• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGEMBANGAN DESA WISATA MANDIRI DI ERA PANDEMI: SEBUAH STUDI KUALITATIF DI KABUPATEN SLEMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STRATEGI PENGEMBANGAN DESA WISATA MANDIRI DI ERA PANDEMI: SEBUAH STUDI KUALITATIF DI KABUPATEN SLEMAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

STRATEGI PENGEMBANGAN DESA WISATA MANDIRI DI ERA PANDEMI: SEBUAH STUDI KUALITATIF DI KABUPATEN SLEMAN

Nur Faidati,a,* Gerry Katon Mahendra,b

a Universitas ‘Aisyiyah, Yogyakarta, Indonesia b Universitas ‘Aisyiyah, Yogyakarta, Indonesia

*Alamat Email: nurfaidati18@gmail.com

Abstrak

Serangan Covid-19 sebagaimana digambarkan di atas telah berlangsung hampir 1 tahun dan telah membawa dampak kerusakan besar bagi masyarakat, baik materiil maupun non materiil. Dampak buruk serangan covid tersebut mengenai hampir di semua sektor, tak terkecuali sektor pariwisata. Ambruknya sektor pariwisata sebagai dampak dari pandemi ini setidaknya dapat dilihat dari menurunnya jumlah kunjungan wisatawan. Jika dalam kurun waktu 2015-2019 terdapat kecenderungan meningkat dari jumlah kunjungan wisatawan yang ada di negara-negara di Asia Tenggara, maka pada tahun 2020 tren jumlah kunjungan wisatawan di berbagai belahan dunia cenderung menurun. Paper ini akan mengeksplor strategi pengembangan desa wisata mandiri di era pandemi. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi pengembangan desa wisata mandiri di era pandemi dan memberikan sumbangsih dalam bentuk naskah kebijakan bagi para stakeholders terkait. Peneliti menggunakan teknik analisis SWOT. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif.

Penelitian ini dilakukan di 10 Desa Wisata Mandiri di Kabupaten Sleman, antara bulan Agustus – Desember 2020. Kategori mandiri merupakan kategori tertinggi dengan jumlah total 10 desa wisata. Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahawa masing-masing desa wisata mandiri di Kabupaten Sleman sudah mulai menyesuaikan konsep dan strategi pemasaran agar dapat tetap bertahan di era New Normal seperti saat ini.

Kata Kunci: Desa Wisata, Pandemi, Pariwisata

Abstract

The Covid-19 attack as described above has lasted almost 1 year and has had a major impact on society, both material and non-material. The bad impact of the covid attack affected almost all sectors, including the tourism sector. The collapse of the tourism sector as a result of this pandemic can at least be seen from the decline in the number of tourist arrivals. If in the 2015-2019 period there was an increasing trend in the number of tourist arrivals in countries in Southeast Asia, then in 2020 the trend of the number of tourist visits in various parts of the world tends to decline. This paper will explore strategies for developing independent tourism villages in the pandemic era. The purpose of this research is to determine the strategy for developing independent tourism villages in the pandemic era and to contribute in the form of a policy paper for the relevant stakeholders. Researchers used a SWOT analysis technique.The research method used in this research is qualitative research methods. This research was conducted in 10 Independent Tourism Villages in Sleman Regency, between August - December 2020. The independent category is the highest category with a total of 10 tourist villages. Based on the above discussion, it can be concluded that each independent tourism village in Sleman Regency has started to adjust its marketing concepts and strategies in order to survive in the New Normal era as it is today.

Keywords: Pandemic, Tourism, Tourism Village

(2)

2 1. PENDAHULUAN

Kota Wuhan yang terletak di Provinsi Hubei, merupakan tempat pertama kalinya Virus Corona di temukan. Kasus pertama di Provinsi ini diperkirakan ditemukan pada 17 November 2020. Adapun Indonesia mengumumkan kasus pertama Covid-19 pada 2 Maret 2020. Kemudian, pada 11 Maret 2020 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan secara resmi wabah Covid-19 sebagai pandemi.

Penetapan ini sekaligus memberikan tanda bahwa permasalahan Covid-19 merupakan permasalahan yang dihadapi oleh semua negara di dunia, termasuk negara-negara di Asis Tenggara, salah satunya Indonesia (1).

