• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pendahuluan Pembelajaran TIK membutuhkan proses pembelajaran yang tidak sekedar memberikan tugas untuk melatih kemampuan peserta didik semata,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "1. Pendahuluan Pembelajaran TIK membutuhkan proses pembelajaran yang tidak sekedar memberikan tugas untuk melatih kemampuan peserta didik semata,"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

8 1. Pendahuluan

Pembelajaran TIK membutuhkan proses pembelajaran yang tidak sekedar memberikan tugas untuk melatih kemampuan peserta didik semata, namun juga melibatkan pemahaman mengenai apa yang harus peserta didik kerjakan sekaligus memahami tujuan dari apa yang dikerjakan. Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan peserta didik. Menurut Jocye Weil dalam Rusman [1] “model pembelajaran adalah suatu rencana yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pelajaran di kelas atau yang lain”. Seorang guru dapat menggunakan berbagai macam model pembelajaran agar dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajarnya, karena dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan hasil belajar. Kenyataan yang terjadi di lapangan adalah guru sering memilih menggunakan metode yang praktis dan tidak bervariasi seperti ceramah yang mendominasi dan kurangnya penekanan terhadap aktivitsas siswa, kondisi tersebut terjadi pada semua pembelajaran termasuk pada pembelajaran TIK, sehingga yang terjadi siswa mudah jenuh saat mengikuti pembelajaran. Pemilihan metode yang kurang tepat dan bahkan diterapkan berungkali pada akhirnya berdampak pada hasil belajar yang rendah.

Melalui hasil observasi yang telah dilakukan pada siswa SMP Kristen 1 Salatiga, permasalahan tersebut juga terjadi yakni pembelajaran yang kurang bervariasi dan monoton sehingga berdampak pada hasil belajar peserta didik.

Meskipun kegiatan praktik sudah dilakukan, namun penekanan pada pemahaman siswa masih kurang. Kurangnya penguasaan materi karena siswa kurang terlibat dalam pembelajaran dan menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. Melalui diskusi dengan guru mata pelajaran TIK dan mencermati nilai ulangan terakhir pada pelajaran TIK yang dilakukan secara tertulis, maka diketahui bahwa ketuntasan belajar siswa tidak maksimal yakni hanya sebesar 55.6%. Ini menunjukkan bahwa sesungguhnya siswa kurang memahami materi yang diajarkan.

Mencermati permasalahan yang ada dan memperhatikan hasil dari observasi maka diperlukan upaya untuk menerapkan salah satu pembelajaran yang menggunakan kegiatan kelompok yakni dengan MURDER. Pembelajaran dengan berkelompok memudahkan siswa untuk saling berbagi informasi, sekaligus memicu keterlibatan siswa. Kegiatan kelompok juga membuat pembelajaran menjadi lebih menyenangkan karena siswa dapat saling membantu hal tersebut sekaligus mendorong siswa untuk belajar menyampaikan pendapat. Penerapan model kooperatif tipe MURDER akan disesuaikan dengan kajian materi yang dipelajari siswa, dengan memperhatikan langkah-langkah dari pembelajaran MURDER peneliti merancang pembelajaran berkelompok agar peserta didik mampu mempelajari materi. Kegiatan tersebut dilakukan untuk menghindari metode ceramah, sehingga metode ceramah dapat dilakukan seminimal mungkin dan dapat didominasi aktivitas siswa. Manfaat penerapan dari MURDER ditunjukkan oleh Ismaya [2] dan Nurul, Dessy, dan I Gede [3], yang membuktikan adanya keberhasilan dalam merepakan model pembelajaran kooperatif tipe MURDER untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

(2)

9

Penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagiamana meningkatkan hasil belajar TIK melalui model pembelajaran kooperatif tipe MURDER.

2. Kajian Pustaka

Perkembangan Ilmu Teknologi dan Komunikasi (IPTEK) turut menjadi faktor berkembangnya dunia pendidikan. Untuk memenuhi kebutuhan akan IPTEK maka pendidikan Teknologi dan Komunikasi dikemas dalam suatu pembelajaran dan diberikan sedini mungkin pada anak agar dapat mengikuti perkembangan jaman (Sujoko, [4]). Mata pelajaran TIK perlu dikenalkan, dipraktikkan dan dikuasai oleh peserta didik sedini mungkin agar mereka memiliki bekal untuk menyesuaikan diri dalam kehidupan global yang ditandai dengan perubahan yang sangat cepat (Miarso, [5]). Untuk menghadapi perubahan tersebut diperlukan kemampuan dan kemauan belajar sepanjang hayat dengan cepat dan cerdas. Dengan demikian selain sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, teknologi informasi dan komunikasi dapat dimanfaatkan untuk merevitalisasi proses belajar yang pada akhirnya dapat mengadaptasikan peserta didik dengan lingkungan dan dunia kerja. Lebih lanjut Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) [6] menjelaskan bahwa mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi diajarkan sebagai salah satu mata pelajaran Keterampilan yang pelaksanaannya dapat dilakukan secara terpisah atau bersama-sama dengan mata pelajaran keterampilan lainnya. Tujuan dari mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang termuat dalam BSNP diharapkan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Memahami teknologi informasi dan komunikasi; (2) Mengembangkan keterampilan untuk memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi: (3) Mengembangkan sikap kritis, kreatif, apresiatif dan mandiri dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi; (4) Menghargai karya cipta di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Adapun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 1 Standar Kompetensi & Kompetensi Dasar TIK Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 1. Menggunakan perangkat lunak

