecocokan model struktural (structural model fit)

Tahap ini mencakup pemeriksaan terhadap signifikansi koefisien- koefisien yang diestimasi dan nilai t-hitung untuk setiap koefisien.

Dengan menspesifikasikan tingkat signifikan, maka setiap koefisien yang mewakili hubungan kausal yang dihipotesiskan dapat diuji signifikansinya secara statistik.

3.9. Uji Hipotesa Statistik

Uji hipotesa statistik merupakan uji hipotesa yang digunakan untuk menguji model struktural. Dalam penelitian ini, hipotesa yang digunakan adalah two-tail test dengan level signifikansi 5%. Untuk uji hipotesa, digunakan uji t dengan ketentuan bahwa jika nilai T-statistic atau T-hitung ≥ T-table 1.96, maka Hipotesa 0 (H0) ditolak. Demikian pula sebaliknya.

Sebelum melakukan tahap uji hipotesa statistik, terlebih dahulu disusun rumusan hipotesa penelitian yang akan diuji. Berdasarkan model struktural pada sub bab/bagian 3.8.2, maka rumusan hipotesa penelitian antara tiap variabel laten eksogen dengan variabel laten endogen yang akan diuji sebagai berikut.

1. Pengaruh atribut inovasi terhadap intensi (niat) adopsi H0 : γ1.1 = 0 ;

H1 : γ1.1 > 0 ;

artinya atribut inovasi tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi (niat) adopsi.

artinya atribut inovasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi (niat) adopsi.

(17)

48

Universitas Kristen Petra

2. Pengaruh atribut inovasi terhadap consumer innovativeness H0 : γ2.1 = 0 ;

H1 : γ2.1 > 0 ;

3. Pengaruh consumer innovativeness terhadap intensi (niat) adopsi H0 : β3.1 = 0 ;

H1 : β3.1 > 0 ;

artinya atribut inovasi tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap consumer innovativeness.

artinya atribut inovasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap consumer innovativeness.

artinya consumer innovativeness tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi (niat) adopsi.

artinya consumer innovativeness berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi (niat) adopsi.

Gambar

Tabel 3.1. Bobot dan Interpretasi Skala Likert
Tabel 3.3. Perbandingan Ukuran-Ukuran GoF
Tabel 3.3. Perbandingan Ukuran-Ukuran GoF (sambungan)  Ukuran Kecocokan Inkremental (Incremental Fit Measures)  Ticker Lewis Index atau
Tabel 3.3. Perbandingan Ukuran-Ukuran GoF (sambungan)  Ukuran Kecocokan Parsimoni (Parsimonious Fit Measures)  Consistent Akaike

Referensi

Dokumen terkait

Bab ini menjelaskan hasil penelitian hubungan antara quick of blood dengan penurunan nilai ureum dan kreatinin pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis di RSUD

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 ayat (7) dan ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

pihak yang melakukan supervisi pembinaan, yaitu pengawas sekolah. Ketika seorang guru menghadapi permasalahan dalam pembelajaran di kelas, mungkin pihak kepala sekolah

Sebagai perbandingan bangunan fasilitas cottage, ada beberapa kawasan wisata dengan fasilitas akomodasinya yang memanfaatkan lingkungan sekitarnya sehingga fasilitas wisata

Job Safety Analysis sangat diperlukan dan sangat penting untuk dilakukan karena apabila dalam suatu pekerjaan terdapat potensi bahaya yang memicu terjadinya

Dilihat dari parameter yang akan diestimasi, suatu model dapat dibedakan menjadi model yang just-identified artinya model mampu mengestimasi semua parameter model

Data Primer, yakni data yang diperoleh dari penelitian langsung pada nelayan anggota penerima bantuan dana Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) melalui

Sebuah digraph D dan 2-digraph D dengan n vertex dapat dinyatakan oleh matriks, yang entri dari matriks tersebut adalah bilangan 1 atau 0, matriks yang demikian disebut sebagai