Serangan Covid-19 sebagaimana digambarkan di atas telah berlangsung hampir 1 tahun dan telah membawa dampak kerusakan besar bagi masyarakat, baik materiil maupun non materiil. Dampak buruk serangan covid tersebut mengenai hampir di semua sektor, tak terkecuali sektor pariwisata. Sektor pariwisata memiliki peranan penting sebagai salah satu sumber bagi penerimaan devisa, serta dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya dalam mengurangi jumlah pengangguran dan meningkatkan produktivitas suatu negara (2)(3)(4).

Ambruknya sektor pariwisata sebagai dampak dari pandemi ini setidaknya dapat dilihat dari menurunnya jumlah kunjungan wisatawan. Jika dalam kurun waktu 2015-2019 terdapat kecenderungan meningkat dari jumlah kunjungan wisatawan yang ada di negara-negara di Asia Tenggara, maka pada tahun 2020 tren jumlah kunjungan wisatawan di berbagai belahan dunia cenderung menurun.

Grafik 1. Jumlah Kunjungan Wisatawan di Negara-Negara Asia Tenggara

(3)

3 Grafik 2. Perubahan Jumlah Kunjungan Wisatawan di Berbagai Benua

Sejumlah intervensi perlu dirumuskan berbagai stakeholder, agar sektor pariwisata tidak semakin ambruk di masa pandemi ini. Sebagai suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku, Desa Wisata perlu dipikirkan pengembangannya, karena Desa Wisata justru dianggap sebagai pilhan pariwisata yang tepat selama pandemi ini (Mackenzie & Goodnow, 2020). Di era pandemi ini objek wisata yang bersifat individual, non massal atau dalam kelompok kecil kurang dari 5 orang dan bersifat perjalanan lokal di dalam suatu kawasan akan menjadi trend baru setelah pembatasan mobilitas massa dilonggarkan meskipun di tengah masa pandemi (Gunagama, et al, 2020). Penelitian terdahulu yang mendiskusikan tentang pengembangan desa wisata baik dalam konteks lokal, nasional maupun global sudah cukup banyak dilakukan. Diantara penelitian tersebut adalah penelitian yang dilakukan oleh Ghaderi dan Henderson (2012), Putra (2019), Wang Et. Al (2017), Pongponrat (2011).

Namun, diantara penelitian tersebut masih sedikit yang mendiskusikan pengembangan desa wisata di era pandemic Covid-19.

Berdasarkan latar belakang tersebut, paper ini akan mengeksplor strategi pengembangan desa wisata mandiri di era pandemi. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi pengembangan desa wisata mandiri di era pandemi dan memberikan sumbangsih dalam bentuk naskah kebijakan bagi para stakeholders terkait. Adapun manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah secara keilmuan akan bermanfaat bagi pengembangan ilmu administrasi publik khususnya dalam kajian kebijakan.

Adapun Manfaat praktis bagi penyelenggara pemerintah diharapkan menjadi bahan referensi bagi pemerintah daerah dalam pengembangan kebijakan terkait bidang pariwisata. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan referensi bagi Muhammadiyah/’Aisyiyah dalam mendampingi pengembangan desa wisata di masa pandemi. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana strategi pengembangan desa wisata mandiri di Kabupaten Sleman

2. METODE

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian ini dilakukan di 10 Desa Wisata Mandiri di Kabupaten Sleman, antara bulan Agustus – Desember 2020.

Kategori mandiri merupakan kategori tertinggi dengan jumlah total 10 desa wisata. Desa Wisata yang tergolong pada kategori ini adalah Desa Wisata Brayut, Desa Wisata Grogol, Desa Wisata Pentingsari, Desa Wisata Rumah Domes, Desa Wisata Kelor, Desa Wisata Gamplong, Desa Wisata Pulesari, Desa Wisata Sukunan, Desa Wisata Pancoh, dan Desa Wisata Blue Lagoon (Dinas Pariwisata, 2018). Kategori desa wisata mandiri dipilih sebagai objek penelitian yang dipilih karena desa wisata dalam kategori ini dinilai lebih siap untuk dikembangakan di masa pandemic karena aspek kelembagaannya. Dalam penelitian ini digunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu studi pustaka, wawancara dan dokumentasi.