pengolah kata untuk menyajikan informasi

1.3 Menggunakan menu dan ikon pokok pada perangkat lunak pengolah kata

1.4 Membuat dokumen pengolah kata sederhana

Sumber: Silabus TIK SMP/ MTs [7]

Menurut Suprijono [8] “hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai- nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan”. Rusman [1]

mendefinisikan “hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Sudjana [9] menarik simpulan sebagai berikut: Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Pengalaman belajar yang diterima akan menghasilkan kemampuan yang menurut Howart Kingsley dalam

(3)

10

Sudjana [9] dibedakan menjadi tiga macam kemampuan atau hasil belajar yaitu:

(1) keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengarahan, (3) sikap dan cita-cita. Pada aspek keterampilan hasil yang ditunjukan siswa akan memiliki kecapakan dalam tertentu misalnya siswa mampu mengoperasikan komputer, sedangkan pada aspek pengetahuan siswa dilihat dari kemamuan siswa dalam menguasai materi, dan aspek sikap terlihat dari perubahan tingkah laku siswa.

Berdasarkan tiga pendapat ahli yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki setelah belajar berupa pola perbuatan, sikap, keterampilan, dan pengetahuan, yang semuanya masuk dalam ranah, kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada umumnya, penilaian dalam pembelajaran cenderung diberikan pada aspek kognitif. Dalam penelitian ini hasil belajar yang diukur adalah aspek kognitif dan psikomotorik. Pada ranah kognitif diharapkan siswa dapat menjelaskan fungsi Ms Word sebagai program pengolahan kata serta contoh penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari, mampu menjelaskan ikon-ikon Ms. Word beserta fungsinya, serta mampu menjelaskan secara singkat fungsi ikon-ikon Ms. Word dalam membuat dokumen. Sedangkan pada aspek psikomotorik, siswa diharapkan mampu menyisipkan gambar, menggunakan page border dan page color, membuat tabel, dan menggunakan WordArt pada Ms. Word.

Model pembelajaran kooperatif tipe MURDER didasarkan atas teori psikologi kognitif yang diutarakan oleh Jacobs dkk [10] yang menekankan kegiatan memproses informasi secara luas dan proses berpikir yang mendalam sehingga mampu memberikan penjelasan tentang informasi tersebut, baik secara verbal maupun nonverbal. Sedangkan Craik dan Lockhart dalam Jacobs dkk. [10]

menekankan pentingnya kemampuan berpikir dan memproses informasi secara mendalam pada pembelajaran kooperatif sehingga dapat dimengerti dan diingat dengan lebih baik.

Model pembelajaran kooperatif tipe MURDER memperkenalkan sepasang anggota “dyad” dari kelompok yang beranggotakan 4 orang, dengan langkah kegiatan pembelajaran menurut Jacobs dkk., [10] adalah sebagai berikut.

1) Mood, mengatur suasana hati yang cocok dengan cara relaksasi dan berfokus pada tugas kelompok. Guru berusaha mengkondisikan siswa pada situasi belajar yang memotivasi siswa untuk fokus pada kegiatan pembelajaran.

Pengkondisian dilakukan dengan pemberian informasi ataupun fenomena- fenomena menarik dalam kehidupan sehari-hari.

2) Understand, masing-masing dyad dalam satu kelompok membaca bagian materi tertentu dari naskah tanpa menghafal. Guru dapat membagi-bagi naskah ke dalam beberapa bagian tertentu sehingga memudahkan siswa dalam membagi tugas. Siswa diarahkan untuk mencermati poin-poin penting dalam naskah yang dibaca.

3) Recall, setelah setiap pasang membaca materi, salah satu anggota dyad memberikan sajian lisan terhadap materi yang telah dibaca tanpa melihat teks.

Anggota dyad yang menyajikan materi, dipilih secara acak guna mendorong kesiapan dari setiap anggota dyad. Sajian materi difokuskan hanya berupa topik-topik penting dari materi tersebut.

