• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS PENGUASAAN BARANG MILIK DAERAH BERUPA TANAH KABUPATEN BUTON PASCA PEMEKARAN OLEH: MASTURA AZIZAH B111 14 101 DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS YURIDIS PENGUASAAN BARANG MILIK DAERAH BERUPA TANAH KABUPATEN BUTON PASCA PEMEKARAN OLEH: MASTURA AZIZAH B111 14 101 DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018 SKRIPSI"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS YURIDIS PENGUASAAN BARANG MILIK DAERAH BERUPA TANAH KABUPATEN BUTON

PASCA PEMEKARAN

OLEH:

MASTURA AZIZAH B111 14 101

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

(2)

i

HALAMAN JUDUL

ANALISIS YURIDIS PENGUASAAN BARANG MILIK DAERAH BERUPA TANAH KABUPATEN BUTON PASCA PEMEKARAN

OLEH:

MASTURA AZIZAH B 111 14 101

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana pada Program Kekhususan Hukum Keperdataan

Program Studi Ilmu Hukum

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

(3)

ii PENGESAHAN SKRIPSI

ANALISIS YURIDIS PENGUASAAN BARANG MILIK DAERAH BERUPA TANAH KABUPATEN BUTON PASCA PEMEKARAN

Disusun dan diajukan oleh:

MASTURA AZIZAH B 111 14 101

Dipertahankan Dihadapan Panitia Ujian Skripsi yang Dibentuk Dalam Rangka Penyelesaian Studi Program Sarjana Departemen Hukum Perdata Program Studi Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Pada Hari Kamis, 03 Mei 2018

Dan Dinyatakan Diterima Panitia Ujian

Ketua, Sekretaris,

Dr.Sri Susyanti Nur S.H., M.H. Dr. Zulkifli Aspan S.H.,M.H.

NIP. 19641123 199002 2 001 NIP. 19680711 200312 1 004

A.n. Dekan,

Wakil Dekan Bidang Akademik dan Pengembangan,

Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H.

NIP. 19610607 198601 1 003

(4)

iii PERSETUJUAN PEMBIMBING

Diterangkan bahwa Skripsi mahasiswa:

Nama : Mastura Azizah

Nomor Induk Mahasiswa : B111 14 101 Departemen : Hukum Perdata

Judul : Analisis Yuridis Penguasaan Barang Milik Daerah Berupa Tanah Kabupaten Buton Pasca Pemekaran

Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam ujian Skripsi.

Makassar, 2018

Pembimbing I

Dr.Sri Susyanti Nur, S.H.,M.H.

NIP. 19641123 199002 2 001

Pembimbing II

Dr.Zulkifli Aspan, S.H., M.H.

NIP. 19680711 200312 1 004

(5)

iv

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI

Diterangkan bahwa Skripsi mahasiswa :

Nama : Mastura Azizah

Nomor Induk : B111 14 101

Bagian : Hukum Keperdataan

Judul : Analisis Yuridis Penguasaan Barang Milik Daerah Berupa Tanah Kabupate Buton Pasca Pemekaran.

Memenuhi syarat untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai ujian akhir program studi.

Makassar, 2018 A.n. Dekan

Wakil Dekan Bidang Akademik dan Pengembangan

Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H, NIP. 19610607 198601 1 003

(6)

v

(7)

vi UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamua’laikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Agung dan Maha Kuasa dan atas segala kuasa-Nya dan atas segala limpahan Rahmat, Taufik, serta Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Penguasaan Barang Milik Daerah Berupa Tanah Kabupaten Buton Pasca Pemekaran”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang selalu memberikan cahaya dan menjadi suri tauladan sehingga kita dapat membedakan yang haq dan bathil muka bumi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari titik kesempurnaan karena keterbatasan penulis dalam mengeksplorasi ilmu pengetahuan yang begitu cemerlang menuju proses pencerahan. Olehnya itu penulis sangat mengharapkan kritikan, saran, serta masukan yang sangat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Pada Kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih yang terdalam kepada kedua orang tua penulis Bapak Khattab Said A.Md dan Ibu Nurmawaidah yang mencurahkan banyak cinta dan kasih sayang, mendidik dan tak pernah lelah memberikan dukungan kepada penulis. Kepada Om dan Tante penulis Ahmad Mustanir, S.Ip.,M.Si., St.

Mufidah, S.T., dr. Sitti Fitriani Sp.M., M.Kes., Muhyidin S.E., Nanang, S.T,

(8)

vii Mudzakkir Ali Djamil, S.T yang juga memberikan peran serta dukungan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Dalam penulisan skrispi ini tidak terlepas dari berbagai rintangan, hambatan yang ditemui penulis. Namun, berkat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil sehingga penulis mampu menyelesaikan dan mengatasi berbagai hambatan serta rintangan yang ditemui penulis selama perampungan skripsi ini. Olehnya itu melalui tulisan ini penulis mengucapkan terima kasih dan apresiasi sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Sri Susyanti Nur, S.H., M.H. sebagai Dosen Pembimbing I dan Bapak Dr. Zulkifli Aspan, S.H., M.H sebagai Dosen Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing penulis. Serta penulis juga menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada

1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA selaku Rektor Universitas Hasanuddin

2. Ibu Prof. Dr. Farida Patitingi, S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

3. Bapak Dr. Kahar Lahae, S.H., M.Hum., Bapak Dr. Muh. Ilham Ari Saputra, S.H., M.Kn., Bapak M. Ramli Rahim S.H., M.H selaku penguji yang senantiasa memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Prof. Dr. Muhammad Arfin Hamid, S.H., M.H. selaku penasehat akademik penulis.

(9)

viii 5. Bapak-bapak/ibu-ibu staf pengajar (Dosen) dan pegawai akademik Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan, serta bantuannya selama proses perkuliahan.

6. Ahmad Suyudi, S.H. atas segala bimbingan, motivasi, semangat dan doa yang selalu diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Lutfi, A, Ptnh (Kepala Seksi Pengadaan Tanah BPN Kota Baubau), Bapak Aliman S.E., M.Si (Kepala Bidang Pengelolaan Aset Daerah BPKAPD Kota Baubau), Bapak Amlin Banisi (Kepala Subseksi Fasilitasi Pengadaan dan Penetapan Tanah Pemerintah BPN Kabupaten Buton), dan Bapak Muh. Athar. S.H., M.H. (Kepala Bidang Aset BPKAD Kabupaten Buton) atas bantuan dan informasi yang diberikan kepada penulis.

8. Ichda Asyara Karmila, Kakak Rabial Adawiah dan Kakak Ummy Anggraeni atas kebaikan dan kemurahan hatinya untuk selalu membantu dan mendampingi dalam menyelesaikan penelitian yang penulis lakukan.

9. Sahabat terhebat Ningsih S.H., Lisa Rulyantini Munassar, Andi Nur Anna We Dimeng yang selalu memberikan waktu, semangat, tawa, dan air mata kepada penulis.

(10)

ix 10. Ring 1 Garda Tipikor Musthakim Algozaly, Rahmat Kurniawan, Nur Fadly Hamka, Muhammad Reza Murti, Fauzi Ashary, Ahmad Saafaat, Bintang Mahaputra, Ahmad Fauzi, Farid Muhammad, Nurul Fadhila Mukhtar, Annisa Fadhila Rosadi, Siti Hana Syafitri, Nurul Syafika, Andi Ulfah Insyirah Utami, dan Aulia Inzana Tubagus yang telah banyak memberikan dukungan, pelajaran dan arti kehidupan kepada penulis selama menempuh perkuliahan.