Studi pustaka dilakukan terhadap penelitian-penelitian terdahulu tentang topik terkait. Sedangkan wawancara dilakukan terhadap stakeholder terkait, seperti Dinas Pariwisata, Pengelola Desa Wisata,

(4)

4 Akademisi/Pakar yang memiliki keahlian dalam pengembangan Desa Wisata serta Lembaga CSR seperti BCA.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pandemi Covid-19 memaksa Desa-Desa Wisata di Kabupaten Sleman, Provinsi DIY untuk melakukan pembenahan dan pengembangan di segala aspek untuk dapat survive. Harapannya jika Desa- Desa wisata ini dapat bertahan hidup, maka desa-desa wisata ini dapat dijadikan pilihan wisata bagi para wisatawan. Mengingat juga bahwa wisata alam menjadi sedemikian populer di era Pandemi Covid-19 ini.

Desa wisata kategori mandiri yang ada di Kabupaten ini hampir semuanya menyuguhkan nuansa alam dengan atraksi yang berbeda-beda.

Dalam konteks pengembangan desa wisata di era pandemi agar dapat memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakatnya, maka perlu diketahui potensi dari masing-masing desa wisata tersebut.

Pengembangan potensi tersebut dapat dilihat dari sudut atraksi, aksesibilitas, fasilitas pendukung, organisasi kepariwisataan, dan partisipasi masyarakat. Atraksi wisata dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu atraksi wisata alam, atraksi wisata budaya, dan atraksi wisata buatan. Namun demikian diperlukan analisis SWOT untuk dapat merumuskan strategi pengembangan yang lebih komperhensif.

Dengan analisis SWOT tersebut diharapkan dapat mengetahui kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang dalam pengembangan dari desa wisata mandiri yang ada di Kabupaten Sleman di era pandemi.

Berikut di bawah ini adalah pemetaan potensi dan rumusan strategi dari Desa Wisata mandiri yang ada di Kabupaten Sleman tersebut yang akan digunakan sebagai pijakan dalam merumuskan strategi pengembangannya:

a) Desa Wisata Gamplong

Desa wisata Gamplong merupakan desa wisata yang menawarkan paket wisata kerajinan serat alam yang sudah melegenda sejak jaman Belanda. Dalam pengelolaan kelembagaan desa wisatanya, secara kelembagaan membentuk paguyuban TEGAR. Dalam proses pengelolaan desa wisata, pengurus paguyuban menekankan agar masyarakat dapat terlibat aktif dan berkelanjutan. Hal ini yang perlahan- lahan selalu tumbuh ditandai dengan semakin kuatnya kesadaran pola pikir wisata pada masing-masing masyarakat. Pihak paguyuban juga membuat kebijakan dalam setiap keuntungan kegiatan, maka 10%

diantaranya akan dikembalikan kepada masyarakat untuk merawat dan menambah asset. Selain itu, pihak paguyubuan juga mendorong terbentuknya forum desa wisata Gamplong yang berisikan perwakilan dari Gamplong 1 hingga Gamplong 5.

Dalam forum tersebut juga dihadirkan Badan Pengawas Desa (BPD) agar setiap masukan aspirasi dapat diteruskan kepada entitas lembaga yang lebih tinggi, yakni pemerintah Desa. Secara operasional, kerjasama yang diharapkan meliputi hal-hal sebagai berikut :

a) Kerjasama integratif desa wisata Gamplong dan studio film alam Gamplong mulai dari studio alam, pendidikan, pertanian, budaya, kerajinan, peternakan hingga camping ground disatukan menjadi sebuah desa wisata yang unggul bisa bersaing dengan desa wisata yang lain secara nasional;

b) Desa wisata Gamplong berharap dapat membangun area kuliner lokal dan showroom yang menampung dan menampilkan hasil kerajinan masyarakat dan berada pada lokasi yang dekat dengan area studio alam Gamplong mengingat kunjungan ke studio alam cukup tinggi;