(4)

11

4) Detect dilakukan oleh anggota kelompok yang lain dengan jalan mencocokkan apa yang disajikan dengan materi yang ada sehingga koreksi dapat dilakukan bila muncul kesalahan.

5) Elaborate oleh sesama pasangan. Setiap pasangan dapat memberikan contoh ataupun aplikasi materi yang telah dibaca dalam kehidupan sehari-hari, mengemukakan opini mereka terhadap topik yang dibahas ataupun mengemukakan beberapa pertanyaan terkait dengan topik yang dibahas.

Langkah-langkah 2, 3, 4, 5 diulang untuk materi selanjutnya.

6) Review atau merangkum kembali hasil pekerjaan berdasarkan hasil diskusi yang berlangsung dan membuat kesimpulan.

3. Metodologi

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari 2 siklus. Pada masing-masing siklus terdiri dari 2 pertemuan. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Kristen 1 Salatiga dengan jumlah siswa sebanyak 18 orang yang terdiri dari 7 siswa perempuan dan 11 siswa laki-laki. Adapun tahap-tahap model penelitian tindakan kelas ini dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1 Skema PTK Kemmis & Tagart dalam Arikunto [11]

Pada Siklus I kegiatan diawali dengan tahap perencanaan. Pada tahap ini peneliti merancang dan merencanakan pembelajaran dengan menyusun RPP.

Selanjutnya menentukan lamanya waktu dalam kegiatan pembelajaran. Setelah alokasi waktu ditentukan maka selanjutnya peneliti menyusun strategi pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif MURDER berbantuan web.

Kemudian menyiapkan alat yang akan mendukung pembelajaram, menyusun instrumen penilaian serta menyusun lembar observasi. Pada tahap berikutnya peneliti melaksanakan apa yang telah direncanakan. Peneliti melakukan tindakan dengan memberikan pengajaran sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang telah disusun.

Perencanaan

SIKLUS I Pelaksanaan Refleksi

Pengamatan Perencanaan SIKLUS II

Pengamatan

Refleksi Pelaksanaan

(5)

12

Pada saat pembelajaran dilaksanakan, dilakukan pengamatan terhadap jalannya proses pembelajaran dan perhatian dipusatkan pada kegiatan guru dalam menerapkan pembelajaran model kooperatif MURDER, termasuk hasil yang dicapai siswa. Setelah tahap pelaksanaan dan pengamatan selesai dilaksanakan maka pada tahap berikutnya dilakukan refleksi. Refleksi dilakukan setelah melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif MURDER, untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaan pembelajaran. Dari kegiatan refleksi tersebut dapat diketahui hal-hal yang perlu diperbaiki guna persiapan pembelajaran pada siklus yang selanjutnya.

Jika hasil pembelajaran belum mencapai indikator keberhasilan maka perlu dilanjutkan tindakan pada siklus II. Tahapan pelaksanaan pada siklus II sama seperti tahapan pada siklus I yakni dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Pelaksanaan siklus II dilakukan dengan melihat hasil refleksi sehingga pada tahap perencanaan dapat diberikan perbaikan-perbaikan untuk mengatasi kendala yang terjadi pada siklus I.

Setelah pembelajaran usai dilakukan, maka di akhir setiap siklus dilakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa. Penilaian hasil belajar siswa dilakukan dengan tes evaluasi secara tertulis, selain itu pada setiap pertemuan juga dilakukan penilaian terhadap kegiatan praktik siswa. Berdasarkan hasil evaluasi tes pada setiap siklus dapat diketahui penilaian yang tercapai pada hasil belajar siswa.

Adapun hasil belajar siswa yang dicapai adalah sesuai indikator yang dijabarkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Pemetaan Hasil Belajar

Kompetensi Dasar Indikator Bentuk

Evaluasi 1.3 Menggunakan

menu dan ikon pokok pada perangkat lunak pengolah kata

1.3.1 Menjelaskan fungsi Ms Word sebagai program pengolahan kata serta contoh penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari

 Tes Tertulis

1.3.2 Menjelaskan ikon-ikon Ms. Word

beserta fungsinya  Tes Tertulis dan praktik 1.3.3 Menyisipkan gambar pada Ms Word  Tes praktik 1.3.4 Menggunakan page borders dan page

color pada Ms Word  Tes Praktik 1.4 Membuat

dokumen pengolah kata sederhana

1.4.1 Membuat tabel pada Ms Word  Tes praktik 1.4.2 Menggunakan WordArt pada Ms

Word  Tes praktik

1.4.3 Mendeskripsikan penggunaan ikon- ikon Ms. Word dalam membuat dokumen pada Ms. Word

 Tes tertulis

Selain tes, pengumpulan data juga dilakukan melalui observasi yang bertujuan untuk melihat sekaligus mengamati secara langsung kemudian hasil pengamatan dideskripsikan dalam bentuk narasi yang akan menggambarkan

(6)

13

bagaimana perilaku siswa selama pembelajaran dan kendala-kendala apa saja yang terjadi.