11. Senior-senior terhebat yang saya miliki Kakanda Muhammad Nur Fajrin, S.H., Muh. Noartawira Sadirga Saleh, S.H., Muh.

Fazlurrahman K. S.H., Andi Muhammad Agil Mahasin, S.H., Imanul Yakin, S.H., Ilmanbahri Widyananda Mansyur., S.H., Andi A. Adi Surya, S.H. Kharismawati., S.H., Rini Wahyuningsih, S.H., Nisrina Atikah, S.H atas kebersamaan, ilmu, serta saran-saran yang telah diberikan

12. Egidya Vita Pertiwi A.Md, Isma Widya Astuti, Andi Ratnasari sahabat semenjak SMA dan mengajarkan pula banyak hal utamanya kesabaran.

13. Gerakan Radikal Anti Tindak Pidana Korupsi Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (GARDA TIPIKOR FH-UH) terkhusus Prof Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H. dan Bapak Fajlurrahman Jurdi S.H.,M.H selaku Pembina dan seluruh adik-adik pengurus atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.

(11)

x 14. Unit Kegiatan Mahasiswa Karate-Do Gojukai Indonesia Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (UKM KGI FH-UH) terkhusus Sensei Dr. Winner Sitorus, S.H., M.H. selaku pembina dan seluruh kakanda, teman-teman dan adik-adik pengurus atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.

15. Kudeta Family Jemmi S.H., Anugrah S.H., Windaryani, Nasrah Indah, Hardianti, Nurdaya, Nurhaeria dan Frelly Armansyah atas tawa canda dan pengalamannya.

16. Teman-teman seperjuangan Diplomasi 2014 terkhusus Tuti, Wana, Ike, Hilda, Purwo, Lana, Adit, Rani, Sari, Maharani, Mar’a, Daniyah, Nila, Fatih atas segala cerita dan masukan-masukannya.

17. Serta berbagai pihak yang memberikan sumbangsih pemikiran dan lainnya kepada penulis yang tidak bisa penulis utarakan satu per satu.

Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan yang telah diberikan dengan penuh Ridho dan rahmatNya. Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah kita kembalikan segalanya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terkhusus bagi penulis dan para pembaca secara umum, semoga Allah SWT senantiasa meridhoi setiap jejak langkah kita dalam mengarungi samudera kehidupan dan bernilai ibadah di sisi-Nya. Aamiin.

Mastura Azizah

(12)

xi ABSTRACT

MASTURA AZIZAH (B111 14 101), Juridical Analysis of Property Ownership in the Form of Land of Buton Regency Post-Division.

Supervised by (Sri Susyanti Nur) as Supervisor I and (Zulkifli Aspan) as Supervisor II.

This study aims to determine the process of land transfers as regional government property, has not been implemented according to the agreement and to know the legal status of the land as the property of Buton Regency area post-division.

This research uses empirical law research method with data collected technique through interview that collected data directly through interview based on prepared questionnaire and document study by using documents, records, reports, electronic media books and materials relevant to the issues discussed.

Furthermore, the data is presented descriptively.

The results of this study are:

1.The process of transferring the regional property can not be implemented because the agreement has not been found between the local government of Baubau City and the local government of Buton Regency that are caused by several things, which are: (1) the juridical basis and the interpretation of the transferring of the regional property used by each region , both Buton District and Baubau City are different; (2) the economic value of the regional property which makes the property of the area is difficult to be diverted or moved. 2.

Status of regional property in the form of land that has not been transferred by the government of Buton Regency that located in the administrative area of Baubau City is still owned by the government of Buton Regency with the basis of the Management Rights on it either in cooperation with third parties or managed by the Buton Regency.

Keywords: Regional Property, Buton Regency, Baubau City, Division

(13)

xii ABSTRAK

MASTURA AZIZAH (B111 14 101), Analisis Yuridis Penguasaan Barang Milik Daerah Berupa Tanah Kabupaten Buton Pasca Pemekaran.

Dibimbing oleh (Sri Susyanti Nur) Pembimbing I dan (Zulkifli Aspan) Pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses peralihan tanah sebagai barang milik daerah pemerintah daerah belum terlaksana sesuai kesepakatan dan untuk mengetahui status hukum tanah sebagai barang milik daerah Kabupaten Buton pasca pemekaran.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara yaitu mengumpulkan data secara langsung melalui wawancara berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan dan studi dokumen yaitu dengan mempergunakan dokumen- dokumen, catatan-catatan, laporan-laporan, buku-buku media elektronik dan bahan-bahan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Selanjutnya data dipaparkan secara deskriptif.

Adapun hasil penelitian ini, yaitu :

1.Proses peralihan barang milik daerah belum dapat terlaksana karena belum ditemukan kata kesepakatan antara Pemerintah daerah Kota Baubau dengan pemerintah daerah Kabupaten Buton disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (1) landasan yuridis serta penafsiran mengenai pemindahan barang milik daerah yang digunakan masing-masing daerah, baik Kabupaten Buton maupun Kota Baubau berbeda; (2) nilai ekonomis terhadap barang milik daerah tersebut yang menjadikan barang milik daerah tersebut sulit dialihkan atau berpindah.2.

Status terhadap barang milik daerah berupa tanah yang belum dialihkan pemerintah Kabupaten Buton yang berada di wilayah administrasi Kota Baubau sampai saat ini masih dimiliki oleh pemerintah Kabupaten Buton dengan alas Hak Pengelolaan di atasnya baik yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga maupun dikelola sendiri oleh pihak Kabupaten Buton.

Kata kunci: Barang Milik Daerah, Kabupaten Buton, Kota Baubau, Pemekaran

(14)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...

HALAMAN JUDUL ... i

PENGESAHAN SKRIPSI...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRACT... x

ABSTRA ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Hak Penguasaan Atas Tanah ... 10

1. Pengertian Hak Penguasaan Atas Tanah ... 10

2. Subyek Hak Atas Tanah ... 20

B. Barang Milik Daerah ... 28

C. Pemekaran Daerah ... 32

1. Pengertian Pemekaran ... 32

2. Mekanisme Pemekaran Daerah ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

A. Tipe Penelitian ... 39

B. Lokasi,Populasi dan Wawancara Narasumber ... 39

C. Jenis dan Sumber Data ... 41

D. Teknik Pengumpulan Data ... 41

E. Analisis Data ... 41

(15)

xiv

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Gambaran Umum Kota Baubau ...42

B. Peralihan Barang Milik Daerah Hasil Pemekaran Kabupaten Buton Menjadi Kota Baubau ... 47

C. Status Hukum Barang Milik Daerah Berupa Tanah Kabupaten Buton Pasca Pemekaran ... 62

BAB V PENUTUP ... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 70 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia dapat dikategorikan sebagai Negara hukum.

Secara konstitusional sebagai negara hukum diketahui dalam rumusan tujuan Negara dalam pembukaan Undang-Undang Dasar NRI 1945 yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan keadilan sosial. Secara normatif tujuan Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan keadilan sosial.1

Penguasaan dalam hukum agraria atas bumi atau tanah mengandung pengertian negara memegang kekuasaan untuk menguasai dan mengusahakan segenap sumber daya agraria yang terdapat dalam wilayah hukum indonesia.