b) Desa Wisata Blue Lagoon

Blue Lagoon merupakan salah satu destinasi wisata air yang ada di Kabupaten Sleman dengan aliran sungai yang cukup jernih berwarna biru kehijauan (detik, 2019). Destinasi wisata Blue Lagoon diresmikan pada 22 Maret 2015 bertepatan dengan peringatan hari air sedunia. Namun, pembentukan pengelola sudah dilakukan sejak September tahun 2014. Seiring berjalannya waktu, setelah melewati perubahan dan perkembangan, pada 2018 Blue Lagoon dikukuhkan menjadi desa wisata dan budaya yang tidak hanya menawarkan satu destinasi wisata, melainkan paket wisata yang lain seperti paket outbond, homestay, kerajinan tangan membatik, oleh-oleh khas, dan lain-lain. Pengelolaan desa wisata Blue Lagoon dinilai cukup unik dan mandiri. Sedari awal pengelola sudah berkomitmen bahwa desa wisata akan dikelola penuh oleh kelompok wisata dengan prinsip gotong royong mulai dari aturan-aturan wisata, pengelolaan SDM, pengelolaan pedagang dan lain-lain. Selain itu, pihak kelompok wisata Blue Lagoon juga menolak kehadiran investor luar dan menolak penggabungan dengan BUMDes dalam mengelola desa wisata tersebut.

c) Desa Wisata Sukunan

(5)

5 Desa Sukunan pada awalnya fokus pada pengelolaan sampah hingga akhirnya pada tahun 2009 Desa Sukunan dikukuhkan menjadi desa wisata lingkungan. Salah satu kegiatan utamanya adalah pengelolaan sampah dan lingkungan yang menawarkan program edukasi tentang bagaimana mengelola sampah dan bagaimana mengelola lingkungan. Secara umum, profil pengunjung utamanya berasal dari instansi pemerintahan, sekolah, perguruan tinggi terutama yang ada hubungannya dengan pengelolaan sampah dan lingkungan. Setelah menjadi desa wisata tersebut, Dusun Sukunan kemudian melengkapi layanannya hingga mencakup kuliner, kesenian hingga penginapan. Kuliner khas mencakup emping melinjo, jadah tempe, tahu, dan tempe. Kesenian yang ditampilkan meliputi budaya karawitan, rebana, kelompok jathilan. Jadi yang kesenian itu rebana, karawitan, jathilan, hingga prajuritan atau bergodo.

Secara operasional, pengelolaan sampah di Desa Wisata Sukunan dilakukan dengan 2 metode, yaitu dengan shodaqoh sampah dan bank sampah. Shodaqoh sampah dilakukan dengan cara memilah sampah rumah tangga untuk kemudian dimasukkan ke tong sampah disetiap titik, dimana setiap titik ada 3 tong masing-maisng untuk plastik, kertas, dan bahan makanan. Selanjutnya, selama 7-10 hari berikutnya sampah tersebut dibawa ke gudang untuk kemudian dijual. Hasil penjualannya lalu dimasukkan ke dalam kas warga. Sedangkan untuk bank sampah secara umum konsepnya adalah sama yakni menabung sampah. Masyarakat diminta untuk memilah terlebih dahulu, sampah yang dapat didaur ulang kemudian dibawa ke gudang. Selanjutnya nanti ada petugas petugas bank sampah menerima dan menimbang lalu memberikan imbalan bagi masyarakat yang menabung sampah. Hasil akumulatif yang dimimliki oleh pengelola kemudian dijual. Hasil penjualan kemudian dipotong 25% untuk kegiatan operasional.

d) Desa Wisata Grogol

Profil Desa Wisata Grogol secara umum adalah desa wisata budaya. Desa wisata tersebut memiliki sanggar budaya, pasar jumat pahing, dan patilasan Sunan Kalijaga. Selain itu, Desa Wisata Grogol juga tetap mengangkat wisata alam sebagai bagian dari destinasi unggulan. Desa Wisata Grogol terbentuk sejak tahun 2014 dan sudah memiliki kepengurusan meskipun baru bersifat sosial dan sukarela.

e) Desa Wisata Rumah Dome

Wisata Rumah Dome bermula dari dari gempa Jogja tahun 2006. Gempa tersebut juga berdampak pada kondisi di Kampung Lepen yang notabene berada di wilayah perbukitan yang mengalami pergeseran satu kampung, sehingga rumah-rumah di daerah tersebut roboh. Secara kontur geografis, wilayah tersebut memang termasuk dalam kondisi tanah labil sehingga pasca gempa masyarakat tidak diperkenankan lagi tinggal di daerah tersebut. Atas dasar tersebut, Pemerintah desa kemudian menyediakan lahan yaitu untuk relokasi warga masyarakat yang berjumlah total 71 kepala keluarga. Selain itu, terdapat pula LSM Internasional yang datang dengan tujuan memberikan bantuan dan rumah berbentuk dome. Pada tahun 2008, antusiasme masyarakat yang ingin tahu lebih dalam mengenai rumah dome semakin membesar.