4. Hasil Penelitian

Pembelajaran dengan MURDER memiliki 6 langkah langkah pertama adalah Mood, pada tahap ini guru menyampaikan tujuan dari proses pembelajaran akan dilakukan dan memotivasi siswa untuk mengatur suasana hati (mood) agar siap menerima pelajaran. Selanjutnya pada tahap Understand, guru menyajikan informasi tentang materi yang akan diajarkan. Selanjutnya pada tahap Recall, guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok belajar setiap kelompok belajar. Guru membagikan tugas kepada tiap-tiap kelompok dan meminta setiap anggota kelompok materi yang ada pada modul sehingga muncul understand, dan dilanjutnkan dengan pengerjaan tugas yang telah diterima. Selanjutnya pada tahap ini guru menugaskan salah salah satu anggota dari pasangan siswa untuk menjelaskan pemahamannya soal yang telah dikerjakan sebelumnya kepada anggota pasanggannya sehingga muncul proses recall. Untuk melihat apakah jawaban yang dikerjakan siswa benar atau salah maka dilakukan tahap Detect.

Guru meminta setiap kelompok untuk membuktikan jawaban dari tugas yang diberikan dengan praktik langsung sehingga jawaban yang salah dapat diperbaiki maka muncul proses detect. Guru meminta setiap pasangan melakukan elaborasi atau bekerja sama dalam menjawab tugas-tugas yang diberikan sehingga muncul proses elaborate. Elaborate pada penelitian ini dirancang dalam diskusi bersama.

Selanjutnya pada tahap review, guru meminta siswa untuk mengerjakan tugas mandiri, ini untuk melihat pakah setiap siswa dapat mengerjakan apa yang telah dipelajari sehingga secara tidak langsung siswa telah mereview keseluruhan materi ajar.

Selama proses pembelajaran berlangsung, dilakukan pengamatan terhadap jalannya pembelajaran selanjutnya dilakukan refleksi. Refleksi merupakan evaluasi untuk menilai keseluruhan proses pembelajaran yang berlangsung dengan menggunakan model kooperatif tipe MURDER. Berikut refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaaran.

Tabel 3

Refleksi Pembelajaran

Siklus I Siklus II

Kekurangan Solusi Kekurangan Solusi

Siswa kurang berani dalam mengemukakan pendapat, bertanya, atau menjawab pertanyaan

Ketika memberikan pertanyaan, sebaiknya guru menunjuk beberapa siswa yang terlihat pasif, tapi guru juga mengijinkan siswa yang sudah aktif untuk menjawab

Semua kendala pada siklus I telah teratasi

Guru dapat meningkatkan kemampuan dalam mengelola pembelajaran serta penguasaan kelas

Kegiatan diskusi atau tanya jawab masih

Guru memberikan kesempatan terlebih dahulu pada siswa-siswa

(7)

14 didominasi oleh

siswa-siswa yang unggul saja

yang pasif untuk

menanggapi atau bertanya.

Guru memotivasi siswa yang terlihat pasif dengan pujian supaya siswa menjadi bersemangat dan tidak malu dalam

mengemukakan pendapat.

Siswa kurang berani dalam mengemukakan pendapat dan bertanya

Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk mengajukan pertanyaan, guru

memberikan pujian bagi siswa yang mau bertanya supaya siswa termotivasi dan berani bertanya atau mengemukakan pendapat Siswa tidak

menyelesaikan tugasnya tepat waktu

Guru membimbing dan memantau siswa supaya dapat menyelesaikan tugasnya sesuai waktu yang ditentukan

Kegiatan refleksi dilakukan dengan menilai keseluruhan proses pembelajaran dengan MURDER telah selesai dilaksanakan. Pada siklus I, secara keseluruhan pembelajaran telah dilaksanakan dengan baik, namun masih terdapat beberapa kendala. Setelah melihat hasil refleksi pada siklus I maka dirancang solusi untuk mengatasi kendala yang telah terjadi. Pada siklus II, pembelajaran dilakukan sesuai rancangan yang telah disusun, dengan memperhatikan hasil refleksi dari siklus I maka siklus II dapat berjalan dengan lancar. Hasil dari pengamatan dari siklus II menunjukkan bahwa pembelajaran dengan MURDER telah dilaksanakan dengan baik, kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I juga telah teratasi pada siklus II. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, menunjukkan bahwa siswa telah mampu mengikuti proses pembelajaran dengan MURDER, sehingga kondisi ini mendukung peningkatan hasil belajar siswa.