Tanah sebagai salah satu kebutuhan dalam penyelenggaraan hidup manusia memiliki peranan yang sangat vital. Masyarakat Indonesia yang bercorak hidup agraris menggantungkan hidup sepenuhnya pada tanah. Tanah sebagai objek utama yang harus dimiliki dalam penyelenggaraan kehidupan agraria baik yang berbentuk pengadaan lahan pertanian maupun perkebunan. Tanah juga menjadi

1 Umar Said Sugiharto, Suratman, dan Noorhudha Muchsin, 2016, Hukum Pengadaan Tanah, Cet III, Malang: Setara Press, Hlm. 1.

(17)

2 landasan tolak ukur kesejahteraan dan kemapanan bagi masyarakat yang berdomisili di daerah pedesaan. Dalam lingkup daerah perkotaan tanah memiliki peranan utama sebagai lahan perkantoran dan pemukiman. Oleh karena itu tanah tidak bisa lepas dari kehidupan manusia karena dari semua kebutuhan manusia, tanah menjadi kebutuhan pokok yang mendasar dan menjadi tempat bagi manusia menjalani kehidupannya serta memperoleh sumber untuk melanjutkan hidupnya.

Selain itu, tanah merupakan faktor ekonomi penting dan memiliki nilai strategis dilihat dari segi mana pun baik sosial maupun kultural.2 Tanah merupakan barang milik daerah berharga yang dimiliki oleh suatu negara dalam menjalankan pemerintahannya baik di pusat maupun di daerah.Tak hanya itu, barang milik daerah berharga ini memiliki fungsi yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Tanah juga merupakan barang milik daerah daerah yang tak lain adalah sumber daya penting bagi pemerintah daerah itu sendiri sebagai penopang utama pendapatan asli daerah. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah daerah untuk dapat mengelola barang milik daerah secara memadai, mulai dari pendataan hingga proses pendaftaran dalam hal ini adalah barang milik daerah Pemerintah Kota atau Pemerintah daerah yang berupa tanah. Yang tak kalah penting juga, yaitu

2 Urip Santoso, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta:

Prenamedia Group, Hlm. 12.

(18)

3 mensertifikatkan tanah-tanah yang belum memiliki sertifikatnya sebagai jaminan kepastian hukum bagi tanah-tanah yang merupakan barang milik daerah pemkot.3

Pada umumnya hampir di semua daerah di Indonesia memiliki permasalahan yang sama mengenai barang milik daerah berharga ini.

Khususnya lagi bagi daerah-daerah yang melakukan pemekaran wilayahnya, yang otomatis masalah pertanahan ini dari status haknya, subjek hak hingga objek haknya harus diatur dan didata kembali mengenai kepemilikannya.

Demi memajukan Provinsi Sulawesi Tenggara pada umumnya dan Kabupaten Buton pada khususnya serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri, perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kemasyaratakan guna menjamin perkembangan dan kemajuan pada masa yang akan datang.

Selain itu, demi kemajuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lainnya di Kota Administrasi Baubau Kabupaten Buton, meningkatnya beban tugas dan volume kerja di bidang penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan

3 Bayu Razak Biya, 2013, Tinjauan Hukum Pendaftaran Barang milik daerah Berupa Tanah Oleh Pemerintah Kota Gorontalo, Skrispi, Makassar: Fakultas Hukum Unhas, Hlm. 1.

(19)

4 kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah di Kabupaten Buton, perlu membentuk Kota Baubau sebagai daerah otonom.4

Untuk mengembangkan wilayah dan potensi yang dimiliki Kota Baubau serta memenuhi kebutuhan pada masa yang akan datang terutama dalam hal peningkatan sarana dan prasarana serta kesatuan perencanaan dan pembinaan wilayah, maka sistem tata Ruang Wilayah Kota Baubau harus dioptimalkan penataannya serta dikonsolidasikan jaringan sarana dan prasarananya dalam satu sistem kesatuan pengembangan terpadu dengan Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kabupaten lainnya di Sulawesi Tenggara, Khususnya Kabupaten Buton.5

Pengelolaan barang milik daerah Sebagaimana Pasal 1 Angka 28 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah menjelaskan bahwa pengelolaan barang milik daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, peniliaian, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

4 Konsideran Menimbang Undang-undang Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Baubau

5 Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 13 tahun 2001

(20)

5 Kemudian berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah menyatakan bahwa Pemindahan barang milik daerah daerah harus barang milik Negara/Daerah serta diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini pula dipertegaskan pada Pasal 3 yang menyatakan bahwa pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi, efesiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.

Selain itu, Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Baubau menyatakan bahwa Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang terkait, Gubernur Sulawesi Tenggara, dan Bupati Buton sesuai dengan kewenangannya menginventarisasi dan menyerahkan kepada Pemerintah Kota Baubau meliputi, pegawai yang karena tugasnya diperlukan oleh Pemerintah Kota Baubau, barang milik/kekayaan Negara/daerah yang berupa tanah, bangunan, barang bergerak dan barang tidak bergerak lainnya yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh pemerintah Sulawesi Tenggara dan Kabupaten Buton yang berada di Kota Baubau sesuai Peraturan PerUndang- Undangan, badan usaha milik daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kabupaten Buton yang kedudukan dan kegiatannya berada di Kota Baubau, dan utang-piutang Kabupaten Buton yang kegunaannya untuk

(21)

6 Kota Baubau, serta dokumen dan arsip yang karena sifatnya diperlukan oleh Kota Baubau.

Penyerahan barang milik daerah Kabupaten Buton kepada Kota Baubau selambat-lambatnya diselesaikan dalam waktu satu tahun, terhitung sejak pelantikan Pejabat WaliKota Baubau. Hal ini menerangkan bahwa sejak terhitung 16 tahun wilayah otonom Baubau terbentuk, maka Undang-Undang ini harus dilaksanakan. Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2003 tentang Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Buton Dari Wilayah Kota Baubau Ke Pasarwajo Di Wilayah Kabupaten Buton menyatakan bahwa pusat pemerintahan yang sebelumnya berada di wilayah Kota Baubau agar segera dipindahkan ke Pasarwajo sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Buton terbaru. Dari beberapa aturan tersebut menegaskan bahwa segala barang milik daerah hasil pemekaran Kabupaten Buton yang berada di Kota Baubau harus diserahkan ke Kota Baubau.

Namun kenyataannya konflik barang milik daerah masih berlangsung dan barang milik daerah yang diterima Pemerintah Kota Baubau sebagai konsukuensi dari pemekaran sampai saat ini belum diserahkan secara keseluruhan. Misalnya pada tahun 2013 tanah bekas Kantor Bupati Kabupaten Buton yang berada di wilayah administrasi Kota Baubau diberikan Hak Guna Bangunan oleh pemerintah Kabupaten Buton dengan menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH) Kepada Pihak ketiga untuk dijadikan Mall.

(22)

7 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah menjelaskan bahwa Hak Guna Bangunan dapat timbul dari Hak Pengelolaan atas usul pemegang hak pengelolaan. Jika berdasar pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Baubau, maka pemegang hak pengelolaan terhadap barang milik daerah tanah tersebut seharusnya dilimpahkan kepada Kota Baubau bersamaan dengan penyerahan barang milik daerah lainnya pada tahun 2002 atau paling lambat satu tahun sejak Kota Baubau terbentuk menjadi daerah otonom. Kenyataannya, Hak Guna Bangunan yang timbul dari Hak Pengelolaan tersebut timbul atas persetujuan dan usul dari pemerintah Kabupaten Buton, yang seharusnya tanah tersebut sudah diserahkan kepada pemerintah Kota Baubau.