Hal ini yang turut memiliki andil terbentuknya inisiasi wisata Rumah Dome di Yogyakarta. Bersamaan dengan itu, kepengurusan juga semakin dikuatkan agar mampu bekerja dan melayani pengunjung secara maksimal.

f) Desa Wisata Pentingsari

Desa Wisata Pentingsari adalah salah satu dari sekian banyak desa wisata yang berkembang di wilayah Yogyakarta. Berlokasi di kawasan lereng gunung Merapi (salah satu gunung teraktif di dunia/rawan bencana) dengan jarak hanya 12,5 km dari puncak gunung Merapi dan jarak tempuh 22,5 km dari pusat Kota Yogyakarta serta berlokasi di ketinggian 700 m dpl. Mengangkat tema Desa Wisata Alam, Budaya dan Pertanian yang Berwawasan Lingkungan, Desa Wisata Pentingsari menawarkan kegiatan wisata pengalaman berupa pembelajaran dan interaksi tentang alam, lingkungan hidup, pertanian, perkebunan, wirausaha, kehidupan sosial budaya, aneka seni tradisi dan kearifan lokal yang masih mengakar kuat di masyarakat dengan suasana khas pedesaan di lereng gunung Merapi.

Perjalanan Desa Wisata Pentingsari diawali pada tahun 1990-an dengan predikat sebagai salah satu dusun miskin di antara desa-desa yang ada di lereng gunung Merapi, dengan tingkat ekonomi dan pendapatan masyarakat yang relatif rendah serta kehidupan masyarakat desa yang sederhana. Kondisi geografis desa cukup terpencil karena kesulitan akses ke wilayah sekitarnya dan kondisi lahan yang kurang subur dengan luas wilayah 103 ha dengan komposisi lahan pekarangan, perkebunan, daerah aliran sungai dan sebagian kecil persawahan. Namun dengan semangat gotong royong dalam merawat alam, lingkungan hidup dan kearifan lokal yang diajarkan dan dilakukan oleh tokoh masyarakat generasi sebelumnya, telah membuahkan hasil dengan melimpahnya kekayaan alam, vegetasi, hasil bumi dan kehidupan sosial budaya masyarakat pedesaan yang tetap terjaga dengan baik hingga saat ini. Namun kehidupan masyarakat masih tetap kurang terbuka dengan dunia luar.

Pada awal tahun 2008 masyarakat mulai membangun mimpi dengan mulai melangkah kecil dengan mimpi untuk memberi nilai tambah pada kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat desa, namun dengan tetap mempertahankan tradisi, kearifan lokal dan budaya masyarakat. Tetapi juga harus mampu membuka diri dan membangun interaksi positif dengan masyarakat dari luar. Dengan berbagai

(6)

6 keterbatasan dan hanya bermodal semangat dan dukungan berbagai pihak, masyarakat memberanikan membangun desa wisata Pentingsari dengan harapan ingin maju sejajar dengan desa-desa lainnya.

Pada tahun 2009 Desa Wisata Pentingsari mendapatkan pendampingan dari berbagai pihak yang memberikan program peningkatan sarana dan prasarana perkemahan seperti perbaikan aula, kamar mandi, lapangan parkir dan peningkatan akses jalan masuk yang ada. Dengan adanya program tersebut maka tamu yang berkunjung mulai meningkat signifikan dan mencapai 5.000 orang dengan pemasukan yang cukup besar.

g) Desa Wisata Pancoh

Dusun Pancoh ditetapkan sebagai desa wisata pada 14 Februari 2012 pasca bencana erupsi Merapi. Pendirian desa wisata ini didorong oleh kondisi perekonomian masyarakat yang menurun akibat kerusakan lahan pertanian pasca bencana erupsi Merapi. Identifikasi potensi dan pengembangan Dusun Pancoh sebagai daerah wisata dilakukan bersama dengan lembaga - lembaga sosial yang mendampingi pada masa pemulihan kondisi warga dan lingkungan hunian pasca bencana erupsi Merapi. Mempertimbangkan potensi alam dan budaya yang dimiliki oleh Dusun Pancoh, maka dusun ini dikembangkan sebagai desa ekowisata Martshita (2014). Potensi yang diunggulkan pada masa awal pendirian adalah perkebunan salak, lahan pertanian dan sayuran, serta karya seni tradisional surthong yang dapat ditemukan di hampir seluruh bagian Dusun Pancoh. Dusun Pancoh sebagai destinasi pariwisata merupakan bagian dari potensi desa wisata yang terekam dalam pemetaan lokasi potensi desa wisata di Kabupaten Sleman tahun 2015 oleh Fauzy dan Putra (2015).