Hasil Belajar

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penerapan model kooperatif tipe MURDER pada mata pelajaran TIK materi ikon-ikon MS. Word, perlu dilakukan perbandingan terhadap hasil hasil belajar yang telah diperoleh pada siklus I dan siklus II. Hasil perbandingan tersebut disajikan dalam tabel 4.

(8)

15 Tabel 4

Ketuntasan Berdasarkan Hasil Tes Praktik Siswa Kelas VIII SMP Kristen 1

Data pada tabel 4 menunjukkan perbandingan nilai ketuntasan hasil parktik pada pra siklus, siklus I dan siklus II. Pada kondisi pra siklus, diketahui bahwa dari total siswa yaitu 18 siswa pada siswa kelas VIII SMP Kristen 1 Salatiga, siswa yang tuntas belajarnya ada 11 siswa atau sebanyak 61.11%, dan yang belum tuntas belajarnya ada 7 siswa atau sebanyak 38.89%. Kondisi tersebut dipicu karena kurangnya pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari.

Ketidakmampuan siswa dalam memahami materi ini dipicu banyak faktor, salah satunya adalah model pembelajaran yang kurang menarik bagi siswa, sehingga siswa cenderung kurang semangat dalam belajar. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan upaya perbaikan guna meningkatkan hasil belajar TIK siswa kelas VIII SMP Kristen 1 Salatiga. Upaya yang dirancang adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe MURDER. Setelah disepakati baik RPP maupun waktu untuk menerapkan model kooperatif tipe MURDER pada pelajaran TIK, dilaksanakanlah kegiatan pembelajaran pada siklus I.

Pelaksanaan pembelajaran pada Siklus I pertemuan I dengan pokok bahasan memahami fungsi ikon-ikon dalam Ms. Word hanya 13 siswa yang tuntas dari keseluruhan siswa. Ini menunjukkan bahwa hanya 13 siswa yang mampu memahami fungsi Ms. Word dalam kegiatan praktik langsung. Selanjutnya, pada pertemuan ke 2 dengan pokok bahasan menggunakan insert, page border, dan page color, siswa yang tuntas ada 15 siswa dari keseluruhan siswa. Ketuntasan tersebut menunjukkan adanya peningkatan dari pertemuan sebelumnya, yakni dari 13 siswa yang tuntas menjadi 15 siswa yang tuntas. Hasil ini juga menunjukkan bahwa 83.3% siswa telah memahami penggunaan menu dan ikon pada Ms. Word.

Adapun siswa yang belum tuntas, dikarenakan dalam kegiatan praktik, siswa- siswa tersebut tidak dapat menyelesaikan tugasnya tepat waktu, kondisi tersebut dapat disebabkan karena siswa belum memahami apa yang ditugaskan dan memang ada beberapa siswa yang lamban dalam mengerjakan tugas. Kendala tersebut menjadi bahan refleksi sehingga dapat dirancang perbaikan yakni dengan menekankan pada pemahaman siswa sebelum diberi tugas dan membimbing siswa yang lamban dalam mengerjakan tugasnya.

Adapun perbandingan ketuntasan belajar siklus I pertemuan 1 dijabarkan sebagai berikut. Siswa yang belum tuntas ada 5 orang atau sebesar 27.28%

sedangkan yang tuntas ada 13 siswa atau sebesar 72.22. Jika dibandingan dengan No Kategori

Pra Siklus Siklus I Siklus II

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 1 Pertemuan 2 Jumlah

Siswa (%) Jumlah

siswa (%) Jumlah

Siswa (%) Jumlah

siswa (%) Jumlah

Siswa (%) 1 Belum

Tuntas 7 38.89 5 27.78 3 16.67 0 0 0 0

2 Tuntas 11 61.11 13 72.22 15 83.33 18 100 18 100

Rata-Rata 78.88 80.28 84.17 85 85

Nilai Tertinggi 90 95 95 100 100

Nilai Terendah 70 70 75 90.83 94.44

(9)

16

kondisi pra siklus, dapat diketahui adanya peningkatan ketuntasan siswa yakni dari 61.11% menjadi 72.22% sehingga diketahui terjadi peningkatan sebesar 11.11%. Ketuntasan tersebut masih di bawah indikator keberhasilan yang ditentukan, karena pembelajaran pada siklus I pertemuan 1 masih banyak kendala.