Selain itu, berdasarkan data Bagian Perlengkapan Sekretaris Daerah Kota Baubau pada tahun 2008 berbagai barang milik daerah yang status kepemilikannya menjadi konflik Antara Pemerintah Kota Baubau dengan Kabupaten. Adapun berbagai barang milik daerah tersebut, seperti tanah sebanyak 206 unit, jalan dan jembatan 2 unit, bangunan dan gedung 252 unit, alat-alat besar 138 unit, alat-alat angkutan 1028 unit, alat-alat Ktr dan RT 11186 unit, alat-alat kedokteran 6 unit, alat-alat perpustakaan 12 unit. 6

6 Rusli, 2008, Ringkasan Inventarisasi dan Legal Audit Barang milik daerah tanah dan Bangunan Pemerintah Kota Baubau Dengan Penerapan SIG, http://www.academia.edu/6658793/RINGKASAN_INVENTARISASI_DAN_LEGAL_AUDI

T_BARANG MILIK

(23)

8 Melihat latar belakang di atas maka penulis perlu meneliti dan mengkaji lebih lanjut tentang “Analisis Yuridis Penguasaan Barang Milik Daerah Berupa Tanah Kabupaten Buton Pasca Pemekaran”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis merumuskan masalah yang ada sebagai berikut:

1. Mengapa proses peralihan tanah sebagai barang milik daerah pemerintah daerah belum terlaksana sesuai kesepakatan?

2. Bagaimana status hukum tanah sebagai barang milik daerah Kabupaten Buton pasca pemekaran?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui proses peralihan tanah sebagai barang milik daerah pemerintah daerah belum terlaksana sesuai kesepakatan.

2. Untuk mengetahui status hukum tanah sebagai barang milik daerah Kabupaten Buton pasca pemekaran

D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis

a. Memberikan ilmu pengetahuan pada umumnya dan pengetahuan mengenai analisis yuridis penguasaan barang milik daerah berupa tanah Kabupaten Buton pasca pemekaran pada khususnya.

DAERAH_TANAH_DAN_BANGUNAN_PEMERINTAH_KOTA_BAUBAU_DENGAN_PEN ERAPAN_SIG, Di Akses Pada tanggal 11 Desember 2017.

(24)

9 b. Memberikan informasi hukum pengelolaan barang milik daerah berupa tanah kepada kalangan akademisi dalam melakukan penelitian dan pengkajian yang lebih mendalam.

2. Praktis

a. Memberikan pelajaran umum kepada pemerintah dalam mengelola barang milik daerah tanah dan cara penguasaannya.

b. Memberikan bahan masukan atau rujukan terhadap pemerintahan dalam rangka pengelolaan dan penguasaan barang milik daerah tanah negara Kabupaten Buton pasca pemekaran

(25)

10 BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. Hak Penguasaan Atas Tanah

1. Pengertian Hak Penguasaan Atas Tanah

Tanah merupakan permukaan bumi yang dalam penggunaannya meliputi tubuh bumi yang ada dibawahnya serta ruang yang ada diatasnya, namun dalam penggunaannya hanya untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.7

Selain itu, tanah adalah salah satu sumber daya alam yang merupakan kebutuhan yang hakiki bagi manusia dan berfungsi sangat esensial bagi kehidupan dan penghidupan manusia, bahkan membentuk peradaban suatu bangsa. Tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti sangat penting oleh karena sebagian besar dari kehidupan manusia adalah bergantung pada tanah. Tanah dapat dinilai sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanen dan dapat dicadangkan untuk kehidupan masa mendatang. Tanah adalah tempat bermukim dari sebagian umat manusia di samping sebagai sumber penghidupan bagi mereka yang mencari nafkah melalui usaha pertanian dan atau perkebunan sehingga pada

7 Lihat Pasal 4 Ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

(26)

11 akhirnya tanah pulalah yang menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi manusia.8

Istilah “hak” selalu tidak dapat dipisahkan dengan istilah

“hukum”. Didalam literatur Belanda kedua-duanya disebut dengan

"recht". Akan tetapi antara hak dan hukum dapat dibedakan dengan menggunakan istilah "Objektiej recht" dan "Subjektief recht". Van ApeIdoorn mengartikan Objektief Recht dengan hukum objektif, yaitu peraturan hukum yang berlaku umum. Subjektif Recht diartikan dengan hukum subjektif yaitu untuk menyatakan hubungan yang diatur oleh hukum obyektif, berdasarkan mana yang satu mempunyai hak, dan yang lain mempunyai kewajiban terhadap sesuatu.9 Hak absolute memberi wewenang bagi pemegangnya untuk berbuat atau tidak berbuat, pada dasarnya dapat dilaksanakan terhadap siapa saja.10 Dikarenakan hal tersebut, apabila seseorang memperoleh hak atas tanah, maka pada diri seseorang yang memperoleh hak atas tanah tersebut mempunyai kekuasaan untuk menguasai tanah tersebut.

Pengertian "penguasaan" dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis. Juga beraspek privat dan beraspek publik.

Penguasaan dalam arti yuridis adalah penguasaan yang dilandasi

8 Muhammad Ilham Arisaputra, 2015, Reforma Agraria di Indonesia, Jakarta Timur:

Sinar Grafika, Hlm. 55.

9 Ramli Zein, 1995, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA, Jakarta: Rineka Cipta, Hlm. 35.

10 Ibid., Hlm.37.

(27)

12 hak, yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki, misalnya pemilik tanah mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain. Ada penguasaan yuridis, yang biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan oleh pihak lain, misalnya seseorang yang memiliki tanah tidak mempergunakan tanahnya sendiri akan tetapi disewakan kepada pihak lain, dalam hal ini secara yuridis tanah tersebut dimiliki oleh pemilik tanah akan tetapi secara fisik dilakukan oleh penyewa tanah. Ada juga penguasaan secara yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik, misalnya kreditor (bank) pemegang hak jaminan atas tanah mempunyai. hak penguasaan yuridis atas tanah yang dijadikan agunan (jaminan), akan tetapi secara fisik penguasaannya tetap ada pada pemegang hak atas tanah. Penguasaan yuridis dan fisik atas tanah ini dipakai dalam aspek privat. Ada penguasaan yuridis yang beraspek publik, yaitu penguasaan atas tanah sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 2 UUPA.11

11 Urip Santoso, 2006, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana, Hlm. 73.

(28)

13 Hak-hak atas tanah menurut hukum (Perdata) Barat sebelum berlakunya UUPA:

1. Hak eigendom (Pasal 570 KUHPer/BW).

Hak eigendom atas tanah ialah suatu hak yang terkuat dalam hukum Barat. Tidaklah sama hakikatnya hak "milik"

atas tanah menurut konsepsi hukum (Perdata) Barat ini dengan hakikat hak milik atas tanah menurut konsepsi UUPA dewasa ini. Dengan hak eigendom atas tanah, pemilik (eigenaar) tanah yang bersangkutan mempunyai hak "mutlak"

atas tanahnya. Hal ini dapat dimengerti mengingat konsepsi hukum Barat itu dilandasi oleh jiwa dan pandangan hidup yang bersifat individualistis materialistis, yaitu suatu pandangan hidup yang lebih mengagungkan kepentingan perorangan daripada kepentingan umum maupun kebendaan daripada keahlian.12

Kalau diresapi secara mendalam dan dibandingkan secara cermat antara hak dan kewajiban atas tanah yang termaktub dalam hak eigendam ini bagi pemegangnya, maka dengan segera akan terkesan bahwa antara hak dan kewajiban yang ada dalam sualu hak eigendom tersebut sarna sekali tidak berimbang. Hal ini disebabkan karena bila dibandingkan dengan haknya yang demikian besar dan

12 Purnadi Purbacaraka dan Ridwan Halim, Loc.Cit., Hlm. 27.

(29)

14 demikian banyaknya melahirkan wewenang bagi pemegangnya, maka kewajiban pemegang hak tersebut dapat dikalakan sangatlah ringan dan bahkan hampir tidak ada kewajiban lain selain mungkin hanya membayar pajak milik atas tanah itu semata-mata para pemegang hak eigendam itu tidak wajib memperhatikan apakah penggunaan tanah yang dilakukan dengan seenaknya itu merugikan/mengganggu kepentingan orang lain atau tidak.