Pada perkembangannya, Dusun Pancoh menyediakan beragam aktifitas wisata outbond dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki oleh desa ini. Kegiatan wisata alam yang diselenggarakan di dusun ini, diantaranya adalah: susur sungai dan jelajah desa. Kegiatan wisata edukasi dilakukan melalui partisipasi wisatawan dalam kegiatan bajak sawah, tangkap ikan dan petik buah salak atau sayuran. Kegiatan seni dan budaya diselenggarakan melalui pelatihan tari, gamelan, membatik dan menganyam bambu. Beragam aktivitas wisata desa tersebut diikuti oleh beragam kelompok usia dan dari berbagai daerah.

Pola pengelolaan desa ekowisata Pancoh melibatkan masyarakat sebagai elaku kegiatan pariwisata. Adapun pembagian tugas antara komponen yang ada di dalamnya adalah sebagai berikut:

a) Kelompok Sadar Wisata dan Pengelola Ekowisata Pancoh sebagai Pelaksana Teknis dan Pengelola Kegiatan

b) Kelompok Tani “AKUR” sbg pemandu Paket Edukasi Pertanian

c) Kelompok PKK “CATERING LARIS” sbg Penyedia Kuliner dan Paket belajar olahan kuliner d) Kelompok Ternak “GAWE RUKUN” sebagai pemandu Paket Edukasi Bio Gas dan

Pemeliharaan Ternak Sapi dan Kambing

e) Kelompok Kesenian “ LARAS MADYO, TARUNO BUDOYO dan TRIMO LUWUNG” sbg Penyambut tamu dan paket belajar kesenian

f) Pemuda Karang Taruna “IPP PANCOH” sbg pemandu wisata

g) Kelompok Sadar Lingkungan “NGUDI ASRI” sbg pemandu paket Edukasi Bank Sampah dan Olahan Sampah.

h) Desa Wisata Pulesari

Desa Wisaya Pulesari dikembangkan dan launching resmi pada tahun 2012. Desa wisata Pulesari dibentuk atas dasar tantangan keadaan pasca erupsi gunung Merapi tahun 2010 sekaligus ide kreatif dari masyarakat yang melihat potensi-potensi yang ada (salah satunya budidaya salak). Kegiatan wisata lain yang dapat dilakukan ketika berkunjung ke Desa wisata Pulesari adalah kegiatan outbond, treking dan wisata sungai. Inisiasi pengembangan Desa Wisata Pulesari lahir dari masyarakat lokal sehingga dari awal proses hingga pengelolaan dijalankan oleh masyarakat lokal.

i) Desa Wisata Kelor

Desa wisata kelor terbentuk pada medio tahun 2005. Pada mulanya, desa wisata ini dikelola oleh tokoh masyarakat (sesepuh desa) dan berangsur dialih generasikan pada anak-anak muda di desa tersebut dalam lingkup kelompok pengelola desa wisata yang tidak terafiliasi dengan BUMDes. Adapun struktur organiasi mengacu pada struktur organisasi kelembagaan pada umumnya yang terdiri dari penasehat, ketua, bendahara, dan seksi-seksi. Berkaitan dengan progresnya, pada mulanya desa wisata ini pun tidak cukup dikenal oleh masyarakat luas. Hingga akhirnya, ketika mulai dikelola oleh anak-anak muda yang notabene dianggap lebih aktif dan kreatif dalam mempromosikan desa wisata tersebut, perlahan namun pasti Desa Wisata Kelor mampu menarik banyak pengunjung dari berbagai penjuru. Profil wisata di Desa Wisata Kelor umumnya adalah wisata alam pegunungan dengan fasilitas outbond dan rumah joglo sebagai penunjang utamanya yang berdiri diatas tanah kas desa setempat. Selain itu, Desa Wisata Kelor juga memiliki beberapa kesenian tradisional, yaitu: jathilan (kuda lumping), gamelan, kethoprak, tari tradisional Yogyakarta dan sholawatan klenthingan. Tradisi budaya yang juga masih

(7)