Setelah dilakukan refleksi dan disusun solusi, maka dilanjutkan pada pertemuan 2 siklus I. Hasilnya terdapat 3 siswa yang belum tuntas atau sebesar 16.67% dan siswa yang tuntas ada 15 siswa atau sebesar 83.33%. Kondisi ini menunjukkan adanya peningkatan dari pertemuan sebelumnya yakni dari 72.22% menjadi 83.33%. Meskipun diketahui ada peningkatan namun hasil ketuntasan pada siklus I masih di bawah indikator keberhasilan, oleh karena itu perlu dilanjutkan pada siklus II.

Pembelajaran pada siklus II dapat terlaksana dengan baik. Terbukti dengan pembelajaran yang dirancang guru mengalami kemajuan di mana kendala yang sebelumnya terjadi pada siklus I telah teratasi dengan baik, sehingga siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Tugas praktik yang diberikan guru dapat diselesaikan siswa dengan baik. Terlihat pula, siswa yang dulunya pasif sudah mulai terbiasa aktif sehingga siswa tidak mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas praktik. Ketuntasan hasil belajar pada siklus II baik pada pertemuan 1 dan pertemuan 2 menunjukkan seluruh siswa di kelas VIII mengalami tuntas belajarnya, artinya ketuntasan mencapai 100%. Ini menunjukkan siswa dapat memahami materi yang diajarkan guru. Kemampuan siswa pada siklus II juga menunjukkan peningkatan dari siklus sebelumnya, kendala yang dialami pada siklus I telah teratasi pada siklus II, sehingga kegiatan praktik pada siklus II dapat berjalan dengan lancar. Perbandingan nilai praktik siswa pada siklus I dan siklus II digambarkan pada diagram batang berikut.

72.22%

83.33%

100% 100%

22.78%

16.67%

0% 0%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

90.00%

100.00%

Siklus I Pertemuan 1 Siklus I Pertemuan 2 Siklus II Pertemuan 1 Siklus II Pertemuan 2

Perbandingan Ketuntasan Nilai Tes Praktik Siklus I & Siklus II

Tuntas Belum Tuntas

Gambar 2 Diagram Perbandingan Ketuntasan Hasil Praktik Siswa Kelas VIII SMP Kristen 1 pada Siklus I dan Siklus II

(10)

17

Selain nilai praktik, juga diberikan tes evaluasi tertulis yang dilakukan pada setiap akhir siklus. Adapun berbandingan nilai tes evaluasi siswa dijabarkan pada Tabel 5.

Tabel 5

Ketuntasan Berdasarkan Hasil Tes Tertulis Siswa Kelas VIII

No Kategori

Pra Siklus Siklus I Siklus II Jumlah

Siswa (%) Jumlah

Siswa (%) Jumlah

Siswa (%)

1 Belum tuntas 8 44.4 5 27.28 2 11.11

2 Tuntas 10 55.6 13 72.22 16 88.89

Rata-Rata 70.5 70.85 80

Nilai Tertinggi 80 80 93.3

Nilai Terendah 50 60 66.67

Perbandingan ketuntasan belajar siswa pada pra siklus, siklus I dan siklus II menggunakan model kooperatif tipe MURDER dalam pelajaran TIK pada tabel di atas dapat dilihat ada peningkatan. Pada kondisi awal, yakni di mana model kooperatif tipe MURDER belum diterapkan, dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang tuntas berdasarkan hasil tes tertulis ada 10 siswa atau ketuntasan sebesar 55.6%, sedangkan 8 siswa lainnya (44.4%) dinyatakan tidak tuntas. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dilakukan upaya perbaikan terhadap hasil belajar yakni dengan menerapkan model kooperatif tipe MURDER, yakni selama pembelajaran dalam siklus I dan II.

Pada siklus I, siswa yang tidak tuntas ada 5 siswa (27.78%). Setelah ada perbaikan-perbaikan, dan diberikan lagi tindakan pada siklus II, siswa yang tidak tuntas berkurang menjadi 2 siswa (11.11%). Siswa yang tuntas pada siklus I sebanyak 13 siswa (72.22%). Jumlah ini mengalami peningkatan pada siklus II, yaitu menjadi 16 siswa atau sebanyak 88.89%. Hasil tersebut diperoleh setelah dilakukan penialain terhadap tes evaluasi yang telah dikerjakan siswa. Pada siklus I tes evaluasi diberikan untuk mengukur pemahaman siswa mengenai fungsi dan ikon dalam Ms. Word. Hasilnya menunjukkan secara klasikal siswa telah memahami materi yang telah diajarkan, meskipun masih terdapat 5 siswa yang nilainya di bawah KKM. Diketahui ketuntasan hasil belajar siswa berdasarkan tes evaluasi belum mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan pada siklus berikutnya.

Setelah diberikan pembelajaran pada siklus II, maka siswa diberikan tes evaluasi untuk mengukur pemahaman siswa secara teori. Hasil pada siklus II lebih baik dari siklus I, namun masih terdapat siswa yang nilainya belum tuntas.