Hal ini dapat dimengerti mengingat landasan dari pada hak eigendom ini ialah Hukum (Perdata) Barat yang tentu saja konsepsinya masih dilandasi pula oleh jiwa yang individualistis, yakni jiwa yang berpandangan bahwa kepentingan perorangan harus lebih diperhatikan da didahulukan dari pada kepentingan umum. Karena itulah maka konsepsi hak eigendam ini sarna sekali tidak terpakai lagi dalam pembentukan konsepsi hak milik atas tanah menurut UUPA.13

2. Hak Opstal (Pasal 711 KUHPer/BW).

Hak opstal ialah suatu hak yang memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk memiliki segala sesuatu yang terdapat di atas tanah eigendom orang lain sepanjang sesuatu tersebut bukanlah kepunyaan "eigenaar"

13 Ibid., Hlm. 33.

(30)

15 tanah yang bersangkutan. Segala sesuatu yang dapat dimiliki itu misalkan rumah atau bangunan, tanaman dan sebagainya.

Disamping wewenang untuk dapat memiliki benda-benda tersebut, hak opstal juga memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk:

 Memindahtangankan (benda yang menjadi) haknya itu kepada orang lain.

 Menjadikan benda tersebut sebagai jaminan hutangnya (dengan hipotek).

 Mengalihkannya kepada ahli warisnya sepanjang jangka waktu

 berlakunya hak opstal itu belum habis menurut

perjanjian yang telah ditetapkan bersama pemilik tanah.14

Hampir sama halnya dengan hak eigendam. kewajiban pemegang hak opstal ini pun hampir tidak ada selain hanya menggunakan hak tersebut selaras dengan perjanjian dan tujuannya selama jangka waktu berlakunya, dengan maksud tentunya agar hak opsral itu sendiri jangan sampai terhapus karena kadaluwarsaan akibat tidak pernah digunakan selama masa berlakunya.48

3. Hak erfpacht (Pasal 720 KUHPer/BW).

14 Ibid., Hlm. 28.

(31)

16 Hak erfpacht ialah hak untuk dapat mengusahakan atau mengolah tanah orang lain dan menarik manfaat atau hasil yang sebanyak-banyaknya dari tanah tersebut.

Disamping menggunakan tanah orang lain itu untuk dimanfaatkan hasilnya, pemegang hak erfpacht ini berwenang pula untuk memindahtangankan haknya itu kepada orang lain, menjadikannya sebagai jaminan hutang (dengan hipotek) dan mengalihkannya pula kepada ahli warisnya sepanjang belum habis masa berlakunya.

Pemegang hak erfpacht pun tidak banyak kewajibannya, kewajibannya adalah:

 Menggunakan tanah yang bersangkutan secara baik,

dalam arti tidak merusak keadaannya sehingga mendatangkan kerugian bagi perniliknya;

 Membagi hasil tanah garapannya itu kepada pemiliknya

dengan cara yang pantas dan jumlah yang adil selama ia menjadi penggarap tanah tersebut menurut jangka waktunya.

4. Hak gebruik (Pasal 818 KUHPer/BW).

Hak gebruik ialah suatu hak atas tanah sebagai hak pakai atas tanah orang lain (gebruik = pakai). Hak gebruik ini memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk dapat memakai tanah eigendom orang lain guna diusahakan dan

(32)

17 diambil hasilnya bagi diri dan keluarganya saja. Disamping itu pemegang hak gebruik ini boleh pula tinggal di atas tanah tersebut selama jangka waktu berlaku haknya itu.15

Atas dasar Hak Menguasai dari Negara, ditentukan adanya macam-macam hak atas tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.16 Hak-hak atas tanah yang dimaksud adalah:

a) Hak Milik

Adalah Hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah,17 Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.18

b) Hak Guna Usaha

Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, tanah mana digunakan untuk perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan.19 Hak Guna Usaha ini diberikan untuk tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan jangka waktu pemberian adalah 25 tahun, dan bagi perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diwaktu paling

15 Ibid., Hlm. 29.

16 Harsono, Loc.Cit., Hlm. 537.

17 Lihat Pasal 20 Ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

18 Lihat Pasal Ayat (2).

19 Lihat Pasal 28 Ayat (1).

(33)

18 lama 35 tahun dan dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 25 tahun.20

c) Hak Guna Bangunan

Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.21

d) Hak Pakai

Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa- menyewa atau perjanjian pengelolaan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undangundang.22 Jangka waktu pemberian hak pakai tidak tentu, yaitu selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu.

20 Lihat Pasal 29.

21 Lihat Pasal 35 Ayat (1) dan (2).

22 Lihat Pasal 41 Ayat (1).

(34)

19 e) Hak Sewa

Hak Sewa atas tanah, yaitu hak yang dimiliki oleh seseorang atau suatu badan hukum yang memberikannya hak untuk mempergunakan tanah milik orang lain dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.23

f) Hak Membuka Tanah

Hak membuka tanah ini hanya dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia.

g) Hak Memungut Hasil-Hutan

Sama halnya dengan hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan juga hanya dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia.

h) Hak-hak yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.24 Hak-hak yang sifatnya sementara adalah hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan hak sewa tanah pertanian.25

23 Lihat Pasal 44.

24 Lihat Pasal 16 Ayat (1).

25 Lihat Pasal 53 Ayat (1).

(35)

20 2. Subyek Hak Atas Tanah

a. Hak Milik

Sesuai dengan Pasal 21 UUPA, maka yang dapat mempunyai tanah Hak Milik, adalah:

(1.) Warga Negara Indonesia;

(2.) Badan-badan hukum tertentu yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah;

Dalam kaitannya dengan subyek hak atas tanah dengan status hak milik ini, maka sesuai dengan Pasal 21 ayat 3 UUPA ditentukan bahwa :

“Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-Undang ini memperoleh hak milik karea pewarisan-tanpa wasiat atau percampuran harta karea perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-Undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun”

b. Hak Guna Usaha

Menurut ketentuan dalam Pasal 30 ayat (1) UUPA, yang dapat memiliki tanah dengan status hak guna usaha adalah:

(1.) Warga Negara Indonesia;

(2.) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

(36)

21 Sehubungan dengan kepemilikan hak atas tanah dengan status hak guna usaha ini, maka apabila orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna usaha ini tidak lagi memenuhi syarat- syarat sebagai yang tersebut diatas, maka dalam jangka waktu satu tahun orang atau badan hukum yang dimaksud wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.

Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna usaha, jika ia tidak memenuhi syarat tersebut diatas, maka hak guna usaha yang bersangkutan hapus menurut hukum.

c. Hak Guna Bangunan

Sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) UUPA, maka yang dapat mempunyai Hak Guna Bangunan, adalah :

(1.) Warga Negara Indonesia;

(2.) Badan Hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Namun dalam Kaitannya dengan subyek hak, Hak Guna Bangunan sebagaimana telah disebutkan diatas, maka sesuai dengan Pasal 36 ayat (2) UUPA ditentukan bahwa:

“Orang atau Badan Hukum yang mempunyai Hak Guna Bangunan dan tidak lagi memenuhi dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat”26

26 Lihat Pasal 36 Ayat (2).

(37)

22 Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak lain yang memperoleh Hak Guna Bangunan jika ia tidak memenuhi syarat- syarat tersebut. Jika Hak Guna Bangunan tersebut tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum.

d. Hak Pengelolaan

Istilah "Hak Pengelolaan" satu di antara jenis hak-hak atas tanah, saran sekaIi tidak ada disebut di dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.27 Dapat dirumuskan pengertian hak pengelolaan ini sebagai suatu hak atas permukaan bumi yang disebut dengan tanah yang merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada suatu lembaga pemerintah, atau pemerintah daerah, badan hukum pemerintah, atau pemerintah daerah untuk:

1) merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan;

2) menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya;

3) menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh pemegang hak pengelolaan tersebut, yang meliputi segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan

27 Ramli Zein, Loc.Cit., Hlm. 1.

(38)

23 bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor.6 Tahun 1972 Tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.28

Menurut Prof. Arie Sukanti Hutagalung, SH, MLI, Hak Pengelolaan adalah gempilan Hak Menguasai Negara yang diberikan kepada subyek-subyek hak tertentu seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usah Milik Daerah (BUMD) yang memberikan kewenangan tertentu.

Hak Pengelolaan hanya dapat diperoleh atas tanah Negara oleh karenanya apabila diatas tanah yang hendak diberikan Hak Pengelolaan masih ada hak atas tanah lainnya seperti Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan hak atas tanah lainnya, maka harus dibebaskan dulu oleh calon pemegang Hak Pengelolaan dengan membayar ganti rugi atas tanah hak tersebut berikut segala sesuatu yang ada diatasnya.29

e. Hak Guna Bangunan Diatas Hak Pengelolaan

Penyerahan bagian-bagian dari tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam

28 Ibid., Hlm. 57-58.

29 Arie S. Hutagalung, 1999, Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan Ekonomi (Suatu Kumpulan Karangan), Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hlm. 53.

(39)

24 Negeri Nomor 1 Tahun 1977 (yang dinyatakan tidak berlaku lagi dan dicabut dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara) yang menyatakan bahwa :

1. Setiap penyerahan penggunaan tanah yang merupakan bagian dari tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga oleh Pemegang Hak Pengelolaan, baik yang disertai maupun tidak disertai dengan pendirian bangunan diatasnya, wajib dilakukan dengan pembuatan perjanjian tertulis antara pihak pemegang Hak Pengelolaan dan pihak ketiga yang sangkutan.

2. Perjanjian termaksud dalam ayat (1) pasal ini memuat antara lain keterangan mengenai :

a. Identitas pihak-pihak yang bersangkutan

b. Letak, batas-batas dan luas tanah yang dimaksud.

c. Jenis penggunaanya

d. Hak atas tanah yang akan dimintakan untuk diberikan kepada pihak ketiga yang bersangkutan dan keterangan mengenai jangka waktunya serta kemungkinan untuk memperpanjangnya.

e. Jenis-jenis bangunan yang akan didirikan diatasnya dan ketentuan mengenai pemilikan bangunan-bangunan tersebut pada berakhirnya hak tanah yang diberikan

(40)

25 f. Jumlah uang pemasukan dan syarat-syarat pembayaran.

g. Syarat-syarat lain yang dianggap perlu

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah dapat diambil kesimpulan mengenai kewenangan Pemerintah Daerah sebagai pemegang Hak Pengelolaan, antara lain yaitu:

1. Membuat perjanjian penggunaan tanah dengan pihak ketiga atas bagian tanah Hak Pengelolaan.

2. Mengajukan usul penunjukan subjek atas tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Daerah kepada Kepala Kantor setempat untuk diberikan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai.

3. Memberikan persetujuan perpanjangan dan pembaharuan hak kepada pihak ketiga atas bagian tanah Hak Pengelolaan.

4. Memberikan persetujuan tertulis peralihan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai diatas tanah Hak Pengelolaan.

5. Dapat membatalkan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai diatas tanah Hak Pengelolaan sebelum jangka waktunya berakhir karena tidak dipenuhi syarat-syarat atau kewajiban- kewajiban yang tertuang dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan.

6. Menerima kembali bagian dari tanah Hak Pengelolaan dari pihak ketiga sesudah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai

(41)

26 diatas tanah Hak Pengelolaan hapus dan pihak ketiga wajib memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan

7. Memberikan persetujuan tertulis terhadap pembebanan dengan Hak Tanggungan terhadap Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai diatas tanah Hak Pengelolaan tersebut yang berlaku sebagai persetujuan untuk pengalihan haknya apabila dimudian hari diperlukan dalam rangka eksekusi Hak Tanggungan.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 mengatur mengenai prosedur dan persyaratan untuk mendapatkan hak atas tanah bagi pihak ketiga.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon adalah identitas pemohon, untuk perorangan dengan KTP dan untuk Badan Hukum dengan memakai KTP pemohon atau kuasanya berikut Akta Pendiriannya. Persyaratan yuridis yang harus dipenuhi adalah Surat Pernyataan Penyerahan Penggunaan Tanah dari Pemegang HPL kepada pihak ketiga. Setelah persyaratan dipenuhi, kemudian atas usul Pemegang Hak Pengelolaan dimohonkan Hak Guna Bangunan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat. Setelah dilakukan penelitian, oleh Kepala Kantor Pertanahan kemudian diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak. Biaya-biaya yang wajib dipenuhi oleh pemohon adalah 1). Biaya pemeriksaan Panitia A, Biaya Transportasi dan Biaya Pemasukan pada Negara mengacu pada PP Nomor 46

(42)

27 Tahun 2002, 2). Pajak perolehan hak atas tanah/BPHTB mengacu pada UU Nomor 21 Tahun 1997 jo UU Nomor 20 Tahun 2000. Setelah dibayarkan kemudian penerima hak mengajukan permohonan penerbitan sertipikat tanah. Atas permohonan tersebut dikeluarkanlah sertipikat (tanda bukti hak) Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan.

Permohonan status Hak Guna Bangunan dapat diberikan atas tanah Negara, tanah Hak Pengelolaan dan tanah Hak Milik.

Pemberian status Hak guna Bangunan untuk masing-masing tanah tersebut berbeda-beda. Berikut ketentuan mengenai terjadinya HGB :

1. Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara diberikan dengan keputusan, pemberian hak (ketetapan Pemerintah) oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.

2. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi berdasarkan perjanjian tertulis antara pemegang Hak Milik dengan pihak yang akan memperoleh Hak Guna Bangunan. Perjanjian tersebut berupa akta yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang kemudian didaftarkan di Kantor Pertanahan.

3. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan yang kemudian didaftarkan di Kantor Pertanahan

(43)

28 B. Barang Milik Daerah

Tanah aset pemerintah sebagai salah satu objek pendaftaran tanah, penguasaan, dan pengelolaannya diberikan kepada instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah, dengan Hak Pakai dan Hak Pengelolaan sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Selanjutnya, pada Pasal 49 ayat (1) Undang- undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara dinyatakan bahwa barang milik Negara/Daerah berupa tanah yang dikuasai oleh Pemerintah Pusat/Daerah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah RI/Daerah yang bersangkutan.30

Didalam pengelolaan barang milik daerah yang dimulai dari perencanaan sampai penghapusan barang tersebut, yang kalau diurut adalah sebagai berikut:

a. Perencanaan (Planning); meliputi penentuan kebutuhan (requirement) dan penganggarannya (budgetting).

30 Sri Susyanti Nur, 2015, Aspek Hukum Pendaftaran Tanah Bekas Milik Asing sebagai Aset Pemerintah Daerah, Jurnal Hasanuddin Law Review Vol 1 No, 1, April 2015, Makassar: Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Hlm 88.

(44)

29 b. Pengadaan (Proccurement); meliputi cara pelaksanaannya, standard barangdan harga atau penyusunan spesifikasi dan sebagainya.

c. Penyimpanan dan penyaluran (Storage and distribution).

d. Pengendalian (Controlling).

e. Pemeliharaan (Maintainance).

f. Pengamanan (Safety).

g. Pemanfaatan penggunaan (Utilities).

h. Penghapusan (Disposal).

i. Inventarisasi (Inventarization).

Sedangkan kalau berpedoman kepada landasan yang jelas dan terbaru yaitu:

Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 Pasal 4 ayat 2 menyatakan bahwa pengelolaan barang daerah meliputi:

1. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran;

2. Pengadaan;

3. Penerimaan, penyimpanan dan penyaluran;

4. Penggunaan;

5. Penatausahaan;

6. Pemanfaatan;

7. Pengamanan dan pemeliharaan;

8. Penilaian;

9. Penghapusan;

(45)

30 10. Pemindahtanganan;

11. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian;

12. Pembiayaan, dan 13. Tuntutan ganti rugi.

Untuk itu sebagai seorang Kuasa Pengguna Barang dan Pengurus Barang pada suatu Satuan Kerja Perangkat Daerah, dia sebetulnya adalah manajer atau pengelola terhadap barang yang dibawah kontrolnya dan tentu saja dia sangat menghayati siklus pengelolaan barang tesebut diatas, dan dalam pengertian yang umum dilingkungan masyarakat Pegawai Negeri Sipil lebih dikenal dengan manajemen barang/inventaris atau manajemen material yang lebih bertitik tujuan bagaimana mengelola barang inventaris sehingga terpenuhi persyaratan optimal bagi pelayanan tugas dan fungsi instansinya.

Dalam rangka mewujudkan tertib administrasi terhadap pengelolaan barang daerah perlu diatur pedoman kerjanya, untuk itu telah diterbitkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dalam Peraturan tersebut yang dimaksud dengan “Barang Milik Daerah” adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau perolehan lainnya yang sah.

Di dalam Lampiran Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 17 Tahun 2007 dijelaskan tentang pengertian barang

(46)

31 milik daerah yaitu semua kekayaan daerah baik yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun yang berasal dari perolehan lain yang sah, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak beserta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimang termasuk hewan dan tumbuh- tumbuhan kecuali uang dan surat-surat berharga lainnya.

Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 serta dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri No.17 Tahun 2007 Pasal 3, lebih dijelaskan lagi bahwa Barang Milik Daerah sebagai berikut:

a. Barang milik daerah meliputi:

1) Barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD 2) Barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.

b. Barang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

1) Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis

2) Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian /kontrak

3) Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan Undang- Undang, atau

(47)

32 4) Barang yang diperoleh berdasaarkan putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pengelolaan barang daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai (Pasal 4 ayat 1 Permendagri No. 17 Tahun 2007).

Pengelolaan barang daerah adalah rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap barang daerah yang meliputi, perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penerimaan penyimpanan dan penyaluran, penggunaan, penatausahaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindah-tanganan, pembinaan pengawasan dan pengendalian, pembiayaan dan, tuntutan ganti rugi (Pasal 4 ayat 2 Permendagri No.17 Tahun 2007).

C. Pemekaran Daerah

1. Pengertian Pemekaran

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, Pemekaran Daerah merupakan pemecahan Provinsi atau Kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih. Dalam hal pemekaran ini dapat berupa pembentukan daerah yaitu pemberian status pada wilayah tertentu sebagai

(48)

33 daerah provinsi atau daerah Kabupaten/kota. Penghapusan daerah yaitu pencabutan status sebagai daerah Provinsi atau daerah Kabupaten/kotadan penggabungan daerah yang merupakan penyatuan daerah yang dihapus ke dalam daerah lain yang bersandingan.

Kebijakan untuk melakukan pemekaran daerah merupakan suatu tuntutan masyarakat yang merasa daerahnya dieksplorasi dan dieksploitasi pusat secara berlebihan, oleh karena itu hal inilah yang melatarbelakangi dan juga bisa dikatakan memaksa masyarakat dan pemerintah daerah untuk segera melakukan dan meyelenggarakan pemekaran wilayah, dengan segera mengajukan proposal dan berkas-berkas yang berkaitan dengan pemekaran daerahnya.31

Pemekaran daerah sebagai proses pembagian wilayah menjadi lebih dari satu wilayah merupakan semacam fenomena yang terus berkembang di Indonesia, baik itu pemekaran Provinsi, maupun pemekaran Kabupaten/kota pasca tahun 1999 sampai tahun 2008, tercatat pertambahan jumlah Kabupaten/kota di Indonesia sudah bertambah dengan 183 daerah mekaran, yang terdiri dari 151 kabupaten, 32 Kota. Ini super lonjakan, artinya pertumbuhan jumlah daerah

31 Dian Trisnawati, 2014, Pemekaran Daeerah di Kabupaten Bintan (Studi Kasus Pemekaran Kabupaten Bintan Timur), Tanjung Pinang: Umrah, Hlm. 8.

(49)

34 Kabupaten/kota terjadi rata-rata 20 daerah, sedangkan jumlahnya naik 40% hanya dalam waktu 9 tahun, hal ini berkaitan dengan dampak positif era reformasi, dimana setiap daerah dituntut untuk memajukan daerahnya sendiri dengan melihat potensi yang ada pada daerah tersebut.32

2. Mekanisme Pemekaran Daerah

Adapun tata cara pembentukan daerah Kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah adalah sebagai berikut:

a. Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan diwilayah yang menjadi calon cakupan wilayah Kabupaten/kota yang akan dimekarkan;

b. DPRD Kabupaten/kota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi tersebut dalam bentuk Keputusan DPRD berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat yang diwakili oleh BPD untuk desa atau nama lain

32 H.R. Makagansa, 2008, Tantangan Pemekaran Daerah, Yogyakarta: Fuspad, Hlm.. 35.

(50)

35 dan Forum Komunikasi Kelurahan untuk kelurahan atau nama lain;

c. Bupati/Walikota memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi dalam bentuk Keputusan Bupati/Walikota berdasarkan hasil kajian daerah;

d. Bupati/Walikota mengusulkan pembentukan kabupaten/kotakepada Gubernur untuk mendapatkan persetujuan dengan melampirkan:

1) Dokumen aspirasi masyarakat calon Kabupaten/kota;

2) Hasil kajian daerah;

3) Peta wilayah calon Kabupaten/kota; dan

4) Keputusan DPRD Kabupaten/kota dan Keputusan Bupati/Walikota (syarat administratif).

e. Gubernur memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan Kabupaten/kota berdasarkan evaluasi terhadap kajian daerah

f. Gubernur menyampaikan usulan pembentukan calon Kabupaten/kota kepada DPRD Provinsi;

g. DPRD memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan Kabupaten/kota; dan

h. Dalam hal Gubernur menyetujui usulan pembentukan Kabupaten/kota, Gubernur mengusulkan pembentukan

(51)

36 Kabupaten/kota kepada Presiden melalui Menteri dengan melampirkan:

1) Dokumen aspirasi masyarakat di calon Kabupaten/kota;

2) Hasil kajian daerah;

3) Peta wilayah calon Kabupaten/kota;

4) Keputusan DPRD Kabupaten/kotadan keputusan Bupati/Walikota (syarat administratif); dan

5) Keputusan DPRD Provinsi dan Keputusan Gubernur (syarat administratif).

Menteri membentuk Suatu tim untuk melakukan penelitian terhadap usulan pembentukan Kabupaten, kemudian berdasarkan hasil penelitian, Menteri menyampaikan rekomendasi usulan pembentukan daerah kepada DPOD (Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah). Berdasarkan rekomendasi usulan pembentukan daerah, Menteri meminta tanggapan tertulis para Anggota DPOD pada sidang DPOD.

Dalam hal DPOD memandang perlu dilakukan klarifikasi dan penelitian kembali terhadap usulan pembentukan daerah, DPOD menugaskan Tim Teknis DPOD untuk melakukan klarifikasi dan penelitian. Berdasarkan hasil klarifikasi dan penelitian tersebut, DPOD bersidang untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden mengenai usulan pembentukan daerah.

(52)

37 Selanjutnya Menteri menyampaikan usulan pembentukan suatu daerah Kepada Presiden berdasarkan saran dan pertimbangan DPOD. Dalam hal Presiden menyetujui usulan pembentukan daerah, Menteri menyiapkan Rancangan Undang- Undang (RUU) tentang pembentukan daerah. Setelah Undang- Undang pembentukan daerah diundangkan, Pemerintah melaksanakan peresmian daerah dan melantik pejabat kepala daerah.Peresmian daerah tersebut dilaksanakan paling lama 6 (enam) bulan sejak dilaksanakannya Undang-Undang tentang pembentukan daerah.

Pemerintah melakukan pembinaan melalui fasilitas terhadap daerah otonom baru sejak peresmian daerah dan pelantikan pejabat kepala daerah berupa:

a. Penyusunan perangkat daerah b. Pengisian personil

c. Pengisian keanggotaan DPRD d. Penyusunan APBD

e. Pemberian hibah dari daerah induk dan pemberian bantuan dari provinsi

f. Pemindahan personil, pengalihan asset, pembiayaan dan dokumen

g. Penyusunan rencana umum tata ruang daerah

(53)

38 h. Dukungan bantuan teknis infrastruktur penguatan investasi

daerah

Pemberian fasilitas tersebut pada huruf a, hurufb, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dilaksanakan 3 tahun berturut-turut sejak peresmian dilaksanakan oleh Gubernur bersama Bupati kabupaten induk. Kemudian pada huruf g dan huruf h dilaksanakan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non- departemen secara bertahap dan terpadu. Adapun dana yang diperlukan dalam rangka pembentukan Kabupaten/kota dibebankan pada APBD Kabupaten/kota induk dan APBD Provinsi.

(54)

39 BAB III

METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah tipe penelitian hukum empiris yaitu penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan suatu hukum normative secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Dalam hal ini, pemberlakuan Undang-Undang Pembentukan Kota Baubau.

B. Lokasi, Populasi dan Wawancara Narasumber 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Buton dan Kota Baubau sebagai tempat ditemukannya permasalahan yang diteliti, dan dapat dengan mudah mewawancarai Pemerintah Daerah dalam mengelola barang milik daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Pejabat Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Baubau, Kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Buton, Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Buton serta Kantor Badan Pengelola Keuangan Aset dan Pendapatan Daerah Kota Baubau.

(55)

40 3. Wawancara Narasumber

Penelitian ini mengambil beberapa sampel, seperti wawancara narasumber misalnya, Perwakilan Badan Pertanahan Nasional Kota Baubau dan Kabupaten Buton selaku Lembaga pemerintah nonkementrian yang mempunyai tugas pemerintahan di Bidang Pertanahan, Perwakilan Kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Buton sebagai badan yang menginvetarisasi barang milik daerah Kabupaten Buton, serta Perwakilan Kantor Badan Pengelola Keuangan Aset dan Pendapatan Daerah Kota Baubau sebagai badan yang menginvetarisasi barang milik daerah Kota Baubau.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua jenis data, yaitu:

1. Data Primer yaitu informasi yang penulis peroleh di lapangan melalui wawancara langsung dengan pihak yang berwenang.

Dalam hal ini adalah Kepala Subseksi Pengaturan Tanah Pemerintah Badan Pertanahan Nasional Kota Baubau, Kepala Bagian Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Buton, serta Bagian Perlengkapan Sekretaris Daerah Kota Baubau

2. Data sekunder yaitu informasi yang penulis peroleh secara tidak langsung seperti data dan informasi yang diperoleh dari

(56)

41 instansi atau lembaga tempat penelitian, karya ilmiah dan dokumen yang ada relevansinya dengan penelitian ini;

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan terbagi atas dua, yakni:

1. Teknik wawancara yaitu mengumpulkan data secara langsung melalui tanya jawab berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan dan melakukan wawancara secara tidak terstruktur untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan.

2. Teknik studi dokumen yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan mempergunakan dokumen-dokumen, catatan- catatan, laporan-laporan, buku-buku media elektronik dan bahan-bahan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas.

E. Analisis Data

Analisis data adalah sebuah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam pola, kategori dan kesatuan uraian dasar. Data yang diperoleh melalui studi dokumen dan wawancara akan dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu dengan menguraikan, menjelaskan dan menggambarkan mengenai pengelolaan barang milik daerah berupa tanah Kabupaten Buton pasca pemekaran.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 37 ayat (1) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun

Didapatkan bahwa semakin jauh peletakkan CPVA, maka persentase reduksi respon yang dihasilkan pada daerah yang mendekati frekuensi natural pertama sistem utama

Dengan demikian koordinasi mata kaki, daya ledak tungkai dan kekuatan otot perut memiliki kontribusi yang signifikan terhadap kemampuan tendangan jauh dalam

Laboratorium Hidrolika Lingkungan merupakan salah satu laboratorium yang ada di Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas yang ditujukan untuk menunjang kegiatan

Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia

[r]

Dengan demikian pengalokasian belanja barang yang dimaksudkan untuk mendukung sepenuhnya pelaksanaan pembangunan fisik infrastruktur, belum optimal pemanfaatannya, sehingga

kekasaran pemukaan resin komposit nanofil dan giomer lebih tinggi dibanding karbamid peroksida 10%, proses bleaching dengan karbamidperoksida10%dan20% menyebabkan