7 terpelihara dengan baik meliputi tradisi daur hidup, yaitu kelahiran, khitanan, mantenan, mitoni, brokohan selapanan. Tradisi adat jawa Suran, Saparan, Selikuran dan Ruwahan masih ada di masyarakat sampai saat ini. Bersamaan dengan masa pandemi ini, pengelola Desa Wisata Kelor telah berinisiatif untuk menguatkan pelayanan yang berlandaskan SOP protokol kesehatan agar dapat meminimalisir penyebaran virus di tempat wisata.

j) Desa Wisata Brayut

Desa Wisata Brayut, terletak di Dusun Brayut, Desa Pendowoharjo yang juga merupakan desa wisata pertama kali di Kabupaten Sleman dan menjadi contoh bagi calon desa wisata lainnya. Desa Wisata Brayut sebagai desa wisata berbasis pertanian menawarkan paket wisata yang menarik dan dekat dengan alam. Lahan pertanian di Brayut difokuskan untuk pengembangan tanaman padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang panjang, dan cabai. Para wisatawan yang menginap di Desa Wisata Brayut dapat menikmati berbagai kuliner atau makanan tradisional khas desa yang lezat, seperti legondo, klepon, atau makanan tradisional Jawa lainnya. Kegiatan sosial kemasyarakatan yang dikembangkan, antara lain karawitan, membatik, dan tari tradisional, yang didukung keberadaan sanggar karawitan, sanggar membatik, dan sanggar tari beserta gurunya. Dalam pengelolaannya, ketua pengelola Desa Wisata Brayut bertanggung jawab terhadap permasalahan sekecil apapun yang dihadapi oleh wisatawan yang berkunjung.

Pengelolaan desa wisata ditekankan pada pemberdayaan masyarakat setempat sehingga pengelolaan desa wisata beserta kegiatannya dapat menjadi multi efek bagi masyarakat.

Berdasarkan pada pemetaan potensi dan deskripsi rinci dari masing-masing desa wisata yang dapat difungsikan sebagai basis SWOT, maka dapat dirumuskan sebuah strategi pengembanan desa wisata mandiri di Kabupaten Sleman di era pandemi:

Tabel 1. Rumusan Strategi Pengembangan

Kriteria Rencana Strategi

Atraksi ❖ Pengembangan atraksi wisata outdoor yang tidak menimbulkan potensi kerumunan: inovasi atraksi wisata baru berbasis potensi budaya, alam dan pertanian yang bersifat individual/kelompok kecil

Aksesibilitas ❖ Pengembangan media-media informasi yang berisi deskripsi desa wisata mandiri dan bagaimana menuju ke lokasi tersebut, berbasis online yang mudah dipahami untuk wisatawan

Fasilitas Pendukung ❖ Perlu disediakan fasilitas pendukung wisatawan untuk mewujudkan pariwisata berkualitas yang memperhatikan aspek kesehatan, keselamatan dan higienitas (CHSE/Cleanliness, Health, Safety and Sustainable Environment)

Organisasi Kepariwisataan

❖ Revitalisasi organisasi kepariwisataan yang mendukung munculnya inovasi pengembangan desa wisata di era pandemi

❖ Memperkuat asosiasi/komunitas desa wisata yang memberikan wadah untuk berinovasi dalam mengelola desa wisata yang berkualitas Partisipasi Masyarakat ❖ Penguatan kelembagaan desa wisata yang memberikan kesempatan

terhadap partisipasi masyarakat

Rencana strategis di atas merupakan rumusan rencana yang ditarik dari pemetaan potensi dan deskripsi dari setiap desa wisata. Harapannya rumusan tersebut dapat digunakandasar dalam perumusan kebijakan dan program kerja yang dapat menjawab persoalan yang dihadapi oleh desa wisata di era pandemi. Desa-desa wisata di Kabupaten Sleman pada masa pandemi covid-19 mengalami penurunan kunjungan yang cukup signifikan. Pada 2019 kunjungan desa wisata mencapai 275.700 kunjungan, sedangkan kunjungan pada 2020 mencapai 95.519 kenjungan. Melihat realita tersebut, Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman bekerja sama dengan berbagai stakeholder mendorong desa-desa wisata untuk melakukan berbagai langkah seperti mencari keunikan yang dimiliki (Unique Selling Point), peningkatan kualitas SDM dan sarana prasarana, beradaptasi dengan tren wisata terbaru dari mass tourism beralih ke quality tourism, branding dan langkah-langkah lainnya.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahawa masing-masing desa wisata mandiri di Kabupaten Sleman sudah mulai menyesuaikan konsep dan strategi pengembangannya, secara lebih spesifik pada aspek pemasaran agar dapat tetap bertahan di era New Normal seperti saat ini. Penyesuaian dimulai dari edukasi bagi pengelola untuk menyesuaikan dengan kaeadaan New Normal, mempromosikan

(8)

8 paket-paket baru dan juga kembali mengkonsep keunikan yang dimilliki oleh masing-masing desa wisata.