Meskipun diketahui masih ada siswa yang tidak tuntas, namun nilai ketuntasan pada siklus II telah mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan. Jika dilihat secara klasikal maka, ketuntasan hasil belajar pada siklus II menunjukkan bahwa lebih dari 85% dari jumlah keseluruhan siswa telah dapat memahami materi yang diajarkan yang ditandai dengan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal. Dari tes evaluasi yang diberikan, pada kondisi akhir siklus II hanya ada 2 siswa yang nilainya belum mencapai KKM. Apabila hasil ketuntasan secara tertulis di bandingkan dengan hasil praktik, maka secara praktik seluruh siswa telah tuntas.

Meskipun demikian hasil dari tes evaluasi juga telah mencapai indikator

(11)

18

keberhasilan. Dengan demikian dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa, penggunaan model kooperatif tipe MURDER pada pelajaran TIK telah berhasil diterapkan atau dilaksanakan.

5. Diskusi

Pembelajaran dengan MURDER telah berhasil meningkatkan hasil belajar siswa baik secara praktik maupun tertulis pada siklus I dan siklus II. Nelson [12]

memaparkan bahwa model pembelajaran MURDER mengkondisikan siswa untuk aktif dalam kegiatan kelompok. Adanya kegiatan kelompok membuat siswa lebih nyaman dalam belajar dan lebih berani dalam bertanya. Seperti yang dikemukakan oleh Slavin [13] bahwa pembelajaran berkelompok dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir dengan adanya tukar gagasan antar anggota, membantu siswa untuk memecahkan masalah dan mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan. Selama pembelajaran berlangsung, kegiatan kelompok pada model MURDER membantu siswa untuk memahami materi yang diajarkan, selain itu siswa dapat saling bertukar pendapat dan membantu anggota kelompoknya yang belum memahami materi.

MURDER mengkondisikan kelas dengan tema belajar yang menyenangkan untuk meningkatkan mood siswa dalam belajar. Sanjaya [14]

berpendapat bahwa pembelajaran yang menyenangkan akan membangkitkan mood siswa. Adapun upaya membuat pembelajaran yang menyenangkan dapat dilakukan dengan mengatur ruang kelas, pemilihan model pembelajaran, serta pemanfaatan media dan sumber belajar yang relevan. Pada penelitian ini, untuk menarik mood siswa, guru menyampaikan pembelajaran dengan menggunakan video pembelajaran tentang pengenalan Ms. Word beserta ikon-ikonnya.

Tujuannya untuk mengurangi kegiatan ceramah yang biasa dilakukan oleh guru sekaligus menarik perhatian siswa.

Pada tahap berikutnya, yakni tahap Understand, guru meminta siswa untuk memperhatikan video tentang pengenalan Ms. Word beserta ikon-ikonnya.

Selanjutnya untuk melihat apakah siswa Understand guru memberikan kesempatan untuk menanyakan apa yang belum dipahami. Pemahaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah memahami makna yang terkandung pada materi yang diajarkan (Sardiman [15]).

Selanjutnya pada kegiatan Recall, siswa diminta untuk berkelompok. Pada kegiatan Recall ini, guru membagikan kertas undian yang berisi pertanyaan seputar fungsi dari ikon-ikon Ms. Word. Kemudian siswa diminta untuk menuliskan jawaban dari pertanyaan tersebut, dan selanjutnya siswa menjawab kembali pertanyaan yang telah dijawab secara lisan. Ini dilakukan untuk melihat apakah siswa mampu meRecall jawaban yang telah ditulis. Djamarah [16]

mengungkapkan bahwa kegiatan recall ini bertujuan agar siswa memiliki kesempatan untuk membentuk atau menyusun kembali informasi yang telah mereka terima.

Setelah itu dilanjutkan pada kegiatan Detect, pada kegiatan ini guru meminta siswa untuk mencari tahu apakah jawaban dari soal yang telah dikerjakan benar atau salah. Detect dilakukan dengan kegiatan praktik, siswa mencari tahu jawaban dari soal yang diberikan dengan praktik. Ini dilakukan agar

(12)

19

siswa dengan sendirinya dapat mengetahui apakah jawaban yang mereka tuliskan tadi benar atau salah.

Pada kegiatan Elaborate, guru meminta siswa untuk mendiskusikan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan. Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk mengajukan pertanyaan serta mengemukakan pendapat. Setelah kegiatan Elaborate dilakukan, siswa diminta untuk mereview materi yang telah diajarkan (Nelson [11]). Pada kegiatan Review, guru meminta siswa untuk mengerjakan tugas mandiri. Tujuannya adalah apakah siswa dapat memiliki rangkuman terhadap pembelajaran yang telah dilakukan yang diukur dalam tugas mandiri.

Tahapan-tahapan tersebut pada intinya menekankan pada siswa untuk memahami materi. Apabila siswa mampu menguasai materi maka siswa tidak akan ada masalah ketika diberikan tugas baik tugas yang dapat diselesaikan dalam kelompok maupun tugas yang harus diselesaikan secara mandiri. Pembelajaran dengan MURDER yang telah sukses diterapkan di kelas VIII SMP Kristen 1 Salatiga berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa baik secara praktik dan tertulis. Ini menunjukkan bahwa MURDER dapat meningkatkan hasil belajar siswa, sehingga hasil penelitian ini secara teoritis juga mendukung kajian teori tentang model kooperatif tipe MURDER yang dikemukakan oleh Craik dan Lockhart dalam Jacobs [10] yang menyatakan bahwa kooperatif MURDER merupakan suatu model pembelajaran yang merekonstruksi informasi dan ide suatu materi pembelajaran untuk mudah dipahami melalui kegiatan kelompok sehingga siswa mampu berbagi informasi dengan teman sebaya.

Keberhasilan dalam penelitian ini, dapat menjadi referensi bagi peneliti- peneliti yang hendak melakukan penelitan yang sama yakni dengan menerapkan MURDER. Bagi peneliti yang akan melaksanakan penelitian yang sama dengan penelitian ini, disarankan agar mengambil mata pelajaran atau bidang studi yang berbeda atau materi yang berbeda, serta dapat menerapkan media yang dirasa sesuai dengan MURDER.

6. Refrensi

[1] Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

[2] Ismaya Melaningsih. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Murder Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar TIK Siswa. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP. Universitas Pendidikan Ganesha. Singaraja, Indonesia.

[3] Nurul Fadilah, Dessy Seri Wahyuni, I Gedhe Mahendra Darmawiguna. 2013. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran TIK Kelas VII. Pendidikan Teknik Informatika.

Universitas Pendidikan Ganesha. Singaraja, Bali.

[4] Sujoko. 2013. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai Media Pembelajaran di SMP Negeri 1 Geger Madiun Sujoko Guru SMP Negeri 2 Dagangan

(13)

20

Kabupaten Madiun. Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan Volume 1, Nomor 1 Januari 2013,71-77 ISSN:

2337-7623; EISSN: 2337-7615 71.

[5] Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.

[6] Badan Standar Nasional Pendidikan SMP/ MTS 2006.

[7] Agus Suprijono. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

[8] Sudjana. 2006. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: Remaja Rodaskarya.

[9] Silabus TIK SMP

[10] Jacobs, G. M. 1997. Cooperative leraning in the thinking classroom. Makalah. Disampaikan pada The International Conference on Thinking Singapura.

[11] Arikunto, S. dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:

Bumi Aksara

[12] Nelsom, L.M. 1999. Collaborative Poblem Solving. Dalam Reigeluth, C.M. (Ed.): Instructional – design theories and models: A new paradigm of instructional theory, volume 11. 91- 114. Englewood cliffs, Nj: lawrence erlbaum Associates, publisher.

[13] Slavin, E. Robert. 2010. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.

[14] Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2010.

[15] Bahri, Syaiful Djamarah. Psikologi Belajar. Cek II; Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008

[16] Sardiman, A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar.

Jakarta: Rajawali Pers,2010.

Referensi

Dokumen terkait

menyatakan bahwa konsep pengembangan ruang permukiman produktif merupakan pendekatan integrasi dari rumah, dengan peluang menggalang berbagai sumber daya alam,

SIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menerapkan pendekatan pembelajaran jigsaw , maka dapat disimpulkan bahwa: (a) model

Konsep tentang PNPM-MP Menurut petunjuk teknis operasional tahun 2008 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) adalah program pemerintah untuk

Dari keterbatasan yang ada, maka saran untuk penelitian yang akan datang yaitu berupa perluasan populasi sehingga jumlah sampel menjadi lebih banyak dan jenis

"Semua pegawai negeri yang sebagai demikian dan tidak dalam tugas sebagai bendaharawaan, dengan melakukan perbuatan yang melanggar hukum atau dengan melalaikan kewajiban

Agustus ada 37 kasus yang hampir sebagian besar adalah perjanjian baku, 80 % dapat diselesaikan secara damai, dan 20 % menunggu proses penyelesaian sengketa. Sebagian besar

Penelitian ini mengembangkan dari aplikasi sistem pakar yang telah ada sebelumnya pada penerapan ilmu psikolog klinis dengan diimplementasikan sebagai aplikasi

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan bungkil inti sawit yang difermentasi dengan cairan rumen kerbau dan saccharomyces cereviceae