Hal ini kemudian mampu menggairahkan kembali kunjungan wisatawan ke Desa Wisata, meskipun terkadang seringkali kembali ke keadaan fluktuatif sebagai dampak kebijakan pemerintah pusat terkait kerumunan dan acara di masa pandemic.

5. UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih kami sampaikan pada pihak-pihak yang telah berkontribusi pada paper ini.

Pihak LPPM UNISA Yogyakarta selaku supporting paper, Dinas Pariwisata dan seluruh Desa Wisata selaku pihak narasumber penelitian.

6. DAFTAR PUSTAKA

(1) Sigala, M. (2020). Touri sm and COVID -19: Impa cts and implications for advancing and resetting industry and research. Journal of business research, 117, 312 -321.

(2) Mackenzie, S. H., & Goo dnow, J. (2020). Adventu re in the age of COVI D - 19: Embracing microadventures and locavism in a post -pandemic world. Leisure Sciences, 1 -8.

(3) Foo, L. P., Chin, M. Y., Ta n, K. L., & Phuah, K. T. (2 020). The impact of COVI D -19 on tou rism industry in Malaysia. Current Issues in Tourism, 1 -5.

(4) Gunagama, M. G., Naura h, Y. R., & Prabono, A. E. P. (2020). Pariwisata Pascapandemi:

Pelajaran Penting dan Prospek Pengembangan. LOSARI: Jurnal Arsitek tur Kota dan Pemukiman, 56 -68.

(5) Ghaderi, Z., & Henderson, J. C. (2012). Sustainable rural tourism in Iran: A pe rspective from Hawraman Village. Touris m Management Perspectives, 2, 47-54.

(6) Putra, T. (2019). A revi ew on Penta helix acto rs in village tourism development and management. Journal of Business on Hospitality and Tourism, 5(1), 63.

(7) Zhu, H., Liu, J., Wei, Z., Li, W., & Wang, L. (2017). Residents’ attitudes towards sustainable tourism devel opment in a historical -cultural village: Influence of perceived impacts, sense of place and tourism development potential. Sustainability, 9(1), 61.

(8) Pongponrat, K. (2011). Participatory management process in local tourism development: A case study on fishe rman village on Samui Island, Thailand. Asia Pacific Journal of Tourism Research, 16(1), 57 -73.

Referensi

Dokumen terkait

Pada uji akut dilakukan pula pengecekan kadar BOD karena BOD sangat mempengaruhi kadar DO semakin besar kadar BOD maka kadar DO akan semakin kecil karena jika BOD besar

ABSTRAK : Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui gaya hidup minum teh masyarakat Surabaya. Gaya hidup minum teh yang dimiliki oleh masyarakat Surabaya pada masa ini

Karena ADC 0809 mempunyai lebar data 8 bit, maka format data maksimal adalah 255 data, sehingga untuk memudahkan perhitungan, maka dibuat konversi daya 1

Oleh sebab itu, kekuasaan dalam pan- dangan Gajah Mada dapat ditafsirkan sebagai kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung dengan

Al-„urf al amali (kebiasaan yang berbentuk perbuatan) adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan perbuatan biasa.. Yang dimaksud “perbuatan biasa‟ adalah

Berdasarkan penelitian mengenai pengaruh karakteristik individu terhadap prestasi kerja pada pegawai Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang dapat diperoleh kesimpulan

Ciri khas dari implementasi sentra di TK Aisyiyah 02 Pati adalah pada kedisiplinan dan kreativitas guru dalam mengembangkan dan menyiapkan bahan main untuk anak dalam setiap

Capital budgeting menurut Syamsuddin (2009,412) adalah keseluruhan proses perencanaan, pengumpulan, pengevaluasian, penyeleksian dan penentuan alternatif penanaman